PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIKOPTER

dokumen-dokumen yang mirip
`KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 82 TAHUN 2004 TENTANG PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIKOPTER MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 51 TAHUN 2000 TENTANG

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubung

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 51 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 89 TAHUN 1990 TENTANG IZIN USAHA EKSPEDISI MUATAN PESAWAT UDARA (EMPU) MENTERI PERHUBUNGAN,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 136 / VII / 2010 TENTANG TANDA PENGENAL INSPEKTUR PENERBANGAN

2017, No Indonesia Nomor 58 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 50 / III / 2007 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 66 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PARKIR UNTUK UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 14 TAHUN 1989 TENTANG PENERTIBAN PENUMPANG, BARANG DAN KARGO YANG DIANGKUT PESAWAT UDARA SIPIL

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

2015, No Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN TRANSPORTASI UDARA BAGI JEMAAH HAJI REGULER

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 43 TAHUN 2000 (Tanggal 19 Mei 2000)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 31 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEARCH AND RESCUE (SAR) MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 815 K/30/MEM/2003 TENTANG

TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2001

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NO. 17 TH 2007 PERATURAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 8 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 55 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI KESEHATAN PENERBANGAN

2015, No Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBllK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

INSTALASI DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA KARANTINA IKAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

2015, No Peraturan Pemerintah 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Ind

2018, No Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara R

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tamb

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2008 TENTANG PERSYARATAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA BERUPA IKAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

MENTERI PERHUBUNGAN, 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 11, Tambahan Lembaran Nomor 3391) ;

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166

-2-3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Nomor 4152); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 1101 K/702/M.PE/1991 DAN 436/KPTS-II/1991 TENTANG

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NO. KM 65 TAHUN 2000 Tentang PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIKOPTER Menteri Perhubungan Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2000 tanggal 2 Maret 2000, maka Instruksi Presiden No. 1 tahun 1980 tentang Larangan Pemasukan dan PemberianIzin Pengaoperasian Pesawat Terbang dinyatakan dicabut; b. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud pada huruf a, khusus yang berkaitan dengan pemasukan pesawat terbang dan helicopter perlu diatur pengadaan yang dilakukan di dalam negeri dan luar negeri; c. bahwa guna pelaksanaan hal sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu ditetapkan prosedur pengadaan pesawat terbang dan helicopter dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Mengingat : 1. Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 No. 53. Tambahan Lembaran Negara RI No. 3481) 2. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000 (LN Tahun 1995 No. 68, TLN No. 3610) 3. Keputusan Presiden No. 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Susunan Organisasi; 4. Keputusan Presiden No. 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen; 5. Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 91/OT-002 Phb-80 dan KM164/OT:002/phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen

Perhubungan sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 4 Tahun 2000; 6. Keputusan Menteri Perhubungan No. 78/AU.001/PHB-86 tentang Syarat-syarat Pendaftaran dan Operasional Pesawat Udara Yang Diperoleh Dengan Cara Leasing; 7. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 127 Tahun 1990 tentang Perizinan Usaha Angkutan Udara. MEMUTUSKAN Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIPKOTER. Pasal 1 Pengadaan pesawat terbang dan helicopter dapat dilakukan oleh: a. perusahaan angkutan udara niaga; b. instansi Pemerintah, Badan Hukum Indonesia, lembaga-lembaga tertentu atau Perorangan Warga Negara Indonesia, yang menyelenggarakan angkutan udara bukan niaga. Pasal 2 (1) Pengadaan pesawat terbang dan helicopter dari dalam negeri maupun dan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diperlukan persetujuan tertulis Direktur Jenderal Perhubungan Udara;

(2) Dalam hal pesawat terbang dan helicopter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebani hak-hak kebendaan (mortgage atau hipotik) pihak pemilik yang akan mengalihkan wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Pasal 3 Pengadaan pesawat terbang dan helikopeter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib memenuhi persyaratan: a. memiliki izin usaha bagi perusahaan angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a; b. memiliki izin kegiatan udara bagi instansi Pemerintah Badan Hukum Indonesia, lembaga-lembaga tertentu atau perorangan Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b; c. pesawat terbang dan helicopter tersebut memenuhi persyaratan teknis dan operasi berdasarkan peraturan keselamatan penerbangan sipil yang berlaku sebagaimana diatur dalam CASR 91 dan CASR 121 atau CASR 135. Pasal 4 (1) Permohnan persetujuan pengadaan pesawat terbang diajukan kepada Direktur Jenderal Perhubungan melampirkan data tentang: a. jenis dan spesifikasi pesawat terbang dan hekikopter; b. rencana perawatan dan teknis operasi; c. kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia untuk mengoperasikan pesawat terbang dan helicopter. (2) Pengadaan jenis pesawat terbang dan helicopter yang belum pernah didaftarkan sebagai pesawat udara Indonesia diperlukan validasi/sertifikasi jenis pesawat udara sesuai dengan CASR 21, CASR 25 atau CASR 27 atau CASR 29. (3) Jenis pesawat terbang dan helicopter yang sudah divalidasi atau disertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diinformasikan oleh Direktur Jenderal

Perhubungan Udara kepada perusahaan/operator angkutan udara atau pihak yang berkepentingan. Pasal 5 Proses pemberian persetujuan pengadaan pesawat terbang dan helicopter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 ditetapkan sebagai berikut: a. Direktur Jenderal Perhubungan Udara mengevaluasi permohonan dari aspek teknis dan operasi sesuai dengan persyaratan dan keselamatan penerbangan; b. Direktur Jenderal Perhubungan Udara memberikan jawaban dlam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan dinyatakan diterima secara lengkap; c. Dalam hal permohonan tersebut memenuhi persyaratan teknis dan operasi, Direktur Jenderal Perhubungan Udara mengeluarkan persetujuan kepada pemohon dengan tembusan kepada Menteri Perhubungan; d. Dalam hal permohonan tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis dan operasi, Direktur Jenderal Perhubungan Udara mengeluarkan surat penolakan disertai alasan-alasan dengan tembusan kepada Menteri Perhubungan. Pasal 6 (1) Persetujuan pengadaan pesawat terbang dan helicopter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, berlaku selama perusahaan/ badan/ hukum/ perorangan atau lembaga tersebut melakukan usaha/ kegiatannya. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dialihkan kepada pihak lain. Pasal 7

Ketentuan pengadaan pesawat terbang dan helicopter dalam Keputusan ini hanya berlaku untuk pesawat terbang dan helicopter sipil. Pasal 8 Dengan berlakunya Keputusan ini, semua perundang-undangan yang setingkat atau lebih rendah dari Keputusan ini yang mengatur mengenai pengadaan pesawat terbang dan helicopter dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di JAKARTA Pada tanggal 22 Agustus 2000 MENTERI PERHUBUNGAN ttd AGUM GUMELAR, M.Sc