BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah adalah mahluk sosial yang dianugrahkan suatu kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Alam dan Sumber Daya Manusia yang melimpah, sehingga Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama kalinya konferensi tentang psikotropika dilaksanakan oleh The United

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan peredaran gelap narkotika telah meluas di dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas maka penulis mengambil kesimpulan: sering jadi pertimbangan khusus di mana penerapan sanksi pidana

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN Oleh: Oktaphiyani Agustina Nongka 2

BAB III PENUTUP. dalam perkara pelibatan anak dalam distribusi narkotika pada praktek. anak segera lepas dari rasa trauma.

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN. di kota-kota besar saja juga merambah ke pelosok Indonesia. ditemukannya beberapa laboratorium narkotika di wilayah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan pengobatan manusia, yaitu sebagai obat untuk mengobati suatu

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

3 Badan Narkotika Provinsi Sulut, Op Cit, h.43 4 Pasal 1 angka 16 UU No 35 tahun 2009 tentang

BAB III PENUTUP. mengambil kesimpulan sebagai berikut: dilakukan oleh anak-anak, antara lain : bentuk penanggulangan secara preventif yaitu :

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Gedung Rehabilitasi Narkoba Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(Putusan No :186/Pid B/2003/PN. Sda)

KATA PENGANTAR. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika yang pada awal mula penggunaannya bertujuan untuk memenuhi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan, kini keberadaannya menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat karena disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Beragam kejahatan seringkali terjadi sebagai dampak dari penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika menjadi ancaman yang serius dan mendapatkan perhatian sebagai tindak pidana yang harus segara diberantas mengingat dampak yang ditimbulkan sangatlah berbahaya. Peredaran narkotika di Indonesia dilihat dari aspek yuridis, adalah sah keberadaannya. Secara yuridis hanya melarang terhadap penggunaan narkotika diluar tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan, namun dalam kenyataan pemakaiannya sering disalahgunakan. Penggunaan narkotika bukan lagi untuk kepentingan kesehatan, namun dijadikan sebagai objek bisnis dan berdampak pada kegiatan merusak mental, baik fisik maupun psikis generasi muda. 1 Peredaran gelap narkotika sebagai awal terjadinya penyalahgunaan narkotika sudah lama terjadi di Indonesia. Bahkan sejak masa penjajahan, peredaran gelap narkotika yang masih berwujud tanaman sudah masuk di 1 Siswanto Sunarso, 2005, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 6.

2 Indonesia. Sejak dahulu Indonesia menjadi pasar bagi lalu lintas peredaran besar narkotika yang melibatkan beberapa negara sebagai pemasok narkotika. Penyalahgunaan narkotika meningkat cepat menyebar di kalangan masyarakat Indonesia, namun pemberantasannya masih belum terlaksana secara optimal. Menurut laporan dari International Narcotics Control Strategy Report (INCSR), upaya Indonesia dalam memberantas peredaran gelap narkotika dianggap masih belum memadai. Indikasinya adalah adanya kenaikan angka penyalahgunaan narkotika di dalam negeri, serta terjadinya lalu lintas perdagangan gelap narkotika dari dan ke Indonesia yang melibatkan negara-negara lain seperti Thailand, Afghanistan, Nigeria, dan Singapura. 2 Berdasarkan Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkotika tahun anggaran 2014, jumlah penyalahguna narkotika di Indonesia diperkirakan sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang yang pernah memakai narkotika dalam setahun terakhir (current users), pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014. Jadi, ada sekitar 1 dari 44 sampai 48 orang berusia 10-59 tahun yang masih atau pernah memakai narkotika pada tahun 2014. Angka tersebut terus meningkat dengan merujuk hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Puslitkes Universitas Indonesia, dan diperkirakan jumlah pengguna narkotika mencapai 5,8 juta jiwa pada tahun 2015. 3 Hasil survey tersebut telah menggambarkan bagaimana mengkhawatirkannya penyalahgunaan narkotika pada tiap tahunnya yang cenderung semakin meningkat. 2 Soedjono Dirdjosisworo, 1986, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni, Bandung, hlm.38. 3 Phadli, Jumlah Pengguna Narkotika, http: // www.kompasiana.com, diakses Jumat 18 september 2015.

3 Lalu lintas perdagangan gelap narkotika di Indonesia membawa dampak buruk bagi kemajuan bangsa. Salah satu dampak dari adanya perdagangan gelap narkotika adalah semakin banyaknya penyalahguna narkotika dari golongan remaja dan pelajar, baik sebagai pecandu, penyalahguna maupun sebagai pengedar narkotika. Peningkatan kejahatan peredaran gelap narkotika yang pada hakikatnya bersifat transnasional perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Menurut Romli Atmasasmitha yang dimaksud dengan transaksi transnasional ialah transaksi lintas batas yang melibatkan dua atau lebih negara. 4 Dewasa ini kualitas pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika semakin meningkat. Indikasinya dengan munculnya profesi baru dalam lingkaran peredaran gelap narkotika yaitu kurir narkotika sebagai penyedia jasa perantara dalam jual beli narkotika. Keberadaan kurir narkotika berfungsi sebagai pihak yang menjembatani peredaran gelap narkotika dari penjual atau bandar narkotika ke tangan konsumen. Peredaran gelap narkotika juga seringkali melibatkan pihak perempuan dan anak-anak sebagai pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika. Sebagaian besar keterlibatan perempuan dalam peredaran gelap narkotika adalah sebagai kurir narkotika atau perantara dalam jual beli narkotika. Menurut harian Republika, sepanjang 2015 diperkirakan ada sekitar 100 wanita Indonesia terjerumus menjadi kurir narkotika. 5 Hal itu menunjukkan bahwa peredaran gelap narkotika sudah sangat mengkhawatirkan hingga sampai melibatkan peran perempuan dan anak-anak sebagai pelaku kejahatan peredaran narkotika. 4 Romli Atmasasmitha, 1997, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm.1 5 Dian, Ratusan Wanita Indonesia Jadi Kurir Sabu, Republika Online, http:// nasional.republika.co.id, diakses pada tanggal 17 Agustus 2015

4 Semakin banyaknya kurir narkotika, tak lepas dari semakin meningkatnya permintaan dari konsumen akan narkotika itu sendiri. Semakin banyak penyalahguna narkotika secara tak langsung juga menambah keberadaan dari kurir narkotika, baik kurir tersebut juga positif sebagai penyalahguna narkotika atau hanya sebatas perantara untuk menjembatani peredaran gelap narkotika. Ancaman hukuman yang berat nyatanya tidak mengurangi jumlah keberadaan kurir narkotika. Sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada umumnya para kurir narkotika yang tertangkap tangan akan dikenai hukuman pidana paling ringan 5 (lima) tahun sampai 20 (dua puluh) tahun untuk narkotika golongan I, bahkan dapat dihukum mati jika berat narkotika yang dibawa dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram. 6 Dalam lingkungan masyarakat, keberadaan orang yang berprofesi sebagai kurir narkotika sangat sulit untuk diidentifikasi. Persoalannya, orangorang tersebut biasanya menjadi kurir narkotika hanya sebatas pekerjaan sampingan. Keberadaan kurir narkotika di tengah-tengah masyarakat sangat berbahaya, karena terkadang tidak hanya sebagai perantara dalam jual beli narkotika, namun tidak jarang kurir narkotika juga bertindak sebagai pihak yang menawarkan narkotika. Persoalan muncul ketika bandar narkotika memanfaatkan orang untuk menjalankan perbuatan jahatnya yaitu mengantarkan narkotika ke tangan konsumen tanpa sepengetahuan orang tersebut bahwa barang yang 6 Pasal 114 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143

5 dibawanya adalah narkotika. Apakah orang yang dimanfaatkan sebagai pengantar oleh bandar narkotika tersebut dapat dijatuhi pidana. Dalam beberapa kasus yang ditangani Migrant Care, 7 cukup banyak warga negara Indonesia (WNI) yang terancam dipidana karena dijebak sebagai kurir narkotika oleh orang lain, diantaranya kebanyakan warga negara Indonesia (WNI) yang terjebak menjadi kurir narkotika berada di Filipina, Tiongkok dan Malaysia. 8 Berdasarkan keterangan Ditresnarkoba Polda DIY, Daerah Istimewa Yogyakarta terutama Sleman dan Kota Jogja sudah dipetakan menjadi daerah incaran para Bandar narkoba sebagai pasar peredararan gelap narkoba. Selain operasi, pengawasan dan penyelidikan akan terus dilakukan kepolisian untuk mempersempit peredaran narkoba tak terkecuali narkoba jenis baru. 9 Permasalahan inilah yang menjadi dasar penulis membuat penelitian mengenai Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana bagi Perantara dalam Jual Beli Narkotika dalam lingkup wilayah Kota Jogja dan Sleman. Lantas bagaimana mengenali bentuk perantara dalam jual beli narkotika itu sendiri sebagai suatu profesi dalam lingkaran peredaran gelap narkotika. Lebih jauh lagi bagaimana bentuk pemidanaan bagi pelaku perantara dalam jual beli narkotika, maka perlu sebuah penelitian yang komprehensif untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut. 7 Migrant care adalah organisasi yang bertujuan memperkuat perlindungan yang diberikan lembaga-lembaga negara dalam hal hak-hak pekerja migran. 8 Antara, Banyak WNI Terjebak Jadi kurir Narkoba seperti Mary Jane, Okezone, http:// news.okezone.com, diakses pada hari Rabu 6 Mei 2015 9 Mediani Dyah Natalia, Sleman dan Jogja Tetap Diincar Bandar Narkotika, Harian Jogja, http://www.harianjogja.com, diakses pada hari Kamis 7 Mei 2015

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang tindak pidana perantara dalam jual beli narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika? 2. Bagaimana penjatuhan pidana terhadap perantara dalam jual beli narkotika berdasarkan pertimbangan hakim? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan untuk: 1. Tujuan Obyektif Penelitian ini secara obyektif memiliki tujuan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pengaturan tentang tindak pidana perantara dalam jual beli narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. b. Untuk mengetahui penjatuhan pidana terhadap perantara dalam jual beli narkotika Berdasarkan pertimbangan hakim. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini secara subyektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai syarat akademis penulis untuk

7 melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, menambah wawasan, serta pengetahuan dalam bidang hukum terutama hukum pidana berkaitan dengan Upaya Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika dan Peredaran Gelap Narkotika. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat bagi para akademis, praktisi hukum, dalam rangka menerapkan, mengembangkan dan membentuk hukum khusunya yang berhubungan dengan upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap narkotika. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang penulis lakukan, terdapat beberapa karya tulis berupa skripsi yang berkaitan dengan pemidanaan bagi perantara dalam jual beli narkotika. Karya ilmiah yang penulis maksud adalah: 1. Skripsi yang dibuat oleh Sekar Asri Ramadhan, 05/185105/HK/16884, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Pemidanaan

8 Terhadap Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Di Daerah Istimewa Yogyakarta. 10 Adapun rumusan masalah yang diangkat adalah (1) Mengenai pemidanaan terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika di Daerah Istimewa Yogyakarta (2) Faktor-Faktor yang mempengaruhi penjatuhan sanksi pidana terhadap anak pelaku penyalahgunaan narkotika di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditarik kesimpulan bahwa (1) Hakim di Pengadilan Negeri Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung menjatuhkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika, (2) Hakim dalam menjatuhkan sanksi berdasarkan pada pasal-pasal yang menjadi dasar putusan, fakta-fakta, keadaan serta alat bukti yang terdapat dalam persidangan tetapi kurang mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan terdakwa seperti latar belakang, sebab anak melakukan tindak pidana, serta kualitas tindak pidana yang dilakukan. 2. Skripsi yang dibuat oleh Miranti Megawati Pertiwi 07/252451/HK/17570, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Pemidanaan Terhadap Penyalahguna Narkotika Berdasarkan Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surakarta). 11 Adapun Rumusan Masalah yang diangkat adalah (1) Mengenai pemidanaan terhadap penyalahguna narkotika di dalam praktek pengadilan 10 Sekar Asri Ramadhan, 2005, Pemidanaan Terhadap Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Srkipsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 11 Miranti Megawati Pertiwi, 2007, Pemidanaan Terhadap Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Srkipsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

9 (2) Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan pidana terhadap penyalahguna narkotika. Berdasarkan hasil penelitian maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Terdapat tiga bentuk pemidanaan terhadap penyalahguna narkotika di dalam praktek pengadilan, yaitu pidana penjara, rehabilitasi dan gabungan dari pidana penjara dengan rehabilitasi. Dalam praktek hakim lebih sering menjatuhkan pidana penjara daripada rehabilitasi (2) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap penyalahguna narkotika adalah terhadap hal yang memberatkan dan meringankan, fakta-fakta yang terungkap di persidangan, kondisi terdakwa, taraf kecanduan narkoba, ada atau tidaknya keinginan dan usaha yang kuat untuk sembuh dari ketergantungan, akibat perbuatan terdakwa, serta tidak mencukupinya kemampuan terdakwa dalam menanggung biaya rehabilitasi (bila akan menjatuhkan sanksi rehabilitasi). 3. Skripsi yang dibuat oleh Ardillah Rahman, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, dengan judul Implementasi Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Studi Kasus Tahun 2010-2012 di Kabupaten Wajo. 12 Adapun rumusan masalah yang diangkat yaitu: (1) Mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 (2) Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditarik 12 Ardillah Rahman, 2013, Implementasi Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Studi Kasus Tahun 2010-2012 di Kabupaten Wajo, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

10 kesimpulan (1) Hakim dalam memberikan putusan awalnya memisahkan kasus terdakwa sebagai pengedar atau pengguna. Setelah itu, hakim menganalisa pasal yang terbukti pada terdakwa. Selanjutnya barang bukti dan keterangan saksi sangat dipertimbangkan mengenai berat ringan putusan yang akan dijatuhkan. Jadi, cara hakim untuk menjatuhkan putusan terhadap terdakwa kasus narkotika sudah sangat adil dan sesuai dengan undangundang. (2) Analisa hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana narkotika disesuaikan dengan barang bukti yang dihadirkan di persidangan, keterangan saksi, keterangan ahli dalam persidangan. Penelitian penulis tidak sama dengan tiga penelitian tersebut, karena penelitian yang dilakukan oleh penulis secara khusus mengkaji tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhhkan pidana bagi perantara dalam jual beli narkotika. Meskipun terdapat beberapa karya tulis yang mengkaji mengenai pemidanaan terhadap tindak pidana narkotika, namun penelitian ini memiliki objek penelitian yang berbeda dan lebih spesifik yaitu perihal dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana bagi perantara dalam jual beli narkotika dan bukan bagi penyalahguna narkotika pada umumnya. Setelah penulis melakukan penelusuran dan pengamatan, penelitian dengan objek yang sama belum pernah ditemukan di Universitas Gadjah Mada maupun di tempat lain. Adapun permasalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1) mengenai pengaturan tentang tindak pidana perantara dalam jual beli narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2) dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana bagi perantara dalam jual beli narkotika.