BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Hypnoteaching dalam Problem-Based Learning terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal penting yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru dipandang sebagai komponen yang penting di dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu faktor utama dalam pencapaian tujuan pendidikan. Secara keseluruhan guru bertugas untuk mengembangkan kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun psikomotorik. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya guru harus melandasi diri dengan cerminan pribadi yang mulia, sikap yang membuat siswa nyaman melalui untaian kata-kata sarat dengan makna mendidik. Semua mata pelajaran membutuhkan figur guru seperti yang tersebut di atas, tidak terkecuali dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti dengan beberapa orang siswa, mereka mengungkapkan bahwa guru matematika itu terlalu serius dan menegangkan sehingga mereka tidak menyukai pelajaran matematika. Asrori (2008: 241) juga menyatakan bahwa pelajaran metematika dianggap sulit sehingga cenderung tidak disenangi siswa. Tidak mengherankan jika ketika belajar mereka cenderung melakukan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan matematika seperti, membaca komik, SMS-an, facebookan dan kegiatan lainnya.

2 Ketidakkondusifan kegiatan pembelajaran tersebut di atas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya akibat penyampaian pembelajaran oleh guru yang cenderung kaku dan tidak menarik. Ruspiani (Nasir, 2008: 7) mengemukakan bahwa guru cenderung mengajarkan siswa belajar dengan cara menghapal, kurang melakukan perlakuan yang berbeda pada siswa. Hasil observasi yang peneliti lakukan juga menunjukan bahwa dalam mengajarkan matematika guru cenderung hanya menyampaikan secara informatif materi yang ada di buku paket. Kegiatan pembelajaran seperti itu tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri proses pembelajaran tersebut. Tidak mengherankan jika penguasaan siswa Indonesia terhadap matematika masih tergolong rendah seperti yang diungkapkan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (2007) bahwa penguasaan matematika siswa di Indonesia berada di peringkat 35 dari 46 negara. Dibandingkan dengan dua negara tetangga, Singapore dan Malaysia, posisi ini jauh tertinggal, Singapore berada pada peringkat pertama, sedangkan Malaysia, pada peringkat 21. Hasil ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan hasil TIMSS 2003, yaitu Indonesia pada peringkat ke-35 dari 46 negara peserta. Hasil penelitian yang dilakukan TIMSS tersebut menunjukkan bahwa siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berfikirnya secara optimum dalam mata pelajaran matematika di sekolah. Peran guru

3 yang dominan dalam kegiatan pembelajaran, kurang memberi peluang untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam belajar. Seperti yang dikatakan oleh Suherman, dkk. (2003) bahwa siswa yang meniru kerja dan penyelesaian yang dilakukan oleh guru akan membuat siswa menjadi pasif dan tidak menumbuhkan kreatifitas siswa. Selain membuat siswa tidak menikmati pelajaran dan merasa bosan, kegiatan pembelajaran yang seperti itu juga berdampak kepada komunikasi yang terjadi di dalam kelas, komunikasi dalam pembelajaran cenderung satu arah dan kebanyakan menggunakan bahasa-bahasa angka saja. Ditambah dari hasil penelitian, TIMSS dalam Kemendiknas (2011) menyampaikan bahwa siswa kita lemah dalam mengerjakan soal-soal yang menuntut berargumentasi dan berkomunikasi. Sebagai contoh, untuk soal komunikasi matematis di bawah ini: Gambar 1.1 Contoh Soal Komunikasi Matematis TIMMS

4 Menurut laporan hasil studi tersebut, hanya 1,15% siswa yang menjawab benar, 1,35% menjawab separuh benar, 75,93% mencoba menjawab tetapi salah dan yang tidak menjawab 21,57%. Hal tersebut merupakan suatu gambaran keadaan, bahwa siswa Indonesia belum mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis secara maksimal. Selain komunikasi matematis, siswa Indonesia juga lemah dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan berfikir kreatif matematis. Sebagai ilustrasi disajikan soal TIMSS dalam Kemendiknas (2011) berikut: Gambar ini adalah sebuah segienam beraturan. Berapakah x? Gambar 1.2 Contoh Soal Berfikir Kreatif Matematis TIMMS Berdasarkan laporan hasil studi yang dilakukan oleh TIMMS, disebutkan bahwa ternyata hanya 25,2% saja dari siswa kita yang menjawab dengan benar, sementara 74,8% menjawab salah. Dari data dari TIMMS terlihat bahwa kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis siswa masih belum berkembang secara maksimal, padahal melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama dalam Permendiknas Tahun 2006.

5 Dengan demikian, pembelajaran matematika yang diberikan harus dapat mengasah kemampuan siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan dalam Permendiknas Tahun 2006, yaitu: 1. Mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan matematika di atas hendaknya pembelajaran matematika mampu mengembangkan kemampuan siswa seperti komunikasi dan berfikir kreatif matematis. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Guru harus mampu merancang suatu

6 pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tertentu yang mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berfikir kreatif matematis. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mengembangkan berfikir kreatif dan komunikasi matematis siswa adalah Problem-Based Learning (pembelajaran berbasis masalah). Menurut Sanjaya (2006: 214) dalam pelaksanaannya pembelajaran berbasis masalah guru mengarahkan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga siswa akan menjadi aktif berfikir, berkomunikasi, mencari penyelesaian, dan akhirnya menyelesaikannya. Dengan diberikannya permasalahan yang terlebih dahulu dirancang khusus oleh guru maka kemampuan siswa khususnya berfikir kreatif dan komunikasi metamatis siswa bisa dikembangkan. Pembelajaran berbasis masalah menuntut aktivitas mental dan psikologi siswa. Siswa terlebih dahulu harus dikondisikan agar memiliki minat, ketertarikan, semangat, serta rasa percaya diri, sehingga mereka tidak cemas ataupun merasa enggan ketika mencoba menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Jadi dalam pembelajaran berbasis masalah ini, pengkondisian siswa merupakan salah satu hal terpenting agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. Upaya untuk mengkondisikan siswa tersebut bisa dengan cara menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, tidak kaku serta memperbanyak interaksi guru dengan siswa. Kondisi seperti itu

7 membuat siswa nyaman dan rileks dalam belajar sehingga bisa lebih memahami pelajaran. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sugesti-sugesti positif kepada siswa melalui pemanfaatan metode hypnoteaching. Hypnoteaching merupakan aplikasi dari ilmu hipnosis, namun bukan berarti guru harus menidurkan semua siswa pada proses pembelajaran yang dilakukan. Secara sederhana Hypnoteaching adalah seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para siswa menjadi lebih cerdas (Nurcahyo dalam Hajar, 2011: 75). Sugesti yang diberikan mengondisikan siswa agar fokus pada suatu keadaan tertentu, sehingga apapun informasi yang diberikan oleh guru akan mudah diserap dan disimpan oleh memori mereka tanpa adanya hambatan-hambatan yang membebani. Dalam prakteknya, seorang guru yang menerapkan hypnoteaching menggunakan bahasa persuasif sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran agar mampu mensugesti siswa secara efektif. Selain itu teknik improvisasi yang bagus, intonasi suara yang diatur serta pemilihan kata yang tepat juga sangat penting dalam proses hypnoteching. Sugesti seperti itu akan membuat siswa fokus mengikuti kegiatan pembelajaran dan keadaan kelas pun menjadi terkendali sehingga terciptalah suasana pembelajaran yang nyaman dan kondusif. Jika keadaan tenang dan terkendali serta siswa sudah merasa nyaman, maka saat itulah pelajaran yang disampaikan guru mudah dipahami

8 dan terekam dalam memori otak siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Hajar (2011: 80) bahwa pada prinsipnya hypnoteaching akan menciptakan suasana yang akrab dan menyenangkan sehingga mereka akan mudah menyerap dan memahami pelajaran. Sikap guru yang memperhatikan siswa, juga akan mempengaruhi perilaku mereka, seperti memuji atau meminta tolong kepada siswa dapat dianggap sebagai bentuk perhatian kepada mereka. Apabila kedekatan emosi seperti itu sudah terjalin antara guru dan siswa maka siswa merasa senang dan siap melakukan aktivitas belajar. Digunakannya metode hypnoteaching dalam pembelajaran matematika akan mengubah persepsi siswa yang menganggap pelajaran matematika itu kaku dan membosankan. Proses pemecahan masalah matematis akan menjadi menarik sehingga siswa bersemangat untuk menyelesaikannya. Sikap guru yang simpatik, akan membuat siswa merasa nyaman dan anggapan yang salah terhadap guru matematika pun akan berubah. Sugesti positif yang diberikan guru dalam proses pembelajaran menjadikan matematika suatu hal yang menantang untuk dipecahkan. Proses pembelajaran matematika dapat terkontrol dan materi matematika lebih gampang dipahami siswa. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode hypnoteaching tidak bersifat sebagai diktator, tetapi sebatas fasilitator, administrator, motivator dan evaluator, sehingga siswa

9 bebas memberikan gagasan-gagasan yang bervariasi dan kreatif dalam menyelesaikan persoalan matematika yang diberikan. Sugesti-sugesti yang diberikan guru pun bisa menimbulkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya seperti menjelaskan suatu ide matematika secara lisan maupun tulisan serta mendiskusikan segala sesuatu tentang matematika. Hal-hal tersebut diharapkan dapat mendorong munculnya kemampuan berfikir kreatif matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan hypnoteaching belajar matematika akan menjadi rileks dan menyenangkan. Pembelajaran berbasis masalah tidak akan menyebabkan siswa menjadi tertekan atau terbebani. Perasaan cemas dan takut siswa akan masalah yang diberikan dilebur oleh guru dengan sugesti-sugesti positif yang persuasif. Siswa akan lebih fokus ketika memecahkan masalah. Pembelajaran bersifat aktif dan pemantauan terhadap siswa lebih intensif. Hypnoteaching membuat hubungan yang terjalin antara guru dengan siswa menjadi kompak dan dinamis sehingga proses belajar-mengajar di kelas menjadi lebih efektif. Matematika akan menarik perhatian siswa dan guru matematikapun mendapatkan tempat di hati siswanya. Dari uraian masalah dan pendapat-pendapat yang telah diungkapkan di atas, penulis mengajukan suatu penelitian yang berjudul Pengaruh Penerapan Hypnoteaching dalam Problem-Based Learning

10 terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Sekolah Menengah B. Rumusan Masalah Berlandaskan latar belakang di atas, fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh penerapan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning terhadap kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif dan matematis serta sikap siswa terhadap pembelajaran. Secara terperinci, masalah-masalah dalam penelitian ini akan dirumuskam sebagai berikut. 1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem Based-Learning dan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning? 2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berfikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning? 3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh penerapan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning terhadap

11 kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis serta sikap siswa terhadap pembelajaran. Secara terperinci, masalah-masalah dalam penelitian ini akan dirumuskam sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dengan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem- Based Learning. 2. Mendeskripsikan perbedaan kemampuan berfikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dengan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning. 3. Menelaah dan mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan hypnoteaching dalam Problem-Based Learning. D. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Membantu guru dalam memahami metode pembelajaran hypnoteaching dan dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran dengan lebih baik. 2. Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan berfikir kreatif matematis. E. Definisi Operasional

12 1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk menyusun suatu argumen dan mengungkapkan pendapat, serta memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan data dan bukti yang relevan. 2. Kemampuan berfikir kreatif matematis adalah kemampuan siswa menyelesaikan suatu permasalah matematika secara fleksibel serta terbuka terhadap cara-cara yang bersifat baru. 3. Problem-Based Learning adalah pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan. 4. Pembelajaran hypnoteaching dalam Problem-Based Learning yaitu pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang disimulasikan serta didukung dengan sikap guru yang mengkondisikan siwa untuk siap menghadapi permasalahan yang diberikan dengan cara memberikan sugesti menggunakan kata-kata persuasif sehingga siswa tidak cemas ataupun enggan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dan

13 siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning. 2. Terdapat perbedaan kemampuan berfikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning dan siswa yang tidak memperoleh hypnoteaching dalam Problem-Based Learning.