BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintah dan tugas pembantuan. 1. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR :

II. GAMBARAN PELAYANAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I. PENDAHULUAN A.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENERTIBAN TERNAK DALAM WILAYAH KABUPATEN SABU RAIJUA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga keuntungan selisih nilai tukar rupiah

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya UU Nomor 32

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 69 TAHUN2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN MUSI RAWAS

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 33 TAHUN 2018 T E N T A N G PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

Bahan Kuliah ke 6: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad. Usaha Peternakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 8 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 8

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

Bagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PETERNAKAN DI KOTA MEDAN

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN DAN PENGELOLAAN PASAR KABUPATEN SUBANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 30.N Tahuii 2008

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

Tata Kerja Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cirebon (Berdasarkan pada Peraturan Walikota No. 37 Tahun 2008)

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan tugas pembantuan. 1 Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa perubahan besar dalam setiap segmen penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2 Hal ini dapat dilihat dari kebijaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Kemudian pemerintah daerah perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah Pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut: Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan 1 Pasal 18, Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen). 2 Akmal Boedianto, Hukum Pemerintahan Daerah (Pembentukan Perda APBD Partisipatif), Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2010, hlm. 1 1

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Istilah otonomi daerah berasal dari penggalan dua kata bahasa Yunani, yakni autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti perundang-undangan. Otonomi daerah bermakna membuat perundang-undangan sendiri (zelfwetgeving), namun dalam perkembangannya, konsepsi otonomi daerah selain mengandung arti zelfwetgeving (membuat perda-perda), juga utamanya mencangkup zelfwetgeving (pemerintah sendiri).c.w.van Der Pot memahami konsep otonomi daerah sebagai eigenhuishauding (menjalankan rumah tangganya sendiri). 3 Jadi otonomi daerah diartikan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya. Jika suatu daerah sudah mampu mencapai kondisi tersebut, maka daerah itu dapat dikatakan sudah sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri. Dan diatas kemandirian itulah diharapkan suatu daerah dapat berkembang. Pemerintah daerah memperoleh pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat, yang meliputi wewenang mengambil setiap tindakan untuk kepentingan rakyat berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Urusan Pemerintahan umum yang dimaksud sebagian berangsur-angsur diserahkan 3 Ni matul Huda, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah, FH UII Press, Yogyakarta, 2010, hlm.44 2

kepada Pemerintah daerah sebagai urusan rumah tangga daerahnya, kecuali yang bersifat nasional untuk menyangkut kepentingan umum yang lebih luas. Kewenangan otonomi daerah mempunyai keleluasaan untuk menyelenggaraan pemerintahan daerah yang mencangkup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan dibidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Disamping itu, keleluasan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. 4 Menurut Davey mengelompokan fungsi pemerintah daerah dalam 5 (lima) kelompok fungsi diantaranya yaitu: 1. Pemberian pelayanan 2. Fungsi pengaturan 3. Fungsi pembangunan 4. Fungsi perwakilan 5. Fungsi koordinasi dan perencanaan. 5 Penyelenggaraan otonomi daerah dalam hal mengurus rumah tangganya sendiri tentu saja tidak terlepas dari hubungan dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian 4 Sudi Fahmi, Hukum Otonomi Daerah, Total Media, Yogyakarta, 2010, hlm. 5 5 Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 30 3

pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengawasan. Seiring dengan perkembangan peradaban dan populasi, membawa manusia pada era eksplorasi sumber daya sehingga persediaannya terus menerus berkurang secara segnifikan oleh karena itu, pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati dan efisien agar terus berkesinambungan serta terhindar dari tindakan eksploitasi yang berlebihan. Pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya dapat dilakukan secara rasional dan agar tercapai keadilan maka pelaksanaanya juga harus melalui pihak yang mempunyai wewenang sehingga usaha pemerataan penggunaan sumber daya tersebut terwujud. Perkembangan zaman pada era sekarang sangat membuka prospek untuk melakukan dan mengembangkan berbagai jenis usaha. Berbagai peluang usahapun terbuka luas seiring tuntutan kebutuhan pada masyarakat dewasa ini. Dari beragam jenis usaha, usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberikan keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaan di Indonesia. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, mendorong seseorang untuk mengembangkan usaha peternakan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak. Suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus 4

dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit, ternak potong, telur, susu) serta usaha penggemukan pada suatu jeneis ternak tertentu. Menurut undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, peternakan adalah segala urusan yang berakitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit, bakalan, ternak ruminansia indukan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ayam ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, pembiayaan, serta sarana dan prasarana. 6 Jenis usaha peternakan ayam adalah usaha yang berkembang pesat di Kecamatan Terawas. Pengelolahan atau pemeliharaan unggas baik dilakukan sendiri maupun dalam skala perusahaan. Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan peternakan diperlukan kawasan atau lokasi peternakan yang strategis, hal ini sangat penting diperhatikan karena dalam pemeliharaan unggas tentu mempunyai limbah atau gangguan, baik itu melalui udara, maupun air. Untuk mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan suatu sitem atau peraturan yang jelas mengenai standar pemeliharaan dalam peternakan unggas. Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan adalah salah satu sasaran bagi pengembang perusahaan untuk menentukan lokasi pemeliharaan unggas, oleh karena itu peran Pemerintah Kabupaten Musi Rawas menjadi pilar utama untuk mengontrol laju perkembangan usaha peternakan tersebut. Antisipasi terhadap lingkungan baik itu pencemaran 6 Pasal 1 Undang-undang No. 41 Tentang Peternakan dan kesehatan Hewan 5

maupun menjaga kenyamanan masyarakat yang ada disekitar usaha peternakan. Pemerintah daerah yang telah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dapat menerbitkan suatu peraturan dengan menerbitkan syarat izin usaha peternakan, pada dasarnya persetujuan prinsip izin usaha itu sendiri merupakan suatu persetujuan prinsip yang diberikan kepada pemohon untuk dapat melakukan kegiatan persiapan fisik dan administrasi perizinan yang meliputi izin lokasi/hgu, izin mendirikan bangunan (IMB), izin tempat usaha/ho, izin gangguan dan upaya pemantauan lingkungan. Berkaitan dengan hal perizinan usaha peternakan, di Kabupaten Musi Rawas melalui dinas peternakan dan perikanan, seiring dengan perkembangannya perlu adanya kontrol atau pengawasan tentang pelaksanaan perizinan yang telah diberikan bagi pemegang izin usaha peternakan. Hal ini penting dilakukan mengingat lokasi usaha peternakan khususnya peternakan ayam broiler di Kabupaten Musi Rawas banyak terdapat di wilayah pedesaan yang berdekatan dengan pemukiman warga. Pemahamahan mengenai syarat dan standar yang termuat dalam perizinan usaha peternakan harus dipahami dengan benar oleh pemegang izin usaha. Pemegang izin sangat dituntut untuk melaksanakannnya sesuai dengan standar dan prosedur yang telah termuat dalam perizinan usaha peternakan. Sejauh ini dari pengamatan penulis mengenai usaha peternakan ayam broiler yang terdapat di Kabupaten Musi Rawas khususnya di 6

Kecamatan Terawas, masih banyak yang harus diperhatikan dan dibenahi dalam hal pelaksanaan perizinan yang telah diberikan, mulai dari aspek dampak lingkungan, gangguan, pencemaran dan kenyamanan masyarakat sekitar usaha tersebut. Mayoritas dari pelaku usaha peternakan ayam yang terdapat di Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas adalah melakukan pola kemitraan dengan CV.Mitra Mandiri, tentunya sebagai pelaku usaha peternakan penerapan terhadap syarat dan ketentuan yang telah diperintahkan dalam perizinan dapat di realisasikan sesuai dengan prosedur. Penting untuk diperhatikan hak bagi masyarakat yang ada di sekitar usaha peternakan tersebut untuk dipenuhi terutama yang terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari usaha ternak tersebut. Tanggung jawab untuk mendeteksi adanya pelanggaran dalam pelaksanaan perizinan perlu adanya peninjauan dengan survei ke lokasi untuk mengadakan tinjauan dan pengamatan terkait usaha peternakan tersebut. Peran dari pemerintah daerah, dalam hal ini Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Perizinan dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Musi Rawas belum terlihat signifikan dalam menangani dan mengawal dari perintah perizinan yang telah ditetapkan, padahal ini sangat penting untuk standar kelayakan teknis dalam penerbitan izin usaha peternakan. 7

Dari uraian diatas, dengan fenomena dan permasalahan yang terjadi mengenai pelaksannan izin usaha peternakan terutama dalam peternakan ayam broiler maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dan menuangkannya dalam sebuah penulisan skripsi, dengan mengangkat sebuah judul mengenai Pelaksanan Izin Usaha Peternakan Ayam di Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan perizinan usaha Peternakan di Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan? 2. Faktor apa saja yang menghambat dalam pelaksanaan izin usaha Peternakan di Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan izin usaha peternakan di Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. 2. Untuk menemukan apa saja yag menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan izin usaha peternakan di Kecamatan Terawas Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. 8

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat praktis Manfaat praktis yang di dapat dalam penelitian ini adala terutama bagi masyarakat atau pemegang izin usaha peternakan, agar dapat memberikan pengetahuan tentang mekanisme sekaligus kepatuhan mengenai pelaksanaan izin usaha peternakan. 2. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam ilmu pengetahuan menganai aspek hukum perizinan dan memberikan sumbangan atau tambahan bagi peneliti selanjutnya yang akan mengkaji permasalahan yang serupa. 9