BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiata-kegiatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. audit tersebut dinyatakan dalam paragraf pendapat dalam laporan audit. Opini

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Menurut Siregar (2008) dalam Eveline, dkk (2014) penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. institusi yang dipercaya dapat mewujudkan good corporate & good governance

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara yang diatur dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan Negara merupakan suatu kegiatan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. Praktek penyelenggaraan pemerintah dewasa ini menjadi potret. buram kekecewaan masyarakat yang terjadi di semua tempat dan di

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian, pangsa pasar perusahaan. Secara umum ada tiga bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik dan pihak eksternal pengguna laporan keuangan dalam kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. data terbaru Institut Akuntan Publik Indonesia pada tahun 2016 ini terdapat 403 KAP

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

HUBUNGAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, SITUASI AUDIT, ETIKA, PENGALAMAN SERTA KEAHLIAN AUDIT DENGAN KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR OLEH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DeAngelo (1981) dalam Lauw dan Elyzabeth (2012), kualitas audit adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemakai informasi akuntansi diklasifikasikan menjadi dua yaitu pihak internal dan

BAB I PENDAHULUAN. kronis bangsa. Hampir disemua lini pemerintahan terjadi perilaku korupsi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang selanjutnya data tersebut digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. ilmu. Akuntansi merupakan disiplin ilmu yang berperan penting dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan (assurance) yang memadai bahwa informasi/laporan yang disampaikan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan suatu perusahaan.profesi akuntan publik merupakan profesi yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas, mewujudkan pemerintahan yang good governance, dan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan hukum dan perundang-undangan. peluang, dan rasionalisasi yang disebut sebagai fraud triangle.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan-perusahaan yang sudah go public dapat memicu

BAB I PENDAHULUAN. kinerja dengan pendekatan good governance. Semua aspek pemerintahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Audit yang berkualitas dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam usaha agar bisnis yang dikelolanya dapat tetap bertahan. Para

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ke depan (Yustrianthe, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan-perusahaan besar yang menjual sahamnya kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. diantara pelaku bisnis semakin meningkat. Para pelaku bisnis melakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain, serta adanya kejujuran

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat tersalurkan. Selain itu dalam Pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan salah satu perkembangan yang terjadi ditiaptiap

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan interaksinya dan aspek-aspek kehidupan nasional. BUMN harus. bidang pengendalian dan pengawasan, Wardoyo (2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah terhadap masyarakat, sehingga perlu diberikan penilaian secara

BAB I PENDAHULUAN. keuangan juga yang menunjukkan sehat atau tidaknya suatu perusahaan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan. memberikan opini atau pendapat terhadap saldo akun dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi

BAB I PENDAHULUAN. keputusan pada perusahaan tersebut. Akuntan publik atau auditor berfungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

BAB I PENDAHULUAN. tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang dikelola oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa

BABl PENDAHULUAN. Auditing internal adalah sebuah fungsi penilaian independen yang

Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. orde baru menyebabkan ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Auditing didefinisikan sebagai proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiata-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Konrath, 2005). Tujuan akhir dari proses auditing ini adalah menghasilkan laporan audit. Laporan audit inilah yang digunakan oleh auditor untuk menyampaikan pernyataan atau pendapatnya (opini) kepada para pemakai laporan keuangan sehingga bisa dijadikan acuan bagi pemakai laporan keuangan dalam membca sebuah laporan keuangan (Arens, 2013). Peran auditor sebagai pihak yang netral dan independen sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan informasi laporan keuangan. Diharapkan auditor dapat menjalankan tugasnya, yakni melakukan pemeriksaan secara sistematis dan kritis terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh pengelola suatu entitas beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, sehingga pada akhirnya dapat memberikan opini yang tepat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Begitu pentingnya opini yang diberikan oleh auditor bagi sebuah perusahaan, 1

2 maka seorang auditor harus mempunyai kompetensi yang baik untuk mengumpulkan dan menganalisa bukti-bukti audit (Adrian, 2013). Pada sektor publik, pemeriksaan atas kewajaran laporan keuangan biasanya dilakukan oleh BPK atau oleh akuntan publik atas penunjukan BPK, yang dalam menjalankan profesinya akuntan tersebut diatur oleh standar profesional dan kode etik profesi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga Negara Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Pasal 23 ayat 5 UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara di adakan suatu Badan Pemeriksaan Keuangan yang peraturannya di tetapkan oleh Undang-undang. Dalam era sekarang ini, BPK telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal dibidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No. VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satusatunya lembaga pemeriksa eksternal negara dan perannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan professional. Untuk menunjang tugasnya BPK RI didukung dengan seperangkat undang-undang di bidang Keuangan Negara, yaitu : UU No. 17 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (www.bpk.go.id).

3 Keberhasilan BPK dalam mengemban misi pemeriksaan sangat tergantung dari upaya dan kualitas para auditornya. Auditor sebagai ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan pemeriksaan sering kali dipengaruhi oleh skeptisisme profesional, pengalaman dan keahliannya dalam melaksanakan audit. Kemampuan, kemauan dan pengalaman kerja mencerminkan kompetensi auditor yang selanjutnya disertai dengan kompetensi diharapkan dapat memberikan hasil kerja yang sesuai dengan misi yang diemban oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai badan pemeriksa eksternal keuangan pemerintah. Dalam kaitannya sebagai pemeriksa eksternal di bidang keuangan pemerintah, auditor BPK dalam melaksanakan tugasnya perlu di landasi dengan sikap, etika, dan moral yang baik sehingga auditor dapat menjalankan tugas dan kewajiban secara objektif sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang berlaku. Walaupun sudah ada standar dan kode etik profesi, tapi masih sering terjadi kasus-kasus kolusi dan korupsi atau penyelewengan, sehingga masyarakat mulai menyangsikan komitmen auditor terhadap kode etik profesinya. Jika kode etik dan standar dijalankan dengan benar dan konsisten, maka kasus-kasus penyimpangan tersebut tidak seharusnya terjadi. Untuk itu auditor pemerintah yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan departemen (lembaga pemerintahan) dan perusahaan-perusahaan milik Negara (BUMN/BUMD), dituntut untuk bertindak secara profesional dan mentaati standar (Nasrullah Djamil, 2007). Fenomena yang terjadi saat ini yaitu tidak sedikit auditor yang lebih memilih kepentingan pribadi mereka, sehingga terjadi penyimpangan dan

4 pelanggaran standar audit dan kode etik auditor, seperti beberapa kasus yang terjadi pada auditor pemerintahan berikut ini: 1. Kasus penerimaan suap oleh BPK Tomohon terhadap Oknum pejabat Tomohon nonaktif. Di temukan saat melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Tomohon tahun anggaran 2007, para auditor BPK di duga menerima suap dari walikota Tomohon sebesar Rp 600 juta. Pemberian tersebut di maksudkan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemda Tomohon TA 2007 yang lebih baik dari tidak memberikan pendapat disclaimer menjadi wajar dengan pengecualian (WDP). (Sumber: http://m.news.viva.co.id/news/read/245671-kpk-tahan-auditorbpk-manado) 2. Bekas auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sjafri Adnan Baharuddin meragukan seorang auditor bisa mempengaruhi pemberian opini audit keuangan. Ini terkait kasus dugaan korupsi e-ktp yang menyebut adanya suap untuk auditor BPK, Wulung agar memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Ditjen Dukcapil Kementrian Dalam Negeri pada 2010. Sjafri menjelaskan sebuah opini melewati proses panjang dan setidaknya 6 metode pengawasan. Auditor yang bekerja di BPKP selama 25 tahun ini mengatakan, mekanisme ketat itu hanya bisa diintervensi oleh yang disebutnya invisible hand. Namun, dia juga enggan menduga siapa orang besar yang dimaksud. Dalam dakwaan KPK dalam kasus e-ktp disebutkan auditor BPK Wulung

5 menerima 80 juta rupiah untuk memperoleh opini WTP. Wulung disebut menerima uang itu dari pejabat Ditjen Dukcapil, Sugiharto. Sugiharto dan Imran adalah dua pejabat Kemendagri yang didakwa menerima 60 miliar lebih untuk memuluskan korupsi e-ktp. Keduanya menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017). BPK menyatakan tidak menutup kemungkinan mengkaji ulang pemberian opini WTP terhadap Kemendagri 2010 lalu. (Sumber:http://kbr.id/berita/03/2017/korupsi_e_ktp eks_auditor tak_m ungkin_seorang_auditor_pengaruhi_pemberian_opini/89142.html) 3. Legislator Papua, Yan Permenas Mandenas meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembanguna (BPKP) agar benar-benar bekerja secara maksimal ketika melakukan audit di Papua. Ia mengatakan, jika BPK dan BPKP benar-benar bekerja secara maksimal dalam melakukan audit, pembangunan infrastuktur jalan di wilayah yang aksesnya sulit, seperti daerah pegunungan kemungkinan ada indikasi korupsi. Ia meminta agar BPK melakukan audit keuangan dan BPKP melakukan audit fisik secara benar Bukan Asal Bapa Senang atau ABS. Menurut Yan P Mandenas Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang didapat Pemprov Papua dari hasil audit BPK dalam dua tahun terakhir dinilai belum tentu merupakan hasil sesunggungnya. Ia tak sependapat jika ada yang menyebut anggaran untuk Papua selama ini terbatas atau minim. Jika melihat grafik perkembangan anggaran ke Papua sejak Otsus hingga kini, jumlahnya terus meningkat. Kini APBD Papua

6 bisa mencapai 13 triliun, dana infrastuktur 2 triliun. Dimasa sebelumnya APBD Papua paling besar 800 miliar. Namun, legislator Papua lainnya, Orwan Tolli Wone mengatakan hasil audit BPK yang memberikan WTP kepada Provinsi Papua sudah melalui mekanisme. (Sumber: http://tabloidjubi.com/artikel-3504-hasil-audit-bpk-janganhanya-formalitas-dan-abs.html). 4. Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SP SKK MIGAS) mempertanyakan kualitas temuan dan standar yanng digunakan oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan itu tercantum dalam laporan audit BPK terhadap SKK Migas tahun 2015 dengan hasil tidak wajar. Ketua Umum SP SKK Migas Dedi Suryadi mengatakan, terjadi inkonsistensi terhadap hasil akhir audit BPK. SP menilai aneh opini TW yang dikeluarkan BPK terhadap laporan keuangan 2015. Alasannya, selama audit empat tahun berturut-turut SKK Migas memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pihak SP SKK Migas menilai, hal-hal yang menjadi temuan audit antara lain terkait hak-hak pekerja yang terdiri dari PAP (Penghargaan atas Pengabdian), MPP (Masa Persiapan Pensiun), Imbalan Kesehatan Purna Karya (IKPK), dan PUTD (Penghargaan Ulang Tahun Dinas), Pencatatan Pesangon, Abandonment & Site Restoration (ASR), merupakan temuan rutin dari Auditor dan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya temuan tersebut sudah dijawab dan diklarifikasi oleh pihaknya. Ketua Umum SP

7 SKK Migas Dedi Suryadi menyatakan Tahun audit 2014 saja, dengan Kepala BPK RI yanng masih sama (Harry Azhar Aziz) dengan tim audit yang sama juga tapi bisa menghasilkan opini yang berbeda dengan tahun audit 2015? Apa ada pesanan apa bagaimana?, Dedi mengatakan, pihaknya menghormati atas opini yang dikeluarkan oleh BPK dan mengerti opini tersebut bersifat final, tapi ia juga menyatakan siap untuk membawa isu ini sehingga menjadi RS Sumber Waras kedua bagi BPK. Pihaknya juga menuntut klarifikasi terbuka serta Standard Operating Procedure (SOP) pemeriksaan dari BPK atas tahun-tahun pemeriksaan SKK Migas, beberapa tahun terakhir. Dedi menilai, sebaiknya dilakukan evaluasi etik atas auditor-auditor BPK yang dilakukan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) agar kedepannya semua audit yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan normanorma profesional bukan politik praktis semata. Harry sendiri menanggapi santai tudingan tersebut, ia mempersiapkan SP SKK Migas membuktikan apabila memang BPK melakukan kesalahan tetapi tetap melalui pengadilan. Sumber: http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2330308/gaduh-opini-twbos-bpk-tantang-sp-skk-migas. 5. Salah satu oknum pejabat Pemkot Bekasi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi penggunaan dana APBD periode 2010 untuk melakukan penyuapan demi memperoleh Adipura 2010, untuk kota terbersih. Terkait

8 hal tersebut, Menteri Lingkungan Hidup telah memerintahkan penyelidikan internal. Terungkapnya keterlibatan Walikota Bekasi, bermula pada Juli 2010 saat KPK menangkap tangan Kabid Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bekasi dan Pejabat Inspektorat Wilayah Pemkot, oknum tersebut sesaat melakukan transaksi suap sebesar Rp 200 juta dengan auditor BPK Jawa Barat. Keterangan para tersangka pada kasus suap BPK Jawa Barat, menyebutkan bahwa oknum tersebut pernah memberikan arahan, agar jajaran Pemkot melakukan segala upaya agar audit keuangan Bekasi tahun 2009 memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK Jawa Barat, juga dalam upaya memperoleh Adipura bagi Kota Bekasi. (Sumber:http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/lingkungan/10/1 1/20/147757-jika-terbukti-terjadi-penyuapan-adipura-bekasi-akandicabut). Dari fenomena-fenomena di atas khususnya yang terjadi di Jawa Barat mengakibatkan keraguan masyarakat terhadap kualitas hasil audit di mana laporan hasil audit dan opini yang dihasilkan tidak akurat dan objektif karena informasi dalam laporan audit tidak sesuai dengan fakta dan bukti-bukti yang terjadi. Terlihat jelas bahwa auditor BPK telah melanggar standar audit dan kode etik yang mungkin akan mendapat hukuman berupa diberhentikan dari jabatan atau mungkin diproses secara hukum sesuai dengan undang-undang tindak pidana korupsi yakni UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian pada Badan Pemeriksa Keuangan

9 Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat untuk mengetahui pengaruh skeptisisme profesional auditor, pengalaman auditor, dan keahlian audit terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Seorang auditor harus mempunyai keahlian dan kompetensi yang baik untuk mengumpulkan dan menganalisa bukti-bukti audit sehingga bisa memberikan opini yang tepat. Dalam menjalankan tugasnya auditor harus mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesionalnya. Dalam memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuangan, seorang auditor harus memiliki sikap skeptisisme yaitu sikap atau pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Menurut Arens (2013:47), auditor harus bertanggung jawab secara profesional dalam pelaksanaan tugasnya untuk bersikap tekun dan penuh hati-hati. Sebagai ilustrasi, perhatian mendalam termasuk pertimbangan akan kelengkapan kertas kerja, kecukupan bukti audit, serta ketepatan laporan audit. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisisme profesional. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan (SPKN, 2007). Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap opini yang akan diberikan oleh auditor.

10 Pengalaman seorang auditor juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatan pemberian opini auditor, karena auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih dengan sedikit pengalaman (Sukendra, 2015). Pengalaman disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Pengalaman audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pemberian opini audit oleh auditor (Aldiansyah Utama Prihardono, 2008). Selain itu, auditor harus memiliki kualifikasi tertentu dalam memahami kriteria yang digunakan serta harus memiliki keahlian agar mengetahui tipe dan banyaknya bukti audit yang harus dikumpulkan untuk mencapai kesimpulan yang tepat setelah bukti-bukti audit tersebut selesi diuji (Arens, 2013). Auditor harus telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan teknik auditing. Pendidikan formal sebagai auditor diatur dalam UU no 34 tahun 1954 yang mensyaratkan akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan prosedur audit. Pendidikan formal dibidang akuntansi serta pendidikan profesi yang berkelanjutan tersebut berguna untuk membuat para auditor menjadi semakin ahli atau memiliki keahlian yang tinggi, sehingga auditor memiliki kualifikasi dalam melakukan pekerjaannya (Arfin, 2013).

11 Seorang auditor dianggap tepat dalam memberikan pendapat jika, opini audit yang diberikan telah memenuhi kriteria dan didasarkan atas Standar Auditing dan temuan-temuannya (IAI, 2001:SA Seksi 508, paragraf 03). Namun kenyataanya banyak auditor yang belum melaksanakan tugasnya dengan benar dan konsisten sesuai dengan Prinsip Akuntansi dan Standar Auditing sehingga terjadi kasus-kasus penyimpangan yang ditemukan sebagai fenomena dalam uraian sebelumnya. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan, penulis tertarik melakukan penelitian serta menyajikannya dalam sebuah laporan skripsi dengan judul PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL, PENGALAMAN AUDITOR, DAN KEAHLIAN AUDIT TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan, yaitu: 1. Bagaimana skeptisisme profesional auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 2. Bagaimana pengalaman auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 3. Bagaimana keahlian audit pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

12 4. Bagaimana ketepatan pemberian opini auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 5. Seberapa besar pengaruh skeptisisme profesional auditor terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 6. Seberapa besar pengaruh pengalaman auditor terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 7. Seberapa besar pengaruh keahlian audit terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 8. Seberapa besar pengaruh skeptisisme profesional auditor, pemgalaman auditor dan keahlian audit secara simultan terhadap ketepatan pemberian opini auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui skeptisisme profesional audior pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 2. Untuk mengetahui pengalaman auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 3. Untuk mengetahui keahlian auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.

13 4. Untuk mengetahui ketepatan pemberian opini auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 5. Untuk mengetahui besarnya pengaruh skeptisisme profesional auditor terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 6. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pengalaman auditor terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 7. Untuk mengetahui besarnya pengaruh keahlian audit terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 8. Untuk mengetahui besarnya pengaruh skeptisisme profesional auditor, pengalaman auditor dan keahlian audit secara simultan terhadap ketepatan pemberian opini auditor pada Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang akan didapatkan dalam penelitan ini diantaranya: 1.4.1 Kegunaan Teoritis Adapun kegunaan yang akan didapatkan dalam penelitian ini di antaranya: a. Untuk memperluas khasanah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai auditing. b. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan agar terdapat kesesuaian antara teori dan praktek.

14 c. Untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 1.4.2 Kegunaan Praktis/ Empiris a. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan dan memberikan pengetahuan yang lebih luas tentang bagaimana memahami perbandingan antara disiplin ilmu khususnya teori dan konsep-konsep pemeriksaan ekstern yang dipelajari dengan penerapannya dalam suatu organisasi. b. Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan yang akan menjadi dasar untuk menyumbangkan pikiran dan saran-saran yang dapat membantu pihak pemerintah daerah dalam menjalankan proses pemeriksaan. c. Bagi Pihak Lain Diharapkan dapat berguna sebagai masukan dari dokumen-dokumen untuk melengkapi sarana yang dibutuhkan dalam penyediaan bahan studi bagi pihak-pihak yang mungkin membutuhkan.

15 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis akan melaksanakan penelitian di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Provinsi Jawa Barat yang beralamat di Jl. Moch. Toha No. 164 Kota Bandung, Jawa Barat. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan objek yang diteliti, maka penulis melaksanakan penelitian mulai bulan Juli 2017 sampai dengan selesai.