BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat, makin bertambah kompleks masalah-masalah kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi perilaku kenakalan peserta didik serta membina peserta didik untuk berakhlakul karimah.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. touring. Namun, geng motor telah bergeser dari kumpulan hobi mengendarai motor menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa peralihan

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang perlu mendapatkan perhatian semua orang. Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, namun pada

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. formal sebagai tempat untuk mendapatkan pendidikan diharapkan dapat. memberikan bimbingan yang dibutuhkan oleh peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat adalah berkisar pada permasalahan Juvenile (remaja), pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi. Dalam rangka membangun manusia Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berhubungan sekali dengan

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. generasi mendatang. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan. pendidikan itu merupakan suatu tuntutan dan keharusan.

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang sifatnya menembangkan pola hidup yang menyimpang dari norma. perikehidupan dan perkembangan remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kehidupan peserta didik. pelayanan bimbingan dan konseling adalah: (1) masalah-masalah pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai problematika remaja yang terjadi saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia terbentuk dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Subhanahu wata`ala, di dalam. Al-Quran surat Luqman ayat: 14 sebagai berikut:

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

B. Penegasan Istilah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik sangat mengagumkan. Keadaan alam, flora, fauna, peninggalan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini banyak membawa pengaruh positif maupun negatif bagi penggunanya. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ini sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undangundang. Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 3:

BAB I PENDAHULUAN. mahluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB IV PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan menceerdaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Pengaruh, yaitu sesuatu yang bisa memberi perubahan keadaan suatu subyek.

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada dasarnya dilahirkan kedunia membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makin tinggi dan pesatnya perkembangan berbagai Ilmu Pengetahuan suatu masyarakat, makin bertambah kompleks masalah-masalah kehidupan manusia dan tatanan kehidupan masyarakat sehingga dapat dilihat berbagai perubahan yang sangat drastis dikalangan masyarakat mulai dari masyarakat paling bawah sampai masyarakat kelas atas. Banyak terjadi pergeseran norma dan nilai masyarakat yang terkadang tidak diikuti oleh perubahan dalam meningkatkan sikap keagamaan, hal ini menyebabkan ketidakmampuan manusia dalam menghadapi perubahan zaman, yang seharusnya kondisi keberhasilan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak positif di masyarakat, akan tetapi menambah banyak masalah-masalah sosial baru. Bersamaan dengan itu remaja sebagai bagian dari masyarakat tidak terlepas dari perubahan yang pada gilirannya sangat mempengaruhi terhadap kehidupan mereka yang bukan tidak mungkin mengganggu perkembangan fisik maupun psikologis mereka. Remaja adalah individu baik perempuan maupun lakilaki yang berada pada masa atau usia anak-anak dan dewasa (Siswanto Agus Wilopo, 2005). Pada tingkat perkembangan masa remaja ini, dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi remaja itu sendiri

melainkan juga pada orang tua, guru bahkan masyarakat sekitar. Bahkan tidak jarang para penegak hukum turut direpotkan oleh ulah dan tindakannya yang menyimpang. (Muhibbin Syah, 2008:52). Salah satu dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap remaja adalah tindakan kekerasan yang dilakukan remaja akibat dari tayangan televisi. Hal tersebut sangat mungkin terjadi, sebab anak-anak dan remaja cenderung menghabiskan waktu untuk menonton televisi, sedangkan tayangan televisi tidak lagi sebagai media pendidikan bagi masyarakat. Justru yang terjadi tayangan televisi lebih banyak memberikan contoh negatif yang sering kali menjadi penyebab kerusakan masyarakat khususnya remaja. Selain kekerasan yang diakibatkan oleh tayangan televisi, tawuran antar pelajar pun sering terjadi dan pelakunya mayoritas laki-laki. Bahkan muncul penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok siswi terhadap teman wanitanya. Para remaja yang terlibat dalam penganiayaan ini berada dalam satu geng atau organisasi, seperti kasus Geng Nero yang telah menggemparkan masyarakat. Di sini ada norma, aturan dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti termasuk perkelahian. Tidak bisa dipungkiri, hal itu sudah menjadi tradisi senior terhadap junior yang dilakukan karena berbagai alasan dari alasan yang logis sampai pada alasan yang tidak logis. Sebenarnya itu bukan hal yang baru, penganiayaan itu sendiri tidak hanya dilakukan dengan kontak fisik tapi bisa hanya dengan teguran keras atau terror lewat sms. Sebagian anggota mereka bangga melakukan apa yang diharapkan hal ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal, keluarga dan teman sebaya serta kegiatan sehari-hari.

Masalah yang tidak kalah pentingnya yaitu masalah pergaulan terutama pergaulan dengan lawan jenis, yaitu perlunya kontrol orang tua dan para penyidik dalam memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap anak didik mereka supaya tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Seperti fenomena-fenomena yang terjadi, banyak kasus pembunuhan terhadap para remaja ini yang pelakunya adalah temannya sendiri. Sebagai orang tua dan pendidik perlu memperhatikan masalah pergaulan, mengarahkan dengan siapa anak harus bergaul dan memberikan bimbingan jangan sampai bergaul melampui batas sehingga mengabaikan nilai-nilai agama, moral dan etika sebagai landasan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil pengamatan dengan salah satu guru BK di SMAN 1 Tanjungsari fenomena yang terjadi saat ini seperti dari cara berpakaian, sebagian siswa berpakaian dan berpenampilan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di sekolah yaitu: 1. Baju dikeluarkan 2. Memakai ikat pinggang yang tidak sesuai dengan aturan 3. Memakai celana yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan di sekolah 4. Memakai asesoris yang berlebihan dan pewarnaan cat rambut mereka menganggap dengan berpakaian dan berpenampilan seperti itu akan mengangkat derajat. Adapun cara bergaul sebagaimana para siswa terutama dengan lawan jenis terdapat kontak fisik yang berlebihan, mereka menganggap dirinya masih anak

kecil, sehingga mereka tidak menyadari bahwa kontak fisik yang berlebihan merupakan suatu pelecehan seksual dan menimbulkan pergaulan bebas, terdapat siswa yang memanfaatkan kegiatan ekstrakulikuler sebagai kesempatan untuk berpacaran dan balapan sepeda motor, terdapatnya siswa yang sedang bermain kartu remi dengan pemuda di lingkungan sekitar sekolah. Salah satu penyebab terjadinya hal ini diperkirakan oleh banyaknya alur cerita sinetron remaja yang mengambilkan setting anak-anak sekolah, aneka pergaulan di kelas dan luar kelas yang tidak sesuai dengan norma agama, jenis peran yang dimainkan oleh artis remaja sering kali bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan psikologisnya. Film-film yang mestinya ditonton oleh remaja berusia tujuh belas tahun ke atas ditonton oleh remaja berusia tujuh belas tahun ke bawah dan memperoleh film-film itu tidak sukar karena ada video CD dan rental-rental yang menyewakan tanpa peduli usia, serta kurangnya kontrol orang tua dalam memberikan rambu-rambu dalam menonton televisi. Selain cara berpakaian dan cara bergaul, cara berperilaku pun sangat penting, sebagian siswa yang bermasalah cenderung berperilaku a sosial atau anti social, salah satu bentuknya adalah perilaku seringnya bolos sekolah sebagai bentuk kekecewaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi baik dengan keluarga maupun dengan teman sebaya. Adanya pembentukan geng yang berperilaku sama antar sesama anggota, salah satunya bolos sekolah secara bersama-sama, tidak mengerjakan pekerjaan rumah secara bersama-sama dan hal ini merupakan bentuk kekompakan dan solidarisme diantara mereka, apabila

seseorang melakukan penyimpangan dalam anggotanya maka akan mengancam keanggotaan dalam kelompok tersebut yaitu dikeluarkan dari kelompoknya. Oleh karena itu penulis menganggap penting melakukan penelitian ini, dimana remaja harus lebih diberikan pengarahan dan bimbingan keagamaan terutama dalam masalah kenakalan baik dalam masalah berpakaian, bergaul, berperilaku dan cara berfikir, memberikan pengarahan akan dampak dari penyimpangan tersebut baik untuk diri pribadi, orang tua dan masyarakat sekitar, karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan memiliki kesadaran akan pentingnya pengendalian diri dan menumbuhkan rasa tanggung jawab serta membentuk remaja yang bermoral dan berakhlakul karimah. Berdasarkan permasalahan diatas, maka menarik untuk diangkat judul BIMBINGAN KEAGAMAAN DALAM UPAYA MENGATASI PERILAKU MENYIMPANG PADA REMAJA B. Perumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, pembahasan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana proses Bimbingan Keagamaan dalam mengatasi perilaku menyimpang pada remaja di SMAN 1 Tanjungsari? 2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung dalam melakukan proses Bimbingan Keagamaan di SMAN 1 Tanjungsari? 3. Bagaimana hasil yang telah dicapai setelah adanya bimbingan keagamaan dalam mengatasi perilaku menyimpang pada remaja di SMAN 1 Tanjungsari?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui proses Bimbingan Keagamaan terhadap perilaku menyimpang pada remaja di SMAN 1 Tanjungsari, yaitu mengetahui konselor, metode, materi dan klien. 2. Untuk mengetahui apa faktor penghambat dan pendukung dalam melakukan proses Bimbingan Keagamaan di SMAN 1 Tanjungsari? 3. Untuk mengetahui hasil yang telah dicapai setelah adanya bimbingan keagamaan dalam mengatasi perilaku menyimpang pada remaja di SMAN 1 Tanjungsari? Kegunaan pada penelitian ini adalah : 1. Kegunaan secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan menambah wawasan pengetahuan tentang bimbingan keagamaan dalam upaya mengatasi perilaku menyimpang pada remaja, khususnya remaja yang masih dalam usia belajar. 2. Kegunaan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mengembangkan kondisi dan situasi remaja dalam situasi modern yang semakin canggih dengan teknologi serta kebebasan pers yang mengakibatkan pengaruh terhadap perilaku menyimpang pada remaja kearah yang lebih baik.

D. Kerangka Pemikiran Bimbingan agama merupakan salah satu upaya pemecahan masalah dengan memberikan bantuan kepada orang yang mengalami kesulitan, baik lahiriyah maupun batiniyah, yang menyangkut kehidupan sekarang maupun masa yang akan datang. Bantuan tersebut berupa pertolongan dibidang mental spiritual, dengan maksud agar orang bisa menyelesaikan masalahnya dengan kemampuan yang ada pada dirinya, dengan kekuatan iman dan taqwa kepada Allah Swt (H.M.Arifin, 1982:2). Masalah perilaku menyimpang pada anak dan remaja merupakan masalah yang memerlukan perhatian yang intensif baik dikalangan orang tua, pendidik, tokoh agama dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu sangat perlu pengawasan terhadap remaja dimana pada masa ini adanya peralihan dari masa kanak-kanak yang selalu bergantung pada orang tua dengan masa remaja yang cenderung lebih dekat dengan teman sebaya serta rasa ingin tahu yang tinggi sehingga kadang-kadang menimbulkan perilaku negatif. Oleh karena itu sangat perlu dilakukannya bimbingan keagamaan terhadap remaja karena sangat berperan dalam membentuk remaja yang berkualitas dan sebagai benteng pergaulan bebas serta dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan sehingga mereka tidak terjerumus dalam perilaku asosial atau anti sosial. Bimbingan keagamaan ini merupakan sebuah perangkat untuk mengembalikan remaja kepada jalan yang diridhoi oleh Allah. Proses bimbingan keagamaan dilaksanakan dengan harapan terjadinya suatu perubahan yang

mendasar dari sikap pribadinya, pola fikir, pola nilai, dan tingkah lakunya yang dianggap bertentangan baik dengan nilai agama maupun nilai sosial. Sunaryo Kartadinata (dalam Syamsu 2005:6) mengartikan Bimbingan sebagai proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal. Membantu dalam perkembangan kesempurnaan berbagai aspek dalam kehidupan. Rochman Natawidjaja (dalam Syamsu, 2005:6) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah: Suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri yang optimal sebagai makhluk sosial. Sedangkan menurut Arifin dan Ety Kertawati (1997: 274) mengatakan: Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu bentuk sistem pembinaan remaja dalam kehidupan rohani dan jasmani agar memperoleh kesehatan rohaniah yang prima sehingga mampu mandiri di dalam memecahkan segala bentuk tantangan dan masalah kehidupan mereka, maka segala bentuk kenakalan remaja yang timbul di dalam masyarakat harus ditanggulangai secara mengarah dan terpadu. Adapun pengertian bimbingan yang lebih formulatif adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik (M. Umar&Sartono, 2001: 1).

Menurut H.M.Arifin (1982: 2) dalam buku Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, pengertian agama dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu: 1. Aspek Subjektif (pribadi manusia). Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia, yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, berupa getaran batin, yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitarnya. 2. Aspek Objektif (doktrinain). Agama dalam pengertian ini mengandung nilainilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia ke arah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut. Oleh karena itu, secara formal, agama dilihat dari segi aspek objektif dapat diartikan sebagai, peraturan yang bersifat Ilahi (dari Tuhan) yang menuntun orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia, dan memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat. Sedangkan menurut M.Arifin (1985: 24) agama adalah nasehat. Pengertian yang essensil bahwa dengan melalui kegiatan penasehatan, maka agama dapat berkembang dalam diri manusia. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi: Sampaikan segala sesuatu dari padaku walaupun hanya satu ayat sekalipun. Sebagai agama nasehat, Islam selalu menganjurkan amar ma ruf nahyi munkar diantara sesamanya dan saling memberitahukan mana yang lebih baik dan mana yang buruk.

Dalam pengertian lain, ada yang memberikan definisi bimbingan mengenai bimbingan Islami. Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Thohari Musnamar,t.t :5). Dalam hal ini, berarti bimbingan Islami kegiatannya tidak lepas dari landasan ajaran Islam, yakni berlandaskan atas Al-Qur an dan Al- Hadits atau Sunnah Rasul dan proses bimbingan inilah yang akan menjadi acuan atau rujukan dari setiap kegiatan membimbing umat Islam agar terhindar dari berbagai macam permasalahan dalam hidupnya, sehingga mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan adalah serangkaian tahapan pemberian bantuan yang sistematis dan berkesinambungan oleh seseorang yang memiliki kemampuan proffesional (pembimbing) kepada seseorang yang membutuhkan (klien), dengan tujuan agar klien mampu mencapai perkembangannya dengan optimal. Dapat diartikan juga bahwa bimbingan keagamaan sebagai usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan di masa kini dan masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental spiritual. Dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, melalui dorongan dari kekuatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, sasaran bimbingan

keagamaan adalah membangkitkan daya rohaniah manusia melalui iman dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Bimbingan keagamaan ini bisa dilakukan disekolah, dan ini sangat penting dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang jelas. Menurut Koestoer (1985: 13), bimbingan di sekolah memegang peranan penting karena : 1. Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, dimana anak sekian jam untuk setiap harinya mengisi hidupnya. 2. Usia anak sekolah merupakan masa-masa dalam perkembangan yang banyak membutuhkan uluran tangan dari berbagai pihak termasuk pembimbing yang sekian banyak jam melakukan hubungan dengan terbimbing. 3. Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah tempat untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya, baik segi pribadi, dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan dalam bimbingan dan penyuluhan. Tujuan diadakannya bimbingan keagamaan dimaksudkan agar setiap individu mampu mengendalikan dirinya dan dunia, serta memperlancar dan mempermudah pertumbuhan dan perkembangan terhadap kematangan dirinya secara sosial. Adapun hasil yang diharapkan melalui proses Bimbingan dan Keagamaan terhadap remaja adalah memberikan kecerahan batin sesuai dengan ajaran agama, penjiwaan dalam diri pribadi klien dalam hubungannya dengan usaha pemecahan masalah dalam kehidupan pribadinya, pembentukan kedisiplinan baik dalam

berpakaian, bergaul dan bertingkah laku, dapat mentaati peraturan yang berlaku yaitu memahami diri dalam menerapkan tata tertib, bersikap sopan khususnya terhadap guru umumnya terhadap sesama siswa, menumbuhkan minat terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat positif serta menumbuhkan motivasi siswa dan rasa percaya diri. Terciptanya kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak keluarga dalam memahami permasalahan siswa dan menentukan alternatif pemecahannya, siswa dapat mengembangkan pergaulan yang sehat baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenis, siswa mengembangkan kebiasaan hidup sehat baik secara fisik, psikis, dan sosial yaitu membedakan hal-hal yang baik dan buruk bagi kesehatan fisik, psikis maupun sosial. Memahami perkembangan psikoseksual yang sehat, dapat mengurangi pergaulan bebas dan bentuk kekerasan baik fisik maupun psikis, membina hubungan baik dengan orang lain. Para siswa diharapkan dapat memahami dirinya sendiri akan kelebihan dan kekurangan sehingga ia mampu mengendalikan dirinya dan dapat menerima orang lain serta dapat mengakui akan kesalahannya. Remaja diharapkan dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, sehat secara jasmani dan rohani yaitu beriman dan bertakwa serta berbudi pekerti luhur, menjungjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan, selain itu remaja yang bermasalah memperoleh pengentasan masalah yang efektif melalui proses bimbingan keagamaan.

E. Langkah-langkah Penelitian 1. Lokasi Penelitian Tempat yang menjadi objek penelitian adalah SMAN 1 Tanjungsari yang beralamat di Jalan Raya Tanjungsari No 404 Kabupaten Sumedang dengan alasan (a) tersedianya data yang berkaitan dengan penelitian (b) terdapat masalah yang relevan untuk dilakukan penelitian sesuai dengan wilayah kajian Bimbingan dan Penyuluhan Islam yaitu proses bimbingan keagamaan pada remaja di SMAN 1 Tanjungsari. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode untuk mengungkapkan dan memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya dari hasil penelitian (Winarno S, 1989:139), alasan menggunakan metode ini adalah sesuai dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan atau menggambarkan proses Bimbingan Keagamaan dalam upaya mengatasi perilaku menyimpang pada remaja. 3. Sumber Data 1) Sumber Data Primer, yaitu sumber data utama yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah guru BP/BK, guru agama dan koordinator kesiswaan untuk dimintai data mengenai bimbingan keagamaan dalam upaya mengatasi perilaku menyimpang pada remaja siswa SMAN 1 Tanjungsari. 2) Sumber Data Sekunder, yaitu sumber data penunjang atau data pelengkap dari data primer. Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder adalah

siswa kelas XI SMAN 1 Tanjungsari serta diperoleh dari buku-buku, artikel, dan media cetak yang berhubungan dengan penelitian ini. 4. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif, yaitu data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007: 4). Pada proses bimbingan keagamaan dalam upaya mengatasi perilaku menyimpang pada usia remaja, dimana mengetahui perilaku remaja dan hasil yang diharapkan melalui proses Bimbingan ini. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah teknik yang digunakan untuk mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Teknik ini dilaksanakan dengan ikut berperan serta supaya memperoleh informasi yang akurat. Teknik ini juga dimaksudkan untuk mengetahui tentang gambaran pelaksanaan bimbingan keagamaan di SMAN 1 Tanjungsari, keadaan sarana dan prasarana sekolah, guru, siswa, dan sebagainya. b. Wawancara Teknik wawancara adalah teknik percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2005: 186).

Wawancara ini dilakukan kepada koordinator BK selaku key informan, guru agama, bagian kesiswaan dan para siswa kelas XI yang termasuk dalam kategori menyimpang. Teknik ini dilakukan untuk memelihara objektivitas data dan fakta hasil observasi melalui penuturan dan pengakuan subjek yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti. Adapun bentuk wawancaranya yaitu dengan interview secara pribadi. c. Studi Dokumentasi Yaitu dengan menggunakan dokumentasi-dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data, peneliti berusaha untuk memperoleh data dengan cara penelaahan buku-buku dalam pengumpulan bahan-bahan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. 6. Analisis Data Analisis data atau pengolahan data dalam penelitian merupakan langkah yang sangat penting dan harus dilakukan agar mendapat kesimpulan secara umum data analisis melalui pendekatan kualitatif. Data yang telah terkumpul dari hasil teknik pengumpulan data itu selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik sebagai berikut: a. Deskriptif penemuan yaitu deskriptif informasi sebagai hasil dari pengumpulan data dalam penelitian ini. b. Deskriptif analisis data, yaitu penyajian pola, tema, kecenderungan dan motivasi yang timbul dari data, penyajian kategori sistem klasifikasi dan tipologinya yang disusun subjek untuk menjelaskan pemahamannya yang disusun penelitian.

c. Penafsiran dan penjelasan serta pemaparan yang ada kaitannya dengan pola-pola yang saling berhubungan dan saling mempertajam baik secara induktif maupun deduktif, sehingga dalam menganalisis data, data diperoleh secara sistematis dan logis serta memperoleh kesimpulan yang valid.