BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia biasanya dilaksanakan di tingkat SMP dan SMA. Bimbingan dan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bersaing, bergaul, ekspresi diri, harga diri dan lain-lain. Menurut Maslow (dalam Hambali 2013: ) bahwa setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan individu kompleks yang memiliki dinamika

BAB I PENDAHULUAN. menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

BAB I PENDAHULUAN. tingkat tinggi, sedang, maupun rendah. Masalah (problem) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi dalam pelaksanaan pembelajaran 1. belajar mengajar, agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibentuk. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB I PENDAHULUAN. suatu sekolah dikatakan berhasil jika ia mendapatkan nilai yang bagus dan

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu adalah

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

I. PENDAHULUAN. Faktor utama dalam menempuh hidup yang lebih baik adalah dengan. melaksanakan pembangunan berdasarkan iman dan takwa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki potensi di dalam dirinya. Potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Melati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses pembelajaran merupakan bagian dari proses pendidikan. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. pada siswanya. Kerapkali guru tidak menyadari bahwa jebakan rutinitas seperti duduk, diam,

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan. Penilaian tersebut menunjukkan sejauh mana individu tersebut menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri, orang tua, sekolah, teman sebaya, dan aktivitas sosial. Apabila penilaian tersebut meningkat, maka sudah tentu harga diri seseorang itu akan meningkat pula. Mengembangkan harga diri berarti mengembangkan keyakinan-keyakinan pada diri sendiri bahwa kita mampu untuk hidup dan patut untuk berbahagia dalam menghadapi kehidupan dengan penuh keyakinan, berbuat kebaikan, dan optimisme yang semuanya akan membantu kita mencapai tujuan hidup yang bahagia. Yang berarti bahwa dengan mengembangkan harga diri berarti memperluas kapasitas untuk mencapai kebahagiaan. Harga diri yang dimiliki remaja akan mempengaruhi perilakunya dalam hubungan sosial dengan individu lain. Harga diri tinggi akan berpengaruh pada perilaku positif. Sebaliknya harga diri rendah akan membawa pengaruh yang kurang baik bagi perilaku individu. Harga diri memiliki pengaruh besar dalam sikap remaja dalam kehidupan sehari-hari, remaja dengan harga diri rendah cenderung bersikap negatif dalam perilakunya dan merasa tidak dihargai, tidak diterima dan diperlakukan kurang baik oleh orang lain, sebaliknya remaja dengan

2 harga diri tinggi cenderung bersikap positif dalam perilakunya, individu mampu melihat dirinya berharga, diterima dan diperlakukan baik oleh orang lain. Begitu pula dalam konteks perilaku prososial, harga diri diperlukan agar remaja mampu melakukan tindakan yang menuntut pengorbanan (ikhlas) untuk membantu orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal harga diri sebagai Gengsi, pada siswa remaja harga diri sering dikaitkan dengan berbagai tingkah laku khas remaja seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan, pacaran sampai prestasi. Dari berbagai macam permasalahan yang dihadapi remaja, pada masa remaja ini mereka berusaha untuk mencari identitas dirinya dan berusaha mencari status sebagai seorang yang berdiri sendiri tanpa bantuan orang tua. Proses pembentukan identitas diri memiliki kaitan erat dengan bagaimana remaja menilai atau mengevaluasi diri. Dalam pembentukan identitas diri siswa yang memperoleh keberhasilan secara sukses, maka siswa remaja tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam hal ini Glesser (Corey, 2005:263) mengungkapkan bahwa sekolah mungkin mengarahkan anak pada kegagalan karena sekolah lebih menunjukkan wujud kurang perhatian secara pribadi kepada individu, Glesser juga mengamati bahwa banyak anak-anak yang membutuhkan cinta dan harga diri yang semula tidak ditemukan oleh remaja dirumah dan tidak ditemukan juga di sekolah sehingga semakin meningkatkan identitas kegagalan. Akibat identitas kegagalan maka kebutuhan siswa tersebut tidak terpenuhi khususnya dalam hal kebutuhan harga diri.

3 Remaja dengan harga diri rendah akan lebih rentan berperilaku negatif dan bermacam-macam bentuk perilaku negatif yang akan dilakukan siswa karena harga diri dapat mempengaruhi perilaku seseorang (Clemes, 1995:3) sehingga di sekolah secara tidak langsung siswa akan menghadapi masalah-masalah karena perilaku negatif akibat harga diri rendah. Kurangnya harga diri pada siswa dapat mengakibatkan masalah akademik penampilan sosial dan olahraga. Harga diri merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi demi memperoleh keberhasilan hidup dalam keluarga, sekolah, dan dalam masyarakat. Sebagai contoh remaja yang memiliki harga diri yang rendah, misalnya remaja tersebut memiliki badan yang gemuk dan remaja tersebut berpikir bahwa dia tidak menarik dengan badan yang gemuk sehingga dia tidak dapat berprestasi dibidang olah raga, remaja tersebut tidak percaya diri dan malu dalam bergaul, sedangkan remaja yang memiliki harga diri tinggi meskipun ia memiliki kekurangan tetapi dia tetap optimis dan semangat memperbaiki kekurangan melalui hal yang lain misalnya, dalam hal prestasi yang lain selain olahraga ia dapat cakap dalam berbahasa Inggris dan lain lain dan memperbaiki penampilan fisiknya serta mampu memahami bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan yang dapat dibanggakan. Siswa yang memiliki harga diri rendah pada dasarnya siswa tersebut tidak dapat memahami kenyataan yang ada pada dirinya. Dalam permasalahan mengenai penampilan sosial, masalah akademik dan olahraga, terdapat siswa yang memiliki harga diri rendah yang ditunjukkan dengan adanya siswa yang tidak mudah menyesuaikan diri atau canggung dengan lingkungan yang baru karena takut teman baru tidak dapat menerimanya.

4 Permasalahan akademik yaitu ditunjukkan dengan kurang percaya diri (PD) dalam mengekspresikan pendapat yang dimilikinya, beberapa siswa yang berfikir bahwa dia diasingkan temannya dan merasa bahwa dia tidak berharga di depan temantemannya, menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan seperti pada saat waktu mata pelajaran tertentu siswa sering izin keluar kelas dan lama kembali ke kelas lagi. Apabila siswa-siswa tersebut memiliki harga diri yang tinggi maka ia akan dapat memahami realita yang ada pada dirinya. Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka sangatlah penting bagi siswa remaja untuk dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial, kemampuan untuk menyesuaikan diri dan pentingnya harga diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan. Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (Kurnia Sari Dewi, 2008) dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menurut keterampilan sosial (social skill) yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok dan lapangan kerja. Pembentukan harga diri pada remaja dipengaruhi oleh beberapa lingkungan di antaranya lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Harga diri yang baik yang selalu ingin diraih setiap orang tidak akan dapat tercapai kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan, dan ketegangan jiwa yang bermacammacam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara yang objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan

5 berprestasi di sekolah. Ketidakmampuan remaja dalam memenuhi harga dirinya, secara tidak langsung membawanya pada hal-hal kecil yang berdampak negatif bagi perkembangan pribadi, sosial, dan pendidikannya sehingga hal yang demikian dapat menimbulkan banyak permasalahan di sekolah. Permasalahan yang ditimbulkan oleh remaja di sekolah sudah pasti akan disoroti banyak pihak di sekolah seperti guru bidang studi, wali kelas, wakil kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling (BK) bahkan sampai kepada kepala sekolah. Namun untuk mengatasi permasalahan siswa yang ada di sekolah di sini guru BK yang harus bertindak karena guru BK memiliki kompetensi atau caracara untuk mengatasi dan menghadapi anak remaja dengan berbagai permasalahan yang siswa hadapi walaupun pada kenyataannya ada sebagian staf pengajar yang ikut dalam mengatasi permasalahan yang siswa alami. Guru BK dalam kaitan ini adalah seseorang yang membantu menyelesaikan masalah remaja (siswa) di sekolah. Dalam hal ini guru BK mempunyai pandangan atau cara masing-masing untuk mengatasi masalah siswa tersebut. Namun berdasarkan pengalaman selama menjadi siswa dan pengalaman sewaktu praktek di lapangan (PPLT), guru BK lebih banyak memberi nasehat dalam menyelesaikan masalah siswa. Bagi beberapa orang siswa yang mendapat nasehat dari seorang konselor sudah memberi inspirasi bagi mereka dalam menyelesaikan masalahnya, sehingga mereka dapat menyelesaikan sendiri masalahnya. Akan tetapi bagi siswa lainnya pemberian nasehat ini justru dianggap membosankan dan tidak berguna. Siswa seperti ini akhirnya enggan menceritakan masalah kepada guru BK karena dianggap bukannya mendapatkan pemecahan

6 atas masalah yang dialami melainkan hanya mendapatkan nasehat-nasehat yang ternyata tidak terlalu diinginkan oleh siswa. Jika demikian halnya, maka kondisi pelayanan konseling di sekolah tidak efektif dalam mengentaskan masalah siswa. Ketidakefektifan layanan bimbingan dan konseling ditandai dengan ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa tersebut seperti dalam hal penyesuaian diri yang salah, berdiam diri di kelas, tidak berani mengatasi masalahnya sendiri, selalu bergantung pada orang lain, cenderung untuk menarik diri atau bersikap over. Tidak jarang siswa akhirnya membiarkan masalah yang dihadapinya terselesaikan dengan sendirinya tanpa mencoba menemukan sendiri apa solusinya ataupun melakukan konseling dengan guru BK. Penyelesaian masalah siswa seharusnya juga melibatkan siswa itu sendiri yaitu dengan meningkatkan harga diri siswa yang rendah dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Sehingga dengan meningkatnya harga diri siswa tersebut dapat mengatasi setiap masalah yang dialaminya. Berdasarkan hasil penelitian Eko Abdul Surozaq yang berjudul Penerapan Konseling kelompok Realita untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Berprestasi Kurang (Underachiever) pada siswa kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban. Dari hasil analisis menggunakan uji tanda diketahui ρ = 0,016 lebih kecil dari α = 0,05 menunjukkan adanya perbedaan skor motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok realita. Sehingga dapat di simpulkan bahwa penerapan konseling kelompok realita dapat meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever).

7 Pada kenyataannya, proses dan model yang digunakan saat ini dalam layanan bimbingan dan konseling di sekolah belum efektif dalam membantu siswa. Siswa tidak memahami permasalahan yang sedang dihadapinya, karena pada saat pemberian nasehat dalam proses konseling hanya membuat siswa mendengarkan saja tanpa berfikir apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalahnya terutama dalam hal meningkatkan harga diri siswa. Berdasarkan fenomena di atas, untuk mengetahui pencapaian keberhasilan siswa dalam mengatasi permasalahan dalam meningkatkan harga diri siswa, maka diperlukan suatu penelitian yang mencoba mengaitkan konseling realita yang dapat berpengaruh dalam meningkatkan harga diri rendah siswa. Oleh karena itu dari latar belakang yang ada, maka peneliti merasa penting dan tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan hal di atas dan mengangkatnya ke dalam judul penelitian: MENINGKATKAN HARGA DIRI SISWA MELALUI PENERAPAN KONSELING REALITA DI KELAS XI SMA NEGERI 19 MEDAN KECAMATAN SERUWAI BELAWAN TAHUN AJARAN 2012/2013. B. Identifikasi Masalah Beberapa masalah yang di identifikasi akibat ketidakmampuan mengelola perubahan tersebut antara lain: 1. Bentuk rasa rendah diri siswa yang tidak dapat membedakan yang benar dan salah sehingga tidak berani mengatasi masalahnya sendiri dan selalu bergantung pada orang lain.

8 2. Kurangnya harga diri pada siswa menyebabkan siswa cenderung untuk menarik diri atau menjadi agresif di dalam kelas, berdiam diri di kelas, mengasingkan diri, siswa menjadi stress, dan bahkan enggan mengikuti konseling. Pemberian nasehat yang dilakukan dalam konseling tidak selalu berhasil membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapi. C. Batasan Masalah Sesuai dengan judul penelitian dan permasalahan yang hendak diulas dalam penelitian ini serta untuk menghindari timbulnya penafsiran yang berbeda-beda maka perlu adanya pembatasan permasalahan yang akan diteliti, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada Meningkatkan Harga Diri Siswa Melalui Penerapan Konseling Realita di Kelas XI SMA Negeri 19 Medan Kecamatan Seruwai Belawan Tahun Ajaran 2012/2013. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah Melalui Penerapan Konseling Realita Dapat Meningkatkan Harga Diri Siswa di Kelas XI SMA Negeri 19 Medan Kecamatan Seruwai Belawan Tahun Ajaran 2012/2013

9 E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah Untuk meningkatkan Harga Diri Siswa melalui Penerapan Konseling Realita di kelas XI SMA Negeri 19 Medan Kecamatan Seruwai Belawan Tahun Ajaran 2012/2013 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Sekolah sebagai bahan masukan yang memberikan pengetahuan berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hubungannya dengan peningkatan harga diri siswa serta mengetahui pentingnya ditempatkan guru BK yang dari lulusan BK. 2. Sebagai bahan masukan siswa dalam memberikan informasi dan pemahaman tentang pentingnya harga diri. 3. Memberikan informasi dan sebagai bahan masukan bagi guru BK dalam penelitian atau penerapan model bimbingan dan konseling yang sesuai untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa serta memotivasi siswa untuk mampu meningkatkan harga diri. 4. Sebagai bahan pegangan bagi peneliti dalam melaksanakan tugasnya sebagai calon pendidik (konselor) di masa yang akan datang.