2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Neger

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG POLA PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan...

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30 / HUK / 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

2 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1990, Tambah

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 01/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN BERAS REGULER DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2011 TENTANG

2 Indonesia Tahun 2012 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyele

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL

2016, No mengalihkan Pegawai Negeri Sipil Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota menjadi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kelautan dan Peri

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN ANAK SEJAHTERA

No. 1077, 2014 KEMENDAGRI. Peran Serta. Masyarakat. Perencanaan. Tata Ruang. Daerah. Tata Cara. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGHARGAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2-3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Repu

, No.2010 Indonesia Nomor 5234); 3. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tent

2016, No Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN TATA RUANG DAERAH

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5, 2011 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Badan Pengelola Perbatasan Di Daerah. Pembentukan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

2 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembara

2016, No menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perhubungan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 78 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM ASISTENSI SOSIAL LANJUT USIA TELANTAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 b. bahwa ketersediaan dan persebaran tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah daerah, pada saat ini belum merata baik da

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.31/MEN/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN ATRIBUT PADA BANTUAN SOSIAL DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

2016, No d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan, serta Pendidika

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, PERSONALIA, DAN MEKANISME KERJA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

2016, No Penyuluh Keluarga Berencana dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana menjadi Pegawai Negeri Sipil Badan Kependudukan dan Keluarga Beren

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1073, 2014 KEMENSOS. Sosial. Penyuluhan. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYULUHAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan agar dapat tercipta kesepahaman, kesadaran dan tanggungjawab sosial masyarakat, perlu dilakukan penyuluhan sosial; b. bahwa agar pelaksanaan penyuluhan sosial dapat berjalan secara tertib, terarah, dan terpadu, perlu adanya aturan yang mengatur mengenai penyuluhan sosial; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Penyuluhan Sosial; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235);

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449); 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 24); 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 25); 8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PENYULUHAN SOSIAL.

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Penyuluhan Sosial adalah suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi, dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan, tulisan maupun peragaan kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan, dan kemauan guna berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 2. Penyuluh sosial adalah seseorang yang mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan sosial bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 3. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, serta jaminan dan perlindungan sosial Pasal 2 Penyuluhan Sosial dimaksudkan sebagai gerak dasar dan awal untuk dapat lebih memberikan kesiapan dan manfaat program bagi sasaran yang ditandai adanya peningkatan pengetahuan, adanya kepercayaan dan keyakinan akan perubahan serta kesadaran dari sasaran untuk mempunyai rasa tanggung jawab penuh dalam diri sendiri sehingga penyelenggaraan program kesejahteraan sosial dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik dalam setiap program penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 3 Penyuluhan Sosial ini bertujuan untuk: a. terwujudnya peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang sama dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; b. meningkatkan kualitas dan komitmen penyelenggaraan pelayanan sosial yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat; dan c. menyinergikan sumber daya manusia penyuluh sosial dalam penyelenggaraan kegiatan kesejahteraan sosial.

4 Pasal 4 Ruang lingkup penyuluhan sosial meliputi semua bentuk pelayanan sosial yang terdiri dari rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan penanggulangan kemiskinan serta perlindungan sosial. BAB II PENYELENGGARAAN PENYULUHAN SOSIAL Pasal 5 (1) Penyelenggaraan penyuluhan sosial ditujukan kepada: a. perseorangan; b. keluarga; c. kelompok; dan/atau d. masyarakat. (2) Penyelenggaraan penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kriteria: a. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial; dan/atau b. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial. (3) Selain penyelenggaraan penyuluhan sosial kepada mereka yang memiliki kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan kepada pemangku kepentingan. Pasal 6 (1) Metode penyuluhan sosial dapat dilakukan melalui: a. individu; b. kelompok; dan c. massal. (2) Metode penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. (3) Metode penyuluhan sosial langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung antara penyuluh dan yang disuluh. (4) Metode penyuluhan sosial tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penyuluhan sosial yang dilakukan melalui media elektronik, media cetak, dan media tradisional Pasal 7 (1) Metode penyuluhan sosial individu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan melalui tatap muka antara penyuluh dengan individu atau perorangan yang menjadi sasaran penyuluhan.

5 (2) Metode penyuluhan sosial kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan secara berkelompok, dimana kelompok dijadikan sasaran dalam proses penyuluhan sosial. (3) Metode penyuluhan sosial massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diselenggarakan secara massal kepada kelompok masyarakat. Pasal 8 (1) Teknik penyuluhan sosial terdiri atas: a. komunikasi; b. informasi; c. motivasi; dan d. edukasi. (2) Teknik penyuluhan sosial komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan upaya penyampaian informasi dari penyuluh sosial kepada sasaran penyuluhan dengan menggunakan saluran atau media yang dipahami kedua belah pihak dan saling memiliki kesamaan makna dari pesan yang disampaikan. (3) Teknik penyuluhan sosial informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan upaya komunikasi berupa pesan atau/informasi yang diberikan dari satu orang ke orang lain. (4) Teknik penyuluhan sosial motivasi sebagaimana pada ayat (1) huruf c merupakan upaya untuk mengarahkan daya dan potensi sasaran penyuluhan sosial agar mau berpartisipasi aktif dalam mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. (5) Teknik penyuluhan sosial edukasi sebagaimana pada ayat (1) huruf d merupakan upaya untuk meyakinkan sasaran penyuluhan melalui pengajaran, penanaman nilai, opini, serta aturan yang dianggap benar baik melalui komunikasi intensif maupun proses pembelajaran yang kondusif. BAB III TAHAPAN PENYULUHAN SOSIAL Pasal 9 (1) Tahapan penyuluhan sosial meliputi : a. persiapan; b. pelaksanaan; dan c. pengendalian.

6 (2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pemetaan sosial; b. asesmen; dan c. penyusunan rencana kerja. (3) Tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. pengorganisasian; b. pengoordinasian; dan c. operasional. (4) Tahapan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. supervisi, b. pemantauan c. evaluasi; dan d. pelaporan. Pasal 10 (1) Bentuk media penyuluhan sosial meliputi : a. media cetak; b. media elektronik; c. media peragaan; dan d. media luar ruang. (2) Bentuk media cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas koran, majalah sosial, buku bergambar, leaflet, atau poster. (3) Bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas radio, televisi, megatron, cyber media seperti internet, sosial media, atau running text. (4) Bentuk media peragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas pameran, alat peraga tertentu, pertunjukkan seni baik tradisional maupun modern/ kontemporer atau dongeng. (5) Bentuk media luar ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d terdiri atas baliho atau banner.

7 Pasal 11 (1) Materi atau pesan penyuluhan sosial merupakan pikiran dan/atau gagasan berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang akan disampaikan pada sasaran penyuluhan. (2) Materi atau pesan penyuluhan yang disuluhkan ditentukan berdasarkan kebijakan program yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial, hasil evaluasi, peta permasalahan sosial, kepentingan negara, dan kebutuhan masyarakat. Pasal 12 (1) Setiap pelaksanaan program dan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial didahului dengan kegiatan penyuluhan sosial. (2) Pelaksanaan program dan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan unit kerja yang membidangi urusan penyuluhan sosial. BAB IV SUMBER DAYA PENYELENGGARAAN PENYULUHAN SOSIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 13 Sumber daya penyelenggaraan penyuluhan sosial meliputi: a. sumber daya manusia; b. sarana dan prasarana; dan c. sumber pendanaan. Bagian Kedua Sumber Daya Manusia Pasal 14 (1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas: a. Penyuluh Sosial Fungsional; b. Penyuluh Sosial Masyarakat; (2) Penyuluh Sosial Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, wewenang, untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

8 (3) Penyuluh Sosial Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tokoh masyarakat baik dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh wanita, dan tokoh pemuda yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak oleh pejabat yang berwenang bidang kesejahteraan sosial pusat maupun daerah untuk melakukan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pasal 15 (1) Persyaratan untuk menjadi Penyuluh Sosial Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a sebagai berikut: a. berijazah sarjana S1/Diploma IV di bidang kesejahteraan sosial; b. paling rendah memiliki pangkat penata muda golongan IIIa; c. memiliki pengalaman dalam kegiatan penyuluhan sosial paling singkat 2 (dua) tahun; d. telah mengikuti dan lulus pendidikan fungsional dan pelatihan penyuluh sosial; e. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun;dan f. setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. (2) Persyaratan untuk menjadi Penyuluh Sosial Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b sebagai berikut: a. memiliki pendidikan paling rendah SLTP/sederajat; b. berusia antara 25 (dua puluh lima) tahun sampai 60 (enam puluh) tahun; c. tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat, tokoh wanita; d. memiliki pengaruh terhadap masyarakat tempat domisili; e. memiliki pengalaman berceramah atau berpidato;dan f. paham mengenai permasalahan penyandang masalah kesejahteraan sosial serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial. (3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyuluh Sosial Masyarakat diutamakan berasal dari potensi dan sumber kesejahteraan sosial. Pasal 16 Penyuluh sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 pada ayat (1) dapat memperoleh:

9 a. pendidikan; b. pelatihan; c. promosi; d. tunjangan; dan/atau e. penghargaan. Bagian Ketiga Sarana dan Prasarana Pasal 17 (1) Sarana dan prasarana penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b berupa barang atau benda bergerak atau tidak bergerak yang dimanfaatkan penyuluhan sosial sebagai alat dalam menunjang kegiatan operasional penyuluhan sosial. (2) Sarana dan prasarana Penyuluhan Sosial sebagaimana dimaksud ayat (1) yang digunakan untuk melaksanakan penyuluhan sosial paling sedikit memiliki: a. audio visual; b. sarana mobilitas; dan c. media penyuluhan. Pasal 18 (1) Audio visual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a meliputi alat pengeras suara, televisi, video tape, film, dan/atau media audio. (2) Sarana mobilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b meliputi mobil dan/atau motor penyuluhan sosial keliling. (3) Media penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c meliputi media cetak, elektronik, dan/atau luar ruang. Bagian Keempat Sumber Pendanaan Pasal 19 (1) Sumber pendanaan dalam Penyuluhan Sosial dapat berasal dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan c. sumber lain yang tidak mengikat. (2) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. www.peraturan.go.id

10 BAB V PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN Pasal 20 (1) Pemantauan penyuluhan sosial dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan program penyuluhan sosial yang telah ditetapkan. (2) Unit kerja yang membidangi urusan penyuluhan sosial melakukan pemantauan terhadap kegiatan penyuluhan sosial yang dilaksanakan di tingkat pusat dan provinsi. (3) Dinas sosial provinsi melakukan monitoring terhadap kegiatan penyuluhan sosial yang dilaksanakan di kabupaten/kota. Pasal 21 (1) Evaluasi penyuluhan sosial dilakukan untuk mengetahui perkembangan, keberhasilan dan permasalahan pelaksanaan penyuluhan sosial. (2) Kepala dinas sosial provinsi secara berkala melakukan evaluasi pelaksanaan penyuluhan sosial di kabupaten untuk disampaikan kepada Menteri cq unit kerja yang membidangi penyuluhan sosial. (3) Kepala unit kerja yang membidangi urusan penyuluhan sosial secara berkala melaksanakan evaluasi pelaksanaan penyuluhan sosial yang diselenggarakan di provinsi untuk disampaikan kepada Menteri Sosial. Pasal 22 (1) Kepala dinas sosial provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penyuluhan sosial di provinsi dan kabupaten/kota kepada Menteri cq unit kerja yang membidangi penyuluhan sosial dengan tembusan kepada gubernur dan bupati/walikota. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap triwulan, tengah tahun, dan akhir tahun anggaran. (3) Kepala unit kerja yang membidangi urusan penyuluhan sosial setiap akhir tahun anggaran menyampaikan laporan pelaksanaan penyuluhan sosial pusat dan daerah kepada Menteri Sosial. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

11 Agar setiap setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 04 Agustus 2014 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 06 Agustus 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESA, AMIR SYAMSUDIN