Pengaruh Modifikasi Heat Exchanger Tipe Concentric Tube terhadap Performance Sistem Refrigerasi Cascade

dokumen-dokumen yang mirip
HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

Studi Variasi Laju Pelepasan Kalor Kondensor High Stage Sistem Refrigerasi Cascade R22 Dan R404a Dengan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube

pada Jurusan B-41 digunakan penelitian heater Sehingga banyak ε eff fectiveness[3]. Cascade A. Sistem laju panas yang Keterangan : memasuki kompresor.

Studi Eksperimen Pengaruh Panjang Pipa Kapiler dan Variasi Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-90

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-151

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

Kata kunci : coefficient of performance, efek refrigerasi, high stage, low stage, siklus cascade.

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putar Kompresor dan Beban Pendinginan pada Sistem Refrigerasi Cascade

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-95

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. This document was created with the trial version of Print2PDF! Once Print2PDF is registered, this message will disappear!

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-659

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-399

STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN REFRIJERAN R-12 DENGAN HYDROCARBON MC-12 PADA SISTEM PENDINGIN DENGAN VARIASI PUTARAN KOMPRESOR. Ir.

ANALISA PERUBAHAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP UNJUK KERJA AC SPLIT 1,5 PK. Abstrak

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

Bab IV Analisa dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Bab IV Analisa dan Pembahasan

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Studi Variasi Flowrate Refrigerant Pada Sistem Organic Rankine Cycle Dengan Fluida Kerja R-123

FARID NUR SANY DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, ST, MT, Ph.D

PENGARUH DEBIT ALIRAN AIR TERHADAP PROSES PENDINGINAN PADA MINI CHILLER

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) B-103

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PEMBEBANAN GENERATOR PADA PERFORMA SISTEM ORGANIC RANKINE CYCLE (ORC)

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

Kaji Eksperimental Pemanfaatan Panas Kondenser pada Sistem Vacuum Drying untuk Produk Kentang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI 2012

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Perubahan Refrigeran-22 Dengan Musicool-22 Pada Sistem Pengkondisian Udara Dengan Pre-cooling

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

IV. METODE PENELITIAN

Azridjal Aziz (1), Hanif (2) ABSTRACT

Pengaruh High Pressure Kompresor Terhadap Performansi Sistem Refrigerasi Dengan Menggunakan R-134a Dan Refrigeran Hidrokarbon

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Analisa Performansi Pengkondisian Udara Tipe Window dengan Penambahan Alat Penukar Kalor

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA REFRIGERASI (REF) Koordinator LabTK Dr. Pramujo Widiatmoko

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

ANALISIS KINERJA AIR CONDITIONING SEKALIGUS SEBAGAI WATER HEATER (ACWH)

ANALISIS KINERJA SISTEM PENDINGIN RUANG PALKAH IKAN DENGAN MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HIDROKARBON (MC-22)

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN ANALISA PERFORMANSI REFRIGERATOR DOUBLE SYSTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

Azridjal Aziz (1) Hanif (2) ABSTRAK

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

PERFORMANSI SISTEM REFRIGERASI HIBRIDA PERANGKAT PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON SUBSITUSI R-22

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE

Pengaruh Aplikasi Refrigeran Hidrokarbon Terhadap Performansi Mobile Air Conditioning

BAB II STUDI PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print)

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split)

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

PENGARUH ALAT EKSPANSI TERHADAP TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP

BAB II LANDASAN TEORI

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

PERFORMANSI RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA DENGAN STANDBY MODE MENGGUNAKAN REFRIGERAN HCR-22 UNTUK PENDINGIN DAN PEMANAS RUANGAN

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-80 Pengaruh Modifikasi Heat Exchanger Tipe Concentric Tube terhadap Performance Sistem Refrigerasi Cascade Jhona Purnama Putra, Ary Bachtiar Khrisna Putra Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: arybach@me.its.ac.id Abstrak Dalam beberapa bidang industri seperti pengawetan makanan, perminyakan, pengolahan bahan-bahan kimia dan pendinginan setempat (spot cooling pada industri baja dibutuhkan kondisi ruangan yang sangat rendah berkisar antara -30 C hingga -60 C. Maka dari itu digunakanlah sistem refrigerasi cascade yang disusun atas dua stage yaitu high dan low. Dimana kedua stage ini digabungkan menjadi satu oleh sebuah heat exchanger yang melakukan perpindahan kalor dari kondensor low stage menuju evaporator high stage. pada penelitian terdahulu alat penukar panas yang digunakan yaitu alat penukar panas tipe concentric tube masih menunjukan performa yang belum baik kepada sistem refrigerasi cascade. Penelitian dilakukan dengan memodifikasi alat penukar panas dan menganalisa performa sistem setelah dilakukannya modifikasi penambahan panjang pada alat penukar panas, dengan fluida kerja refrigeran Musicool-22 di High Stage dan R-404A di Low Stage. Setelah perancangan alat selesai, dilakukan eksperimen pada sistem tersebut dengan variasi beban pendinginan menggunakan electric heater di evaporator Low Stage sebesar 0 (tanpa beban, 6, 16, 40, 60, dan 98 Watt.. Hasil dari studi eksperimen ini menunjukkan nilai-nilai optimum yang didapatkan yaitu pada pembebanan 60 Watt dengan Qevap = 0,599 kw, COP cascade = 0,968 dan temperatur di dalam cooling box sebesar -30,1 C serta nilainilai maksimum dari performa sistem refrigerasi cascade pada beban 98 Watt yaitu kapasitas pendinginan maksimum pada sistem Low Stage adalah 0,60654 kw, kerja maksimum kompresor pada sistem High Stage 0,1711 kw dan Low Stage 0,4432 kw, nilai COP cascade maksimum 0,9969, efek refrigerasi maksimum pada Low Stage 137,85 kj/kg, HRR maksimum pada Low Stage 1,731. Kemudian diperoleh nilai effectiveness cascade heat exchanger tertinggi 0,922 dan terendah 0,912 serta nilai NTU tertinggi 7,1800 dan terendah 6,4121. Kata kunci MC-22, R-404A, pengaruh modifikasi heat exchanger tipe konsentrik terhadap performa sistem refrigerasi cascade. R I. PENDAHULUAN efrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari ruangan bertemperatur, dan memindahkan kalor tersebut ke suatu medium tertentu yang memiliki temperatur lebih rendah serta menjaga kondisi tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada umumnya efek refrigerasi ini dimanfaatkan untuk mengkondisikan keadaan udara suatu ruangan. Kondisi yang ada dimanfaatkan untuk menunjang kenyamanan para pekerja di suatu ruang perkantoran dan industri ataupun dimanfaatkan untuk mendukung dan menjaga kualitas hasil produksi. Dalam beberapa bidang industri seperti pengawetan makanan, perminyakan, pengolahan bahan-bahan kimia dan pendinginan setempat (spot cooling pada industri baja dibutuhkan kondisi ruangan yang sangat rendah berkisar antara -30 C hingga -60 C. Kisaran temperatur yang sangat rendah itu dapat dipenuhi oleh sistem refrigerasi satu tingkat yang menggunakan satu kompresor, sistem bertekanan banyak menggunakan lebih dari satu kompresor seperti yang terdapat pada sistem refrigerasi bertingkat (multistage dan kombinasi dua atau lebih sistem refrigerasi tunggal (cascade dimana satu sistem sebagai high-stage (HS dan lainnya sebagai lowstage (LS. Namun peningkatan performa unjuk kerja (COP dan penghematan daya menjadi faktor seleksi bagi penerapannya dalam industri. Diantara ketiganya, sistem refrigerasi cascade merupakan cara yang terbaik untuk mendapatkan penghematan daya dan COP. Pada industri besar penghematan daya juga seringkali akan menentukan biaya peralatan ekstra. Sebagai solusi untuk menghasilkan kondisi bertemperatur rendah dan hemat daya, keunggulan sistem refrigerasi cascade masih dapat diperbesar. Salah satunya dengan menggunakan refrigeran alternatif yang dapat digunakan untuk memperoleh temperatur evaporasi yang sangat rendah (-50 C, ramah lingkungan, dan menghasilkan nilai COP tinggi. Pemilihan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 adalah salah satu alternatif untuk menggantikan refrigeran R-22 karena hidrokarbon selain rendah terhadap ODP (Ozone Depletion Potentials juga rendah terhadap GWP (Global Warming Potentials. Pada pemilihan refrigeran kali ini didasarkan dari karakteristik yang dimiliki tiap refrigeran, pada sistem High stage digunakan Musicool-22 karena memiliki titik didih tinggi sehingga bagus digunakan pada sistem tekanan yang tinggi. Sedangkan untuk R-404A memiliki titik didih yang rendah sehingga bagus digunakan pada sistem tekanan rendah yang bisa menghasilkan temperatur evaporasi sangat rendah. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Arrad Ghani 2012 menggunakan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 di High stage dan R-404A di Low stage dengan menggunakan concentric tube heat exchanger. Penelitian tersebut dilakukan dengan memvariasikan beban pendinginan di evaporator Low stage sehingga didapatkan temperatur di evaporator terendah sebesar -35,8 C. Temperatur evaporator low stage bisa di rendahkan lagi dengan cara mengoptimalkan kerja dari alat penukar panas yang terpasang pada sistem refrigerasi cascade. Hal ini tentunya

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-81 akan terlihat bahawa kerja kompresor menjadi naik ini disebabkan karena heat exchanger yang belum bekerja maksimal. Pada penelitian kali ini penulis akan menggunakan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 di High stage dan R- 404A di Low stage dengan variasi beban pendinginan menggunakan electric heater pada evaporator Low stage. Penelitian ini akan dilakukan modifikasi pada heat exchanger, dimana akan dilakukan modifikasi penambahan panjang pada alat penukar panas untuk menghasilkan performa sistem refrigerasi cascade lebih baik. Dari hal tersebut diharapkan dengan penambahan panjang pada heat exchanger, system refrigerasi cascade mampu menghasilkan temperatur yang lebih rendah serta meningkatkan efisiensi dengan mengurangi besarnya pemakaian daya pada kompresor. II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Refrigerasi Cascade Sistem refrigerasi cascade terdiri dari dua sistem refri gerasi siklus tunggal yang digabungkan oleh cascade heat exchanger. Sistem pertama disebut high-stage dan sistem kedua disebut low-stage. Pada prinsipnya efek refrigerasi yang dihasilkan oleh evaporator high-stage dimanfaatkan untuk menyerap kalor yang dilepas oleh kondenser lowstage sehingga didapatkan temperatur yang sangat rendah pada evaporator low-stage. Perhitungan laju aliran massa untuk sistem High Stage didasarkan pada kesetimbangan energi pada kondensor High Stage yaitu dengan membagi besarnya panas yang diserap udara beserta rugi-ruginya yang digunakan untuk mendinginkan kondensor dengan selisih entalpi masuk dan keluar kondensor High Stage seperti perumusan (1 berdasarkan gambar 2 sebagai berikut: Qudara + Qkonv mref _ HS = (1 ( h6 h7 Sedangkan untuk menghitung besarnya laju aliran massa pada sistem Low Stage didasarkan pada kesetimbangan energi pada cascade heat exchanger seperti perumusan (2 berdasarkan gambar 3 sebagai berikut: m ref _ LS = m ref _ LS ( h6 hi7 ( h h Untuk mengetahui performa dari alat sistem refrigerasi digunakan beberapa rumusan sebagai berikut: 1. Kerja Kompresor: W ref = m ( hout hin (3 2. Kalor yang dilepas kondensor: Q c = m ( hin _ cond hout _ cond (4 3. Kapasitas pendinginan: Q = m h h (5 e cascade ( out _ evap 2 in _ evap ( W W ref _ HS 3 ref _ LS (2 4. COP cascade: Qe _ LS COP = (6 Gmbar 1. Siklus refrigerasi cascade dan T-S diagram Gambar 2. Concentric Tube Heat Exchanger dengan Counter Flow 5. Heat Rejection Ratio (HRR: ( in _ cond hout _ cond ( h Q m h c HRR = = 100% (7 Q m h e out _ evap in _ evap B. Heat Exchanger Alat penukar panas atau Heat Exchanger (HE adalah alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari sistem yang satu ke sistem lain tanpa perpindahan massa. Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pada eksperimen kali ini akan digunakan concentric tube heat exchanger sebagai cascade dengan aliran counter flow. Gambar 2 adalah gambar concentric tube heat exchanger dengan aliran counter. Untuk mengevaluasi kinerja heat exchanger tipe concentric tube digunakan metode Number of Transfer

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-82 Gambar 3 variasi dari COP, RE and WD pada low temperature circuit evaporator temperature (TE,LT Gambar 4 pengaruh kenaikan temperatur kondensor pada high stage terhadap COP, RE dan WD Gambar 5 Grafik hubungan T C dan T E terhadap COP Grafik COPcas= f (Beban Pendinginan 1.10 1.05 1.00 0.95 0.90 0.85 0 50 100 150 200 250 300 350 Beban Pendinginan (Watt COP cas Optimum (0,935 saat beban = 35 W COPcas Gambar 6 Grafik beban pendinginan terhadap COP cas COPcas Linear (COPcas Units (NTU. Untuk mengetahui kinerja heat exchanger maka dapat digunakan effectiveness. Untuk mencari hal tersebut maka harus diketahui nilai perpindahan kalor maksimum (q max dari heat exchanger [2]. ( Tc, o Tc, i ( T T Cc ε = (8 C min h, i c, i Untuk nilai NTU pada heat exchanger tipe concentric tube dengan jenis aliran counter dapat digunakan perumusan sebagai berikut : 1 ε 1 NTU = ln untuk (C r < 1 (9 C r 1 εc r 1 C. Penelitian Terdahulu A. D. Parekh and P. R. Tailor (2012, melakukan studi untuk menganalisa pengoptimalan sistem pendinginan cascade dengan penggunaan refigeran yang ramah lingkungan, dia menggunakan rerigeran R507A dan R23. Dari penelitian tersebut dapat dihasilkan pada Gambar 3. Dari gambar 3 COP dari sistem meningkat seiring dengan penurunan pada pressure ratio pada low temperature circuit dengan naiknya evaporator temperature. Hasil ini menperlihatkan penurunan total compressor work pada sistem dan naiknya system refrigerating effect. Gambar 4 menggambarkan kenaikan pada temperatur kondenser mengakibatkan naiknya kerja kompressor pada high-stage.pada grafik juga dapat dilihat bahwa semakin dingin temperatur kondenser maka COP akan semakin meningkat. Tzong-Shing Lee (2006, melakukan eksperimen dengan mempelajari hubungan maximum coefficient of performance COPmax untuk CO2/NH3 cascade refrigeration systems terhadap condensing temperature TC, evaporating temperature TE, dan perbedaan temperatur pada cascade-condenser. Hasil dari eksperimen ini digambarkan dalam grafik sebagai berikut. Dari gambar 5 menunjukan tren grafik yang turun, semakin tinggi temperatur kondensor semakin turun nilai COP. Berbeda dengan grafik Te vs COP menunjukan tren grafik yang naik, semakin tinggi temperatur evaporator semakin tinggi pula COP. Arrad Ghani S (2012, melakukan penelitian lain tentang sistem refrigerasi cascade juga dilakukan Arrad ghani yang melakukan studi eksperimental sistem pendingin cascade dengan menggunakan refrigeran hidrokarbon Musicool-22 di High Stage dan R-404A di Low stage dan menggunakan cincentric tube heat exchanger sebagai casecadenya. Arrad melakukan variasi beban pendinginan di evaporator Low stage dengan menggunakan heater sebesar 0 (tanpa beban, 11, 35, 70, 95, 140, 210, dan 300 Watt. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan beberapa macam grafik, diantaranya adalah grafik pengaruh beban pendinginan terhadap COP sistem sebagaimana gambar 6. Dari gambar 2.25 grafik COP cascade tersebut dapat dilihat nilai COP mempunyai trend yang naik seiring dengan naiknya beban pendinginan di evaporator Low stage. Dari grafik terlihat bahwa nilai COP cascade terendah adalah 0,889 pada saat pembebanan 140 Watt dan nilai COP cascade tertinggi adalah 1,020 pada saat pembebanan tertinggi yaitu 300 Watt. Nilai COP cascade yang diperoleh juga kecil tidak seperti nilai COP alat refrigerasi lainnya yang bernilai antara 2 sampai 4. Kecilnya nilai COP cascade ini disebabkan karena kapasitas pendinginan pada evaporator Low stage dibagi dengan total kerja kompresor pada kedua sistem sehingga nilainya pasti lebih kecil jika dibandingkan dengan alat refrigerasi pada umumnya.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-83 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Skema Sistem Refrigerasi Cascade Yang digunakan Gambar 9. Grafik Temperatur Evaporator LS = f (Beban Pendinginan. Gambar 7. Skema Alat Uji Sistem refrigerasi Cascade Gambar 10. Grafik Kerja Kompresor HS dan LS = f(beban Pendinginan Gambar 8. Rancangan Percobaan B. Rancangan Percobaan Gambar 8 adalah gambar rancangan percobaan yang akan dilakukan di evaporator Low Stage. Dilakukan dengan memvariasikan beban pendinginan berupa electric heater yang akan mengeluarkan panas ke evaporator Low Stage. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa Q heater yang terdapat di bawah evaporaor Low Stage akan memberikan panas agar diserap oleh evaporaor Low Stage. Panas ini berfungsi sebagai beban pendinginan di dalam kabin. Terdapat 6 variasi beban pendinginan yaitu tanpa beban electric heater (0 Watt, 6, 16, 40, 60, dan 98 Watt yang diatur dengan menggunakan voltage regulator. Data yang diambil dari percobaan ini adalah berupa temperatur dan tekanan pada setiap titik pengujian seperti terlihat pada gambar serta untuk tinjauan utama adalah titik masuk dan keluar evaporator serta temperatur di dalam kabin saat dilakukan pembebanan. Dari data temperatur tersebut nantinya akan dicari nilai entalpi yang akan digunakan untuk menghitung nilai Q evap dengan perumusan (5. Nilai dari Q evap ini juga akan digunakan untuk menghitung besarnya COP dari sistem dengan variasi beban pendinginan di evaporator Low Stage seperti perumusan (6. Pada percobaan ini pengaruh pembebanan dari luar kabin (cooling box diabaikan dan dianggap kostan. C. Pengujian Pengujian pada sistem refrigerasi cascade ini menggunakan refrigeran Musicool-22 di High Stage dan R- 404A di Low Stage, dan memvariasikan beban pendinginan menggunakan electric heater yang diatur daya nya menggunakan voltage regulator serta menghidupkan fan kondensor dengan kecepatan maksimum. Pengambilan data dilakukan setelah sistem dalam kondisi steady state baik di sistem High Stage maupun Low Stage. Apabila temperatur di dalam sistem sudah menunjukkan kondisi yang konstan (steady berarti semua panas yang dihasilkan oleh electric heater diserap secara keseluruhan oleh evaporator Low Stage. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terbaik dari data yang diambil maka setelah sistem steady dilakukan pengambilan data 4 kali setiap 5 menit. IV. HASIL ANALISA DATA Untuk mengevaluasi sistem refrigerasi cascade ini digunakan persamaan pada bab bagian Tinjauan Pustaka dan diperoleh pada gambar 9. Gambar 9 menunjukkan temperatur evaporator Low Stage sebagai fungsi dari beban pendinginan. Grafik tersebut mempunyai tren naik seiring dengan naiknya pembebanan pada evaporator Low Stage. Pada saat beban 0 Watt (tanpa beban, temperatur evaporator bernilai -40,3 C dan terus naik hingga temperatur evaporator bernilai -37,4 C pada saat beban yang paling besar yaitu 98 Watt. Dari grafik tersebut dapat dikatakan bahwa naiknya temperatur evaporator dipengaruhi oleh temperatur di dalam kabin (cooling box karena pembebanan dengan electric heater dilakukan di dalam cooling box. Dengan naiknya temperatur di dalam cooling box maka akan membuat kalor yang diserap oleh evaporator lebih banyak sehingga temperatur masuk dan keluar evaporator juga akan semakin

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-84 Gambar 11. Grafik Kapasitas Pendinginan = f (Beban Pendinginan tinggi. Gambar 4.3 menunjukkan kerja kompresor pada sistem Low Stage dan pada sistem High Stage. Grafik tersebut menunjukkan tren grafik yang naik di antara ke dua sistem Low Stage dan High Stage, namun pada sistem Low Stage kenaikaan kerja kompresinya lebih besar dibandingkan dengan kenaikan kerja kompresi pada sistem High Stage. Hal ini disebabkan karena laju aliran massa refrigeran pada sistem Low Stage lebih besar dibandingkan dengan sistem High Stage sehingga kerja kompresor yang dihasilkan juga lebih besar. Naiknya kerja kompresi pada sisi Low Stage disebabkan karena semakin besar beban pendinginan yang diberikan pada evaporator Low Stage maka laju aliran massa refrigeran nya juga akan mengalami kenaikan. Karena kerja kompresor merupakan hasil kali dari laju aliran massa refrigeran dengan selisih entalpi discharge dan suction kompresor maka semakin besar mass flow rate nya, kerja kompresor juga akan mengalami peningkatan. Sedangkan untuk sistem High Stage juga mengalami kenaikan tapi tidak sebesar sistem Low Stage karena kenaikan laju aliran massa refrigerannya nya juga lebih kecil dan juga perubahan nilai entalpi nya kecil. Gambar 11 menunjukkan grafik kapasitas pendinginan (Q evap Low Stage sebagai fungsi dari beban pendinginan. Grafik tersebut mempunyai tren naik seiring dengan besarnya pembebanan pada evaporator Low Stage. Pada saat tanpa beban maka Q evap bernilai 0,5230 kw dan mengalami fluktuasi atau naik turun hingga beban pendinginan sebesar 98 Watt. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa naiknya beban pendinginan akan menjadikan temperatur keluaran evaporator Low Stage dalam kondisi superheat, karena kondisinya superheat maka delta superheat pada keluaran evaporator akan dijaga konstan melalui katup ekspansi TXV. Katup ini menjadi semakin terbuka sehingga menyebabkan laju aliran massa (mass flow rate refrigeran nya semakin besar. Karena nilai Q evap itu merupakan selisih entalpi keluar dan masuk evaporator dikalikan laju aliran massa (mass flow rate refrigeran dan naiknya temperatur akibat pembebanan juga menyebabkan perubahan nilai entalpi pada evaporator menjadi semakin besar, maka dapat dipastikan bahwa nilai Q evap nya akan naik seiring dengan naiknya beban pendinginan. Pada COP ketika dilakukan trendline ke dalam linier dilihat tidak ada perubaha yang tidak signifikan terlihat trendline yang cenderung datar, Hal ini dikarenakan peningkatan kapasitas pendinginan sebanding dengan perubahan daya total kedua kompresor. Dari gambar 11 terlihat bahwa pada beban pendingin 0 watt COP yang dihasilkan sebesar 0,983 dan COP terus mengalami peningkatan hingga pada beban pendinginan 16 Watt sebesar 0,9969. Setelah itu COP mengalami penurunan 40 watt hingga 60 Watt. Sedangkan pada beban pendinginan Gambar 11. Grafik COP 98 Watt mengalami peningkatan cas = f (Beban Pendinginan sebesar 0,9874. Gambar 12. Grafik Effectiveness (ε Cascade Heat Exchanger = f (Beban Pendinginan Dari gambar 4.12 terlihat bahwa grafik Effectiveness (ε cascade heat exchanger memiliki tren yang agak turun bahkan bisa dikatakan datar/konstan dan setelah dilakukan trendline dengan linier seiring dengan naiknya beban pendinginan, ini diakibatkan karena kemampuan menukarkan panas pada cascade heat exchanger adalah konstan, sedangkan panas yang harus ditukar pada heat exchanger semakin meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran massa refrigeran karena naiknya pembebanan. Nilai effectiveness cascade heat exchanger akan semakin turun karena naiknya nilai q actual tidak terlalu signifikan kecuali pada saat pembebanan 16 Watt hingga 40 Watt q actual mengalami kenaikkan. Sedangkan q maks naik secara signifikan dibandingkan dengan kenaikan pada q actual setiap kali beban dinaikkan. Kenaikkan nilai q maks yang signifikan ini terjadi karena seiring dengan kenaikan laju aliran massa refrigeran, selisih temperatur T hi dikurangi dengan T ci lebih besar dibandingkan dengan selisih temperatur T hi dikurangi dengan T ho sehingga nilai q maks nya akan semakin besar yang menyebabkan effectiveness semakin turun. V. KESIMPULAN Dari pengujian alat Sistem Refrigerasi Cascade dan pengolahan data yang telah dilakukan, maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan diantaranya yaitu, nilai optimum untuk proses spot cooling yaitu pada pembebanan 60 Watt dengan Q evap = 0,599 kw, COP cascade = 0,968 dan temperatur di dalam cooling box sebesar -30,1 C. Dengan melakukan variasi beban pendinginan di evaporator Low Stage akan diperoleh nilai-nilai maksimum dari performa sistem refrigerasi cascade pada variasi beban tertinggi yaitu 98 Watt sebayaitu. Kapasitas pendinginan max pada sistem Low Stage adalah 0,60654 kw, Kerja maksimum kompresor pada sistem High Stage adalah 0,1711 kw, Kerja

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print B-85 maksimum kompresor pada sistem Low Stage adalah 0,4432 kw, Besarnya COP cascade maksimum adalah 0,9969, Efek refrigerasi maksimum pada Low Stage adalah 137,85 kj/kg, Nilai HRR maksimum pada Low Stage adalah 1,731. Nilai Effectiveness dari Concentric Tube Heat Exchanger yang digunakan cenderung menurun walaupun terlihat konstan seiring dengan naiknya beban pendinginan. Nilai tertinggi adalah 0,922 pada saat beban 40 Watt dan nilai terendah adalah 0,912 pada saat beban pendinginan 60 Watt. Untuk nilai NTU mengalami penurunan juga dengan nilai tertinggi 6,797 pada saat tanpa beban dan 6,412 pada saat beban 60Watt. [7] [7] Tzong-Shing Lee, Cheng-Hao Liu, & Tung-Wei Chen. (2006. Thermodynamic analysis of optimal condensing temperature of cascade-condenser in CO2/NH3 cascade refrigeration systems. m ref _ HS m ref _ LS NOMENKLATUR Laju aliran massa refrigeran di High Stage (kg/s Laju aliran massa refrigeran di Low Stage (kg/s m ud Laju aliran massa udara (kg/s T ud_in Temperatur udara masuk kondensor ( C T ud_out Temperatur udara keluar kondensor ( C T s Temperatur permukaan ducting kondensor ( C ρ ud_in Massa jenis udara masuk kondensor (kg/m 3 ρ ud_in Massa jenis udara keluar kondensor (kg/m 3 Cp ud_in Kalor spesifik udara masuk kondensor (kj/kg.k Cp ud_out Kalor spesifik udara keluar kondensor (kj/kg.k v ud Kecepatan udara melewati kondensor (m/s h Entalpi refrigeran (kj/kg A duct Luas penampang ducting kondensor HS (m 2 L duct Panjang ducting kondensor HS (m D duct Diameter ducting kondensor (m COP cascade Coefficient Of Performance cascade HRR Rasio pelepasan kalor W ref Kerja kompresor (kw Q c Kalor dilepas kondensor (kw Q e Kalor diserap evaporator (kw C c Kapasitas panas fluida dingin (kj/s.k C h Kapasitas panas fluida panas (kj/s.k C min Kapasitas panas minimum (kj/s.k Cr Rasio perbandingan C min /C max ε Effectiveness DAFTAR PUSTAKA [1] [1] A.D. Parekh & P. R. Tailor. (2012. Thermodynamic Analysis of R507A-R23 Cascade Refrigeration System. International Journal of Aerospace and Mechanical Engineering. [2] [2] Arrad Ghani Safitra, 2012, Studi Variasi Beban Pendinginan di Evaporator Low Stage Pada Sistem Refregerasi Cascade Menggunakan Heat Exchanger Tipe Concentric Tube Dengan Fluida Kerja Refrigeant Musicool-22 di High Stage dan R4040A di Low stage, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. [3] [3] Moran, M.J and Howard N. Shapiro, 2000, Fundamental of Engineering Thermodynamics. John Wiley & Sons Inc. Chicester. [4] [4] P.Incropera, Frank.,P.Dewitt, David.,L.Bergman, Theodore.,S.Lavine, Adrienne.,2007, Fundamental of Heat and Mass Transfer Sixth Edition,Asia, John Wiley & Sons (Asia Pte Ltd. [5] [5] Pyasi, Devanshu and R.C. Gupta, 2011, Performance analysis of 404a/508b Cascade Refrigeration cycle for low temperature, India, Jabalpur Engineering College. [6] [6] Stoecker, Wilbert F., and Jones, Jerold W.,1982, Refrigerasi dan Pengkondisian Udara edisi kedua. Jakarta, Indonesia, Erlangga.