BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von

BAB I PENDAHULUAN. Batuan sedimen merupakan salah satu aspek penting dalam melihat sejarah

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Disebutkan oleh Surono, dkk (1992), penyusun Formasi Wonosari-Punung berupa

Tugas Akhir Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

STRATIGRAFI FORMASI SEMILIR DI DUSUN KRAKITAN, DESA CANDIREJO, KECAMATAN SEMIN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya Pulau Jawa memiliki banyak gunung api karena

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak pada bagian utara gawir Pegunungan Selatan (lihat Gambar 1.1).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. sebelah utara dan Lempeng India-Australia di bagian selatan. Daerah ini sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PETROLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BREKSI DAN BATUPASIR DI GEDANGSARI, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Supriatna et al., 1995 menyebutkan formasi formasi berumur

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Raden Ario Wicaksono/

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III Perolehan dan Analisis Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V SINTESIS GEOLOGI

KARAKTERISTIK SESAR KALI PETIR DAN SEKITARNYA KECAMATAN PRAMBANAN, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Jogja Geoheritage Trail: Jogja Riwayatmu Dulu.. dulu sekali

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT. Oleh : Muhammad Abdurachman Ibrahim

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

GEOLOGI DAN STUDI BATIMETRI FORMASI KEBOBUTAK DAERAH GEDANGSARI DAN SEKITARNYA KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL PROPINSI DIY

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Formasi Semilir merupakan salah satu formasi penyusun daerah Pegunungan Selatan Pulau Jawa bagian timur. Dalam distribusinya, Formasi Semilir ini tersebar dari bagian barat yaitu di daerah Yogyakarta seperti di Desa Watuadeg (Rahardjo dkk., 1995), melampar hingga Gunung Baturagung dan ke sekitar Waduk Gadjah Mungkur (Surono dkk., 1992), hingga bagian timur di daerah Ponorogo (Sampurno dan Samodra, 1997) dan Pacitan (Samodra, 1992). Menurut Smyth dkk., (2005) formasi ini tersusun oleh produk erupsi eksplosif yang berumur 21-19 juta tahun lalu, berdasar penanggalan gunungapi dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari pengamatan biostratigrafi pada Formasi Sambipitu yang terendapkan di atasnya, menunjukkan umur 19-19,8 juta tahun yang lalu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Formasi Semilir ini pengendapannya berakhir dalam waktu yang cukup singkat. Novian dkk., (2007) melakukan penelitian di Dusun Boyo, Desa Ngalang, Gedang Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang penelitiannya dilakukan pada batuan formasi ini yang berubah selaras menjadi Anggota Buyutan, dimana terdapat batuan vulkaniklastik dengan keterdapatan batuan sedimen lain yang kaya karbon. Hasil penelitiannya menunjukkan umur pengendapan Miosen Awal, dengan lingkungan pengendapan berupa laut dangkal darat. Kemudian Kristiawan (2012) melakukan penelitian pada Formasi Semilir di daerah Semin, 1

2 Gunung Kidul, Yogyakarta, menyatakan bahwa batuan terendapkan dengan mekanisme piroklastik jatuhan, aliran, seruakan dan aliran debris lahar, dengan diendapkan pada lingkungan darat. Selain itu, Hidiyawati (2014) melakukan penelitian pada batuan vulkaniklastik di daerah Watuadeg, Berbah, Sleman, Yogyakarta, yang menyatakan bahwa batuan tersebut merupakan batuan vulkaniklastik resedimentasi piroklastik, dengan tersusun oleh 5 unit erupsi. Hasil penelitiannya menunjukkan batuan terendapkan melalui mekanisme aliran massa pada lingkungan laut dangkal. Sementara di bagian timur, Puspa (2006) melakukan penelitian pada Formasi Semilir di daerah Sendang, Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Penelitiannya menunjukkan batuan terendapakan dengan mekanisme arus turbid, aliran piroklastik, dan gravity flow. Umur pengendapan Miosen Awal dari penelitian fosil nanoplankton, yang terendapakan di lingkungan laut dalam (submarine fan). Namun, Surono (2008) juga melakukan penelitian pada lokasi penelitian yang sama, dan melakukan analisis umur pengendapan melalui metode jejak belah zirkon pada breksi batuapung. Hasil penelitiannya menunjukan umur 16 17 juta tahun lalu atau awal Miosen Tengah. Wibowo (2011) juga melakukan penelitian pada Formasi Semilir di daerah Nglangkir, Mayaran, Wonogiri, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuannya terendapkan oleh mekanisme piroklastik jatuhan, aliran, seruakan, aliran lava, aliran massa, dan aliran traksi. Batuan tersebut teridentikasi diendapkan pada lingkungan darat dan laut, dengan umur pengendapannya Miosen Tengah (N9 N10).

3 Penjelasan beberapa penelitian pada Formasi Semilir di atas, menunjukkan keberagaman jenis batuan penyusun Formasi Semilir, yang salah satunya juga terdapat di lokasi penelitian ini. Hal tersebut menjadi latar belakang untuk melakukan penelitian ini, agar dapat mengetahui bagaimana kondisi batuan penyusun Formasi Semilir di lokasi penelitian. Lokasi penelitian ditujukan pada lokasi Tebing Breksi, yang terdapat di barat Candi Ijo, Sambirejo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan salah satu lokasi yang memiliki rekaman stratigrafi batuan penyusun Formasi Semilir cukup baik untuk dilakukan penelitian, dengan dimensi singkapan yang besar, dan kondisi batuan yang masih dapat teramati dengan baik. Sebagai perbandingan akan diteliti batuan penyusun Formasi Semilir yang tedapat di sebelah timur Sungai Opak di Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman yang telah banyak diteliti sebelumnya. Lokasi tersebut yang memiliki unit stratigrafi batuan vulkaniklastik Formasi Semilir, kemudian akan diteliti hubungan geologi antara kedua lokasi penelitian tersebut. Walaupun terletak pada kondisi geomorfologi yang cukup berbeda, dan berada dalam jarak yang cukup berjauhan, tentunya pasti memiliki karakteristik batuan penyusun yang cukup sama meliputi litologi (petrografi), struktur sedimen, dan komposisinya, karena dihasilkan dari produk erupsi vulkanik Formasi Semilir. Oleh karena itu, penelitian dari kedua lokasi ini menambah daya tarik tersendiri dalam penelitiannya. Kedua lokasi tersebut, Watuadeg dengan Candi Ijo, pada tujuannya akan diteliti mengenai karakteristik masing-masing unit stratigrafi batuan

4 vulkaniklastiknya, mekansime pembentukannya, lingkungan pengendapannya, dan mengetahui hubungan geologi dari kedua unit stratigrafi batuan vulkaniklastik tersebut. I.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang muncul untuk diteliti lebih mendalam, seperti : 1. Apakah jenis batuan vulkanikastik yang terdapat pada daerah Tebing Breksi, Candi Ijo, Sambirejo, Prambanan, Sleman dan pada daerah Watuadeg, Berbah, Sleman? 2. Bagaimana mekanisme pengendapan dari masing-masing unit stratigrafi batuan vulkanik tersebut? 3. Saat pengendapan masing-masing unit stratigrafi batuan vulkaniklastik tersebut, apakah lingkungan pengendapannya dan kapan waktu pengendapannya? 4. Secara geologi, bagaimana hubungan dari kedua unit stratigrafi batuan vulkanikastik tersebut? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui jenis batuan, mekanisme pengendapan, dan lingkungan serta umur pengendapan dari unit stratigrafi batuan vulkaniklastik daerah Tebing Breksi, Candi Ijo, sambirejo,

5 Prambanan, Sleman dengan unit stratigrafi batuan vulkaniklastik pada daerah Watuadeg, Jogotirto, Berbah, Sleman. 2. Untuk mengetahui hubungan geologi dari kedua unit stratigrafi batuan vulkaniklatik yang terdapat pada kedua lokasi penelitian. I.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penelitian berada pada dua lokasi yaitu lokasi pertama pada koordinat 7 o 46 54.1 S 110 o 30 13.8 E, yaitu pada lokasi yang dikenal dengan Tebing Breksi sebelah barat Candi Ijo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Lokasi kedua berada pada koordinat 7 o 48 30.2 S 110 o 27 38.7 E, yaitu pada Dusun Watuadeg sebelah timur Kali Opak, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Jarak kedua lokasi satu sama lain yaitu sekitar 5 km. Sedangkan jarak lokasi pertama dari kampus sekitar 20 km, begitu juga dengan jarak lokasi kedua. Kesampaian daerah dari kampus dapat ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor menuju lokasi pertama maupun lokasi kedua. Untuk kesampaian dari lokasi satu sama lain dapat ditempuh dengan waktu sekitar 15 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor.

6 Gambar 1.1 Lokasi penelitan berada di dua lokasi yang berbeda (Sumber: Peta RBI Pulau Jawa). Keterangan: Jalur pengukuran stratigrafi berupa jalur vertikal pada singkapan tebing. I.5 Batasan Masalah Dalam penelitian ini diberi batasan agar penelitian lebih terfokus pada tujuan penelitian, berikut batasannya : 1. Penelitian dilakukan pada dua singkapan batuan vulkaniklastik pada lokasi pertama dengan tinggi sekitar 12 m, dan singkapan batuan vulkaniklastik lokasi kedua dengan tinggi sekitar 7 m. 2. Peninjauan hubungan geologi terbatas pada kedua lokasi penelitian dari dua unit stratigrafi batuan vulkaniklastik, dengan data pendukung berupa data struktur geologi regional. 3. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berupa pengukuran stratigrafi dengan skala 1:10, kemudian dengan pengamatan batuan

7 secara megaskopis, dan singkapan di lapangan, dan dengan mengambil sampel pada kedua lokasi yang representatif untuk dilakukan pengamatan secara mikroskopis melalui metode petrografi, serta untuk mendapatkan data umur pengendapan dilakukan pengamatan fosil foraminifera planktonik dengan metode paleontologi. I.6 Manfaat Penelitian Penelitian yang telah dilakukan akan memberikan manfaat informasi geologi yaitu : 1. Dapat mengetahui jenis batuan vulkaniklastik yang terdapat di daerah Tebing Breksi, Candi Ijo, sambirejo, Prambanan, Sleman dan di daerah Watuadeg, Jogotirto, Berbah, Sleman. 2. Dapat mengetahui mekanisme pembentukan batuan vulkaniklastik yan terbentuk pada kedua lokasi penelitian. 3. Dapat mengetahui lingkungan dan umur pengendapan masing-masing unit stratigrafi batuan vulkaniklastik tersebut. 4. Dapat mengetahui hubungan geologi dari kedua unit stratigrafi vulkaniklastik tersebut. I.7 Peneliti Terdahulu dan Keaslian Penelitian 1. Smyth dkk., (2005) Formasi Semilir merupakan akumulasi endapan piroklastik dengan komponen dasitik yang diproduksi oleh erupsi eksplosif. Berdasar penanggalan

8 gunungapi melalui metode U-Pb SHRIMP, diketahui umur formasi ini diendapkan pada satu fase erupsi yaitu di antara 19-21 juta tahun yang lalu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formasi ini diendapkan dalam waktu yang singkat pada Miosen Awal, paling lama sekitar 1 juta tahun. 2. Puspa (2006) Penelitian berupa studi fasies dan sedimentasi Formasi Semilir di daerah Sendang, Wuryantoro, Jawa Tengah. Penelitian ini menunjukkan perkembangan 4 fasies yaitu fasies perselingan batupasir, fasies lapili tuf, fasies breksi pumis, dan fasies breksi pumis dasitan. Hasil penelitiannya menunjukkan fasies tersebut merupakan batuan piroklastik dan batuan epiklastik vulkanik. Berdasarkan analisis umur menggunakan fosil nanoplankton menunjukkan Miosen Awal atau NN2 NN3 (Zona Martini). Menurut uji penarikan jejak belah mineral zirkon, umur pengendapannya 17 ± 1,1 juta tahun yang lalu. Lingkungan pengendapannya teridentifikasi berada di lingkungan laut dalam (submarine fan), dengan mekanisme arus turbid, aliran piroklastik, dan gravity flow. 3. Novian dkk., (2007) Peneliti melakukan penelitian di Dusun Boyo, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul. Pada jalur Kali Ngalang, Formasi Semilir secara selaras berubah menjadi Anggota Buyutan. Bagian bawah Anggota Buyutan terdiri dari perselingan batupasir tufan dengan batulanau dan batubara serta disisipi oleh breksi vulkanik di beberapa bagian. Bagian atas Anggota Buyutan terdiri dari perselingan batupasir tufan dengan konglomerat serta terdapat sispan batulanau yang kaya karbon. Hasil analisisnya yang menunjukkan Anggota

9 Buyutan berumur Miosen Awal. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah lingkungan darat - laut. 4. Surono (2008) Peneliti melakukan penelitian pada Formasi Semilir yang berada di Desa Sendang, Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Daerah ini ditemukan pada bagian atas berupa tuf lapili dan breksi batuapung, dan bagian bawah berupa batuan sedimen klastika halus. Berdasarkan metode jejak belah zirkon pada breksi batuapung dilakukan analisis penentuan umur, yang juga menunjukkan umur awal Miosen Tengah. Lingkungan pengendapannya yang menunjukkan pendangkalan ke atas yang dimulai dari laut ke darat. 5. Wibowo (2011) Penelitian berupa analisis fasies batuan vulkanik Formasi Semilir di daerah Nglangkir, Manyaran, Wonogiri, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan batuannya disebabkan oleh mekanisme pengendapan piroklastik jatuhan, aliran, dan seruakan, aliran lava, aliran massa, dan aliran traksi. Analisis paleontologi menunjukkan umur pengendapan termuda pada daerah penelitiannya yaitu Miosen Tengah (N9 N10). Lingkungan pengendapannnya terjadi di lingkungan darat dan laut. 6. Kristiawan (2012) Peneliti melakukan analisis litostratigrafi dan sedimentasi batuan vulkanik di daerah Tepus Ngluwur, Semin, Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitiannya menunjukkan keterdapatan 11 litofasies dengan 6 episode erupsi tipe ekslosif magmatik. Mekanisme pengendapannya disebabkan oleh piroklastik jatuhan,

10 aliran, seruakan, dan aliran debris lahar. Lingkungan pengendapannya diinterpretasikan berada di lingkungan darat (subaerial). 7. Hidiyawati (2014) Penelitian berupa analisis unit erupsi batuan vulkaniklastik di daerah Watuadeg, Berbah, Sleman, Yogyakarta yang termasuk ke dalam Formasi Semilir. Hasil penelitiannya menunjukkan tipe batuannya berupa batuan vulkaniklastik resedimentasi piroklastik, dengan tersusun oleh 5 unit erupsi. Mekanisme pengendapannya disebabkan oleh proses aliran massa, yang terendapkan di lingkungan laut dangkal.