BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
Diajukan oleh: NPM Program Studi. : Ilmu Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. OJK berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang Undang Otoritas Jasa

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Keuangan, Pasar Modal, Holding. bank adalah lembaga perbankan itu sendiri.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. lembaga perbankan sudah dikenal di Indonesia sejak VOC mendirikan Bank

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NASKAH PUBLIKASI PROBLEMATIK PERALIHAN KEWENANGAN PENGAWASAN PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Upaya perkembangan perekonomian nasional dalam mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut sebagai UUPK). 2 Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan da

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Tentang Otoritas Jasa Keuangan. 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2014 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) REGIONAL 5 SUMATERA BAGIAN UTARA

Mengenal Otoritas Jasa Keuangan

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

BAB I PENDAHULUAN. penyerapan dana yang dilakukan bank-bank yang ada di seluruh Indonesia.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG INVESTASI SURAT BERHARGA NEGARA BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

Mengenal OJK & Lembaga Keuangan Mikro

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan besar terhadap dunia usaha. Tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.03/2017 TENTANG TINDAK LANJUT PELAKSANAAN PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan eknomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Umum di dalam Undang-Undang

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.05/2015 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

JURNAL HUKUM. Diajukan oleh : Bertha Riorita Sardina Siagian NPM : Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis FAKULTAS HUKUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I. KETENTUAN UMUM

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DANA MELALUI PENGAWASAN PERBANKAN 1 Oleh : YesayaTamburian 2

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

HARMONISASI KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP BANK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pasar modal, modal venture, leasing, factoring dan lain lain. 1 Lembaga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2017 TENTANG LAPORAN BERKALA DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI. BAB I KETENTUAN

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2017, No tentang Kegiatan Perusahaan Efek di Berbagai Lokasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Neg

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Le

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/17/PBI/2008 TENTANG PRODUK BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan,

Yth. Direksi/Pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah,

BAB I. KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa perekonomian sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Perekonomian nasional mampu tumbuh stabil dan berkelanjutan diwujudkan melalui kegiatan di sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Perubahan yang begitu cepat dalam industri sektor jasa keuangan memunculkan permasalahan yang begitu banyak sehingga pengawasan yang terarah menjadi suatu langkah yang harus ditempuh. Beberapa isu dasar yang 1

2 dikemukakan sebagai dorongan pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan antara lain: 1 1. Dominasi industri jasa keuangan tertentu, dalam hal ini bank merupakan badan usaha yang sangat sensitif menimbulkan risiko sistemik terhadap sektor jasa keuangan lainnya, sebagaimana dirasakan beberapa tahun lalu bahwa kehancuran sistem perbankan membuat perekonomian menjadi tidak stabil. Untuk mengantisipasi hal tersebut, suatu lembaga pengawas untuk bank saja akan tidak mencukupi karena pada kenyataannya kegagalan pengawasan suatu lembaga akan mempengaruhi sektor jasa keuangan lainnya. 2. Pemerintah sebagai regulator tetap harus mempertahankan desain suatu harmonisasi regulasi untuk semua sektor jasa keuangan, baik dari segi konsep maupun rancangan kebijaksanaan yang berorientasi pada prudensial di sisi lain. 3. Tuntutan penerapan standar pengawsan yang berlaku secara internasional. Hal ini merupakan konsekuensi negara Indonesia yang meratifikasi perjanjian tersebut dan agar indonesia tidak ditinggalkan oleh negara lain dalam persaingan global. Permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin diperlukannya pembentukan lembaga pengawas di sektor jasa keuangan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan dan perusahaan-perusahaan sektor jasa 1 Anita Christiani, 2010, Hukum Perbankan: Analisis Independensi Bank Indonesia, Badan Supervisi, LPJK, Bank Syariah dan Prinsip Mengenal Nasabah, Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 115.

3 keuangan lainnya. 2 Penjelasan Pasal 34 Undang-Undang tentang Bank Indonesia mengatakan bahwa Lembaga Pengawas Jasa Keuangan yang dibentuk akan melakukan pengawasan terhadap bank dan lembaga jasa keuangan non bank lainnya. Lembaga pengawas akan berkoordinasi dengan Bank Sentral dalam menjalankan tugsanya dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK dan DPR. 3 Lembaga Pengawas Jasa Keuangan ini disebut Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga independen sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK mempunyai tugas pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga jasa perbankan dan non bank. Tugas pengaturan dititikberatkan pada pemenuhan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan serta mencegah dan mengurangi kerugian konsumen dan masyarakat, sedangkan tugas pengawasan dititikberatkan pada pemberian dan atau pencabutan izin suatu lembaga keuangan, pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan 2 Tim Redaksi Tatanusa, 2012, Otoritas Jasa Keuangan, PT. Tatanusa, Jakarta, hlm. 5-7. 3 Anita Christiani, Op. Cit., hlm. 116.

4 menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Kewenangan OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, keseluruhannya diatur pada Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Secara umum wewenang OJK adalah: 1. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 2. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap setiap kegiatan di sektor jasa keuangan. 3. Melakukan pemeriksaan, pengawasan, penyidikan, perlindungan terhadap konsumen serta tindakan lain terhadap lembaga keuangan sesuai dengan undang-undang. 4. Menetapkan sanksi administratif bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan. 5. Melakukan pengawasan terhadap setiap tugas yang dilakukan oleh kepala eksekutif. 6. Memberikan perintah tertulis yang berhubungan dengan lembaga jasa keuangan atau pihak tertentu.

5 Berdasarkan wewenang OJK, OJK diharapkan mampu berkembang secara independen tanpa campur tangan dari pihak lain, serta mampu menjaga kelangsungan perekonomian nasional tetap stabil dan berkelanjutan. Kenyataannya, sudah terbentuk lembaga pengawas jasa keuangan yang disebut Otoritas Jasa Keuangan tetapi masih saja terjadi persoalanpersoalan di sektor jasa keuangan yang merugikan konsumen dan masyarakat banyak. Permasalahan yang terjadi di sektor jasa keuangan belum lama ini dirasakan oleh belasan ribu warga Kabupaten Flores Timur dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Lembaga Kredit Financial (LKF) Mitra Tiara yang tidak mempunyai izin operasi dari OJK, secara ilegal menghimpun dana dari masyarakat dengan produk yang ditawarkan adalah Tabungan Simpanan Masa Depan (Simapan) dengan bunga sebesar 10% (sepuluh persen) perbulan. Terhitung sejak beroperasi pada tahun 2009 hingga pemiliknya melarikan diri pada pertengahan tahun 2013 dengan jumlah nasabah 16.171 dan saldo sampai dengan bulan Oktober 2013 adalah sekitar Rp. 411.809.554.278,- (empat ratus sebelas milliar delapan ratus sembilan juta lima ratus lima puluh empat ribu dua ratus tujuh puluh delapan rupiah). Kasus yang serupa PT. Indoglobal Samrey Internasional yang berkedudukan di Kabupaten Flores Timur, tidak mempunyai izin operasi dari otoritas yang berwenang telah menghimpun dana di masyarakat secara ilegal dengan modus investasi. PT. Indoglobal Samrey Internasional sudah tidak beroperasi lagi sejak kepala cabangnya melarikan diri sekitar bulan Januari

6 tahun 2014. Nasabah hanya pasrah karena uang yang mereka investasikan tidak akan pernah kembali. Akibat yang ditimbulkan dari adanya lembaga keuangan ilegal dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai nasabah pada lembaga-lembaga keuangan ilegal. Masyarakat mengalami kerugian yang sangat besar dan harus hidup dalam kondisi ekonomi yang semakin terbatas. Persoalan yang akan muncul adalah hal apa yang menyebabkan lembaga keuangan yang tidak berizin secara bebas berdiri dan beroperasi di masyarakat dan bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam menangani praktek lembaga keuangan yang tidak berizin sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Otoritas Jasa Keuangan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang tidak berizin? 2. Bagaimanakah pelaksanaan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat? C. Tujuan Penelitian Adanya permasalahan berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah:

7 1. Untuk mengetahui apakah Otoritas Jasa Keuangan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang tidak berizin. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan khususnya dibidang hukum perbankan. 2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk lebih efektif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh undang-undang. b. Memberikan manfaat bagi pemerintah agar dalam memberikan izin pendirian suatu lembaga keuangan harus sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. c. Memberikan manfaat bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih dan menggunakan jasa lembaga keuangan di sektor perbankan maupun non bank.

8 E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Implementasi Kewenagan Otoritas Jasa Keuangan dalam Menangani Lembaga Keuangan yang Tidak Berizin di Larantuka dengan tujuan mengetahui apakah Otoritas Jasa Keuangan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang tidak berizin dan bagaimanakah pelaksanaan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam memberikan edukasi kepada masyarakat, belum pernah ada yang membahas. Ada 3 (tiga) skripsi yang temanya senada, yaitu: Contoh skripsi pertama 1. Identitas Penulis: Gerry Smith Hutapea (10 05 10475) Hukum Ekonomi dan Bisnis Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2014 2. Judul Skripsi: Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Melaksanakan Mediasi 3. Rumusan Masalah: Bagaimana OJK mewujudkan Independensi dalam menyelesaikan sengketa terkait mengenai permasalahan perbankan melalui jalur Mediasi? 4. Hasil Penelitian: Otoritas Jasa Keuangan mengambil alih Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan merupakan pelaksanaan mediasi perbankan yang ideal, sebab Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaannya tugsanya juga mengawasi proses perbankan. Dalam Perwujudan Independensi Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan

9 peraturan khusus dalam mengatur lembaga alternatif yang menjadi wadah penyelesaian antara nasabah dengan bank. Tetapi dalam proses mediasi yang dijalankan oleh OJK tidak bersifat independen karena penyelesaian masalah melalui mediasi, penunjukan mediator massih dipegang oleh OJK. Contoh skripsi kedua 1. Identitas Penulis: Livi Winardi Wendy (10 05 10315) Hukum Ekonomi dan Bisnis Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2014 2. Judul Skripsi: Problematik Peralihan Kewenangan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan 3. Rumusan Masalah: Bagaimana penyelesaian aspek yuridis tugas dan kewenangan pengawasan perbankan dan kedudukan Dewan Komisioner Ex-Officio dalam peralihan kewenangan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuanngan? 4. Hasil Penelitian: Pengaturan Pengawasan Perbankan yang dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Pasal 6 Huruf A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan berdasarkan Pasal 8 Huruf C Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia bahwa juga mengawasi bank. Permasalahan yang dikhawatirkan adalah akan terjadi dualisme pengawasan perbankan di Indonesia. Jika dilihat berdasarkan asas lex posteriori derogate legi priori maka Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan

10 yang harus digunakan. Jika dilihat dari asas lex specialis derogate legi generalis maka Undang-Undang Bank Indonesia sebagai lex specialisnya. Pengaturan mengenai Dewan Komisioner Ex-Officio perwakilan dari Kementrian Keuangan diatur dalam Pasal 10 Ayat (4) Huruf I Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa seorang anggota Dewan Komisioner Ex-Officio dari Kementrian Keuangan merupakan pejabat setingkat eselon I Kementrian Keuangan. Dewan Komisioner Ex-Officio dari Kementrian Keuangan sebaiknya dalam pemilihan Dewan Komisioner dipilih seorang pejabat setingkat eselon I Kementrian Keuangan dan tidak harus diambil dari Wakil Menteri Keuangan mengingat putusan Mahkamah Konstitusi. Contoh skripsi ketiga 1. Identitas Penulis: Depris Rolan Sirait (08 05 09863) Hukum Ekonommi dan Bisnis Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2013 2. Judul Skripsi: Perlindungan Konsumen Asuransi Pasca Terbentuknya UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan 3. Rumusan Masalah: Bagaimana perlindungan konsumen asuransi pasca terbentuknya UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan? 4. Hasil Penelitian: Secara yuridis normatif, terciptanya beberapa peraturan perundangan di bidang usaha perasuransian dan perlindungan terhadap konsumen menjadi modal utama untuk menjaga

11 hubugan antar konsumen dan pelaku usaha untuk terlibat aktif dan fair dalam industri keuangan Indonesia. Pemerintah melalui OJK akan melakukan pengawasan terhadap usaha prasuransian dan membuka pengaduan masyarakat melalui Pembentukan Sistem Pelayanan Konsumen Keuangan Terintegrasi. F. Batasan Konsep Agar masalah yang diteliti jelas dan tidak terlalu luas, maka penulis membatasi konsep penelitian yang akan diteliti, yaitu: 1. Implementasi adalah pelaksanaan; penerapan. 4 2. Kewenangan adalah hal berwenang; hak atau kekuasaan yg dipunyai untuk melakukan sesuatu. 5 3. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagimana yang dimaksud dalam undang-undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 6 4. Menangani adalah menghandel; mengatasi ataupun menuntaskan suatu masalah yang sedang terjadi. 7 5. Lembaga keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. 8 4 http://kbbi.web.id/implementasi, diakses pada 4 September 2016 pukul 19:22 WIB. 5 Ibid. 6 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011. 7 http://www.artikata.com/arti-380243-menangani.html diakses pada 6 September 2016 pukul 11:00 WIB.

12 6. Lembaga keuangan yang tidak berizin adalah lembaga keuangan yang tidak memiliki izin operasi dari otoritas yang berwenang. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang mendasarkan pada data primer sebagai data utamanya dan data sekunder sebagai data pendukungnya. 2. Sumber Data a. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis melalui wawancara dengan subyek penelitian. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Data sekunder terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer yaitu ketentuan peraturan perundangundangan yang terdiri dari: a) Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b) Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua 8 Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

13 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia c) Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan d) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan e) Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan f) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 2) Bahan Hukum Sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, literatur, jurnal, majalah dan internet yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 3) Bahan Hukum Tersier yaitu Kamus Perbankan dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3. Metode Pengumpulan Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang penjabarannya adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku tentang Otoritas

14 Jasa Keuangan, Hukum Perbankan dan karya lainnya berkaitan dengan penelitin ini. b. Studi Lapangan Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan subyek penelitian. 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Larantuka. 5. Populasi dan Sampel a) Populasi adalah keseluruhan obyek dengan ciri yang sama. Populasi berupa himpunan orang, benda, waktu, atau tempat dengan sifat dan ciri yang sama. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah nasabah dari lembaga keuangan yang tidak berizin di Larantuka. b) Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah nasabah LKF Mitra Tiara dan PT. Indoglobal Samrey Internasional masing-masing diambil 10 (sepuluh) orang secara purposif sebagai responden. 6. Responden dan Narasumber a) Responden adalah subyek yang sudah ditentukan berdasarkan penentuan sampel. Tiap lembaga keuangan yang tidak berizin diambil 10 (sepuluh) orang nasabah sebagai responden.

15 b) Narasumber adalah subyek atau seseorang yang berkapasitas sebagai ahli, profesional atau pejabat yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti berdasarkan pedoman wawancara yang berupa pendapat hukum terkait dengan rumusan masalah hukum yang diteliti. Narasumber dari penelitian ini adalah Bapak Marshall Hani Purwanto sebagai Pengawas Bank Junior di Kantor OJK Provinsi Nusa Tenggara Timur. 7. Analisis Data Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah dengan cara analisis kualitatif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data yang telah diperoleh dikumpulkan menjadi satu, kemudian data yang dikumpulkan dipisahkan data mana atau bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum yang relevan dan ada hubungannya dengan materi penelitian dan data mana atau bahan hukum mana yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan materi penelitian. Kemudian data yang relevan dan ada hubungannya dengan materi penelitian dideskripsikan sehingga mendapatkan suatu gambaran, dan langkah berikutnya melakukan analisis data dengan teknik data kualitatif sehingga diperoleh kesimpulan induktif. H. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika skripsi adalah

16 I. BAB I Pendahuluan berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Batasan Konsep, Metode Penelitian. II. BAB II Pembahasan berisi Implementasi Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Menangani Lembaga Keuangan yang Tidak Berizin dan Hasil Penelitian berupa gambaran umum mengenai Implementasi Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Menangani Lembaga Keuangan yang Tidak Berizin. III. BAB III Penutup berisi Kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah dan Saran.