BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. on The World Cocoa Economy Meeting (2007). Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

Salam sejahtera bagi kita semua

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA Peringatan Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke 3 Tanggal September 2015 di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam EKONOMI PERTANIAN

Ketahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

Kakao merupakan salah satu tanaman andalan dalam pembangunan sub. sektor perkebunan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani serta

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

PENDAHULUAN Latar Belakang

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

RINGKASAN EKSEKUTIF

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

PUNGUTAN EKSPOR BIJI KAKAO SEBAGAI ISU KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

KEBIJAKAN PAJAK EKSPOR TERHADAP PERKEMBANGAN EKSPOR KAKAO DI INDONESIA Elfiana Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia seakan berada di simpang jalan. Di satu pihak,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Salah satu negara yang dijuluki negara agraris adalah Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

Muslim M. Amin Sama halnya dengan kakao, Indonesia juga dikenal sebagai produsen kopi terbesar ketiga dunia setelah...

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

PENDAHULUAN Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

AGRIBISNIS KAKAO DAN PRODUK OLAHANNYA BERKAITAN DENGAN KEBIJAKATAN TARIF PAJAK DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat dahulu, pada umumnya orang melakukan investasi secara tradisional.

Transkripsi:

104 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kehidupan modern tidak terlepas dari berbagai macam makanan olahan salah satunya adalah cokelat. Cokelat dihasilkan dari biji buah kakao yang telah mengalami beberapa proses pengolahan sehingga menjadi makanan cokelat. Indonesia merupakan negara penghasil biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Ghana dan Pantai Gading, dan komoditas ini memiliki peranan penting dalam perekonomian rakyat karena merupakan lapangan kerja bagi kurang lebih 900.000 keluarga petani kakao Indonesia. Selain itu komoditas ini juga merupakan penghasil devisa terbesar dari sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet, dan perkebunan kakao berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan agroindustri. Sebagai negara penghasil biji kakao terbesar ketiga di dunia, industri pengolahan kakao di Indonesia tidak berkembang jika dibandingan negara lain. Beberapa permasalahan melatarbelakangi hal tersebut, antara lain penerapan kebijakan PPN oleh pemerintah melalui UU No.18/2000 terhadap komoditas biji kakao dan komoditas perkebunan lainnya. Setelah kebijakan tersebut diterapkan industri pengolahan kakao Indonesia mengalami masa-masa sulit. Industri dalam negeri mengalami kekurangan pasokan bahan baku, utilisasi kapasitas pabrik tidak maksimal. Kelangkaan tersebut juga didorong oleh harga biji kakao international yang tinggi sehingga menyebabkan disparitas harga dengan harga biji kakao lokal, oleh karena itu para pedagang lebih suka untuk menjual biji kakao keluar negeri selain itu tidak ada hambatan untuk melakukan ekspor seperti pajak ekspor. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian mengenai pengaruh kebijakan PPN dan faktor-faktor lain terhadap probabilita perusahaan bertahan. Terdapat beberapa temuan dari penelitian ini sebagai berikut: Kebijakan PPN terbukti signifikan berpengaruh negatif terhadap probabilita perusahaan bertahan dalam industri pengolahan kakao. Kebijakan ini telah menyebabkan beberapa perusahaan di industri

105 pengolahan kakao mati/tutup, dan industri ini tidak berkembang. Kebijakan ini hanya akan menghambat perkembangan industri pengolahan kakao, dan kerugian akibat dari terhambatnya industri ini tidak sepadan dengan penerimaan negara yang diterima dari PPN. Produksi biji kakao yang melimpah seharusnya menjadikan industri pengolahan kakao Indonesia berkembang pesat karena memiliki akses terhadap bahan baku. Sesuai dengan teori Evans (1987) bahwa ukuran dan umur perusahaan meningkatkan probabilita perusahaan bertahan terbukti dalam penelitian ini. Variabel age dan worker (sebagai proxy dari ukuran perusahaan) terbukti secara umum signifikan mempengaruhi probabilita perusahaan bertahan dalam industri pengolahan kakao. Peningkatan umur perusahaan merupakan salah satu faktor penting bagi perusahaan untuk dapat bertahan karena umur perusahaan mencerminkan pengalaman dari sebuah perusahaan. Semakin lama perusahaan itu berdiri maka kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam pasar lebih baik dan sudah relatif teruji terhadap perusahaan baru. Ukuran perusahan sebagai variabel yang mempengaruhi probabilita perusahaan bertahan menggambarkan bahwa perusahaan besar memiliki permodalan lebih baik dan skala ekonomi sehingga cenderung lebih tahan terhadap gejolak pasar dan hambatanhambatan industri lainnya. Penelitian ini menemukan bahwa produktifitas perusahaan signifikan berpengaruh negatif terhadap probabilita perusahaan bertahan. Hal ini bertolak belakang dengan penemuan dari Bernard (2003) yang mengatakan probabilita perusahaan mati/tutup meningkat pada perusahaan dengan produktifitas rendah dan pada perusahaan yang tidak terhubung dengan pasar ekspor. Pada industri pengolahan kakao nilai produktifitas perusahaan-perusahaannya relatif sama, hal ini disebabkan oleh tingkat utilisasi kapasitas pabrik yang masih rendah dari kapasitas maksimalnya, sehingga skala ekonomi tidak tercapai. Dengan demikian variabel produktifitas pada industri pengolahan kakao berdampak negatif karena tingkat produktifitas perusahaan-perusahaannya tidak dapat

106 menggambarkan keunggulan kinerja dan efisiensi dari perusahaan tersebut. Hambatan eksternal dari industri ini adalah disparitas harga biji kakao akibat harga biji kakao luar negeri yang jauh lebih tinggi daripada harga biji kakao dalam negeri. Hal ini mengakibatkan industri pengolahan kakao dalam negeri kekurangan bahan baku karena para pedagang lebih suka menjual biji kakao Indonesia keluar negeri. Penelitian ini membuktikan disparitas harga biji kakao berpengaruh negatif terhadap probabilita perusahaan pengolahan kakao bertahan dalam industri, walaupun signifikasi variabel terjadi hanya pada beberapa periode penelitian. Dari analisa jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang faktor terbesar yang mempengaruhi keberadaan perusahaan adalah ukuran perusahan dibandingkan dengan umur perusahaan. Kemudian PPN dan produktifitas memberikan dampak yang besar terhadap probabilita perusahaan tutup/mati. Penelitian ini juga mendapati temuan bahwa dalam analisa satu tahun/jangka pendek, signifikasi dari variabel-variabel bebas rendah (pada significant level 10%). Akan tetapi arah koefisien variabel konsisten pada tiap periodenya dan sebagian besar sesuai dengan hipotesa awal. Rendahnya signifikasi variabel-variabel bebas ini diduga karena jumlah observasi yang terlalu sedikit pada analisa satu tahun/jangka pendek, sehingga signifikasi variabel rendah/ tidak signifikan. 6.2 Saran untuk Penelitian Selanjutnya dan Pemerintah Dari hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian ini, penulis ingin menyampaikan saran untuk penelitian selanjutnya pada industri kakao pada umumnya dan industri pengolahan kakao pada khususnya. Akibat keterbatasan waktu dan data, penulis tidak dapat membentuk model yang lebih komprehensif terhadap permasalahan pada industri pengolahan kakao. Salah satunya permasalahan kebijakan tarif Indonesia yang rendah terhadap produk olahan dari luar negeri dibandingkan tingkat tarif negara lain, juga ikut menyumbang tidak berkembangnya industri pengolahan kakao Indonesia pada

107 periode tersebut. Hal ini pernah diteliti dalam jurnal luar negeri oleh Brander (1995) dan Baggs (2004), yang meneliti tentang firm survival terhadap perbedaan tarif antara US dan Canada. Pemerintah pada Januari 2007 telah menghapuskan kebijakan PPN 10% terhadap biji kakao, dan sejak tahun 2006 tarif untuk produk olahan impor telah dinaikan dari 5% menjadi 15%. Hal ini kembali menyehatkan perkembangan industri pengolahan kakao Indonesia, akan tetapi pemerintah harus tetap menjaga dan memperbaiki iklim usaha industri kakao pada umumnya dan industri pengolahan kakao pada khususnya. Pemberlakuan pajak ekspor komoditas kakao belum terlaksana sampai saat ini, kebijakan ini memberikan proteksi terhadap pasokan dalam negeri. ICCO sebagai organisasi kakao international telah memberikan rekomendasi tingkat pajak ekspor yang sesuai bagi negara-negara penghasil kakao terbesar di dunia, untuk Indonesia tingkat pajak yang disarankan oleh ICCO adalah 11 persen. Pemberlakuan kebijakan ini dipercaya dapat menjaga iklim usaha industri pengolahan kakao. Selain pajak ekspor pemerintah dapat juga memberlakukan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas biji kakao akan keberlangsungan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kakao dapat terpenuhi dan berkelanjutan. Informasi terkini pemerintah berencana menerapkan bea keluar untuk biji kakao 26, bentuk regulasi seperti ini hampir sama dengan pajak ekspor. Dengan kondisi sekarang ini ekspor biji kakao sangat besar keluar negeri terutama negara Malaysia, Singapura dan beberapa negara Eropa, mereka memiliki industri pengolahan kakao yang lebih berkembang dari Indonesia. Indonesia sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia tertinggal dalam industri pengolahan. Sebagai contoh Ghana telah melakukan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebesar 60 persen dari produksi nasional dan sisanya diekspor dengan bea keluar, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendatangkan investasi kedalam negeri. Besaran bea keluar yang akan diterapkan oleh pemerintah masih dalam proses penghitungan, pemerintah dapat mempertimbangkan usulan dari ICCO untuk besaran pajak eskpor yang optimal sebesar 11 persen. 26 Penerapan Bea Keluar Jangan Abaikan Petani, Kompas (Juni 2009).

108 Lebih lanjut dana dari bea keluar dapat disalurkan untuk program peningkatan produktifitas perkebunan rakyat, bantuan pembenihan, pembangunan infrastruktur, pemberantasan hama tanaman, dan pembangunan pusat penelitian kakao. Pemerintah juga disarankan untuk menerapkan wajib Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk biji kakao dan produk olahan kakao. Hal ini untuk menjaga kualitas produk dari Indonesia dan mencegah terjadinya pemotongan harga akibat mutu yang tidak sesuai dengan standart International. Saran selanjutnya adalah melakukan pendekatan kepada pemerintah negara-negara tujuan ekspor produk olahan kakao Indonesia untuk menurunkan tarif bea masuk. Penurunan tarif bea masuk akan menyebabkan produk olahan kakao Indonesia lebih kompetitif.