PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYELESAIAN BANDING MEREK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYELESAIAN BANDING MEREK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No penyelesaian sengketa di luar pengadilan, perlu mengatur mengenai mekanisme pemblokiran dan pembukaan pemblokiran akses sistem admini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PENDAFTARAN DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PMK.03/2015 TENTANG

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang K

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN BADAN HUKUM YAYASAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

2017, No Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PENDAFTARAN DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

DIREKTUR JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2005 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI KOMISI BANDING PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2005 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI KOMISI BANDING PATEN

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lemb

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN, PENGUNDANGAN, DAN PENYEBARLUASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2005 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI KOMISI BANDING PATEN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2013 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

2016, No Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Ne

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 177, Tam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

2018, No Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/PERMENTAN/ OT.140/2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Pertanian, perlu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Daftar. Badan Hukum. Data. Tata Cara.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

BAB V IZIN PENDAFTARAN MEREK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

-2-2. Undang-Undang 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN, PENGUNDANGAN, DAN PENYEBARLUASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BERITA NEGARA. No.419, 219 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Jaminan Fidusia. Pendaftaran. Elektronik. Tata Cara.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.04/2012 TENTANG

2017, No tentang Biaya Jasa Hukum Notaris untuk Pendirian Perseroan Terbatas bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG TIM PENERTIBAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Ne

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KONSULTAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 ayat (5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Syarat dan ; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130); M E M U T U S K A N: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENCATATAN PENGALIHAN PATEN. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 2. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten. 3. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan pencatatan pengalihan Paten. 4. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersamasama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.

5. Surat Kuasa Khusus adalah surat kuasa sebagaimana diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Perdata. 6. Klaim adalah uraian tertulis mengenai inti Invensi atau bagian-bagian tertentu dari suatu Invensi yang dimintakan perlindungan hukum dalam bentuk Paten. 7. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan Hak Kekayaan Intelektual dalam pemerintahan. 8. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Kementerian yang dipimpin oleh Menteri. 9. Hari adalah hari kerja. BAB II Pencatatan Pengalihan Paten Bagian Kesatu Umum Pasal 2 (1) Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena: a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. perjanjian tertulis; atau e. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan mengenai pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut hukum yang berlaku untuk masing-masing subyek hukum yang bersangkutan. Pasal 3 (1) Paten yang beralih atau dialihkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal. (2) Permohonan pencatatan pengalihan Paten diajukan dalam bahasa Indonesia. (3) Permohonan pencatatan pengalihan Paten dapat diajukan oleh Pemohon atau kuasanya. (4) Dalam hal Pemohon tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Republik Indonesia, permohonan pencatatan pengalihan Paten harus diajukan melalui kuasanya di Indonesia. (5) Permohonan pencatatan pengalihan Paten memuat: a. nomor dan judul Paten; b. tanggal, bulan, dan tahun permohonan; c. nama dan alamat lengkap Pemohon; d. nama dan alamat lengkap Pemegang Paten; dan e. nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa. Bagian Kedua Syarat Pencatatan Pengalihan Paten Pasal 4 (1) Pencatatan Pengalihan Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi syarat: a. telah membayar biaya permohonan pencatatan pengalihan Paten; b. telah membayar biaya tahunan atas Paten untuk tahun yang sedang berjalan; dan c. kelengkapan dokumen permohonan pencatatan pengalihan Paten.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b besarnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Karena Pewarisan Pasal 5 (1) Dalam hal Pemegang Paten meninggal dunia, ahli waris Pemegang Paten mengajukan permohonan pencatatan pengalihan Paten kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan: b. surat kematian Pemegang Paten; c. surat tanda bukti sebagai ahli waris dalam bentuk penetapan waris dari pengadilan agama untuk mereka yang beragama Islam, atau akta waris yang dibuat oleh notaris, atau penetapan waris yang dibuat oleh pengadilan negeri; d. akta penunjukan kepada salah seorang ahli waris dalam hal ahli waris lebih dari satu orang; e. Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; f. bukti pembayaran biaya permohonan pencatatan pengalihan Paten; dan g. bukti pembayaran biaya tahunan atas Paten. pengalihan Paten harus dilengkapi dengan surat pernyataan ahli waris yang menyebutkan Klaim yang dialihkan. mencatat pengalihan Paten karena pewarisan dalam Daftar Umum Paten dan pada sertifikat Paten yang bersangkutan serta mengumumkannya dalam Berita Resmi Paten dan memberitahukannya kepada ahli waris. (4) Pemberitahuan kepada ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan sertifikat Paten yang telah dibubuhi pencatatan pengalihan Paten. (5) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum dipenuhi, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya melengkapi persyaratan, maka permohonan pencatatan pengalihan Paten karena pewarisan dianggap ditarik kembali. Pasal 6 (1) Dalam hal ahli waris tidak bersedia menjadi Pemegang Paten, maka ahli waris menyatakan pelepasan Paten tersebut dan memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan surat pernyataan ahli waris mengenai pelepasan Paten. (2) Dalam hal ahli waris menyatakan pelepasan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Paten tersebut dapat dibatalkan. Pasal 7 Biaya tahunan atas Paten dibebankan kepada penerima Paten karena pewarisan.

Bagian Keempat Karena Hibah Pasal 8 Pemegang Paten dapat menghibahkan Patennya kepada orang atau badan hukum. Pasal 9 (1) Penerima Paten karena hibah mengajukan permohonan pencatatan pengalihan Paten kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan: b. salinan akta hibah; c. Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; d. bukti pembayaran biaya permohonan pencatatan pengalihan Paten; dan e. bukti pembayaran biaya tahunan atas Paten. pengalihan Paten harus dilengkapi dengan surat pernyataan Pemegang Paten yang menyebutkan Klaim yang dialihkan. mencatat pengalihan Paten karena hibah dalam Daftar Umum Paten dan pada sertifikat Paten yang bersangkutan serta mengumumkannya dalam Berita Resmi Paten dan memberitahukannya kepada penerima Paten karena hibah. (4) Pemberitahuan kepada penerima Paten karena hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan sertifikat Paten yang telah dibubuhi pencatatan pengalihan Paten. (5) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum dipenuhi maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya melengkapi persyaratan, maka permohonan pencatatan pengalihan Paten karena hibah dianggap ditarik kembali. Pasal 10 (1) Dalam hal penerima Paten karena hibah tidak bersedia menjadi Pemegang Paten, maka penerima Paten karena hibah menyatakan pelepasan Paten tersebut dan memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan surat pernyataan penerima Paten karena hibah mengenai pelepasan Paten. (2) Dalam hal penerima Paten karena hibah menyatakan pelepasan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Paten tersebut dapat dibatalkan. Pasal 11 Biaya tahunan atas Paten dibebankan kepada penerima Paten karena hibah.

Bagian Kelima Karena Wasiat Pasal 12 (1) Perorangan Pemegang Paten dapat mewasiatkan Patennya kepada orang atau badan hukum. (2) Wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku setelah Pemegang Paten yang membuat wasiat meninggal dunia. Pasal 13 (1) Penerima Paten karena wasiat mengajukan permohonan pencatatan pengalihan Paten kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan: b. surat kematian Pemegang Paten; c. salinan akta wasiat; d. Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; e. bukti pembayaran biaya permohonan pencatatan pengalihan Paten; dan f. bukti pembayaran biaya tahunan atas Paten. pengalihan Paten harus dilengkapi dengan surat pernyataan Pemegang Paten yang menyebutkan Klaim yang dialihkan. mencatat pengalihan Paten karena wasiat dalam Daftar Umum Paten dan pada sertifikat Paten yang bersangkutan serta mengumumkannya dalam Berita Resmi Paten dan memberitahukannya kepada penerima Paten karena wasiat. (4) Pemberitahuan kepada penerima Paten karena wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan sertifikat Paten yang telah dibubuhi pencatatan pengalihan Paten. (5) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum dipenuhi, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya melengkapi persyaratan, maka permohonan pencatatan pengalihan Paten karena wasiat dianggap ditarik kembali. Pasal 14 (1) Dalam hal penerima Paten karena wasiat tidak bersedia menjadi Pemegang Paten, maka penerima Paten karena wasiat menyatakan pelepasan Paten tersebut dan memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan surat pernyataan penerima Paten karena wasiat mengenai pelepasan Paten. (2) Dalam hal penerima Paten karena wasiat menyatakan pelepasan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Paten tersebut dapat dibatalkan. Pasal 15 Biaya tahunan atas Paten dibebankan kepada penerima Paten karena wasiat.

Bagian Keenam Karena Perjanjian Tertulis Pasal 16 (1) Penerima Paten karena perjanjian tertulis mengajukan permohonan pencatatan pengalihan Paten kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan: b. perjanjian tertulis tentang pengalihan Paten; c. Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; d. bukti pembayaran biaya permohonan pencatatan pengalihan Paten; dan e. bukti pembayaran biaya tahunan atas Paten. pengalihan Paten harus dilengkapi dengan surat pernyataan Pemegang Paten yang menyebutkan Klaim yang dialihkan. mencatat pengalihan Paten karena perjanjian tertulis dalam Daftar Umum Paten dan pada sertifikat Paten yang bersangkutan serta mengumumkannya dalam Berita Resmi Paten dan memberitahukannya kepada penerima Paten karena perjanjian tertulis. (4) Pemberitahuan kepada penerima Paten karena perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan sertifikat Paten yang telah dibubuhi pencatatan pengalihan Paten. (5) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum dipenuhi, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya melengkapi persyaratan, maka permohonan pengalihan Paten karena perjanjian tertulis dianggap ditarik kembali. Pasal 17 Biaya tahunan atas Paten dibebankan kepada penerima Paten karena perjanjian tertulis. Bagian Ketujuh Karena Sebab Lain Yang Dibenarkan Oleh Peraturan Perundang-undangan Pasal 18 (1) Penerima Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan mengajukan permohonan pencatatan pengalihan Paten kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan: b. salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan bukti pengalihan Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan; c. Surat Kuasa Khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa; d. bukti pembayaran biaya permohonan pencatatan pengalihan Paten; dan

e. bukti pembayaran biaya tahunan atas Paten. pengalihan Paten harus dilengkapi dengan salinan putusan pengadilan atau salinan bukti pengalihan Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan yang menyebutkan Klaim yang dialihkan. mencatat pengalihan Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dalam Daftar Umum Paten dan pada sertifikat Paten yang bersangkutan serta mengumumkannya dalam Berita Resmi Paten dan memberitahukannya kepada penerima Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. (4) Pemberitahuan kepada penerima Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan sertifikat Paten yang telah dibubuhi pencatatan pengalihan Paten. (5) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum dipenuhi, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya melengkapi persyaratan, permohonan pengalihan Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan dianggap ditarik kembali. Pasal 19 (1) Dalam hal Penerima Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan tidak bersedia menjadi Pemegang Paten, maka Penerima Paten tersebut menyatakan pelepasan Paten dan memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal dengan melampirkan surat pernyataan Penerima Paten dimaksud mengenai pelepasan Paten. (2) Dalam hal penerima Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan menyatakan pelepasan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Paten tersebut dapat dibatalkan. Pasal 20 Biaya tahunan atas Paten dibebankan kepada penerima Paten karena sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. BAB III Ketentuan Peralihan Pasal 21 (1) Pada saat Peraturan Presiden mulai berlaku, permohonan pencatatan pengalihan Paten yang diterima sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini, wajib menyesuaikan dengan Peraturan Presiden ini. (2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini, dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Presiden ini ditetapkan, Direktorat Jenderal memberitahukan kepada Pemohon untuk melengkapi persyaratan dimaksud

paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan dari Direktorat Jenderal. BAB IV Ketentuan Penutup Pasal 22 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Juni 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO