KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Abstract. Pendahuluan

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

*47505 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1997 TENTANG

M E M U T U S K A N :

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp)

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

PENDAPATAN ASLI DAERAH SEKTOR KEHUTANAN PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN MUNA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau

Teak Harvesting Waste at Banyuwangi East Java. Juang Rata Matangaran 1 dan Romadoni Anggoro 2

Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor : P. 14 /VI-BIKPHH/2009 Tanggal : 10 November 2009


BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

MENTERI KEHUTANAN, MEMUTUSKAN :

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-IPHHK RUSMANDIANSNYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI BARAT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

JUMLAH FINIR FACE DAN CORE PADA 3 (TIGA) VARIASI DIAMETER LOG DI PT. SURYA SATRYA TIMUR CORPORATION BANJARMASIN

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

ANALISIS KEBUTUHAN BAHAN BAKU KAYU BULAT PADA INDUSTRI KAYU LAPIS PT. KATINGAN TIMBER CELEBES

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

Bab Vlll PENGUKURAN VOLUME DAN PENETAPAN KUALITAS KAYU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG

Peluang Peredaran Kayu Bulat Illegal Dalam Tata Usaha Kayu Self Assessment

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU DI LOKASI PENEBANGAN IUPHHK-HA PT. ANDALAS MERAPI TIMBER. Oleh: WAHYUNI/ TEKNOLOGI HASIL HUTAN

B. BIDANG PEMANFAATAN

Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 92 TAHUN 1999 (92/1999) Tanggal: 13 OKTOBER 1999 (JAKARTA)

Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Muna

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kayu bundar jenis jati Bagian 3: Pengukuran dan tabel isi

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

IV. INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BIAYA DAN PRODUKTIVITAS TREE LENGTH LOGGING DI HUTAN ALAM PRODUKSI (Cost and Productivity of Tree Length Logging in Natural Production Forest)

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI TANA TORAJA

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

Oleh/By Wesman Endom dan Maman Mansyur Idris

BAB III METODE PENELITIAN

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D.

Djoko Setyo Martono. 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun.

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

Transkripsi:

166 KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA The Composition of Cutting Waste at PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya Concession A. Mujetahid, M. Abstract The study aims to investigate the composition of cutting waste and the percentage value of the logging waste against the realization of log production, and the prospective utilization of the existing cutting waste. The result of the study is expected to become a reference for the forestry department to conduct supervision on the validity of the annual work plan proposed by the investor of the cutting waste utilization.the study is conducted in two groups of wood, Meranti wood and Mixed species. A grouping is also made based on the tree diameter, with range of diameter between 5-79 and 8 cm up. A three time replication is conducted to each tree group, which make 24 tree samples. Data processing in analysis to determine composition and percentage value of waste woods on realization of log production was conducted by tabulation method.the study reveals that the cutting waste, which can be utilized, is located at clear bole stem, above clear bole stem and stumps with average percentage of 14.565% for single tree. Reference value to estimate the potential of cutting waste which are based on the realization of the log production, is 14.52% for Meranti and 14.61% for Mixed species. Keyword : composition, waste, cutting. PENDAHULUAN Pemanfaatan limbah kayu telah berkembang pesat dengan semakin terbatasnya sumber daya hutan kayu yang ada. Beberapa industri kayu lapis bahkan telah dilengkapi dengan unit pengelolaan limbah seperti briket arang, papan blok (blok board), papan partikel (partikel board) serta finir (veneer) untuk bagian tengah (coor) kayu lapis (plywood). Produk seperti ini tidak memerlukan ukuran bahan baku kayu yang besar, sehingga cukup dengan limbah pemanenan atau sisa pengelolaan kayu di industri kayu gergajian atau kayu lapis Produk yang dihasilkan tersebut memiliki pangsa pasar, bahkan produk yang bersifat ekspor. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan (199), menyatakan bahwa limbah pemanenan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku finir (veneer), kayu gergajian (sawn timber), papan blok (blok board), papan paartikel (partikel board), dan peti pengemas. Pemanfaatan limbah kayu sampai saat ini masih terbatas pada sisa kayu bulat hasil pengolahaan kayu di industri yang jumlahnya masih terbatas. Terbatasnya limbah industri ini disebabkan kayu bulat yang telah berada di industri pengolahan, hampir seluruhnya

167 dipergunakan untuk memproduksi sortimen utama. Dengan kata lain, pemanfaatan kayu di industri pengolahan kayu telah diupayakan semaksimal mungkin karena kayu bulat yang telah berada di industri tersebut telah dicatat untuk pembayaran provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi sehingga harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Lempang dkk, (1995) melaporkan hasil penelitian faktor eksploitasi pada pemungutan kayu dengan sistim mekanik di Sulawesi Selatan, yang intinya menyatakan bahwa faktor eksploitasi rata-rata di daerah tersebut adalah,83. Selanjutnya, dilaporkan pula bahwa rata-rata limbah per pohon yang terjadi akibat pemanenan di daerah tersebut adalah 1,9 meter kubik. Pusat Informasi Kehutanan, (24) dalam siaran pers nomor S.664/II/PIK-1/24 tanggal 1 Nopember 24 menyatakan bahwa saat ini terdapat limbah kayu yang ditinggalkan di hutan alam sebanyak 4-7% dari produksi kayu bulat. Selanjutnya, dinyatakan pula bahwa limbah kayu yang sangat besar tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis dalam bentuk chips. Pemanfaatan limbah tersebut dapat menggunakan mesin yang mudah dipindah (portable) dengan memanfaatkan kelompok masyarakat. Sanusi, (1991) menyatakan bahwa limbah pemanenan, berupa tunggak kayu atau cabang besar biasanya memiliki serat yang arahnya berpuntir atau arah serat tidak teratur. Dinyatakan pula bahwa kondisi limbah demikian justru dapat bernilai tinggi bila dimanfaatkan untuk pembuatan finir (veneer) karena akan menghasilkan pola gambar yang indah. Kayu limbah bukan saja terjadi di lokasi industri pengolahan, tetapi juga pada proses pemanenan. Kayu limbah yang terjadi pada proses pemanenan terutama pada tahapan kegiatan penebangan dengan jumlahnya yang sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui secara pasti besarnya limbah yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kayu limbah penebangan di areal HPH PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya dan nilai persentase yang harus digunakan sebagai pedoman dalam taksasi potensi kayu limbah. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah daerah terutama instansi yang menangani kehutanan dalam rangka pembinaan dan pengawasan pengusahaan hutan khususnya pemanfaatan kayu limbah dan bermanfaat bagi para investor yang akan memanfaatkan kayu limbah penebangan. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Areal HPH PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya. Secara administrasi pemerintahan, terletak pada Distrik Babo Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Irian Jaya Barat. Penelitian dilaksanakan pada Bulan April - Juni 26 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua pohon siap tebang (berdiameter 5 cm. Populasi dikelompokan dalam dua kelas diameter, yaitu diameter 5-79 cm dan 8 cm. Pemilihan sample dilakukan secara purposive yang terdiri dari dua kelompok yaitu meranti dan rimba campuran. Masing-masing jenis kayu yang mewakili dua kelas diameter dengan ulangan sebanyak tiga kali. Dengan demikian, pohon sample yang dibutuhkan adalah sebanyak dua

168 puluh empat pohon atau setiap jenis terdiri dari enam pohon. 1. Kelompok kayu meranti: a. Merbau (instia bijuga OK), enam pohon b. Kenari (Canarium inicum L.), enam pohon 2. Kelompok kayu rimba a. Kedondong (Koordersiodenron pinnatum Merr) enam pohon b. Jabon (Anthocephallus cadamba Miq) enam pohon Peralatan yang digunakan untuk menebang dan mengukur volume kayu sebagai berikut : 1. Gergaji rantai (chain saw) 2. Pita ukur merk ESLON yang panjangnya 2 m. 3. Tongkat ukur (scale stik) yang panjangnya 1,2 m. Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur keliling dan panjang setiap potongan batang kayu limbah, baik pada bagian batang bebas cabang, di atas batang bebas cabang, dan tunggak. Kemudian dikelompokan berdasarkan diameter dan jenis kayu. Diameter kayu limbah dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu 1-19 cm, 2-29 cm, dan 3 ke atas. Pengukuran diameter adalah sebagai berikut : Dp Du D = = 2 1/ 2( d1 d2) 1/ 2( d3 d4) 2 Dimana : D = diameter kayu bulat rimba Dp= diameter rata-rata bontos pangkal dalam kelipatan satu cm penuh, yang diperoleh dari diameter terpendek (d1) dan diameter terpanjang (d2) melalui pusat bontos juga. Du= diameter rata-rata bontos ujung dalam kelipatan satu cm penuh, yang diperoleh dari diameter terpendek (d3) dan terpanjang (d4) melalui pusat bontos juga. Perhitungan volume limbah: Perhitungan volume limbah menggunakan rumus Brereton metric, sesuai petunjuk cara pengukuran dan penetapan isi kayu bulat Indonesia ( Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 24) berikut ini: Rumus : I =,7854 x D 2 x L Dimana : I = Volume atau isi kayu bulat rimba D= Diameter kayu bulat L= Panjang kayu bulat,7854 merupakan angka dari ¼ = ¼ x 3.1416 Perhitungan prosentase kayu limbah: VLk PL = 1 % TL Vp Dimana : PL = Prosentase kayu limbah dalam satuan persen (%) VLk TL Vp = Volume kayu limbah = Volume total kayu limbah per pohon = Volume produksi kayu bulat yang sampai di TPK

169 P = Panjang (m) Komposisi limbah pemanenan dianalisis dengan menggunakan tabulasi sederhana. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Komposisi limbah pemanenan berdasarkan sumber limbah, baik dari kelompok kayu meranti maupun rimba campuran pada berbagai kelas diameter di areal PH PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi dan Rata-rata Volume Limbah Penebangan Kelompok Kayu Meranti dan Rimba Campuran N o. Jenis Kayu Volum e Log 1. Merbau 8,67 2. Kenari Rata-rata-A 1. Kedond ong 11,4 1,3 5 5,73 2. Jabon 6,3 Rata-rata-B 6,2 Rata-rata Total 8,28 Volume Limbah Di atas Bebas Cabang (cm) Beb as Ф1 Ф 2- Ф Jumla Cab -19 29 3 h ang Tung gak Total Limb ah A. Kelompok Meranti,9,4,31,16,7 5,61 1,62,7,5,45.18,82 7,52 1,79.8,5,38.17,76 1,565 1,75 B. Kelompok Rimba Campuran,6,2,18,12,43 5,42 1,3,6,2,23,16,45 3,35 1,3,6,2,2,14,44 4 5,385 1,3,,3,29,155,6 7 75 3,475 1,368 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 27 Volu me Tota l 1,2 9 13,1 9 11,7 4 6,76 7,33 7,5 9,39 5 Persent ase Limbah (%) 15,74 13,57 14,52 15,24 14,5 14,61 14,565 Kelompok Kayu Meranti Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata volume log per pohon yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 11,74 m 3. Jumlah volume kayu tersebut terdiri dari 1,35 m 3 atau 85,48% yang dapat dimanfaatkan dan 1,75 m 3 atau 14,52 % yang dapat dimanfaatkan tetapi tidak dimanfaatkan (limbah). Sumber limbah tersebut terdiri dari limbah yang berasal dari tunggak, batang utama (bebas cabang) dan di atas bebas cabang. Limbah terbesar berasal dari bagian kayu di atas bebas cabang pertama yaitu sebesar,76 m 3 (6,47%) dari total kayu yang dapat dimanfaatkan pada setiap pohonnya. Limbah tersebut berasal dari batang yang berdiameter 3 cm ke atas sebesar,51 m 3 (67,11%), 2 29 cm sebesar,17 m 3 (22,37%) dan diameter 1-19 cm sebesar,8 m 3 (1,52%). Besarnya persentase limbah tersebut karena kayu yang terletak di atas bebas cabang pertama tidak dimanfaatkan lagi walaupun jumlah potongan dan diameter berkisar antara 1-3 cm masih memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan volumenya yang besar. Perusahaan kayu berupa HPH yang belum mampu mengolah kayu ukuran kecil, akan ditinggalkan di petak tebangan berupa limbah karena hanya memanfaatkan kayu dengan ukuran diameter tertentu.

17 Persentase kayu limbah terbesar kedua bersumber dari bagian tunggak dengan persentase limbah rata-rata sebesar 4,81% dari total kayu yang dapat dimanfaatkan atau,565 m 3 per pohon. Tinggi tunggak yang masih dapat dimanfaatkan berkisar antara 8-9 cm dengan diameter antara 72 13 cm untuk jenis Merbau (Instia bijuga OK) dan jenis Kenari (Canarium inicum L.,) tinggi tunggak berkisar antara 5-7 cm dengan diameter 78-14 cm. Hal ini terjadi karena operator penebang melakukan penebangan tanpa mempertimbangkan besar kecilnya limbah, namun berdasarkan posisi tebang yang memudahkan kegiatan penebangan, waktu tebang yang lebih cepat karena upah tebang berdasarkan besarnya volume kayu yang ditebang. Apabila menerapkan penebangan serendah mungkin, maka waktu yang digunakan lebih lama, sehingga upah yang diperoleh lebih rendah. Sumber limbah yang ketiga adalah kayu limbah yang bersumber dari batang bebas cabang dengan persentase ratarata sebesar 3,24% dari total kayu yang dapat dimanfaatkan atau,38 m 3 per pohon. Persentase tersebut lebih kecil dibandingkan dengan sumber lainnya. Limbah ini dapat terjadi akibat besarnya mulut takik rebah, sehingga pada saat pemotongan pangkal batang dalam rangka perataan ujung dan pangkal log, maka terjadilah limbah, batang pecah akibat terbentur pada batu, atau tidak terputusnya serat kayu antara takik rebah dengan takik balas. Panjangnya batang berkisar antara 5-7 cm dan diameter berkisar antara 72-134 cm. Kelompok Rimba Campuran Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata volume log per pohon yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 7,5 m 3. Jumlah volume kayu tersebut terdiri dari 6,2 m 3 atau 85,39% yang dapat dimanfaatkan dan 1,3 m 3 atau 14,61% yang dapat dimanfaatkan tetapi tidak dimanfaatkan (limbah). Sumber limbah tersebut sama dengan kelompok rimba campuran yaitu terdiri dari limbah yang berasal dari tunggak, batang utama (bebas cabang) dan di atas bebas cabang. Volume kayu tersebut lebih kecil dari kelompok meranti, jenis ini terutama Jabon (Anthocephallus cadamba Miq) merupakan tanaman pioneer yang tumbuh setelah areal tersebut terbuka. Persentase limbah terbesar berasal dari bagian kayu di atas batang bebas cabang pertama yaitu sebesar,44 m 3 (6,241%) dari total kayu yang dapat dimanfaatkan pada setiap pohonnya. %). Limbah tersebut berasal dari batang yang berdiameter 3 cm ke atas sebesar,24 m 3 (54,545%), 2 29 cm sebesar,14 m 3 (31,819%) dan diameter 1-19 cm sebesar,6 m 3 (13,636%). Besarnya persentase limbah tersebut pada dasarnya sama dengan kelompok meranti karena kayu yang terletak di atas bebas cabang pertama tidak dimanfaatkan lagi walaupun panjangnya antara,5-1,2 m dan diameter berkisar antara 1-3 cm masih memiliki potensi volume yang besar. Perusahaan kayu berupa HPH yang belum mampu mengolah kayu ukuran kecil, akan ditinggalkan di petak tebangan karena hanya memanfaatkan kayu dengan ukuran diameter tertentu. Persentase kayu limbah terbesar kedua bersumber dari bagian tunggak dengan persentase limbah rata-rata sebesar 5,461%

Volume Limbah (m3) 171 dari total kayu yang dapat dimanfaatkan atau,385 m 3 per pohon. Tinggi tunggak yang masih dapat dimanfaatkan berkisar antara 7-8 cm dengan diameter antara 58-11 cm untuk jenis Kedondong (Koordersiodenron pinnatum Merr) dan jenis Jabon (Anthocephallus cadamba Miq) tinggi tunggak berkisar antara 6-8 cm dengan diameter 6-11 cm. Hal ini terjadi karena operator penebang melakukan penebangan tanpa mempertimbangkan besar kecilnya limbah, namun berdasarkan posisi tebang yang memudahkan kegiatan penebangan, waktu tebang yang lebih cepat karena upah tebang berdasarkan besarnya volume kayu yang ditebang. Apabila menerapkan penebangan serendah mungkin, maka waktu yang digunakan lebih lama, sehingga upah yang diperoleh lebih rendah. Sumber limbah yang ketiga adalah kayu limbah yang bersumber dari batang bebas cabang dengan persentase ratarata sebesar 2,97% dari total kayu yang dapat dimanfaatkan atau,25 m 3 per pohon. Persentase tersebut lebih kecil dibandingkan dengan sumber lainnya. Limbah ini dapat terjadi akibat besarnya mulut takik rebah terlalu lebar, sehingga pada saat pemotongan pangkal batang dalam rangka perataan terjadilah limbah disamping karena batang pecah akibat terbentur pada batu, atau tidak terputusnya serat kayu antara takik rebah dengan takik balas. Panjangnya batang berkisar antara 5-6 cm dan diameter berkisar antara 46-86 cm. Disamping itu disebabkan oleh kegiatan topping, penebangan cenderung melakukan pemotongan ujung kayu pada batas dimana ukuran diameternya relative masih mendekati diameter pangkal sehingga mendekati bentuk silindris. Akibatnya terdapat sisa kayu bulat antara batas topping dengan cabang pertama berupa kayu limbah yang akan ditinggalkan di hutan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1..9.8.7.6.5.4.3 > bebas cabang bebas cabang tunggak.2.1 Merbau Kenari Kedondong Jabon Gambar 1. Volume limbah berdasarkan sumber limbah setiap jenis kayu

Volume Limbah (m3) 172 Total Volume Limbah Besarnya volume limbah terbesar berdasarkan kelompok jenis diperoleh bahwa kelompok jenis kayu meranti limbahnya lebih besar dibandingkan dengan kelompok rimba campuran yaitu masing-masing 1,75 m 3 dan 1,3 m 3 per pohon, sehingga terdapat perbedaan sebesar,675 m 3 per pohon. Namun demikian apabila besarnya limbah dihitung secara proporsional dengan membandingan antara besarnya volume dengan besarnya limbah per pohon, maka kelompok jenis rimba campuran (14,61%) limbahnya lebih besar dibandingkan dengan kelompok jenis meranti (14,52%), namun perbedaan tersebut sangat kecil yaitu,9%. Besarnya volume limbah berdasarkan jenis kayu secara berturut-turut dari yang terbesar sampai terkecil adalah jenis Kenari (Canarium inicum L.,) yaitu sebesar 1,79 m 3, Merbau (Instia bijuga OK) sebesar 1,62 m 3, Kedondong (Koordersiodenron pinnatum Merr) dan Jabon (Anthocephallus cadamba Miq) masing-masing 1.3 m 3. Sedangkan besarnya persentase limbah yang diperoleh berdasarkan perbandingan antara volume limbah dengan volume total secara berturut-turut dari yang terbesar sampai terkecil adalah jenis Merbau (Instia bijuga OK) sebesar 15,74%, Kedondong (Koordersiodenron pinnatum Merr) sebesar 15,24%, Jabon (Anthocephallus cadamba Miq) sebesar 14,5% dan Kenari (Canarium inicum L.,) sebesar 13,57%. Volume kayu rata-rata per pohon sebanyak 9,395 m 3 dengan limbah rata-rata adalah sebesar 1,368 m 3 atau sebesar 14,565% per pohon. Besarnya volume limbah total berdasarkan jenis kayu disajikan pada Gambar 2. 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1.8.6.4.2 Merbau Kenari Kedondong Jabon Gambar 2. Total volume limbah berdasarkan jenis kayu

173 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa komposisi kayu limbah penebangan di areal HPH PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya tersebar pada bagian atas batang bebas cabang, batas bebas cabang, dan tunggak dengan persentase sebesar 14,565% dari volume kayu yang dapat dimanfaatkan per pohon. Nilai pedoman untuk menduga potensi limbah berdasarkan pendekatan realisasi produksi adalah 14,52% untuk kelompok kayu meranti dan 14,61 % untuk kelompok kayu rimba campuran atau rata-rata 14,565% dari realisasi kayu produksi. Dalam pemberian ijin pemanfaatan limbah, sebaiknya Dinas Kehutanan Kabupaten Bintuni menggunakan nilai prosentase limbah berdasarkan hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan, 22. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6886/Kpts-II/22 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemberian Ijin Pemungutan Hasil Hutan (IPHH) pada Hutan Produksi. Departemen Jakarta. Kehutanan. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 199. Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Pusat Informasi Kehutanan, 24. Siaran Pers No. S.664/II/PIK- 1/24 tentang Revitalisasi Industri Kehutanan Dayagunakan Hasil Hutan Non Kayu dan Hutan Tanaman (http://www.dephut.go.id/infor MASI/HUMAS/24/664-4.htm, diakses 18 April 25. Pusat Bahasa Departemen. Pendidikan Nasional, 23. Kampus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Balai Pustaka Jakarta. Sanusi, D., 1991. Opimasi pemanfaatan Jenis-Jenis Kayu Tropis Melalui pengolahan Kayu Terpadu. GFG-report No.18 Jan, 1991. Halaman 16. Suwasa S., 1991. Suatu Pemikiran Tentang Pemanfaatan Jenis- Jenis Kayu Hutan Tropis Secara Maksimal dalam Kaitannya dengan kelestarian Sumber. GFG-report No.18 Jan, 1991. Halaman 79. Diterima : 23 April 27 A. Mujetahid Laboratorium Pemanenan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 1, Makassar 9245 Telp./Fax. 411-585917 Indonesia. Jl Perumdos Unhas, Blok B HP