Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Faktor Bermukim Masyarakat Terhadap Pola Persebaran Permukiman di Kawasan Rawan Bencana Longsor Kabupaten Magetan

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI BERMUKIM BERDASARKAN PERSEPSI PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KELURAHAN MOJOSONGO KOTA SURAKARTA

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB VI RENCANA DAN GAGASAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PRIORITAS TAMMUA

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA JAYAPURA

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB II TINJAUAN OBJEK

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

Pencapaian sasaran dan indikator pada misi III ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 3.21 Pencapaian Misi III dan Indikator

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. untuk mengarahkan pada penelitian ini maka akan dikemukakan definisi geografi

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

3/17/2015 STANDAR PELAYANAN DI PUSKESMAS DESAIN KAMAR OPERASI

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V I 19

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOORDINASI PERENCANAAN PENANGANAN PERUMAHAN PERKOTAAN KABUPATEN NGAWI

No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 47 TAHUN 2011.

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kata Pengantar. Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut membantu menyusun laporan interim ini disampaikan terima kasih.

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA SEMARANG TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH NO. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI PERUMAHAN LEMBAH NYIUR KAIRAGI MAS

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

RINGKASAN REVISI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TANGERANG PERIODE

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

IDENTIFIKASI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT BERMUKIM DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) RAWA KUCING

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BAB III TINJAUAN WILAYAH

DATA & PROFIL BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PIDIE 2014/2015 PROGRAM YANG TELAH, SEDANG DAN AKAN DI LAKUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terminal dibangun sebagai salah satu prasarana yang. sangat penting dalam sistem transportasi.

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Tujuan Penyediaan Prasarana

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

Transkripsi:

2.5 Sintesa Teori dan Penentuan Variabel Penentuan variabel penelitian yang akan dilakukan melalui sintesa teori yang telah dijabarkan sebelumnya. Sintesa teori yang dilakukan merupakan penggabungan dari berbagai teori sehingga didapat poin-poin yang berhubungan dengan dengan penelitian yang akan dilakukan. Sintesa teori untuk faktor bermukim masyarakat di kawasan rawan bencana longsor terdiri dari penggabungan dari teori faktor bermukim masyarakat menurut Drabkin (dalam M.Paruntung, 2004), Sastra.M (2006), Catanese dan Snyder (1992) dengan teori permukiman kawasan rawan bencana longsor menurut Haryanto dan Suharini (2009) serta dengan teori manajemen bencana longsor menurut Ramli (2010). Dengan dilakukannya penyelarasan antara teori-teori yang dipakai diperoleh sintesa teori antara lain 1).Kenyamanan lingkungan, 2).Status hukum, 3).Kondisi Topografi, 4).Manajemen bencana, 5).Sarana, 6).Prasarana, 7)., 8).Harga lahan, 9).Peluang pekerjaan. Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan proses dalam memperoleh hasil sintesa teori : Tabel 2.2 Sintesa Teori Masyarakat Teori - Drabkin (dalam Mala Parantung 2004) Kenyamanan lingkungan : kebisingan dan pencemaran Teori Masyarakat Teori - Sastra M (2006) Memiliki status hukum yang jelas Kondisi topografi yang landai dan kestabilan lahan Teori - Catanese dan Snyder 1992 Kebisingan Hukum dan lingkungan yang memenuhi paraturan yang berlaku Topografi Sarana : Sarana : fasilitas pendidikan, keamanan, kesehatan, pemadam perniagaan, kebakaran, pelayanan umum, pendidikan, peribadatan, pertamanan rekreasi, kebudayaan, faslitias olahraga, lapngan terbuka Prasarana Prasarana : commit Jaringan to user air, gas, jaringan jalan, sanitasi, drainase, pembuangan telepon, sanitasi, pembuangan sampah Sintesa Teori Kenyamanan lingkungan Status Hukum Topografi Sarana Prasarana 19

Teori - Drabkin (dalam Mala Parantung 2004) transportasi dan jarak menuju pusat kota Teori Masyarakat Teori - Sastra M (2006) sampah, jaringan listrik angkutan umum, kedekatan dengan pusat pelayanan Peluang Kedekatan dengan pekerjaan: lokasi pekerjaan mencari pekerjaan dilingkungan permukiman Teori - Catanese dan Snyder 1992 angkutan umum Biaya terkait harga lahan terjangkau Sintesa Teori Biaya Lahan Peluang Pekerjaan Tabel 2.3 Sintesa Teori Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana longsor Teori Permukiman Teori Manajemen Kawasan Rawan Bencana Longsor Bencana Longsor Ramli (2010) Haryanto dan Suharini (2009) Manajemen bencana mitigasi : Mitigasi : jalur evakuasi, penampungan aman, organisasi kebencanaan Tanggap darurat Pasca bencana Drainase kedekatan dengan fasilitas Biaya : harga murah, bisa dicicil, tidak perlu membeli atau warisan Kedekatan dengan lapangan pekerjaan Sintesa Teori Manajemen Bencana Drainase Biaya Lahan Pekerjaan 20

Setelah diketahui sintesa teori dari faktor bermukim masyarakat dan faktor bermukim masyarakat di kawasan rawan bencana longsor akan dihubungkan antara kedua hasil tersebut. Berikut ini adalah tabel perumusan variabel berdasarkan sintesa teori yang telah di lakukan : Tabel 2.4 Variabel Masyarakat Di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori - Drabkin (dalam Mala Parantung 2004) Kenyamanan lingkungan : kebisingan dan pencemaran Teori Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori - Teori - Sastra M (2006) Catanese dan Snyder 1992 Memiliki status hukum yang jelas Kondisi topografi yang landai dan kestabilan lahan Sarana : pendidikan, kesehatan, perniagaan, pelayanan umum, peribadatan, rekreasi, kebudayaan, faslitias olahraga, lapangan terbuka Prasarana Prasarana : jaringan jalan, sanitasi, drainase, Kebisingan Hukum dan lingkungan yang memenuhi paraturan yang berlaku Topografi Sarana : fasilitas keamanan, pemadam kebakaran, pendidikan, pertamanan Teori Permukiman Kawasan Rawan Bencana Longsor Haryanto dan Suharini (2009) Jaringan air, gas, Drainase telepon, sanitasi, pembuangan sampah Teori Manajemen Bencana Longsor Ramli (2010) Manajemen bencana mitigasi : Mitigasi : jalur evakuasi, penampunga n aman, organisasi kebencanaan Tanggap darurat Pasca bencana Variabel Manajemen Bencana Kenyamanan lingkungan Status Hukum Topografi Sarana Prasarana 21

Teori - Drabkin (dalam Mala Parantung 2004) transportasi dan jarak menuju pusat kota Teori Masyarakat di Kawasan Rawan Bencana Longsor Teori - Teori - Sastra M (2006) Catanese dan Snyder 1992 pembuangan sampah, jaringan listrik angkutan umum, kedekatan dengan pusat pelayanan Peluang Kedekatan pekerjaan: dengan lokasi pekerjaan mencari pekerjaan dilingkungan permukiman angkutan umum Biaya terkait harga lahan terjangkau Teori Permukiman Kawasan Rawan Bencana Longsor Haryanto dan Suharini (2009) kedekatan dengan fasilitas Biaya : harga murah, bisa dicicil, tidak perlu membeli atau warisan Kedekatan dengan lapangan pekerjaan Teori Manajemen Bencana Longsor Ramli (2010) Variabel Biaya Lahan Peluang Pekerjaan Dari tabel pemilihan variabel di atas terdapat beberapa variabel yang tidak dipilih untuk dijadikan variabel penelitian. Jaringan telepon tidak dimasukkan ke dalam variabel terpilih karena dasumsukan masyarakat saat ini tidak menggunakan jaringan telepon kabel melainkan menggunakan telepon selular. Selain itu faktor harga lahan tidak dipilih karena harga lahan disuatu tempat akan mengalami kenaikan dari waktu ke waktu hal ini menghindari ketidakvalidan data terkait dengan harga lahan di lokasi permukiman kawasan rawan bencana longsor, maka harga lahan tidak pilih. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh Peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:2). Variabel juga dapat diarttikan sebagai konsep dalam bentuk operasional yang harus diperjelas dengan adanya parameter atau indikator-indikatornya. Parameter dan indikator tersebut diperoleh dari teori yang dijadikan landasan penelitian. Berikut ini adalah penejelasan operasional variabel dari penelitian ini : 1. Manajemen Bencana Manajemen bencana meliputi kegiatan pada pra bencana, tanggap darurat saat terjadinya bencana dan pasca bencana. Kegiatan commit pra to bencana user merupakan kegiatan yang bersifat antisipasi terhadap terjadinya bencana atau mitigasi bencana. Mitigasi bencana dapat 22

berupa mitigasi aktif dengan pengadaan jalur evakuasi dan penampungan sementara korban bencana, selain itu terdapat upaya mitigasi pasif yaitu terdapatnya organisasi kebencanaan yang memberikan tata cara atau prosedur kebencanaan di suatu lokasi. Upaya tanggaap darurat merupakan kegiatan yang dilakukan saat terjadinya bencana kesiapsiagaan dalam menyelamatkan korban bencana. Kegiatan pasca bencana meliputi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai usaha pemulihan lingkungan yang terkena bencana. Pengadaan manajemen bencana yang baik akan membuat masyarakat yang tinggak di kawasan rawan bencana akan tetap bertahan tinggal di kawasan tersebut dengan anggapan masyarakat yang kawasan mempunyai kualitas manajemen yang baik akan membuat masyarakat tetap merasa aman tinggal di kawasan tersebut. 2. Kondisi Kenyamanan Lingkungan Kenyamanan lingkungan merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi permukiman. Berdasarkan Pedoman Teknis Kawasan Budidaya, kawasan permukiman diharuskan berjarak 2 km dari pusat kebisingan seperti kegiatan industri yang mengganggu kenyamanan. Selain itu permukiman yang harus berjarak 2 km untuk menghindari pencemaran seperti polusi udara dan polusi air yang disebabkan sisa hasil produksi indutri. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.416/men.kes/per/IX/1990, kualitas air minum yang baik adalah yang tidak memiliki bau, tidak berwarna dan tidak berasa. Dalam bermukim di Kawasan Rawan Bencana Longsor masyarakat memiliki preferensi yang didasarkan kondisi kebisingan dan kualitas air serta kualitas udara dilingkungan mereka bermukim. 3. Status Hukum Status hukum yang jelas pada suatu kawasan permukiman menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan karena kepemilikan lahan yang jelas dan bersertifikat akan memberikan rasa aman dalam bermukim terhadap penggusuran lahan (Sastra M, 2006). Lokasi permukiman juga harus sesuai dengan peruntukan permukiman sesuai dengan regulasi yang berlaku atau RTRW yang berlaku. 4. Topografi Berdasarkan Permen PU No.4/PRT/M/2007, karakteristik topografi yang sesuai digunakan untuk permukiman adalah lokasi yang memiliki tingkat topografi yang landai dengan kisaran kelerengan 0%-25%. Sifat topografi suatu kawasan dapat di bedakan kelerengannya sebagai berikut : 23

Tabel 2.5 Karakteristik Kelerengan Kelerengan (%) Keterangan 0-8 Datar 8-15 Landai 15-25 Agak curam 25-45 Curam >45 Sangat curam 5. Prasarana Berdasarkan SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perkotaan penyediaan prasarana penunjang permukiman merupakan hal yang dipertimbangkan masyarakat dalam menentukan lokasi bermukim dimana lokasi bermukim harus dapat menyediakan prasarana yang memadai, prasarana yang harus disediakan lingkungan permukiman sebagai berikut : a. Jaringan jalan b. Jaringan air bersih c. Jaringan listrik d. Jaringan drainase e. Jaringan sanitasi f. Jaringan persampahan 6. dan Sarana dinilai berdasarkan dalam mencapai pusat pelayanan ( Paruntung, 2004). Indikator aksesibilitas suatu lokasi dapat dilihat berdasarkan trasnportasi dan keterjangkauan menuju pusat kota atau fasilitas lainnya seperti halnya keterjangkauan menuju sarana-sarana penunjang aktifitas suatu wilayah seperti aksesibilitas menuju sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perdagangan, sarana peribadatan serta sarana ruang terbuka dan olahraga (Drabkin dalam Paruntung, 2004). Kemudahan angkutan umum atau transportasi dalam lingkungan permukiman memiliki waktu tunggu rata-rata 30 hingga 45 menit ( Jayadinata, 1998). 7. Peluang Pekerjaan Peluang pekerjaan menjadi hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi permukiman karena masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan akan cenderung memilih lokasi kerja yang dekat atau berada di dalam kawasan pedesaan yang di tinggali (M.Paruntung, 2004), (Sastra M, 2006), (Haryanto dan Suharini, 2009). 24

Setelah itu dilakukan penggabungan antara teori-teori yang digunakan dalam menjabarkan pola persebaran permukiman menurut Wiriaatmadja (1981) dan Jayadinata (1999) yang diperoleh sintesa teori 1).Pola persebaran permukiman secara memusat, dan 2).Pola persebaran permukiman secara terpencar. Tabel 2.6 Teori Pola Persebaran Permukiman Teori Pola Persebaran Teori Pola Permukiman, Persebaran Wiriaatmadja (1981) Permukiman, Jayadinata (1999) Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu dengan yang lain, Permukiman memusat Pola permukiman dengan cara terkumpul Pola permukiman dengan cara terkumpul Berkumpul dan tersusun melingkar Permukiman terpencar Variabel Pola Persebaran Permukiman Dari tabel sintesa teori tentang pola persebaran permukiman yang berada di kawasan rawan bencana longsor menurut beberapa ahli dirumuskan variabel yang terpilih adalah pola persebaran permukiman dengan indikator permukiman secara memusat dan permukiman secara terpencar. 1). Pola permukiman memusat merupakan pola permukiman yang dengan jarak antar rumah adalah 0-0,99 di dalam peta, sedangkan 2). Pola permukiman menyebar merupakan pola permukiman yang dengan jarak antar rumah adalah >1,0 didalam peta ( Bintarto, 1979). 25

2.6 Kerangka Pikir 26