BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat dengan penyebaran yang semakin luas (Widoyono, 2011). Dengue memiliki presentasi klinis yang luas, terkadang dengan perubahan dan keluaran yang tidak dapat ditebak (WHO, 2009a). Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia. Penyakit DBD menunjukkan peningkatan baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik selalu terjadi kejadian luar biasa setiap tahun (Suroso, 1984). Ada beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi daerah endemis dan KLB selalu terjadi setiap tahunnya yaitu Indonesia merupakan negara yang dilewati garis khatulistiwa yang menjadikan Indonesia menjadi daerah tropis yang merupakan tempat yang sangat tepat sebagai tempat perkembangbiakan untuk nyamuk Ae. aegypti sebagai penular DBD, selain itu terdapat juga musim penghujan 1
2 yang merupakan saat perkembangbiakan tercepat. Faktorfaktor lain adalah kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan yang masih rendah, budaya menyimpan air di tempat yang terbuka pada sebagian besar masyarakat Indonesia yang memberikan tempat yang tepat bagi nyamuk Ae. aegypti untuk berkembang biak, populasi yang padat, serta mobilitas manusia yang tinggi juga menyebabkan penularan penyakit demam berdarah dengan cepat. Peningkatan korban yang terkena DBD diperkirakan akan terus bertambah, terutama pasca banjir, pergantian musim, dan pada waktu curah hujan jarang terjadi dimana banyak penampungan air yang dekat dengan lingkungan pemukiman penduduk yang jarang dibersihkan, sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti (KEMENKES, 2011). Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang berasal dari kelompok Arbovirus B, merupakan arthropodborne virus atau virus yang disebarkan oleh filum arthropoda (Widoyono, 2011). Dengue endemik di sekitar 100 negara di Asia, Pasifik, Amerika, Afrika, dan Karibian. World Health Organization memperkirakan ada sekitar 50-100 juta infeksi yang muncul tiap tahunnya,
3 termasuk 500.000 kasus DBD dan 22.000 kematian, terutama pada anak-anak (CDC, 2010). Vektor utama demam berdarah dengue adalah Ae. aegypti yang biasanya aktif menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam ataupun di luar rumah (Sutanto, et al., 2008). Nyamuk Ae. aegypti sangat aktif pada dua puncak waktu yaitu dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari terbenam. Hanya nyamuk betina yang menggigit untuk mendapatkan darah untuk bertelur (CDC, 2012). Nyamuk-nyamuk Aedes berkembang biak dalam air bersih yang tertampung dalam barang-barang bekas seperti botol plastik, kaleng, bak-bak air terbuka, vas bunga, dan lain-lain (Sembel, 2009). Pemutusan rantai penularan penyakit DBD dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain mengurangi atau menghindari kontak dengan vektor, mencegah perkembangbiakan nyamuk dengan cara menghilangkan tempat-tempat yang memungkinkan nyamuk berkembang biak, membunuh larva dan nyamuk dewasa (Sudarto, 1990). Sudah banyak upaya yang dilakukan untuk memberantas nyamuk, seperti penerapan 3M, pecegahan gigitan nyamuk dengan pemasangan kawat kasa dan net di rumah, dan penggunaan
4 zat penolak serangga (Sembel, 2009). Pengendalian nyamuk Ae. aegypti pada tahap nyamuk dewasa yang paling umum dilakukan adalah penyemprotan atau pengasapan dengan menggunakan insektisida. Pengendalian tahap jentik dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara kimiawi dengan menggunakan temefos atau dikenal dengan abatisasi, secara biologi seperti memelihara ikan pemakan jentik, serta secara fisik atau yang lebih dikenal dengan kegiatan 3M, yaitu menguras bak mandi atau tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, serta mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti (Sutanto, et al., 2008). Ada beberapa bentuk formula obat anti nyamuk, antara lain cair, aerosol, dan bakar. Bahan aktif yang digunakan dalam formulasi adalah senyawa sintetik allethrin atau piretrin dan transflutrin (Hernani, et al., 2004). Namun saat ini mulai terjadi resistensi vektor penyakit terhadap insektisida. Resistensi tersebut berkembang dari setiap kelas insektisida, termasuk obat anti mikroba dan pengatur pertumbuhan serangga (Brogdon dan McAllister, 1998). Insektisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mempunyai potensi dalam pengendalian vektor. Penggunaan derivat tumbuhan seperti citronella
5 oil sebagai repelen alternatif, yang sudah terdaftar sebagai repelen serangga oleh U.S. Enviromental Protection Agency (EPA) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)(Enviromental Protection Agency, 2008 dalam Kongkaew, et al., 2011) Minyak serai merupakan bahan alami yang mudah terurai sehingga aman terhadap lingkungan. Daun dan akar serai mengandung saporin, flavonoida, dan polifenol, selain itu daunnya mengandung minyak atsiri. Harga minyak serai juga relatif murah dibandingkan dengan bahan sintetik, serta mudah pengaplikasiannya (BALITBANG Pertanian, 2012). Pada batang dan daun serai terdapat beberapa senyawa yang dapat membunuh nyamuk, salah satunya adalah sitronela. Sitronela mempunyai sifat racun, racun ini bekerja seperti racun kontak yang dapat memberikan kematian karena kehilangan cairan terus-menerus, sehingga tubuh nyamuk kehilangan cairan (Wahyuni, 2005). Sehubungan dengan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari minyak serai dalam upaya pengendalian serangga dan banyaknya masalah yang ditimbulkan dengan penggunaan bahan kimia, maka perlu dilakukan penelitian mengenai potensi minyak serai (Andropogon nardus L.)
6 sebagai bahan dasar untuk obat anti nyamuk elektrik cair dalam membunuh nyamuk Ae. aegypti. B. Perumusan Masalah 1. Apakah penggunaan minyak serai (Andropogon nardus L.) konsentrasi 100% dapat digunakan sebagai bahan dasar obat anti nyamuk elektrik cair terhadap nyamuk Ae. aegypti. 2. Berapakah waktu yang dibutuhkan sehingga minyak serai (Andropogon nardus L.) konsentrasi 100% dapat mematikan nyamuk Ae. aegypti sebesar 50% dan 90%. 3. Apakah terdapat perbedaan KT 50 dan KT 90 antara minyak serai (Andropogon nardus L.) konsentrasi 100% dan d-allethrin 0,01 g/l. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui daya bunuh minyak serai (Andropogon nardus L.) dalam konsentrasi 100% sebagai bahan dasar dari obat anti nyamuk elektrik cair terhadap nyamuk Ae. aegypti.
7 2. Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan minyak serai (Andropogon nardus L.) konsentrasi 100% untuk membunuh nyamuk Ae. aegypti sebesar 50% dan 90%. 3. Untuk membandingkan KT 50 dan KT 90 antara minyak serai (Andropogon nardus L.) konsentrasi 100% dan d-allethrin 0,01 g/l. D. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis penelitian mengenai uji minyak serai (Andropogon nardus L.) konsentrasi 100% sebagai bahan dasar obat anti nyamuk elektrik cair dibandingkan dengan standar baku d-allethrin 0,01 g/l terhadap mortalitas nyamuk Ae. aegypti belum pernah dilakukan. E. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan akan bermanfaat untuk pengendalian vektor demam berdarah dengue pada stadium nyamuk dewasa sehingga penularan virus dengue dapat dikendalikan. Selain itu, dengan menggunakan bahan alami berupa tanaman serai (Andropogon nardus L.) yang aman untuk manusia akan
8 memberikan solusi pengendalian vektor nyamuk yang aman untuk kesehatan manusia dan lingkungan.