BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam jumlah yang tepat dan berkualitas baik. lingkungan kotor sehingga mudah terinfeksi berbagai penyakit.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang (FAO, 2006; Sedgh et.al., 2000; WHO, 2016). The

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

1

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terdiri dari 5,7% balita yang gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. mikro disebabkan karena kurangnya asupan vitamin dan mineral essensial

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa menjadi suatu peluang yang menguntungkan bagi Indonesia bila diikuti dengan peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan IPM (Indeks Pembagunan Manusia) yang menggambarkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia itu sendiri. Laporan IPM yang dikeluarkan PBB Indonesia menempati peringkat ke 110 dari 187 negara, yaitu 0,684. Jika dihitung dari sejak tahun 1980 hingga 2014, berarti IPM Indonesia mengalami kenaikan 44,3 persen. Namun masih termasuk dalam kategori (1, 2) sedang. Untuk itu kita perlu mempersiapkan kualitas sumber daya manusia sejak dini. Anak usia 24-59 bulan termasuk usia balita, masa balita merupakan masa perkembangan fisik dan mental yang pesat, pada masa ini otak balita siap menghadapi berbagai stimulus belajar. Masa balita juga merupakan kelompok umur yang paling sering mengalami akibat kekurangan gizi. Bila keadaan gizi buruk maka perkembangan otaknya punakan menurun dan berpengaruh kepada kehidupannya di masa yang akan datang. (3) Kesehatan balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserap didalam tubuh. Kurangnya serapan zat gizi oleh tubuh menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit karena gizi memberikan pengaruh besar terhadap kekebalan tubuh.oleh karena itu perlu perhatian lebih untuk tumbuh kembang balita, karena bila terjadi masalah kurang gizi pada masa emas ini akan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan. Ukuran tubuh anak yang pendek dan perkembangan otak yang terhambat merupakan dampak dari kekurangan gizi yang berkepanjangan saat masa balita. (3-5) Berdasarkan data UNICEF (United nations Children s Fund) tahun 2013 terdapat 161 juta balita stunting dan meningkat menjadi 162 juta pada tahun 2014. Sebagian besar adalah anak-anak yang berada di benua Asia dan selebihnya di Afrika. Pada tahun 2013, 51 juta

anak dibawah usia lima tahun menderita kurus dan 99 juta menderita berat badan kurang. FAO (Food and Agriculture Organization of the united Nations) memperkirakan 1 dari 8 penduduk dunia mengalami gizi buruk, 70 % di dominasi oleh anak di Asia,26 % di Afrika, (6, 7) dan 4 % di Amerika Latin dan Karibia. Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) terjadi peningkatan prevalensi berat kurang yaitu 18,4% tahun 2007 dan 19,6 % tahun 2013. Perubahan ini terjadi pada gizi buruk yaitu 5,4% di tahun 2007 dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang meningkat sebesar 0,9% dari 13% pada tahun 2007 menjadi 13,9% tahun 2013, dan prevalensi anak pendek naik 1,2% dari 18% tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013. Sumatera barat termasuk daerah yang memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang di atas prevalensi nasional yaitu 21,2 %. (8) Call dan Levinson (1871) menyatakan bahwa faktor yang secara langsung menyebakan terjadinya masalah gizi adalah konsumsi makanan dan kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh zat gizi yang ada dalam makanan, ada tidaknya pemberian makanan diluar keluarga dan kebiasaan makan. Sedangkan untuk kesehatan dipengaruhi oleh daya beli keluarga, kebiasaan makan pemeliharaan kesehatan dan lingkungan fisik dan sosial. (9) Asupan zat gizi dalam makanan adalah asupan zat gizi makro karena berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasan dan perkembangan motorik anak. Namun peranan zat gizi makro tidak akan optimal tanpa kehadiran zat gizi mikro. Kekurangan gizi mikro disebut dengan kelaparan yang tersembunyi karena akibat dari (10, 11) kekurangannya tidak dapat terlihat secara langsung. Penelitian yang dilakukan Muchlis,N (2011) menyatakan terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi TB/U dengan nilai p = 0,027, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Banuaji,I (2015) yang menemukan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB yaitu dengan nilai p< 0,05. Berdasarkan penelitian Syukriawati,R (2011) diperoleh nilai p value sebesar 0,016 ( 0,05) hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara konsumsi energi dengan status gizi kurang pada anak. Sedangkan untuk asupan iodium berdasarkan penelitian Chairunnisa (2010) di kecamatan Amutai Tengah iodium berpengaruh terhadap status gizi berdasarkan TB/U dengan nilai p= 0,024, begitu juga terhadap gizi normal berdasarkan BB/U dengan nilai p= 0,024. (12-15) AKABA Indonesia pada tahun 2012 masih masuk kedalam kategori sedang yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup, dan untuk penyakit infeksi seperti pneunemia dan diare pada anak terbanyak pada umur 12-23 tahun sebanyak 21,7 dan 7,6%. Penyebab tingginya angka kesakitan dan angka kematian bayi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Imunisasi merupakan salah satu tindakan kuratif dalam pencegahan infeksi dan secara tidak (16, 17) langsung juga akan mempengaruhi status gizi. Pemberian imunisasi dasar yang lengkap diharapkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh anak, dan terhindar dari penyakit infeksi yang dapat menurunkan status gizi anak. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja membarikan kekebalan pada anak sehingga terhindar dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak dan untuk menurunkan angka kematian bayi dan Anak balita. Pelayanan imunisasi harus dilaksanakan secara merata melalui puskesmas maupun sarana kesehatan lainnya. (17) Penelitian yang dilakukan oleh Erwin,H (2015) terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian imunisasi dengan status gizi (BB/U) dengan nilai p <0,05. Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Priska,A (2012) yaitu p< 0,05 sehingga terdapat hubungan yang bermakna atara pemberian imunisasi balita dengan status gizi balita di daerah Bantul.

Selain itu, penelitian Vindriana,V (2012) membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap dan status gizi pada balita umur 1-5 tahun dengan p=0,01. (18-20) Dilihat dari data riskesdas 2013, Cakupan imunisasi dasar provinsi sumatera barat adalah imunisasi lengkap 39,7 %,tidak lengkap 46,9%,tidak imunisasi 13,4%.Berdasarkan data profil kesehatan kota Padang tahun 2014, Padang memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap 83%, untuk cakupan imunisasi dasar lengkap puskesmas Nanggalo masih berada di (8, 21) bawah kota Padang yaitu 81,2%. Berdasarkan data pemantauan status gizi kota Padang, prevalensi status gizi kurang di kota Padang tahun 2014 yaitu 9,89%. Puskesmas Nanggalo termasuk daerah rawan gizi dimana prevalensi gizi kurang berdasarkan indeks BB/U masih jauh diatas kota padang yaitu 21,88%, sedangkan untuk kota Padang sendiri prevalensi gizi kurang berdasarkan indeks BB/U adalah 12%. Prevalensi status gizi berdasarkan TB/Udi puskesmas Nanggalo merupakan prevalensi tertinggi yaitu 37,88 % jauh diatas prevalensi kota padang yang sebesar 16,82%. Berdasarkan prevalensi BB/TB terdapat 11,25% balita di bahwah normal di puskesmas Nanggalo dan data tersebut masih berada di atas kota Padang yang hanya 7,03%balita di bawah normal. (22) Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dan kelengkapan imunisasi dasar dengan status gizi anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Nanggalo pada Tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah : Apakah ada hubungan antara Asupan zat gizi dan kelengkapan imunisasi dasardengan status gizi anak umur 24-59 bulan diwilayah kerja Puskesmas Nanggalo pada tahun 2016?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dan kelengkapan imunisasi dasardengan status gizi anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo pada tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi berdasarkan indek BB/U anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Nanggalo pada tahun 2016 2. Mengetahui distribusi frekuensi asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin A, zat besi, zink dan iodium) anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo pada tahun 2016 3. Mengetahui distribusi frekuensi kelengkapan imunisasi dasar anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Nanggalo pada tahun 2016 4. Menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Nanggalo pada tahun 2016 5. Menganalisis hubungan antara kelengkapan imunisasi dasar dengan status gizi pada anak umur 24-59 bulan di wilayah puskesmas nanggalo pada tahun 2016. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Penulis Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengalaman dibidang gizi dan kesehatan anak. Selain itu menjadi sarana bagi penulis untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. 1.4.2 Bagi FKM Unand Informasi dan pengetahuan baru yang didapatkan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa.

1.4.3 Bagi Puskesmas Nanggalo Dapat memberikan informasi kepada petugas puskesmas mengenai hubungan asupan zat gizi dan kelengkapan imunisasi dasar dengan status gizi sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan untuk pengendalian status gizi terutama pada anak balita. 1.4.4 Bagi masyarakat Dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang status gizi anak, serta hubungannya dengan asupan zat gizi dan kelengkapan imunisasi dasar. Sehingga masyarakat dapat lebih memperhatikan status gizi anak dengan memperbaiki asupan gizi dan kelengkapan imunisasi anak. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi dan kelengkapan imunisasi dasar terhadap status gizi anak umur 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo pada tahun 2016. Variabel penelitian terdiri dari asupan energy, karbohidrat, protein, lemak dan kelengkapan imunisasi dasar. Sasaran penelitiannya adalah anak umur 24-59 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo. Desain penelitian dilakukan secara cross sectional dengan metode pengambilan sampel secara proportional sampling. Data yang didapatkan secara primer yaitu melalui wawancara kuesioner FFQ semi kuantitatif, pengukuran BB dan TB serta data sekunder yaitu data kelengkapan imunisasi dari buku KIA.