BAB IV ANALISIS PERSEPSI ORANG TUA PEKERJA ANAK TERHADAP PENDIDIKAN DI MADUKARAN KELURAHAN KEDUNGWUNI BARAT KEC. KEDUNGWUNI KAB. PEKALONGAN Analisis Persepsi Orang Tua Pekerja Anak terhadap Pendidikan di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan menguraikan tentang persepsi orang tua terhadap pendidikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan. A. Analisis tentang Persepsi Orang Tua Pekerja Anak Terhadap Pendidikan Di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Analisis ini digunakan untuk mendapatkan jawaban dari fokus penelitian yang di ajukan, dengan cara mengelola hasil data observasi atau pengamatan langsung tentang persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan di madukaran kelurahan kedungwuni barat kecamatan kedungwuni kabupaten pekalongan, yang di jadikan sampel dalam penelitian. Proses persepsi tidak dapat terlepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Proses penginderaan akan berlangsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indera, yaitu mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengaran, hidung sebagai alat pembauan, lidah 65
66 sebagai alat pengecapan, merupakan alat indera yang digunakan untuk menerima stimulus dari individu dengan dunia luarnya. Stimulus yang di indera itu kemudian di organisasikan dan di interpretasikan, sehingga individu menyadari, mengetahui, mengerti tentang apa yang di indera itu, dan proses ini disebut persepsi. 1 Berdasarkan pada hasil wawancara dan penelitian secara langsung bahwa persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Semua orang tua menginginkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan sampai tinggi, dengan harapan agar masa depan anaknya menjadi lebih baik dari kehidupan orang tuanya sekarang ini. 1. Suasana Sekolah Dari penelitian di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan, orang tua dari anak yang putus sekolah mengatakan bahwa suasana sekolah kurang menyenangkan dan terkadang membuat frustasi, hal ini terjadi disebabkan sebagian besar anak putus sekolah menuturkan bahwa guru yang mengajarnya terlalu galak dan tegas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu HD yang menyatakan bahwa anak saya tidak mau masuk sekolah karena dimarahi tidak mengerjakan PR, dan itu membuat anak saya lebih memilih untuk dirumah sambil bekerja. 2 1 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), hlm. 87 2 HD, Orang Tua Pekerja Anak, Wawancara Pribadi, Pekalongan 17 Maret 2015
67 2. Pendidikan melahirkan masyarakat yang siap bekerja Menurut Ary H. Gunawan dalam buku Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, anak yang telah menamatkan suatu jenjang pendidikan diharapkan akan sanggup melakukan sesuatu pekerjaan sebagai mata pencarian memperoleh nafkah. 3 Dari penelitian yang dilakukan di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan, persepsi orang tua pekerja anak yang menyatakan mereka yakin bahwa pendidikan dapat melahirkan masyarakat yang siap bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibu HID..pendidikannya sampai lulus SMA biar bisa kerja di pabrik yang dekat, kan sekarang kalau mau melamar di pabrik pendidikan terakhir sampai SMA 4 hal ini di dukung dengan pernyataan Ibu SK bahwa Keinginan Pendidikan untuk anak saya sampai jenjang pindidikan SMA, biar mudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. 5 Ibu AM juga berpendapat bahwa Pendidikan yang saya inginkan iya supaya lulus sampai sekolah SMA, agar mudah buat melamar pekerjaan. 6 3 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 65 4 HID, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, pekalongan 17 Maret 2015 5 SK, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, pekalongan 19 Maret 2015 6 AM, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, Pekalongan 25 Maret 2015
68 B. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Orang Tua Pekerja Anak terhadap Pendidikan di Madukaran Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua terhadap pendidikan di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat peneliti menggunakan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap orang tua yang mempunyai anak yang tidak melanjutkan sekolah atau anak yang seharusnya sekolah tetapi malahan bekerja. Berdasarkan pada hasil wawancara yang telah dilakukan kemudian informasi yang diperoleh tersebut dikembangkan berdasarkan fakta-fakta yang sebenarnya. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan sudah tentu bemacam-macam dan kadang berbeda antara antara satu orang tua dengan orang tua yang lainnya. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan khususnya di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. 1. Faktor Minat Faktor pertama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah rendahnya atau kurangnya minat anak untuk bersekolah, rendahnya minat anak dapat disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang, jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh, fasilitas belajar yang kurang, dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Minat yang kurang dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan misalnya tingkat
69 pendidikan masyarakat rendah yang diikuti oleh rendahnya kesadaran tentang pentingnya pendidikan, atau juga lingkungan yang kebanyakan anak telah bekerja sehingga mempengaruhi si anak sekolah untuk ikut berkerja dan meninggalkan sekolah.. Ada pula anak putus sekolah karena malas dan di lingkungan sosialnya terdapat banyak teman yang telah bekerja, hal ini juga sesuai dengan pendapat Ibu RH...anaknya itu sudah tidak mau karena pusing dan malas untuk berfikir dalam mata pelajaran. Jadi lebih memilih untuk bekerja di konveksi tetangga. 7 2. Faktor sekolah Masalah yang berkaitan dengan sekolah sering dihubungkanhubungkan dengan berhentinya siswa bersekolah. Dalam buku yang berjudul Adolescence: Perkembangan Remaja karangan John W. Santrock, menyatakan bahwa salah satu penelitian menyebutkan hampir 50 persen siswa yang putus sekolah menyebutkan alasan yang berkaitan sekolah seperti tidak menyukai sekolahnya, di-skors, dikeluarkan, memiliki lokasi sekolah yang berada di daerah pusat perkotaan, memiliki nilai yang rendah disekolah, bermasalah dengan peraturan disiplin, kurang rajin dalam mengerjakan pekerjaan rumah atau memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah. 8 Dari hasil penelitian di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan faktor yang 265 7 SR, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, Pekalongan 28 Maret 2015 8 John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja, (Jakarta:Erlangga, 2003), hlm.
70 mempengaruhi persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan yang berkaitan dengan sekolah sepertin yang dialami oleh CTR, anak dari Ibu HID orang tua pekerja anak yang menyatakan bahwa CTR tidak mau lagi masuk sekolah karena pernah ditegur oleh gurunya karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah, padahal CTR pada saat ada tugas dari sekolah tidak berangkat sehingga tidak tahu kalau ada pr. 9 3. Faktor kondisi sosial ekonomi Banyak siswa berhenti sekolah dan kemudian bekerja untuk membantu memberi dukungan kepada keluarganya. Menurut John W Santrock dalam buku Adolescence: Perkembangan Remaja status ekonomi merupakan faktor utama dari latar belakang keluarga yang berkaitan sangat erat dengan putus sekolahnya seorang siswa. Dari penelitian yang peneliti lakukan di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat, anak yang putus sekolah disebabkan karena keadaan ekonomi. Hal ini sesuai pendapat Ibu SAM (orang tua pekerja anak):.pendidikan yang saya inginkan untuk anak saya, ya sampai tinggi. Tetapi mau bagaimana lagi kenyataannya uang untuk menyekolahkan tidak ada.... 10 dan didukung dengan pernyataan Ibu Farasmizu (orang tua pekerja anak) :..Pendidikan yang saya inginkan (PTR) itu pendidikan sampai minimal SMA lah. Tapi mau bagaimana lagi 9 HD, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, Pekalongan 17 Maret 2015 10 SAM, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, pekalongan 19 Maret 2015
71 dengan keadaan ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk membiayai sekolahnya kejenjang yang lebih tingi... 11 4. Faktor teman sebaya John W Santrock dalam buku Adolescence: Perkembangan Remaja menuturkan bahwa kebanyakan remaja yang putus sekolah memiliki teman-teman yang juga putus sekolah. Pada suatu penelitian yang di tuturkan John W. Santrock, hubungan teman sebaya buruk pada masa anak-anak berkaitan dengan berhenti dari sekolah dan kenakalan pada masa remaja akhir. Pada penelitian lain, hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja berhubungan dengan kesehatan mental yang positif pada usia pertengahan. 12 Hal ini sesuai pendapat Ibu SK Orang tua pekerja anak Keinginan Pendidikan untuk anak saya sampai jenjang pindidikan SMA, biar mudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tetapi karena anak saya itu bilangnya: mak, aku mau bekerja saja, ikut teman, jadi ya mau bagaimana lagi anak saya mintanya mau kerja sama temannya. 13 Dari uraian di atas, dpat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua pekerja anak terhadap pendidikan di Madukaran Kelurahan Kedungwuni Barat Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang pertama yaitu disebabkan minat anak yang rendah untuk bersekolah, faktor kedua yaitu faktor yang berkaitan 11 FAR, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, pekalongan 23 Maret 2015 12 John W. Santrock, Op.Cit.,hlm.268 13 SK, Orang tua pekerja anak, wawancara pribadi, Pekalongan 19 Maret 2015
72 dengan sekolah, yang ketiga karena faktor sosial ekonomi yang rendah, dan yang terakhir yaitu karena teman sebaya yang putus sekolah.