PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK PENYIMPANAN KIT CAIR RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN DALAM WADAH TUNGGAL

KARAKTERISTIK PENYIMPANAN KIT CAIR RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN DALAM WADAH TUNGGAL

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KIT KERING KANAMYCIN * Eva Maria Widyasari, Misyetti, Teguh Hafiz Ambar W dan Witri Nuraeni

PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m

Pengembangan formulasi radiofarmaka siprofloksasin dalam wadah tunggal

STABILITAS RADIOFARMAKA 99M Tc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK DETEKSI INFEKSI

Penandaan Human Serum Albumin (HSA)nanospheres dengan radionuklida teknesium-99m

UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA

KARAKTERISTIK RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION. Nurlaila Z., Maula Eka Sriyani

Profil Kit-Kering Radiofarmaka Siprofloksasin Wadah Tunggal Profile of Radiopharmaceutical Single Vial Dried-Kit of Ciprofloxacin

Eva Maria Widyasari, Nurlaila Zainuddin dan Witri Nuraeni

PENANDAAN MIBI (METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL) DENGAN TEKNESIUM-99m SEBAGAI RADIOFARMAKA SIDIK PERFUSI JANTUNG

Karakterisasi radiofarmaka sin sebagai penyidik infeksi

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

STABILITAS DAN UJI PRAKLINIS 99mTc-EC UNTUK RADIOFARMAKA PENATAH FUNGSI GINJAL

EVALUASI PENGGUNAAN PENCACAH BETA DAN GAMMA PADA PENENTUAN KEMURNIAN RADIOKIMIA 188/186 Re-CTMP

UJI TOKSISITAS AKUT RADIOFARMAKA 99m Tc- CTMP PADA MENCIT (Mus musculus)

PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-MIBI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

FORMULASI KIT HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA)-NANOSFER SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK STUDI LIMFOSINTIGRAFI DI KEDOKTERAN NUKLIR

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH REGENERASI KOLOM ALUMINA ASAM TERHADAP RECOVERY DAN KUALITAS 99m Tc HASIL EKSTRAKSI PELARUT MEK DARI 99 Mo HASIL AKTIVASI NEUTRON

EVALUASI KENDALI MUTU SENYAWA BERTANDA 153 SAMARIUM-EDTMP (ETHYLENE DIAMINE TETRA METHYLEN PHOSPHONATE )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

3 Metodologi Penelitian

PENANDAAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKOTETRADESIL-1,4,8,11- TETRAMETILEN FOSFONAT (CTMP) DENGAN RENIUM-186

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di

STUDI BANDING KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA SEBAGAI RADIOFARMAKA PENYIDIK TULANG

Produk. Pemeriksaan pemeriksaan kalibrasi, g Spektroskopik. Kemurnian kimia kemurnian konsentrasi radionuklida (radioaktif) radioaktif

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA RADIOFARMAKA. Nanny Kartini Oekar, Eva Maria Widyasari, Epy Isabela

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

PENINGKATAN KEMURNIAN RADIOKIMIA IODIUM -125 PRODUKSI PRR DENGAN NATRIUM METABISULFIT DAN REDUKTOR JONES

PEMBUATAN 177LU-CTMP UNTUK PALIATIF NYERI TULANG METASTASIS : PENINGKATAN KEMURNIAN RADIOKIMIA 177LU CTMP DAN UJI STABILITASNYA

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

EVALUASI PROSES PRODUKSI RADIOISOTOP 153 Sm DAN SEDIAAN RADIOFARMAKA 153 Sm-EDTMP

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI KLINIS KIT-KERING RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN. Jln. Tamansari 71 Bandung Jln. Pasir Kaliki 192, Bandung

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

PENANDAAN ASAM LINOLENAT SEBAGAI MODEL ISOLAT BENALU TEH UNTUK DIAGNOSIS KANKER DENGAN RADIONUKLIDA IODIUM-131

PEMBUATAN KIT MIBI SEBAGAI PENATAH JANTUNG

PREPARASI 99m Tc-HYNIC-IMUNOGLOBULIN-G SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK PENCITRAAN INFEKSI/INFLAMASI

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

PENANDAAN CHITOSAN DENGAN RADIONUKLIDA HOLMIUM-166

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

EVALUASI PROSES PRODUKSI RADIOISOTOP 153 Sm DAN SEDIAAN RADIOFARMAKA 153 Sm-EDTMP

FORMULASI RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION UNTUK DIAGNOSIS KANKER

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016 ISSN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

Peningkatan Kemurnian Radiokimia Iodium-125 Produksi PRR dengan Natrium Metabisulfit dan Reduktor Jones

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

3 Percobaan dan Hasil

PENENTUAN PROFIL ELUSI 125 I SEBAGAI PERUNUT UNTUK TUJUAN RADIOIMMUNOASSAY (RIA) Maiyesni, Mujinah, Dede Kurniasih, Witarti, Triyanto, Herlan S.

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

BAB II METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM PEMISAHAN KIMIA PEMISAHAN ION LOGAM DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI KERTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

PEMBUATAN, PEMURNIAN DAN STABILITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) BERTANDA RADIOIODIUM-131. Aang Hanafiah Ws, Eva Maria Widyasari, Nanny Kartini Oekar

PENGARUH PENCUCIAN LARUTAN NaOCl DAN PENAMBAHAN KOLOM KEDUA ALUMINA TERHADAP YIELD DAN LOLOSAN 99 Mo DARI GENERATOR 99 Mo/ 99m Tc BERBASIS PZC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan

FORMULASI KIT MIBI SEBAGAI PREPARA T PENATAH JANTUNG. Widyastuti, Hanafiah A., Yunilda, Laksmi A., Sri Setiyowati, dan Veronika Y.

PRODUKSI RADIOISOTOP. NANIK DWI NURHAYATI,M.SI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

ABSTRAK ANALISIS KUALITATIF RHODAMIN B PADA JELLY BERKEMASAN YANG DIJUAL DI PASAR SEKTOR II KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran.

Reaksi Kupling Diazonium : Sintesis Kombinatorial Azo Dyes

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

PREPARASI 99m Tc-HYNIC-TOC YANG AKAN DIGUNAKAN UNTUK PENCITRAAN TUMOR

Analisis Fisiko Kimia

PENANDAAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAMETILEN FOSFONAT (EDTMP) DENGAN RADIONUKLIDA 175 Yb

PENANDAAN METAIODOBENZYLGUANIDIN (MIBG) DENGAN RADIONUKLIDA TEKNESIUM-99m

BAB III METODE PENELITIAN

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

PERCOBAAN X KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

JANTUNG. Widyastuti,Sri Setyowati,CecepTaufikRustendi,Yunilda PusatRadioisotopdanRadiofannaka-BATAN

Transkripsi:

PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN 99m Tc-TEREDUKSI RADIOFARMAKA 99m Tc-SIPROFLOKSASIN Eva Maria Widyasari, Nurlaila Zainuddin, Epy Isabela dan Witri Nuraeni Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Tamansari No.71 Bandung 40132 ABSTAK PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN 99m Tc-TEREDUKSI RADIOFARMAKA 99m Tc-SIPROFLOKSASIN. Radiofarmaka 99m Tc-Siprofloksasin telah berhasil diteliti dan dikembangkan sebagi radiofarmaka untuk diagnosis infeksi. Pada beberapa penelitian terdahulu, penentuan kemurnian radiokimia dari 99m Tc-Siprofloksasin dilakukan menggunakan 2 macam sistem kromatografi, yaitu kromatografi kertas Whatman 1 menggunakan eluen metil etil keton untuk memisahkan pengotor radiokimia 99m Tc-perteknetrat bebas dan I menggunakan eluen etanol:air:ammonia=2:5:1 yang dapat memisahkan 99m Tc-tereduksi bebas. Dengan tidak tersedianya lagi I di pasaran maka perlu dicari sistem kromatografi baru pengganti I. Pada penelitian ini berbagai sistem kromatografi dicoba untuk mendapatkan sistem kromatografi pengganti I. Sistem kromatografi menggunakan eluen etanol:air:amonia=2:5:1 memberikan pengotor radiokimia 99m Tc-tereduksi yang mirip dengan sistem kromatografi I menggunakan eluen etanol:air:amonia=2:5:1 namun waktu elusi yang dibutuhkan cukup panjang yaitu 2 jam. Penambahan amonia dalam eluen yang digunakan akan memperpendek waktu elusinya 15-30 menit. Selain menggunakan eluen (etanol:air:amonia=2:5:1) sistem kromatografi menggunakan eluen etanol:air:amonia=2:7:1 dapat juga digunakan sebagai pengganti sistem kromatografi I menggunakan eluen etanol:air:amonia=2:5:1 dan waktu elusinya lebih singkat dibandingkan sistem kromatografi menggunakan eluen etanol:air:amonia=2:5: Kata kunci: kromatografi, I,...... ABSTRACT ELECTION OF SYSTEM CHROMATOGRAPHY IN DETERMINING 99m Tc-REDUCED 99m Tc-CIPROFLOXACIN RADIOPHARMACEUTICAL. 99m Tc-Ciprofloxacin radiopharmaceutical has successfully researched and developed as a radiopharmaceutical for the diagnosis of infection. In some previous studies, the determination of radiochemical purity of 99m Tc-Ciprofloxacin performed using 2 kinds of chromatographic systems, paper chromatography Whatman 1 using eluent methyl ethyl ketone to separate the free 99m Tc-perteknetrat radiochemical impurities and I using eluent ethanol:water: ammonia = 2: 5:1 which can separate the free 99m Tc-reduced. With the unavailability of longer I in the market it is necessary to look for a new chromatography system replacement I. In this study various chromatography systems tried to get a replacement I chromatography system. Chromatography system using eluent ethanol: water :ammonia =2:5:1 gave radiochemical impurities of 99m Tc-reduced similar to the I using eluent ethanol:water: ammonia = 2:5:1 chromatograpy system, but the elution time required 2 hours. The addition of ammonia in the eluent used will shorten the elution time 15-30 minutes. In addition to using eluent ethanol: water: ammonia = 2:5:1, using eluent ethanol: water: ammonia = 2:7:1 chromatography system can also be used as a substitute for I using eluent ethanol : water: ammonia = 2:5:1 chromatography system and the elution time even shorter than the using eluent ethanol: water: ammonia =2:5:1 chromatography system. 268

Keywords: chromatography, I, 99m Tc-ciprofloxcin PENDAHULUAN Sejak tahun 2003 PTNBR telah melakukan penelitian pengembangan dan modifikasi radiofarmaka sebagai penyidik infeksi dan hingga saat ini masih dilakukan pengembangan untuk menyempurnakan radiofarmaka tersebut. Secara umum faktor utama penentu keberhasilan dari pencitraan suatu organ tubuh dengan radiofarmaka bertanda radioaktif, baik untuk deteksi atau terapi suatu penyakit salah satunya ditentukan oleh kemurnian radiokimia dari radiofarmaka yang digunakan. Oleh karena itu pengawasan terhadap mutu dari radiofarmaka yang diproduksi khususnya kemurnian radiokimianya merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk memastikan radiofarmaka layak atau tidak digunakan untuk pasien. Dari penelitian sebelumnya kemurnian radiokimia dari ditentukan menggunakan metode kromatografi dengan dua macam sistem kromatografi, yaitu kromatografi kertas Whatman 1 dengan eluen metil etil keton untuk memisahkan pengotor radiokimia 99m Tcperteknetrat bebas dan I dengan campuran eluen etanol : air : amonia dengan perbandingan 2 : 5 : 1 untuk memisahkan pengotor 99m Tc-tereduksi bebas. [1] Pada tahun 1970an I (Instant Thin Layer Chromatography Silica Gel) merupakan plat kromatografi yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai fasa stasioner yang ideal dan paling banyak digunakan dalam penentuan kemurnian radiokimia radiofarmaka [2]. Namun pada tahun 2008, perusahaan Pall Corporation sebagai produsen utama I menghentikan produksinya. Sehingga hal ini menimbulkan masalah bagi radiofarmaka yang sebagian besar menggunakan I sebagai fasa stasioner dalam penentuan kemurnian radiokimianya. Sehingga berbagai penelitian dilakukan untuk menentukan sistem kromatografi baru sebagai pengganti dari I. adalah radiofarmaka dalam perkembangannya menggunakan ITLC- SG sebagai fasa stasioner dalam menentuan kemurnian radiokimianya. Dengan menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 1 dapat memisahkan pengotor 99m Tc-tereduksi bebas dari 99m Tcsiprofloksasin. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan sistem kromatografi baru sebagai pengganti I yang dapat memisahkan 99m Tc-tereduksi dari 99m Tcsiprofloksasin. TATA KERJA Bahan dan peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Siprofloksasin HCL (Zhejiang Xianju Shifang Pharmaceutical-Cina), SnCl 2 (E. Merck), asam tartrat (E. Merck), akuabidest steril pro njeksi (IPHA lab.), NaCl fisiologis (IPHA lab.), HCl (E. Merck), NaOH (E. Merck), etanol absolut (E. Merck), amonia (E. Merck), metil etil keton (E. Merck), aseton (E. Merck), asetonitril (E. Merck), I (PALL Scientific), (PALL Scientific), kertas kromatografi Whatman 1, kertas kromatografi Whatman 3, kertas kromatografi Whatman 3 MM, kertas kromatografi Whatman 31 ET,, (E. Merck) dan TLC-alumina (E. Merck). Semua pereaksi di aliri nitrogen sebelum digunakan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain: ph meter (Denver instrument), vortev mixer, dose calibrator (victoreen), Single Chanel Analizer (Ortec), lemari es (electrolux), vial 10 ml, tutup vial dan almunium, peralatan kromatografi dan peralatan gelas. Pembuatan kit cair radiofarmaka siprofloksasin [3] Sebanyak 1 ml larutan siprofloksasin (2mg/ml NaCl fisiologis) ditambahkan dengan 100 L larutan SnCl 2 (1 mg/2 ml HCl 0,01 N) dan 100 L larutan asam tartrat 0,04 N. Setelah homogen keasaman larutan diatur menjadi ph=3 dengan penambahan NaOH 0,01 N atau HCl 0,01 N. Setiap pembuatan kit cair umumnya dilakukan dalam jumlah yang cukup banyak, sekitar 30 kit disimpan dalam lemari es pada temperatur < 0 o C (beku/freezer). Kit cair ini stabil hingga 30 hari penyimpanan. 269

Tabel Hasil analisis jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi radiofarmaka dengan berbagai sistem kromatografi No. Fase Diam Fase Gerak 3. 5 6 7 8 I Whatman 1 Whatman 3MM Whatman 3MM NaCl Fisiologis Asetonitril 50 % Saline Aseton (1:1) Asetonitril 50 % NaCl Fisiologis Air NaCl Fisiologis Jumlah pengetor 99m Tc-tereduksi % 4,9 ± 1,9 49,2 ± 6,4 57,3 ± 5,3 47,2 ± 0,5 50,3 ± 3,0 64,1 ± 1,4 71,6 ± 6,2 71,1 ± 0,3 99m Tc- 3. Penyiapan radiofarmaka siprofloksasin Ke dalam kit cair yang telah dibuat ditambahkan larutan natrium perteknetat (Na 99m TcO 4 ) dengan aktivitas 1-5 mci/0,3 ml. Campuran dikocok dengan menggunakan pengocok vortex, diinkubasi selama 15 menit pada temperatur kamar kemudian ditentukan kemurnian radiokimianya. 99m Tc- 99m Tc- Penentuan jumlah pengotor tereduksi radiofarmaka siprofloksasin Senyawa bertanda ditentukan jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi-nya dengan menggunakan sistem kromatografi dengan memvariasikan berbagai macam fasa stasioner dan berbagai macam fasa gerak. Fasa stasioner yang digunakan berupa kertas kromatografi, plat KLT atau ITLC. Sedangkan fasa gerak yang digunakan dapat berupa eluen tunggal atau campuran. Hasil pengujian jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi bebas yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang didapatkan dari pengukuran jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi bebas menggunakan I dengan eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar 99m Tc-tereduksi dari radiofarmaka pada penelitian ini mulanya dicoba menggunakan berbagai macam sistem kromatografi yang umumnya digunakan untuk memisahkan pengotor 99m Tctereduksi pada berbagai radiofarmaka [4], sistem kromatografi tersebut antara lain adalah Thin Layer Chromatography-Silica Gel () dengan eluen NaCl Fisiologis, Whatman dengan eluen asetonitril 50%, Whatman 31 ET dengan eluen Saline : aseton (1 : 1), Whatman 31 ET dengan eluen asetonitril 50%, Whatman 31 ET dengan eluen NaCl fisiologis, Whatman 3MM dengan eluen air dan Whatman 3MM dengan eluen asetonitril 50%. Hasil yang didapatkan dari pengujian dengan dua kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel Dari 7 macam sistem kromatografi yang dicoba tidak ada satu pun sistem kromatografi yang memberikan hasil jumlah pengotor 99m Tctereduksi yang sama atau mendekati jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi yang dihasilkan dengan menggunakan sistem kromatografi I menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : Semua sistem kromatografi yang diujikan memberikan nilai jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi yang lebih tinggi dari jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi yang dihasilkan dengan menggunakan sistem kromatografi I dengan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 1, hal ini menunjukkan bahwa kepolaran dari ketujuh sistem kromatografi yang diujikan tidak sesuai untuk memisahkan 99m Tc-tereduksi dengan dan dengan 99m Tc-perteknetrat bebas. Bila dilihat dari eluen yang digunakan oleh ketujuh sistem kromatografi yang diujikan terlihat bahwa eluen yang digunakan memiliki kecenderungan bersifat polar sehingga elueneluen tersebut tidak dapat memisahkan dengan baik yang bersifat non polar dari 99m Tc-tereduksi sehingga ada sebagian besar yang tertinggal di titik 0 bersatu dengan 99m Tctereduksi. 270

Aktivitas, cps Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir Hal ini menyebabkan seolah-olah nilai jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi lebih besar dari pada sistem I dengan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : Oleh sebab itu dicoba menggunakan sistem kromatografi lain yaitu dengan memvariasikan fase diam atau fase stasionernya sedangkan fase geraknya dibuat tetap yaitu menggunakan fase gerak seperti yang digunakan oleh I yaitu campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : Fase diam yang digunakan adalah berbagai macam fase diam yang tersedia di laboratorium Sintesis Senyawa Bertanda BATAN Bandung. Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel. Dari 7 macam fase diam yang digunakan menunjukkan nilai jumlah pengotor 99m Tctereduksi dari dua kali pengulangan sebesar 6,0 ± 0,7, nilai ini hampir sama dengan nilai yang dihasilkan dengan menggunakan I yaitu 5,8 ± 1,1, Gambar kromatogram I : dapat dilihat pada Gambar Seperti yang terlihat pada Gambar 1, kromatogram yang dihasilkan mirip dengan kromatogram yang dihasilkan oleh I. Kelemahan penggunaan dibandingkan I adalah waktu elusinya yang panjang, untuk dengan panjang 10 cm membutuhkan waktu elusi sekitar 2 jam, sedangkan dengan menggunakn I dengan panjang yang sama yaitu 10 cm hanya membutuhkan waktu elusi sekitar 15 menit. Dari percobaan yang dilakukan oleh Gasiglia [5] pada penentuan kemurnian radiokimia dari 153 Sm- EDTMP penambahan kadar amonia pada eluen yang digunakan akan mengurangi waktu elusi ±15 menit. Oleh karena itu pada penelitian ini juga dicoba menambahkan kadar amonia pada eluen yang digunakan. Dari Tabel 3 terlihat bahwa penambahan kadar amonia dalam eluen tidak berpengaruh terhadap hasil pemisahan jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi, penambahan kadar amonia dalam eluen hanya berpengaruh terhadap waktu elusi yang dibutuhkan. Penambahan kadar amonia dalam eluen akan mempersingkat waktu elusi antara 15-30 menit. Selain, pengujian jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi dengan menggunakan fase diam Instant Thin-Layer Cromatography Silisic Acid () seperti yang terlihat pada Tabel 2 menunjukkan nilai pengotor 99m Tc-tereduksi yang sedikit lebih tinggi dari yang dihasilkan oleh I yaitu 8,0 ± 2,7. Dengan mengubah kepolaran eluen diharapkan akan didapatkan sistem kromatografi dengan menggunakan yang memberikan hasil jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi yang sama atau mendekati hasil yang ditunjukkan dengan menggunakan I. Hasil pengujian dengan menggunakan fase diam dengan mengatur kepolaran dari eluen yang digunakan dapat dilihat pada Tabel Dari Tabel 4 terlihat bahwa penambahan kadar air dalam eluen yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi. 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jarak, cm I Gambar Kromatogram I dan TLC- SG dengan eluen etanol:air:amonia=2:5:1 Tabel Hasil analisis jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi radiofarmaka dengan berbagai fase diam dan fase gerak etanol:air:amonia=2:5:1 No. Fase Diam Fase Gerak 3. 5 6 7 8 I Whatman 1 Whatman 3MM Whatman 3 TLC-alumina Jumlah pengetor 99m Tc-tereduksi % 5,8 ± 1,1 40,3 ± 7,5 8,0 ± 2,7 48,2 ± 3,2 29,9 ± 1,3 21,9 ± 1,5 24,2 ± 7,0 6,0 ± 0,7 271

Tabel 3. Pengaruh penambahan kadar amonia dalam eluen terhadap jumlah pengotor 99m Tctereduksiradiofarmaka No. Fase Diam Fase Gerak 3 I etanol:air:amonia = 2:5:2 etanol:air:amonia = 2:5:3 Pengukuran rata-rata ± standar deviasi dari empat kali pengulangan Jumlah pengetor 99m Tc-tereduksi % 1 5,3 ± 0,3 5,3± 0,6 5,1 ± 0.2 5,1 ± 0,3 Waktu Elusi (menit) 15 120-145 105-120 90-105 Tabel Pengaruh penambahan kadar air dalam eluen terhadap jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi radiofarmaka No. Fase Diam Fase Gerak Jumlah pengetor 99m Tc-tereduksi % 1 3. 5. I Pengukuran rata-rata ± standar deviasi dari enam kali pengulangan etanol:air:ammonia=2:5:1 etanol:air:amonia = 2:4:1 etanol:air:amonia = 2:6:1 etanol:air:amonia = 2:7:1 5,3 ± 0,3 8,0 ± 0,6 9,1 ± 0,2 6,0 ± 1,0 5,3 ± 0,6 Eluen No 5 yaitu campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 7 : 1 menghasilkan sistem kromatografi dengan menggunakan fase diam yang memberikan nilai jumlah pengotor 99m Tc-tereduksi yang sama dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan fase diam I, hal ini disebabkan karena ITLC- SA yang bersifat lebih non polar dibandingkan dengan I [6] maka memiliki kemampuan yang lebih kuat untuk berinteraksi dengan senyawa senyawa nonpolar seperti dibandingkan I, sehingga untuk mendorong agar senyawa dapat naik dan terpisah dengan baik dengan pengotor 99m Tc-tereduksi yang bersifat lebih nonpolar dibandingkan dibutuhkan eluen yang lebih polar. Selain itu waktu elusi yang dibutuhkan oleh dengan eluen etanol : air : amonia = 2 : 7 : 1 lebih singkat dibandingkan, dengan panjang 10 cm membutuhkan waktu elusi sekitar 20 menit. KESIMPULAN menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 1 dapat digunakan sebagai sistem kromatografi pengganti ITLC- SG menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 1 pada penentuan 99mTctereduksi radiofarmaka 99mTc-siprofliksasin meskipun membutuhkan waktu elusi yang cukup lama. Penambahan kadar amonia dalam eluen yang digunakan dapat mempersingkat waktu elusinya sekitar 15-30 menit. Selain sistem kromatografi menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 1 sistem kromatografi ITLC- SA menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 7 : 1 juga dapat digunakan sebagai sistem kromatografi pengganti ITLC- SG menggunakan campuran eluen etanol : air : amonia = 2 : 5 : 1 bahkan waktu elusi yang dibutuhkannya juga lebih singkat dibandingkan elusi menggunakan yaitu sekitar 20 menit. 5. DAFTAR PUSTAKA NURLAILA Z., MAULA EKA S., EVA MARIA W., Pengembangan formulasi radiofarmaka siprofloksasi dalam wadah tunggal, Majalah Farmasi Indonesia, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (dalam proses), (2010). 272

ROBBINS P. J., Chromatography of Technetium-99m Radiopharmaceuticals, A Practical Guide, The Society of Nuclear Medecine, New York (1984). 3. MAULA EKA S., NURLAILA Z., Karekteristik penyimpanan kit cair radiofarmaka siprofloksasin dalam wadah tunggal (Prosiding Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir), Yogyakarta, (2009) 66 GOPAL B.S., Fundamentals of Nuclear Pharmacy, Fifth Ed., Springer, USA, (2004). 5. GASIGLIA, H. T. and OKADA, H., Preparation of samarium-153-edtmp: Previous result (Proc. 5 th General Congress on Nuclear Energy, Rio de Janeiro, Aug. 28 Sep 02), Rio de Janeiro (1994) 647. 6. Pall Corp Life Science, Filter Media, ITLC TM. Available:http://www.medibix.com/runse arch.jsp?view=sku&product_id=454653 6. DISKUSI Maula Eka: Hal apa yang menyebabkan sistem kromatografi / etanol : air : ammonia = 2 : 7 : 1 dapat juga digunakan sebagai pengganti sistem kromatografi I / etanol : air : ammonia = 2 : 5 : Faktor apa yang menyebabkan hal tersebut? Eva Maria: memiliki sifat yang lebih non polar dibandingkan I, hal ini menyebabkan nilai pengotor 99m Tc-tereduksi yang dihasilkan dengan menggunakan /etanol : air : ammonia = 2:5:1 nilainya lebih tinngi dibandingkan I/etanol : air : ammonia = 2 : 5 : 1 karena ada sebagian yang tertinggal di RF 0 bersatu dengan 99m Tc-tereduksi. Dengan mengubah kepolaran eluen yaitu menjadi lebih polar (etanol : air : ammonia = 2 : 7 : 1) dapat memisahkan dengan baik dengan 99m Tc-tereduksi karena lebih polar dibandingkan 99m Tc-tereduksi, sehingga eluen dapat membawa naik keatas terpisah dengan 99m Tctereduksi. 273