BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN EKSPLORATIF

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Transkripsi:

A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain itu matematika juga berperan besar dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang kian pesat. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Siswa diharapkan memiliki berbagai kemampuan agar kualitas pembelajaran matematika lebih baik. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006, hlm. 346) adalah, (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matema-tika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Salah satu tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan muncul adalah kemampuan memahami konsep matematika. Siswa yang memiliki pemahaman konsep yang bagus akan mengetahui lebih dalam tentang ide-ide matematika yang masih terselubung. Pengetahuan yang dipelajari dengan pemahaman akan memberikan dasar dalam pembentukan pengetahuan baru sehingga dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah baru, setelah terbentuknya pemahaman dari sebuah konsep, siswa dapat memberikan pendapat, menjelaskan suatu konsep. Hal ini memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan sebagaimana yang diungkapkan oleh Marpaung (dalam Alam, 2012, hlm. 150) matematika tidak ada 1

2 artinya bila hanya dihafalkan, namun lebih dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Kenyataan di lapangan pemahaman konsep siswa dalam pelajaran matematika pada materi geometri khususnya pada materi bangun datar di kelas V SDN Babakan Dramaga 02 masih rendah, siswa kesulitan dalam menentukan ciriciri yang dimiliki oleh bangun datar tersebut juga sering tertukar dalam mencari keliling dan luas dari bangun datar yang diberikan. Kemampuan pemahaman konsep matematika sangat penting bagi siswa, karena konsep matematika berkaitan satu sama lain. Satu konsep turut menjadi prasyarat bagi pembentukan konsep berikutnya. Selain itu pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan dasar bagi penerapan konsep matematika pada jenjang berikutnya. Rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep dalam matematika dikemukakan pula oleh Ruseffendi (2006, hlm. 156) bahwa banyak peserta didik yang setelah belajar matematika tidak mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana sekalipun, banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan sulit. Seperti halnya pada materi geometri. Menurut Pranata (dalam Karim, 2011, hlm. 22) geometri merupakan materi yang paling sulit dipahami siswa, selain materi pecahan dan operasinya. Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, karena guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dapat dipahami siswa sepenuhnya. Siswa dikatakan memahami suatu konsep atau paham terhadap konsep yang diberikan dalam proses belajar mengajar jika ia mampu mengemukakan atau menjelaskan suatu konsep yang diperolehnya berdasarkan kata-kata sendiri, tidak sekedar menghapal. Selain itu ia dapat menjelaskan kaitan suatu konsep dengan konsep lainnya yang telah diberikan terlebih dahulu. Hal ini sejalan dengan NCTM (dalam Van De Wale, 2006, hlm. 8) para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.

3 Pemahaman konsep merupakan dasar dan tahapan penting dalam rangkaian pembelajaran matematika. Penekanan utama pembelajaran matematika adalah bagaimana agar siswa mengerti konsep-konsep matematika dengan lebih baik. Agar siswa mampu memahami konsep matematika, maka pembelajaran matematika harus mampu memberikan kesempatan siswa untuk mengkonstruksi konsep matematika, sehingga siswa tidak hanya dijejali materi matematika abstrak yang membuat siswa sulit untuk memahami pelajaran matematika. NCTM (dalam Turmudi. 2009, hlm 29) menyebutkan bahwa Pembelajaran matematika yang efektif perlu pemahaman apa yang siswa ketahui, perlu pelajari, kemudian tantangan dan dukungan terhadap mereka untuk mempelajarinya dengan baik. Konsep dan pemahaman pembelajaran dapat terjadi karena adanya interaksi antara aktivitas pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur, dan proses belajar. Perubahan dan munculnya beberapa konsep serta pemahaman merupakan suatu bukti bahwa pembelajaran adalah proses mencari kebenaran, menggunakan kebenaran dan mengembangkannya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup, khususnya yang berhubungan dengan upaya merubah prilaku, sikap, pengetahuan dan pemaknaan terhadap tugas-tugas selama hidupnya. Tujuan mata pelajaran matematika itu menunjukkan bahwa salah satu peranan matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang. Persiapan-persiapan itu dilakukan melalui latihan membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Berpikir berkaitan erat dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia, berpikir berkaitan dengan fakta-fakta yang ada dalam dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan, dan berpikir (manakala diekspresikan) bisa diobservasikan dan dikomunikasikan (Suryadi, 2012, hlm. 10). Selanjutnya Suryadi (2008, hlm. 13) menyebutkan berpikir meliputi dua aspek utama yaitu berpikir kritis dan kreatif. Berpikir terjadi dalam setiap mental manusia yang berfungsi untuk memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta mencari pemahaman. Berpikir kritis menurut Costa dan Ennis (dalam Suryadi,

4 2008, hlm. 20) didefinisikan sebagai suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini dan dilakukan. Krulick dan Rudnick (dalam Ismaimuza, 2010, hlm. 20) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah suatu cara berpikir yang menguji, menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek dari suatu situasi masalah, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengumpulkan informasi, mengingat, menganalisis situasi. Menurut Fahinu (dalam Aprianti, 2013, hlm.12) berpikir adalah proses kognisi dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir merupakan kapabilitas atau kemampuan yang dapat dipelajari. Tiga aspek penting dalam keterampilan berpikir, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, dan problem solving. Pada implementasinya, ketiga aspek tersebut saling berkomplementer tetapi saling berhubungan. Problem solving perlu penemuan masalah dan pertanyaanpertanyaan untuk menyelidiki (berpikir kreatif) dan mengevaluasi solusi yang diusulkan (berpikir kritis). Berpikir kritis perlu pengorganisasian keterampilan berpikir seseorang ke dalam kombinasi sebagai alat kerja (berpikir kreatif). John Dewey (dalam Aprianti, 2013, hlm.12) menggambarkan bahwa pentingnya kemampuan berpikir kritis sebagai cara untuk menemukan pengertian di dunia dimana manusia hidup. Pentingnya kemampuan berpikir kritis dikemukakan pula oleh Lambertus (2009, hlm. 140) berpikir kritis dapat membantu seseorang memahami bagaimana ia memandang dirinya sendiri, bagaimana ia memandang dunia, dan bagaimana ia berhubungan dengan orang lain, membantu meneliti prilaku diri sendiri, dan menilai diri sendiri. Berpikir kritis memungkinkan seseorang menganalisis pemikiran sendiri untuk memastikan bahwa ia telah menentukan pilihan dan menarik kesimpulan cerdas. Sedangkan orang yang tidak berpikir kritis, ia tidak dapat memutuskan untuk dirinya sendiri apa yang harus dipikirkan, apa yang harus dipercaya, dan bagaimana harus bertindak. Karena gagal berpikir mandiri, maka ia akan meniru orang lain, mengadopsi keyakinan dan menerima kesimpulan orang lain dengan pasif.

5 Kemampuan berpikir kritis matematis siswa sangat diperlukan, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi dalam kenyataannya masih ditemukan siswa di sekolah dasar memiliki kemampuan berpikir yang masih rendah. Rendahnya kemampuan berpikir siswa diduga akibat dari proses pembelajaran yang sebagian besar siswa hanya berperan sebagai penerima, kurang aktif dalam menemukan atau mencari informasi baru dalam penyelesaian suatu masalah. Van De Wale (2006, hlm. 3) mengemukakan bahwa: Pembelajaran matematika didasarkan pada dua ide dasar, yaitu (1) belajar matematika dengan pemahaman adalah penting. Belajar matematika tidak hanya mencobakan keterampilan menghitung tetapi juga memerlukan kecakapan untuk berpikir dan beralasan secara matematis untuk menyelesaikan soal-soal baru dan mempelajari ide-ide baru yang akan dihadapi siswa di masa yang akan datang. (2) siswa dapat belajar matematika dengan pemahaman. Belajar ditingkatkan di dalam kelas dengan cara para siswa diminta untuk menilai ide-ide mereka sendiri atau ide-ide temannya, didorong untuk membuat dugaan tentang matematika lalu mengujinya dan mengembangkan keterampilan memberi alasan yang logis. Keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika harus dikembangkan mulai dari tingkat pendidikan dasar. Pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika sangat dimungkinkan, karena materi matematika dan keterampilan berpikir kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui berpikir kritis, dan berpikir kritis dilatih melalui belajar matematika. Pembelajaran matematika di tingkat pendidikan dasar saat ini cenderung kurang melatih keterampilan berpikir kritis. Padahal sebaiknya pembelajaran matematika di SD mulai melatih keterampilan berpikir kritis. Melatih keterampilan berpikir kritis pada siswa SD sangat dimungkinkan, karena siswa SD telah memiliki pengalaman dan pengetahuan dasar, walaupun dalam jumlah yang terbatas. Selain itu dalam proses pembelajaran guru dapat pula menciptakan konflik kognitif, agar dapat merangsang siswa untuk berpikir. Melatih keterampilan berpikir pada siswa, bertujuan agar secara perlahan siswa merasa terdorong untuk berpikir kritis. Bila dorongan untuk berpikir kritis ini terus menerus diciptakan, maka secara perlahan pula akan terbentuk kemampuan dasar berpikir kritis. Setelah memiliki kemampuan dasar berpikir kritis, siswa akan sensitif terhadap momen berpikir

6 kritis. Dengan demikian siswa telah memiliki disposisi berpikir kritis (Lambertus, 2009, hlm. 140). Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan masih rendahnya kemampuan tersebut dimiliki oleh siswa sekolah dasar di atas, siswa perlu difasilitasi dengan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir kritisnya, mengarahkan siswa dalam memahami, mengaplikasikan dan mengembangkan materi pembelajaran matematika. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran yang tepat agar pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan. untuk itu peneliti mencoba menerapkan pembelajaran yang sekiranya dapat mendorong siswa untuk dapat menggunakan keterampilan berpikirnya dengan baik dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran eksploratif diharapkan dapat mengembangkan pemahaman konsep matematika dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran eksploratif merupakan kegiatan untuk menggali ide-ide, argumen-argumen dan cara-cara berbeda dari siswa melalui sejumlah pertanyaan-pertanyaan terbuka dan perintah-perintah sehingga dapat mengantarkan siswa tersebut kepada pemahaman suatu konsep serta penyelesaian masalah. Pada kegiatan ini siswa menjadi penjelajah aktif (active explorer) dan guru sebagai fasilitator eksplorasi tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Wahyudin (2008, hlm. 2) bahwa seharusnya anak-anak belajar melalui berbuat (doing math), sehingga mereka memerlukan banyak pengalaman matematis yang telah dimiliki anak-anak sebelum memasuki sekolah. Usaha ini dilaksanakan agar matematika yang diajarkan dapat merangsang siswa untuk melakukan penyelidikan sendiri, melakukan pembuktian terhadap suatu dugaan (conjecture) yang mereka buat sendiri, dan mencari tahu jawaban atas pertanyaan teman atau pertanyaan gurunya. Siswa diharapkan memiliki keterampilan untuk dapat menemukan sendiri kebenaran dari suatu konsep dalam matematika baik dari buku pelajaran, sumber matematika, konteks matematika dan media matematika yang memadai untuk belajar. Terdapat banyak sumber belajar bagi siswa, misalnya lingkungan, teknik, orang, pesan, dan alat (Turmudi,

7 2009, hlm 1-2). Dengan kegiatan seperti ini diharapkan pemahaman dan kemampuan berpikir kritis siswa menjadi meningkat. Pembelajaran eksploratif sesuai dengan teori konstruktivisme. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa beradasarkan pengalaman (Rosalin, 2008, hlm. 6). Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu berasal dari luar, tapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Sedangkan menurut Borich&Tombari (dalam Turmudi, 2009, hlm, 6) konstruktivisme adalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sense mereka tentang apa yang dipelajari dengan membangun koneksi internal atau relasi antara ide-ide dan fakta-fakta yang diajarkan. Anakanak mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka. Untuk mengkonstruksi atau membangun sesuatu dalam dunia nyata diperlukan alat-alat, bahan dan usaha. Hal lain dalam pembelajaran eksploratif adalah kegiatan dalam proses pembelajaran eksploratif selain melibatkan siswa aktif secara mandiri, juga melibatkan keaktifan siswa dalam kelompok. Di dalam kelompok siswa mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain, dan dari belajar kelompok itu diharapkan setiap orang dapat mencapai tujuan atau dapat menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan sebelumnya. Keberhasilan pembelajaran dalam kelompok tergantung kepada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok. Adanya kerjasama dalam memecahkan permasalahan terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membantu di antara sesama, karena keberhasilan belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu yaitu teman sebaya. Seperti yang diungkapkan oleh Suwangsih dan Tiurlina (2006, hlm. 160) keberhasilan belajar dalam pendekatan pembelajaran bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan bersama-sama dalam kelompok kecil yang tersetruktur dengan baik.

8 Alasan pemilihan pendekatan pembelajaran eksploratif berdasarkan kepada beberapa temuan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rohaeti (2008) dalam studinya terhadap siswa SMP menemukan bahwa kemampuan berfikir kritis dan kreatif matematik siswa SMP dengan menggunakan pendekatan pembelajaran eksplorasi lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional. Etika khaerunnisa. (2013) dalam studinya terhadap siswa MTs Negeri menemukan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan adversity quotient matematis siswa MTs melalui pendekatan pembelajaran eksploratif lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional. Selain itu Sukirwan (2008) menemukan bahwa kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa SD melalui kegiatan pembelajaran eksploratif lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional. Fokus utama dalam pendekatan pembelajaran eksploratif adalah dengan memposisikan peran guru sebagai perancang, organisator, motivator, dan fasilitator dalam pembelajaran matematika, sehingga siswa mendapat kesempatan dan pengalaman untuk memahami konsep matematika melalui aktifitas belajar. Atas dasar permasalahan dan fakta-fakta yang diungkapkan di atas, penulis berupaya mengembangkan pembelajaran eksploratif dengan harapan dapat mendorong kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa SD dalam matematika. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian ini dengan judul Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas V Sekolah Dasar Melalui pembelajaran eksploratif B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana penerapan pembelajaran eksploratif terhadap pemahaman konsep matematika dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V sekolah dasar di Kecamatan Dramaga? Permasalahan penelitian sebagai berikut: tersebut dijabarkan lebih khusus ke dalam pertanyaan

9 1. Apakah peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung? 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran langsung 2. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran langsung D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun pada tataran praktis. Penjelasan dari manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis Pada tataran teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai uji empirik terhadap pembelajaran eksploratif, dan dapat menjadi referensi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Bagi siswa Menjadikan siswa tidak hanya belajar menguasai konsep matematika tetapi juga mampu mengaplikasikan konsep matematika yang telah dipelajari, selain itu siswa juga dapat berpikir lebih kritis dan logis karena matematika dihadapkan dalam pemecahan masalah.

10 E. Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis ini terdiri dari lima bab dan setiap bab terdiri dari beberapa bagian bab. Berikut ini adalah rincian dari bab dan bagian bab merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah (UPI, 2014): Bab 1: berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis. Bab II: berisi kajian pustaka yang terdiri dari beberapa teori yang melandasi penelitian ini yaitu: landasan teori (pemahaman konsep, kemampuan berpikir kritis matematis, pembelajaran eksploratif, model pembelajaran langsung, bangundatar), teori belajar pembelajaran eksploratif, definisi operasional, dan hipotesis. Bab III: berisi metodologi penelitian yang terdiri dari metode dan desain penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, populasi dan sampel penelitian, bahan ajar, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Bab IV: berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari hasil penelitian yang memaparkan data temuan dan pembahasan yang memaparkan pembahasan data Bab V: berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi yang terdiri dari simpulan hasil penelitian, implikasi dan resaran terhadap penelitian ini dan penelitian selanjutnya.