BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sarana perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ORIGINITAS DISERTASI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

RINGKASAN SKRIPSI / NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI MEDIASI PENAL SEBAGAI PERWUJUDAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. mencegah timbulnya disorder, khususnya sebagai pengendali kejahatan. 1

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik. Masing-masing dari kedua klasifikasi tersebut memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai pertanahan tidak pernah surut. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun Setiap

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KELUARGA DI POLRES BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

MEDIASI PENAL DALAM INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM. Nediyanto Ramadhan. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia didasari bahwa keamanan suatu Negara merupakan syarat utama

PROSPEKRIF PENEGAKAN HUKUM BERDASARKAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DENGAN INDIKATOR YANG DAPAT TERUKUR MANFAATNYA BAGI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats),

Modul 2 Modul 3 Modul 4

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

Menakar Keadilan Melalui Penyelesaian Sengketa Pidana di Luar Pengadilan Oleh : Malik Perkumpulan HUMA

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

Legalitas Edisi Desember 2015 Volume VII Nomor 2 ISSN

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut paham nomokrasi atau negara hukum, yaitu paham yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi sekaligus menempatkan hukum sebagai dasar dalam melakukan penyelenggaraan negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : Negara Indonesia merupakan negara hukum. Dalam konsepsi sebuah negara hukum, terdapat ciri-ciri yang menandakan bahwa negara tersebut merupakan negara hukum. Frederick Julius Stahl sebagaimana yang dikutip oleh Jimly Asshidiqqie memberikan empat ciri Negara hukum, yaitu : perlindungan terhadap hak asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan, pemerintahan yang berdasarkan undang-undang, dan adanya peradilan tata usaha negara. 1 Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mengalami masa-masa sulit dalam hal perekonomian, khususnya pasca krisis global. Hal tersebut tidak hanya berdampak dengan meningkatnya angka kemiskinan, bersamaan dengan ini tingkat kejahatanpun semakin meningkat. Bahkan pelaku kejahtan saat ini justru sudah umum untuk dilakukan oleh orang-orang terdekat korban. Rumah dan keluarga yang dianggap sebagai tempat paling aman dan nyamanpun kini 1 Jimly Asshidiqqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 122.

2 didalamnya tidak terlepas dari terjadinya tindak kejahatan bahkan saat ini telah muncul istilah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). KDRT yang dilakukan khususnya terhadap perempuan oleh pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, terkadang juga menjadi permasalahan yang tidak pernah diangkat ke permukaan. Pada umumnya, orang berpendapat bahwa KDRT adalah urusan intern rumah tangga, jadi merupakan hal yang bersifat tabu apabila ada campur tangan dari pihak di luar lingkup keluarga tersebut yang ikut terlibat dalam masalah yang sedang terjadi pada kehidupan rumah tangga. Upaya penanggulangan KDRT yang tepat dan efektif tidak hanya ditujukan untuk melidungi individu-individu dalam rumah tangga, tetapi juga merupakan bentuk perlindungan kepada masyarakat, karena kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan suatu bagian dan kesatuan dari upaya perlindungan masyarakat (social deffense) dan upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). 2 Upaya penanggulangan kejahatan secara garis beras dapat dibagi menjadi dua, yaitu melalui sarana penal (hukum pidana) dan sarana non penal (di luar hukum pidana). Upaya penanggulangan kejahatan melalui sarana penal menitikberatkan pada pemberantasan kejahatan sesudah kejahatan itu terjadi atau bersifat represif, sedangkan upaya penanggulangan kejahatan melalui sarana non penal lebih menekankan pada usaha pencegahan agar kejahatan tidak terjadi atau bersifat preventif. 2 Barda Nawawi Arief, 2011, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana, Jakarta, hlm. 4.

3 Dalam mengatasi kejahatan sanksi hukum berupa sanksi pidana merupakan sanksi yang paling efektif dalam menangani dan/atau menanggulangi kejahatan. Meskipun demikian dalam hukum pidana dikenal adanya asas yakni hukum pidana sebagai suatu upaya terakhir (ultimum remidium). Artinya bahwa sanksi pidana dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak bisa menanganinya. Dengan kata lain, sanksi pidana dicantumkan sebagai sanksi yang terakhir, setelah sanksi perdata, maupun sanksi administratif. Hukum pidana diberlakukan sebagai ultimum remidium agar selain memberikan kepastian hukum, juga agar proses hukum pidana yang cukup panjang dapat memberikan keadilan baik terhadap korban maupun terhadap pelaku itu sendiri. Penjatuhan sanksi pidana bukanlah satu-satunya solusi terbaik dalam menyelesaikan perkara pidana khususnya tentang suatu tindak pidana KDRT yang menimbulkan kerusakan yang dapat di restorasi kembali atau dapat dikembalikan ke keadaan semula. Restorasi tersebut memungkinkan adanya penghilangan stigma dari individu pelaku, paradigma seperti ini biasa dikenal dengan restorative justice, dimana pelaku memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkan dari tindak kejahatan yang dilakukkannya kepada korban, keluarga dan juga masyarakat. 3 Dalam hal ini penyelesaian perkaranya tidak harus dilanjutkan ke pengadilan. Untuk restorative justice ini dapat diimplementasikan melalui penyelesaian perkara dengan ADR (Alternative Dispute Resolution) seperti diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif 3 Kuat Puji Prayitno. 2010. Restorative Justice untuk Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakan Hukum In Concreto).Jurnal Dinamika Hukum, Universitas Jendral Soedirman, hlm 107.

4 Penyelesaian Sengketa. ADR (Alternative Dispute Resolution) merupakan penyelesaian suatu perkara diluar peradilan melalui upaya damai yang mengedepankan prinsip win-win soltion yaitu kedua belah pihak yang berperkara sama-sama merasa menang dan tidak ada yang merasa dikalahkan. 4 Kondisi peradilan di Indonesia seringkali mengalami permasalahan seperti lambatnya proses penyelesaian perkara, banyaknya manipulasi selama proses peradilan dan biaya perkara yang relatif mahal, oleh karena itu penyelesaian perkara yang dilakukan tanpa melibatkan lembaga peradilan diharapan kedua belah pihak sama-sama berposisi sebagai pemenang dengan kata lain tidak ada diantara kedua belah pihak yang merasa dirugikan. Umumnya cara ini digunakan untuk sengketa perkara-perkara di bidang keperdataan terutama dalam hubungan bisnis, sehingga kemudian digunakan ADR (Alternative Dispute Resolution) seperti mediasi, negosiasi, dan rekonsiliasi. Dalam perkembangannya saat ini mediasi juga digunakan dalam perkara-perkara pidana tertentu di bidang hukum pidana salah satunya adalah perkara KDRT, mediasi dalam bidang hukum pidana ini lebih dikenal sebagai mediasi penal. Penyelesaian melalui mediasi menitik beratkan pada kesepakatan hasil musyawarah mufakat dari para pihak terkait. Pemulihan pelaku dan korban pada perkara KDRT berfokus pada penyembuhan luka (to restore) yang diderita oleh korban, bukan bertujuan untuk balas dendam (an eye for an eye). 5 Hal tersebut dimaksudkan guna menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup rumah tangga yang didalamnya terdapat anak- 4 Ibid,hlm. 108 5 Fatahillah A.Syukur, 2011, Mediasi Perkara KDRT Teori dan Praktek Di Pengadilan Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 10.

5 anak hasil buah perkawinan yang sudah tentu masih memerlukan kasih sayang, dan nafkah dari kedua orang tuanya. Dalam lingkup ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, KDRT seringkali diajukan sebagai dasar alasan perceraian di Pengadilan. Terjadinya perceraian dalam hubungan perkawinan akan menimbulkan banyak dampak negatif terutama bagi anak dan istri terutama terkait dengan hak-hak mereka setelah putusnya hubungan perkawinan. Untuk mencegah timbulnya dampak negatif tersebut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam Pasal 34 ayat (1) telah mengatur mengenai ketentuan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pegadilan jika Pengadilan telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak namun tidak berhasil. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi juga mengharuskan perkara yang masuk Pengadilan Negeri wajib mengupayakan mediasi terlebih dahulu sebelum perkara diperiksa. Seiring dengan diterbitkanya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (PERKAP) No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam penyelenggaraan Tugas POLRI dan Surat Kapolri No Pol : B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui ADR, maka Kepolisian sebagai lembaga terdepan dalam melindungi dan mengayomi masyarakat memiliki tugas penting dalam mengupayakan penyelesaian kasus pidana melalui mediasi, termasuk juga dalam penanganan perkara KDRT. Untuk itu pihak

6 kepolisian berperan dalam penerapan penyelesaian perkara yang cepat dan hemat biaya dengan melakukan tindakan diskresi. Polisi sebagai salah satu dari aparat penegak hukum yang merupakan salah satu bagian dari sistem penegakan hukum di Indonesia mempunyai peranan penting sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat, juga sebagai salah satu alat penegak hukum dalam proses pidana. Fungsi kepolisian menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia adalah Salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu fungsi Kepolisian juga bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yaitu terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tujuan tersebut tercantum dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga pada masa ini sudah sering dijumpai kasusnya di lingkungan sekitar, salah satunya di wilayah hukum Polres Magelang. Data yang penulis peroleh dari Polres Magelang dalam kurun waktu tahun 2012 sampai tahun 2016 per bulan April mencatat adanya 17 laporan yang diterima, 16 laporan tersebut diselesaikan tanpa dilimpahkan kepada penuntut

7 umum, dan hanya 1 kasus yang sampai kepada tahap pelimpahan berkas kepada penuntut umum. 6 Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengambil judul penelitian Tindakan Diskresi Oleh Penyidik Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi landasan penyidik Polres Magelang dalam melakukan tindakan diskresi terhadap perkara KDRT? 2. Bagaimana mekanisme penyelesaian tindak pidana KDRT melalui diskresi yang dilakukan oleh penyidik Polres Magelang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah : 1. Untuk mengetahui landasan tindakan diskresi yang dilakukan oleh penyidik Polres Magelang dalam melakukan tindakan diskresi terhadap perkara KDRT. 2. Untuk mengetahui tentang mekanisme penyelesaian tindak pidana KDRT melalui diskresi yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Magelang. 6 Data sekunder Polres Magelang diolah 15 Maret 2016.

8 D. Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian dan tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan serta memberikan masukan bagi perkembangan kajian dalam ilmu hukum utamanya hukum pidana. Selain itu dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti dalam hal ini mengenai dasar pertimbangan polisi dalam melakukan diskresi terhadap penyelesaian suatu perkara pidana KDRT diluar peradilan di Polres Magelang. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran yang mungkin bisa dijadikan salah satu masukan pertimbangan kepada penyidik dalam melakukan diskresi terhadap penyelesaian suatu perkara pidana KDRT di Polres Magelang. E. Keaslian Penelitian Untuk mengetahui keaslian dari penelitian dalam Penulisan Hukum ini, Penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Hukum Universitas Gadjah Mada. Penulisan Hukum dengan judul, Tindakan Diskresi Oleh Penyidik Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah

9 Tangga, belum pernah dilakukan. Penelitian yang sudah pernah dilakukan pada topik dengan objek KDRT adalah sebagai berikut: 1. Penelitian sejenis dengan topik KDRT pernah dilakukan pada tahun 2013 oleh Wahyu Putri Kartikasari dengan judul Perlindungan Hukum Anak sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Kabupaten Magelang. 7 Penelitian tersebut dengan mengangkat rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang merupakan korban KDRT di Kabupaten Magelang b. Hambatan apa saja yang timbul dalam upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban KDRT di Kabupaten Magelang Pada penelitian tersebut memuat hasil kesimpulan bahwa pelaksanaan hukum terhadap KDRT di Kabupaten Magelang dilakukan atas dasar kerjasama dari pihak pemerintah, aparat-aparat penegak hukum, serta masyarakat. Kerjasama ini diwujudkan dengan adanya jaringan koordinasi antara para pihak yang menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tergabung dalam pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) Kabupaten Magelang. 2. Penelitian sejenis dengan topik KDRT juga dilakukan oleh Mia Adiana pada tahun 2014 dengan judul Kebijakan Penal Upaya penanggulangan Pidana KDRT di Kabupaten Banjarnegara (studi kasus kekerasan 7 Wahyu Putri Kartika Sari, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban KDRT di Kabupaten Magelang, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

10 seksual). 8 Dalam penelitian tersebut megangkat rumusan masalah sbagai berikut : a. Bagaimana pelaksanaan kebijakan penanggulagan tindak pidana kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga dengn menggunakan sarana penal di Kabupaten Banjarnegara. b. Bagaimana kendala-kendala dalam pelaksanaan kebijakan penal dalam penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga di Kabupaten Banjarnegara. Pada penelitian tersebut diatas memuat hasil kesimpulan bahwa upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual alam lingkup rumah angga di kabupaten banjarnegara dengan sarana huum pidana yang dilakukan oleh kepolisian esort kabupaten banjarnegara, kejaksaan negeri banjarnegara, dan pengadilan negeri banjarnegara telah berjalan cukup optimal. 3. Penelitian sejenis dngan topik KDRT juga dilakukan oleh Yuni Iswantoro pada tahun 2016 dengan rhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga judul Penerapan Mediasi Penal Oleh Penyidik di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. 9 Dalam penelitian tersebut mengangkat rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah penerapan mediasi penal dalam kasus-kasus tindak pidana KDRT yang diangani oleh penidik di POLDA D.I Yogyakarta 8 Mia Adiana, 2013, Kebijakan Penal Upaya Penangulangan Pidana KDRT di Kabupaten Banjarnegara (Studi Kasus Kekerasan Seksual), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada, Yogyakarta. 9 Yuni Iswantoro, 2016, Penerapan Mediasi Penal Oleh Penyidik di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 b. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi mediasi penaloleh penyidik POLDA D.I Yogyakarta dalam perkara-perkara tindakpdana KDRT. Pada penelitian tersebut memuat hasil kesimpulan bahwa mediasi penal dapat diterapkan oleh penyidik unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dalam kasus KDRT tertentu, upaya penyelesaian perkara KDRT melalui cara mempertemukan kedua belah pihak terbukt efektif untuk menghindarkan pelaku dai pemidanaan dan tidak sedikit perkara KDRT yang berhasil di mediasi hubungan rumah tangga pelaku dan korban KDRT tetap harmonis pasca terjadinya KDRT. Keinginan antara pelaku dan terutama korban merupakan faktor penentu penyeesaian kasus KDRT dengan mediasi penal, penyelesaian kasus KDRT melalui mediasi penal dilakukan guna mencapai win win solution yakni mengupayakan kepentingan terbaik bagi pelaku dan korban. Penelitian-penelitian diatas berbeda dengan judul yang diambil oleh penulis yaitu Tindakan Diskresi Oleh Penyidik Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menitik beratkan kepada masalah dasar pertimbangan tindakan diskresi oleh penyidik dalam penyelesaian indak pidana KDRT serta megenai proses penerapan diskresinya, berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. F. Sistematika Penuliasan Hukum

12 Dalam penuliasan hukum ini terdiri dari 5 bab, masing-masing bab menguraikan dengan sistmatika sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian dan sitematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi pembahasan lebih lanjut mengenai, Diskresi, Kewenangan Diskresi Kepolisian, Penyidik, Pengertian dan Jenis Tindak Pidana, Pengertian KDRT, Bentuk-bentuk KDRT, Delik Biasa dan Delik Aduan. BAB III : METODE PENELITIAN Pada bab ini berisi pembahasan mengenai, metode penelitian yang digunakan penulis untuk menyusun karya ilmiah ini. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi segala olahan data dan informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian lapangan beserta studi kasus mengenai perkara-perkara tindak pidana KDRT. Semua hasil penelitian kemudian dibahas dan dikaji agar dapat menjawab permasalahan yang ada. BAB V : PENUTUP Pada bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian serta merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Bab ini juga memuat saran berdasarkan kesimpulan yang sudah didapatkan oleh Penulis sebagai referensi untuk penelitian sejenis dimasa yang akan datang.