LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 9 TAHUN 1998 SERI A.2

dokumen-dokumen yang mirip
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1957 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan; 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 10 TAHUN 1998 SERI A.3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA NOMOR : 2/A TAHUN : 1998 SERI : A SALINAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 10 AHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 3 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

NOMOR : 36 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2000

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PASIR NOMOR: 2 TAHUN: 1999 SERI: A NOMOR: 02

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 63 TAHUN : 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 1998 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II S A M A R I N D A 0.6 TAHUN 1998 SERI A NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SAMARINDA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G PAJAK BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2006 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG Nomor : 29 Tanggal : 27 Januari 1999 Seri : A Nomor : 3

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 02 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR : 6 TAHUN 2010 T E N T A N G PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH K O T A L H O K S E U M A W E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

SALINAN PAJAK PENERANGAN JALAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 1 TAHUN 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG

1 of 6 02/09/09 12:20

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR : 03 TAHUN 2000 SERI : A NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 18 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR TAHUN SERI NO.

BUPATI BULULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BIAK NUMFOR NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lemba

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNGPANDANG NOMOR: 5 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN PENGELOLAAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Raperda (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TAPIN NOMOR : 10 TAHUN 1999 SERI A NO. SERI 04

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 44 TAHUN 2003 SERI A NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 1998 SERI A NO. 4

KEPUTUSAN BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II MANOKWARI NOMOR : 433 TAHUN 1998 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II TEBING TINGGI NOMOR : 7 TAHUN 1998 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 Tahun 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 45 TAHUN : 2004 SERI : B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 9 TAHUN 1998 SERI A.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 2 TAHUN 1998 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SUMEDANG Menimbang : a. bahwa Sumber Daya Alam berupa Bahan Galian Golongan C adalah merupakan Potensi Pendapatan Daerah yang sangat penting dalam menunjang Pemerintahan dan Pembangunan ; b. bahwa sumber tersebut pada huruf a diatas perlu dijaga dan dilestarikan agar keberadaannya dapat tetap mendukung dan mengantisipasi kebutuhan hidup masyarakat ; c. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C merupakan jenis Pajak Daerah Tingkat II ; d. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud butir a, b, dan c tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) ; 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22) ; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38) ; 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76) ; 5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40) ; 6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41) ; 7. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42) ; 8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68) ; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35) ; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54) ; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1994 tentang Pedoman Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C ; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata cara Pemungutan Pajak Daerah ;

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ; 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997 tentang Kriteria Wajib Pajak Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan dan Tata Cara Pembukuan ; 16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah ; 17. Keputusan Direktur Jenderal Pengairan Nomor 176/KPTS/A Tahun 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Pengamanan Sungai Dalam Hubungan Dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C ; 18. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Penerbitan Lembaran Daerah dan Penugasan Pengundangan Peraturan Daerah/ Keputusan Bupati Kepala Daerah kepada Sekretaris Wilayah/Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang Nomor 9 Tahun 1986 Seri D) ; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang Nomor 6 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah Yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang Nomor 5 Tahun 1986 Seri D). Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang

M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang ; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang ; c. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sumedang ; d. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang ; e. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung dengan seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah ; f. Bahan Galian Golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk bahan galian Golongan A (Strategis) dan bahan galian Golongan B (Vital) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 jo Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 ; g. Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C adalah segala kegiatan usaha pertambangan yang meliputi beberapa tahap kegiatan antara lain Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan/pemurnian pengangkutan dan penjualan bahan galian Golongan C ;

h. Eksplorasi adalah segala kegiatan penyelidikan geologi/pertambangan untuk menetapkan sifat letak bahan galian secara lebih teliti ; i. Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan manfaatnya ; j. Wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan C adalah segala kegiatan usaha pertambangan yang meliputi beberapa tahap kegiatan antara lain eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian pengangkutan dan penjualan bahan galian Golongan C ; k. Reklamasi adalah setiap pekerjaan yang bertujuan memperbaiki, mengembalikan kemanfaatannya atau meningkatkan daya guna lahan yang diakibatkan oleh usaha pertambangan umum ; l. Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin kemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya yang terbaharui menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan nilai kualitas dan keanekaragamannya ; m. Surat Ijin Pertambangan Daerah yang selanjutnya disebut SIPD adalah ijin usaha pertambangan bahan galian Golongan C yang diberikan/dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah atau Bupati Kepala Daerah yang berisi hak dan kewajiban untuk melakukan semua atau sebagian tahap usaha pertambangan bahan galian golongan C ; n. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan tentang Perpajakan Daerah ; o. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang ; p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar ;

q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan ; r. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang ; s. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak ; t. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ; BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK Pasal 2 (1) Dengan nama Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dipungut pajak atas kegiatan eksploitasi Bahan Galian Golongan C. (2) Obyek Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C adalah kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C. (3) Bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini meliputi : 1. Nitrat. 2. Phospat. 3. Garam Batu. 4. Asbes. 5. Talk. 6. Mica. 7. Magnesit. 8. Grafit. 9. Yarosit. 10. Tawas.

11. Leusit. 12. Oker. 13. Batu Permata. 14. Batu Setengah Permata. 15. Pasir Kuarsa. 16. Kaolin. 17. Feldeespar. 18. Gips. 19. Bentonit. 20. Zeolit. 21. Batu Apung. 22. Tras. 23. Obsidian. 24. Perlit. 25. Tanah Diatome. 26. Tanah Serap. 27. Marmer. 28. Batu Tulis. 29. Batu Kapur. 30. Dolomit. 31. Kalsit. 32. Granit. a. Andesit, Basalt. b. Blok. 33. Tanah liat. a. Tahan api. b. Clay Ball. c. Bata, Genting. d. Tanah urug. 34. Pasir dan kerikil. a. Untuk bangunan.

b. Sirtu. c. Pasir urug. Pasal 3 (1) Subyek Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C adalah Perseorangan atau Badan Hukum yang melakukan kegiatan eksploitasi Bahan Galian Golongan C. (2) Wajib Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C adalah Perseorangan atau Badan Hukum yang melaksanakan kegiatan eksploitasi Bahan Galian Golongan C. BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK Pasal 4 (1) Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual hasil eksploitasi bahan galian golongan C. (2) Nilai Jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dihitung dari hasil perkalian volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C. (3) Nilai Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini pada masing-masing jenis bahan galian golongan C ditetapkan secara periodik oleh Bupati Kepala Daerah sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku di Daerah. (4) Harga Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini ditetapkan oleh Instansi yang berwenang dalam bidang penambangan bahan galian golongan C. Pasal 5 Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 20 (dua puluh persen). BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 6 (1) Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah.

(2) Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Daerah ini dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Daerah ini. BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERHUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN Pasal 7 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim. Pasal 8 (1) Setiap wajib pajak diwajibkan mengisi SPTPD. (2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau orang yang diberi kuasa olehnya. (3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah tanggal penerbitan SIPD Bahan Galian Golongan C. Pasal 9 (1) SPTPD yang dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) harus memuat : a. Nama dan alamat pemilik/badan yang menambang Galian Golongan C. b. Jumlah penambangan Galian Golongan C. c. Nomor Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD). (2) Bentuk dan isi SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah sesuai pedoman Menteri Dalam Negeri. BAB VI TATA CARA PERHITUNGAN DAN KETETAPAN PAJAK Pasal 10 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Bupati Kepala Daerah menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.

(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 11 (1) Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati Kepala Daerah dapat menerbitkan : a. SKPDKB ; b. SKPDKBT ; c. SKPDN. (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b Pasal ini diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan. (7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. BAB VII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 12 (1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Pajak yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterbitkan SKPD, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. (3) Bupati Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar sebesar 2 % (dua persen) sebulan. (4) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.

BAB VIII TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 13 (1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. (2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX KEBERATAN DAN BANDING Pasal 14 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. SKPD ; b. SKPDKBT ; c. SKPDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau tanggal pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 15 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyeleseaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah. (2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari Surat Keputusan tersebut. (3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 16 Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB X PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 17 (1) Bupati Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan SKPD, SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. (2) Bupati Kepala Daerah dapat : a. Mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan

perpajakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. b. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. (3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. BAB XI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 18 (1) Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak kepada Bupati Kepala Daerah. (2) Bupati Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Bupati Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati Kepala Daerah atau pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. (7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 19 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis kepada Bupati Kepala Daerah dengan menyebutkan : a. nama dan alamat Wajib Pajak ; b. masa Pajak ; c. besarnya kelebihan pembayaran pajak ; d. alasan yang jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atas bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati Kepala Daerah. Pasal 20 (1) Pengembalian kelebihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Membayar Kelebihan Pajak. (2) Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud didalam Pasal 20 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XII KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 21 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak kdaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah. (2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :

a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau, b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XIII P E M E R I K S A A N Pasal 22 (1) Bupati Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. (2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib : a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Tata cara pemeriksaan pajak ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 23 (1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling

lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. (3) Tindak pidana dibidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. BAB XV P E N Y I D I K A N Pasal 24 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas. b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut. c. Menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. j. Menghentikan penyidikan. k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Terhadap Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku dan belum dibayar, besarnya pajak yang terutang didasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati Kepala Daerah. Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang. Ditetapkan di S U M E D A N G pada tanggal 6 Januari 1998 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G, S U M E D A N G K e t u a, Cap./Ttd. Cap./Ttd. Drs. H. ANANG SURYANA. Drs. H. MOCH. HUSEIN JACHJASAPUTRA. Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor 973.32-571 Tanggal 22 Juli 1998 Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang Nomor 9 Tahun 1998 Tanggal 27 Juli 1998 Seri A.2 SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G,

Drs. H. DIMYATI SYAFRUDIN. Pembina Tk.I NIP. 010 055 105