BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Euthanasia dan Hak Hidup Menurut Perspektif Sosiologis

ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER TERHADAP KASUS EUTHANASIA DITINJAU DARI KUHP YANG BERTENTANGAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. suatu hal yang tidak menyenangkan dan kalau mungkin tidak dikehendaki. Namun

BAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI DISUSUN O L E H. Nama NPM Program : : ILMU HUKUMM. studi HUKUM MEDAN Universitas Sumatera Utara

BAB III KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA AGIAN ISNA NAULI DAN KASUS PERMOHONAN EUTHANASIA DARI PIHAK KELUARGA SITI JULAEHA

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN ETIKA KEDOKTERAN

BAB II TANGGUNG JAWAB DOKTER YANG MELAKUKAN EUTHANASIA. A. Tanggung Jawab Dokter Menurut Profesi Medis.

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

ASPEK HUKUM EUTHANASIA. By L. Ratna Kartika Wulan

BABI PENDAHULUAN. Di abad 20 ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB III KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG EUTHANASIA. 1. Pengaturan Euthanasia dalam Hukum Pidana Indonesia (KUHP)

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menakutkan. Ketakutan akan penyakit HIV/AIDS yang

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN MASALAH HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang demikian cepat dalam

EUTHANASIA DITINJAU DARI ASPEK HAK ASASI

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

TINDAK PIDANA PENCULIKAN DAN MODUSNYA (Paper ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana)

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM PELAKSANAAN INFORMED CONSENT 1 Oleh : Indra Setyadi Rahim 2

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

Moral Akhir Hidup Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan keluhan jasmani danrohani kepada dokter yang. merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya penemuan-penemuan teknologi modern, mengakibatkan

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

MAKALAH MEMAHAMI PANDANGAN AGAMA-AGAMA DI INDONESIA TERHADAP TINDAKAN MEDIS KEBIDANAN TENTANG EUTHANASIA

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan pula adanya hal-hal pokok dan penting untuk mengatur

Ringkasan Putusan.

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Perputaran zaman dari masa kemasa membawa kehidupan. masyarakat selalu berubah, berkembang menurut keadaan, tempat dan

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

KEDUDUKAN HUKUM PASIEN EUTHANASIA DITINJAU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Masalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam bentuk jasa maupun fasilitas. Bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI

BAB I PENDAHULUAN. hak antara 1 individu dengan individu lainnya. Untuk menyelaraskan hak antar

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak bagi setiap orang, sebagaimana diatur dalam Pasal

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

I. PENDAHULUAN. maupun tenaga kesehatan yang ada di tempat-tempat tersebut belum memadai

Sumpah Dokter SAYA BERSUMPAH BAHWA :

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF MORAL DAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

Menimbang: bahwa perlu ditetapkan peraturan tentang wajib simpan rahasia kedokteran.

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I S D I Y A N T O NIM : C

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat dalam rangka peningkatan

POLITIK HUKUM PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA (THE CRIMINAL LAW POLICY OF HUMAN BODY ORGAN TRAFFICKING)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sudikno dalam bukunya yang berjudul Mengenal Hukum menyatakan. bahwa:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang telah ditentukan secara cermat waktu dan tempat dimana kita mati oleh sang pencipta. Tak ada seorang pun yang dapat mengelak atau menghindarinya. Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kematian berasal dari Tuhan sesuai dengan ketetapannya. Manusia sebagai makhluk ciptaannya tidak memiliki hak untuk membuat seseorang kehilangan nyawanya, karena satu-satunya dzat yang berhak adalah Tuhan. Jika ada seseorang atau beberapa orang yang menghilangkan nyawa dari orang lain didalam hukum pidana perbuatan tersebut dapat dipidana sesuai dengan pasal pembunuhan. Begitu juga dalam dunia medis, walaupun seseorang yang sakit atau didiagnosa oleh dokter memiliki suatu penyakit telah berupaya untuk sembuh dengan segala macam pengobatan tetapi jika Tuhan menghendaki orang tersebut mati dokter sekalipun tidak dapat melawan takdir tersebut. Bidang medis membagi proses kematian ke dalam tiga cara yaitu : pertama, Orthothansia ialah proses kematian yang terjadi karena proses ilmiah atau secara wajar, seperti proses ketuaan, penyakit dan sebagainya. Kedua, dysthanasia ialah proses kematian yang terjadi secara tidak wajar, seperti pembunuhan, bunuh diri dan lain-lain. Ketiga, euthanasia ialah proses kematian yang terjadi karena 1

pertolongan dokter. 1 Cara kematian ketiga yang disebutkan di atas yang sekarang ini menimbulkan berbagai pendapat pro dan kontra pada masyarakat Indonesia apalagi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan zaman sekarang seperti alat bantu pernafasan atau biasa disebut alat respirator. Seseorang yang dikatakan mati pada batang otak yang ditandai dengan rekaman EEG yang datar, masih bisa menunjukkan aktifitas denyut jantung, suhu badan yang hangat, fungsi alat tubuh yang lain seperti ginjal pun masih berjalan sebagaimana mestinya, selama dalam bantuan alat respirator tersebut. Jadi, makin sulit seorang ilmuwan medik menentukan terjadinya kematian pada manusia sehingga menimbulkan dilema. Jika alat respirator yang menunjang kehidupan pasien dilepaskan maka dokter telah melakukan euthanasia pasif kepada pasien atas permintaan pasien itu sendiri. Apabila dokter yang berperan aktif dalam melakukan euthanasia dengan alasan untuk meringankan penderitaan pasien karena pasien sudah dalam keadan koma dengan cara memberikan obat berdosis tinggi maka dokter telah melakukan euthanasia aktif. Ditinjau dari perspektif Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia maka euthanasia baik pasif maupun aktif merupakan perbuatan yang melanggar Hak Asasi Manusia terutama hak hidup pasien yang sudah sejak lahir melekat pada diri manusia walaupun tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan permintaan pasien sendiri atau atas dasar permintaan keluarga pasien. Hak hidup merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan 1. Bajang Tukul, 2008, Perdebatan Etis atas Euthanasia (Perspektif Filsafat Moral), Yogyakarta, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 4 2

apapun dan oleh siapapun sehingga merupakan hak mutlak bagi setiap manusia kecuali Allah yang mengambilnya. Di Indonesia peraturan yang mengatur mengenai euthanasia terutama euthanasia aktif secara terperinci belum ada. Salah satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang bisa digunakan sebagai landasan hukum bagi euthanasia aktif adalah Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Dengan kata lain, walaupun tindakan dokter untuk merampas nyawa orang lain (dalam hal ini pasien) dengan cara melakukan euthanasia aktif, yang dinyatakan dengan kesungguhan hatinya tanpa ada paksaan dari pihak manapun akan tetap dikenakan pidana penjara bagi dokter tersebut sebagai pihak yang melaksanakan euthanasia aktif. Seperti juga yang dinyatakan pada pengaturan Pasal 338, Pasal 340, Pasal 345, dan Pasal 359 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan euthanasia. Contoh permohonan euthanasia aktif di Indonesia salah satunya yaitu pengajuan permohonan suntik mati (euthanasia aktif) oleh keluarga miskin Kardjali Karsoud (69 tahun) berkaitan dengan sakit kanker payudara yang diderita oleh istrinya yang bernama Samik (52 tahun). Permohonan ini tidak dikabulkan atau tidak terwujud karena pada tanggal 12 Desember 2011 Pemerintah Kota 3

Surabaya mengangsur tunggakan jamkesda berobat warga miskin ke RSUD Dr. Soetomo untuk meringankan beban keluarga dalam biaya pengobatan Samik. 2 Pengajuan euthanasia aktif di atas membuktikan bahwa di Indonesia juga ada keinginan untuk melakukan euthanasia aktif, tetapi menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) hak hidup manusia merupakan hak mutlak yang tidak dapat dikurangi apalagi dihilangkan dalam keadaan apapun atau oleh siapapun termasuk dokter kecuali jika Tuhan telah menakdirkannya untuk mati. Selain bertentangan dengan Undang-Undang HAM, euthanasia aktif ini juga bertentangan dengan ketentuan Pasal 344 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang intinya adalah apabila merampas nyawa orang lain walaupun hal tersebut atas permintaan korban sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati tetap dianggap sebagai tindak pidana pembunuhan dan dikenakan sanksi berupa pidana penjara selama 12 tahun walaupun sulit untuk membuktikannya. Dilihat dari kepentingan pasien yang sudah tidak mungkin tertolong lagi dan mengalami penderitaan yang panjang karena sakit yang dideritanya semakin parah dan dapat merugikan pihak lainnya maka euthanasia dapat dilakukan. Alasannya adalah euthanasia dilakukan benar-benar untuk melindungi kepentingan pasien yang menderita karena sakitnya apabila pasien yang bersangkutan meminta sendiri untuk dilakukan euthanasia pada dirinya dan dengan persetujuan dari pasien maupun keluarga pasien dan persetujuan tersebut harus secara tertulis agar bisa dijadikan bukti yang nyata. 2. Joseph Henricus Gunawan, Euthanasia Vs. Etika, 8 September 2013, http://budisansblog.blogspot.com/2012/01/euthanasia-vs-etika.html, (11.26). 4

Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia sesuai dengan Undang-Undang HAM Nomor 39 tahun 1999, seyogyanya mengatur persoalan mengenai euthanasia khususnya euthanasia aktif secara tegas dan terperinci dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran sehingga tidak akan bertentangan dengan Undang-Undang HAM. Selain itu agar terdapat kejelasan hukum serta ketetapan hukum seperti halnya di negara-negara yang telah melegalkan masalah euthanasia, diantara lain adalah negara Belanda dan negara Jepang, atau negara yang tidak mengizinkan euthanasia dilakukan seperti Perancis, walaupun kasus euthanasia di Indonesia belum pernah ada yang sampai ditangani oleh pengadilan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum dengan mengangkat judul Euthanasia dan Hak Hidup Menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (tentang Hak Asasi Manusia). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah pokok yang akan diteliti oleh penulis adalah : Bagaimana euthanasia menurut perspektif sosiologis, yuridis dan filosofis dikaitkan dengan hak hidup dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999? 5

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yang disesuikan dengan rumusan masalah di atas adalah : Untuk mengetahui dan menganalisis euthanasia menurut perspektif sosiologis, yuridis dan filosofis dikaitkan dengan hak hidup dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 terhadap euthanasia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran di bidang hukum khususnya pada Undang-Undang HAM terkait masalah euthanasia. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya penegakkan hukum baik HAM maupun hukum pidana dalam praktek kedokteran khususnya terhadap masalah euthanasia di Indonesia. 6