MAKALAH. Pengadilan Atas Kasus Pemberontakan Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah. Pendidikan Pancasila

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERONTAKAN GERAKAN 30 SEPTEMBER PKI 1965

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

G 30 S PKI. DISUSUN OLEH Aina Aqila Rahma (03) Akhlis Suhada (04) Fachrotun Nisa (14) Mabda Al-Ahkam (21) Shafira Nurul Rachma (28) Widiyaningrum (32)

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI

Silahkan Baca Tragedi PKI Ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Partai PDIP dan Pembasmian PKI Melalui Supersemar.

BAB I PENDAHULUAN. PKI merupakan sebuah Partai yang berhaluan Marxisme-Lenisme(Komunis).

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

A. Pengertian Orde Lama

SISTEM PRESIDENSIIL TAHUN

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM

Kenapa Soeharto Tidak Mencegah G30S 1965?

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

LATIHAN SOAL SEJARAH Perjuangan Bangsa ( waktu : 30 menit)

Surat-Surat Buat Dewi

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

Kesaksian Elite PKI tentang Sepak Terjang Aidit

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mengungkap Kegagalan Gerakan 30 September 1965

Catherine, Svetlana, dan Pancasila

*12269 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65

Meninjau Kembali Pembantaian 50 Tahun Lalu

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

Tap XXXIII/MPRS/1967

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Negara tak perlu dan tak akan pernah minta maaf ke PKI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

pembentukan komisi kepresidenan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

7. Kabinet Karya/Juanda (31 Jul Agt 1955), dibentuk pada saat negara dalam situasi memprihatinkan, dan tidak berdasar atas dukungan dari

BAB III PENYAJIAN DATA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM DESKRIPSI UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para

Indonesia Lakukan Genosida

Negara Jangan Cuci Tangan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TUGAS PANCASILA KASUS PELANGGARAN HAM DAN PENYESAIANNYA OLEH : MUKHLISIIN BUDIDAYA PERAIRAN(A)

G30S dan Kejahatan Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPRESENTASI PELANGGARAN HAM DALAM FILM PENGKHIANATAN G30S (Analisis Semiotik dalam Perspektif PPKn)

sherila putri melinda

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai memperoleh akses informasi yang lebih luas dan terbuka.

Rekonsiliasi Korban HAM-Berat 1965

Buku «Memecah pembisuan» Tentang Peristiwa G30S tahun 1965

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

PELANGGARAN HAM YANG BERAT. Muchamad Ali Safa at

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Ta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

Dokumen CIA Melacak Penggulingan dan Konspirasi Tragedi G 30 S

2011, No Mengingat : d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan di dalam huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu ditetapkan P

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

PENEGAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh: Laras Astuti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Kesaksian Siauw Giok Tjhan dalam Gestapu 1965

PENYELIDIKAN KOMNAS HAM TERHADAP PERISTIWA PELANGGARAN HAM YANG BERAT YANG BELUM DITINDAKLANJUTI JAKSA AGUNG

Ketika Bung Karno Didemo Tentara

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BACAAN UNTUK HARI " SEBELAS MARET" HARI "SUPERSEMAR"

NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

Laporan akhir IPT, 8 Juni, 2016

Bahan Renungan Sekitar G30S, Bung Karno, Suharto dan PKI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Transkripsi:

MAKALAH Pengadilan Atas Kasus Pemberontakan 1965 Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Dosen Pembimbing : Bpk. Dizar Al-Farizie, SH. Disusun oleh : 1. Dimas Rudi Saputra 2. Imam Bastomi 3. Imam Nawawi 4. Taufiqur Rohman 5. F.L. Afif Hideaki Yoshioka 6. Wahyu Ardiansyah Jurusan : Teknik Elektro UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2015

Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah membimbing kami hingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makalah ini dibuat sebagai salah satu referensi mata kuliah guna membantu mahasiswa mengenai materi Pendidikan Pancasila yang bejudul Pengadilan atas Kasus Pemberontakan 1965. Dalam makalah ini materi akan berisi tentang latar belakang, pro dan kontra serta solusi tentang pemberontakan tersebut. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kelemahan baik dari segi tatatulis maupun sistematikanya oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah kami untuk selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para mahasiswa pada umumnya.

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Gerakan 30 September PKI 1965 Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis. Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Hal ini hanya akan membukakan jalan bagi PKI untuk melancarkan rencana-rencananya. Yang salah satunya sudah terbukti adalah pemberontakan G-30-S-PKI yang dipimpin oleh DN.Aidit. Pemberontakan itu bertujuan untuk menyingkirkan TNI-AD sekaligus merebut kekuasaan pemerintahan. Selain karena ingin merebut kekuasaan, ada juga factor lain yang membuat mereka melakukan pemberontakan itu, yakni : 1. Angkatan Darat menolak pembentukan Angkatan kelima 2. Angkatan Darat menolak Nasakomisasi karena ajaran ini dianggap hanya akan menguntungkan kedudukan PKI untuk yang kesekian kalinya. 3. Angkatan Darat menolak Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini merupakan suatu langkah yang bijak menyangkut adanya Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan membantu Cina meluaskan semangat revolusi komunisnya di Asia Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan negara-negara tetangga.

Bab II Pembahasan A. Pelaksanaan gerakan 30 sepetember PKI 1965 Kamis, tanggal 30 September 1965 PKI telah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk melancarkan serangan-serangan. Persaiapan itu dipimpin oleh Kolonel Untung Sutopo dihadiri oleh Latief Suyono, Supono, Suradi, Sukisno, Kuncoro, Dul Arif, Syam dan Dono. Malam harinya, Aidit mengarahkan seluruh operasi dan menyiapkan penyelesaian politik atau penggantian kekuasaan setelah pembersihan para Jenderal dilakukan. Sesuai dengan strategi dan rencana yang telah ditetapkan, pasukan pendukung G-30-S-PKI dibagi dalam tiga kelompok tugas, yaitu sebagai berikut : 1) Komando Penculikan dan Penyergapan (komando pasopati) dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arif 2) Komando Penguasaan Kota (komando bimasakti) dipimpin oleh Kapten Suradi 3) Komando Basis (komando gatotkaca) dipimpin oleh Mayor(udara) Gatot Sukresno Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan G-30-S-PKI mulai bergerak dari Lubang Buaya dan menyebar ke segenap penjuru Jakarta. PKI menduduki beberapa instalasi vital di Ibukota seperti Studio RRI, pusat Telkom dan lain-lain. Pasukan Pasopati berhasil melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira TNI-AD yang menjadi target operasi. Enam Jenderal yang menjadi korban keganasan G-30-S-PKI ialah sebagai berikut : 1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi) 2. Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan) 3. Mayjen R.Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi) 4. Mayjen Siswono Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)

5. Brigjen Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik) 6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat) Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan. Akan tetapi, putrinya Ade Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Ajudan Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean ikut menjadi sasaran penculikan karena wajahnya mirip dengan Jenderal Nasution. Ketika itu juga tertembak Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Waperdam II Dr.J. Leimena yang rumahnya berdampingan dengan rumah Nasution. Lolosnya Nasution, membuat Aidit dan koleganya cemas karena akan menimbulkan masalah besar. Untuk itu, Suparjo menyarankan agar operasi dilakukan sekali lagi. Saat berada di istana, Suparjo melihat bahwa militer di kota dalam keadaan bingung. Akan tetapi, para pemimpin gerakan pada saat itu tidak melakukan apa-apa. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehancuran operasi mereka. Sementara itu, sesudah PKI dengan G 30 S/PKI nya berhasil membunuh para pimpinan TNI AD, kemudian pimpinan G 30 S/PKI mengumumkan sebuah dektrit melalui RRI yang telah berhasil pula dikuasai. Dekrit tersebut diberinya nama kode Dekrit No 1 yang mengutarakan tentang pembentukan apa yang mereka namakan Dewan Revolusi Indonesia di bawah pimpinan Letkol Untung. Berdasarkan revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, dekrit no 1 tersebut, maka Dewan Revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, Dekrit no 2 dari G 30 S/PKI tentang penurunan dan kenaikan pangkat (semua pangkat diatas Letkol diturunkan, sedang prajurit yang mendukung G 30 S/PKI dinaikan pangkatnya 1 atau 2 tingkat). B. Tujuan Gerakan 30 September PKI 1965 Dari tindakan PKI dengan G30 S/PKI-nya, maka secara garis besar dapat diutarakan :

1. Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, 2. Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya. 3. Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut. 4. Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional. C. Pengaruh Gerakan 30 september PKI 1965 bagi bangsa indonesia Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan. Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator. Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan terjadi dimana mana. Presiden Soekarno menyalahkan orang orang yang terlibat dalam perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban korban lainnya yang tidak berdosa. Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat saja terjadi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat, mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia. Demonstrasi besar besaran terjadi pada tanggal 10 Januari 1966. Para demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat), meliputi sebagai berikut : 1. Pembubaran PKI 2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur unsur PKI. 3. Penurunan harga harga (Perbaikan Ekonomi).

Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle (perombakan) Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri. Menjelang pelantikan Kabinet Seratus Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim. Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi. Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketiga perwira TNI AD itu bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR). Isi pokoknya adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden. D. Peradilan Tragedi Gerakan PKI 30 September 1965 Setelah 50 tahun, peristiwa 1965 masih jadi isu sensitif di Indonesia. Ketika itu, diperkirakan sekitar satu juta orang yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dikejar-kejar, dibunuh, dibantai, disiksa dan dianiaya. Anak-anak serta keluarga mereka mengalami represi selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Orde Baru Jenderal Soeharto. Dan hingga kini belum ada pemeriksaan atas kasus itu. Pengadilan rakyat ini dipersiapkan oleh sedikitnya 100 relawan. Salah seorang relawan, Reza Muharam mengatakan, persiapan sudah dilakukan sejak satu tahun. Persiapan panjang itu di antaranya konsolidasi data yang dilakukan tim peneliti dan spesialis tragedi 1965. Reza Muharam menuturkan, Pengadilan akan

dipimpin oleh tujuh hakim berlatar kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia dan praktisi hukum. Dan pengadilan akan menghadirkan setidaknya 16 saksi, termasuk sastrawan Martin Aleida Sementara itu, pemerintah Indonesia sendiri menyatakan tidak tertarik menanggapi International People's Tribunal yang digelar di Den Haag ini. Istana Negara menyatakan, Indonesia memiliki sistem hukum dan peradilan sendiri. Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, upaya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pelanggaran berat HAM di masa lalu tidak perlu diungkit lagi. Menurut Ryamizard, mengungkit kasus masa lalu hanya akan berujung saling menyalahkan. Ia juga mengkritik Belanda jika memfasilitasi pengadilan rakyat. mempertanyakan pengadilan rakyat yang akan digelar di Den Haag tersebut. Dikatakan Luhut, pengadilan itu tidak adil. Dan Kedubes Indonesia di Belanda juga mengimbau para pelajar Indonesia agar tidak menghadiri International People s Tribunal. E. Perbandingan Tragedi Gerakan 30 September 1965 Peristiwa Gerakan 30 September (G-30 S/PKI) yang terjadi pada tahun 1965, rupanya tidak lepas dari bayang-bayang Badan Intelejen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA). Pada pertengahan September 2015 lalu, CIA membuka catatan rahasianya yang dihasilkan mulai tahun 1961-1969. Dari ratusan dokumen yang ada, beberapa di antaranya berisi laporan peristiwa 30 September 1965. Memo CIA itu diberi cap For the President s Eyes Only alias hanya untuk diketahui presiden. Memo tersebut merupakan berkas-berkas yang dikirim setiap hari oleh CIA ke Gedung Putih untuk disampaikan ke presiden. Memo itu dikenal dengan nama Petunjuk Harian Presiden (President s Daily Brief/PDB), yang merangkum pemantauan CIA atas situasi dari seluruh dunia. Dalam laporan soal situasi Indonesia itu dikatakan kudeta 30 September 1965 diikuti upaya kontrakudeta. Situasinya sejauh ini masih membingungkan,

dan hasilnya masih tidak pasti. Jika ada peran Sukarno, itu masih merupakan salah satu pertanyaan yang tak terjawab. Kedua pihak mengklaim setia kepada presiden dan mengatakan sama-sama melindungi presiden, tulis PDB itu. John Roosa (2006) dalam bukunya yang berjudul Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto s Coup D Etat in Indonesia menjelaskan memang ada orang-orang PKI yang terlibat dalam G30S. Namun tidaklah semua anggota PKI itu terlibat. Atas dasar itu Roosa menekankan bahwa tidaklah dapat dibenarkan kesalahan segelintir orang-orang PKI dijadikan alasan untuk menghukum seluruh anggotanya yang tidak tahu menahu tentang rencana kudeta tersebut. F. Landasan Hukum Pelanggaran HAM Pemberontakan 1965-1966 Penyelesaian masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui upaya konstitusional dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang Undang (RUU) dinilai perlu diupayakan agar semua masalah pelanggaran tersebut memiliki kejelasan hukum, untuk selanjutnya menjadi modal penting dalam menata masa depan bangsa dan negara tercinta ini. Menurut UU No. 26/2000, proses terbentuknya pengadilan terdiri dari tiga bagian yang ideal : 1. Komnas HAM melakukan penyelidikan berdasarkan pengaduan dari kelompok korban atau kelompok masyarakat tentang satu kasus yang terjadi di masa lalu. Komnas HAM kemudian membentuk satu KPP HAM untuk melakukan penyelidikan dan kemudian mengeluarkan rekomendasi. Jika dalam rekomendasi tersebut terdapat bukti terhadap dugaan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida, maka akan dilanjutkan pada tahap penuntutan oleh Kejaksaan Agung. 2. DPR kemudian membahas hasil penyelidikan dari Komnas HAM dan kemudian membuat rekomendasi kepada presiden untuk membentuk pengadilan Ham adhoc. 3. Presiden kemudian mengeluarkan keputusan presiden untuk pembentukan satu pengadilan HAM ad-hoc. Sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 7 menjelaskan, bahwa yang termasuk pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pasal 8 selanjutnya menjelaskan, kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, agama, dengan cara; Membunuh anggota kelompok; Mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anakanak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Pasal 9 disebutkan, bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau diketahuinya bahwa serangan tersebut secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa; Pembunuhan; Pemusnahan; Perbudakan; Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; Perampasan kebebasan atau perampasan kebebasan fisik secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; Penyiksaan; Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterelisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut Hukum Internasional; Penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid. Pada tahun 2008 dalam struktur Komnas HAM dibentuk Tim ad hoc penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966. Komnas HAM sesuai tugas serta wewenangnya dan berdasar prosedur hukum yang berlaku berkewajiban melakukan penyelidikan tentang dugaan adanya pelanggaran HAM berat 1965-1966. Kewajiban tersebut seharusnya sudah dijalankan oleh penegak hukum pada awal kejadian tanpa diulur-ulur sampai 48 tahun lamanya. Tenggang waktu yang begitu lama tentu menyukarkan tugas Komnas HAM dalam penyelidikan. Dalam jangka kerja 5 tahun Komnas HAM berhasil mengumpulkan data-data dan menyimpulkan terdapatnya indikasi-indikasi adanya pelanggaran HAM berat di tahun 1965-1966.

F. Pro Kontra Tragedi Gerakan PKI 30 september 1965 Hampir 50 tahun kejadian itu sudah berlalu tetapi penyelesaian hukum kasus pelanggaran HAM tahun 1965/1966 belum ada titik terang. Akan tetapi, dalam hal ini Pemerintah telah mempertimbangkan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Memilih untuk menempuh rekonsiliasi dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM pasca G30S PKI. Tetapi masih mendapatkan tantangan dari sejumlah pihak, terutama terkait rencana menyampaikan permintaan maaf kepada para korban pelanggaran HAM 1965/1966. Dalam hal ini menurut jaksa agung HM Prasetyo, ada beberapa tahapan dalam proses rekonsiliasi, yaitu: a. pengungkapan kebenaran dan mengakui memang ada pelanggaran HAM masa lalu. b. membuat komitmen bahwa ke depan hal itu tidak akan terulang kembali c. pernyataan penyesalan Pembentukan Komite rekonsiliasi telah disepakati dalam rapat gabungan yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementrian Koordinator Politik, pada Mei lalu, dan nantinya akan bekerja langsung di bawah pengawasan presiden. Walaupun begitu sebagian kalangan menolak rencana untuk meminta maaf kepada para korban kasus pelanggaran HAM 1965/66. Lebih lanjut Slamet menyatakan permintaan resmi dari pemerintah akan memberikan implikasi yang mengesankan kelompok non-komunis bersalah 2. Rehabilitasi Nama Baik Dalam laporan hasil penyelidikan Komnas HAM jumlah korban diperkirakan mencapai 500 ribu sampai 3 juta orang dalam peristiwa pembunuhan massal yang terjadi di sejumlah daerah. Ratusan orang dipenjara dan sekitar 12.000 orang di buang ke Pulau Buru untuk menjalani kerja paksa. Diro Utomo, seorang petani dari Boyolali yang dibuang ke Pulau Buru, mengharapkan pemerintah untuk merehabilitasi nama baiknya. "Kalau

menurut saya negara kita sudah memiliki UU, kalau kita tidak salah terus disalahkan yang dituntut itu kan pengembalian nama baik. Kalau orang ditahan segitu lamanya tetapi tidak pernah melalui proses hukum, tak pernah diadili berarti kan saya merasa tidak salah," ungkap Diro. Diro yang masih menetap di Pulau Buru mengharapkan selain meminta maaf dan rehabilitasi nama para korban, pemerintah harus menjamin agar pelanggaran HAM seperti kasus 1965/66 tidak terulang. 3. Penyelesaian Hukum Pada 2012 lalu, hasil penyelidikan Komnas HAM yang menyebutkan adanya pelanggaran HAM berat pasca gerakan 30 September 1965, menemukan adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi pasca pembunuhan enam jenderal dan perwira menengah Angkatan Darat. Berdasarkan penyelidikan selama empat tahun Komnas HAM menemukan cukup bukti adanya dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan pasca peristiwa G30S, seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, penyiksaan, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik pemerkosaan dan penghilangan orang secara paksa. Dalam laporan itu, Komnas HAM juga menyebutkan semua pejabat dalam struktur Kopkamtib 1965-1968 dan 1970-1978 serta semua panglima militer daerah saat itu dapat dimintai pertanggungjawabannya. Laporan tersebut sudah disampaikan kepada Jaksa Agung pada 2012 lalu, tetapi belum sampai pada proses hukum. Meski pemerintah akan melakukan rekonsiliasi bagi korban pelanggaran HAM 1965, sejumlah kalangan menyatakan proses hukum tetap harus dijalankan.

BAB III KESIMPULAN PKI berada dibalik G30S, dengan dalih membela presiden soekarno, secara pribadi maupun untuk mengamankan "REVOLUSI" yang sedang dijalankan presiden soekarno. Peristiwa G30S merupakan puncak dari aksi revolusiatau kudeta PKI di Indonesia, yang sebelumnya sudah didahului dengan berbagai aksi kekerasan (pembunuhan) terhadap warga masyarakat diberbagai wilayah indonesia, yang menentang keberadaan komunis (PKI). Ada masa dimana Indonesia mengalami kekosongan pemerintahan sejak awal oktober 1965 sampai Maret 1966 atau sekitar enam bulan. Saat itu bung Karno masih menjabat sebagai Presiden, tapi sudah tidak punya kuasa lagi. Beliau masih mempunyai sedikit pengaruh, baik di Angkatan Bersenjata maupun dikalangan parpol-parpol besar dan kecil. Para pemimpin parpol umumnya mendukung Angkatan Darat untuk membasmi PKI, namun mereka juga mendukung Bung Karno yang mencoba memulihkan wibawa. Walaupun Bung Karno akrab dengan PKI, PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Bukan itu saja, lewat ketetapan yang sama, paham Komunis dan Marxis-Leninisme dinyatakan haram berada di negara Indonesia. Pada saat diterapkannya demokrasi parlementer di Indonesia dan demokrasi terpimpin sedikit banyak mempengaruhi gerakan mahasiswa. Pada saat demokrasi parlementer, mahasiswa terlibat politik praktis, banyak organisasi mahasiswa berafiliasi dengan partai politik yang ada pada saat itu. Misalnya HMI berafiliasi dengan Masyumi, PMII dengan NU, GMNI berafiliasi dengan PNI, CGMI berafiliasi dengan PKI. Dengan kenyataan ini menunjukkan bahwa setiap organisasi maha-siswa mempunyai ideologi masing-masing, sehingga terlihat bahwa pertarungan ideologi sampai ke dalam kampus.