BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sistem perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia kini telah mendapatkan payung hukum tertinggi yang akan melindungi kiprah dan sepak terjang industri perbankan syariah di tanah air. Hal ini dengan diloloskannya Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi undangundang yakni Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008. 1 Sebelumnya pengaturan mengenai perbankan syariah dituangkan dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional perbankan syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha bank syariah berkembang cukup pesat. 2 Pengawasan terhadap kegiatan usaha bank baik bank konvensional maupun bank syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini didasarkan pada Pasal 29 ayat 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 perubahan atas Undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi : Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Berkaitan dengan pembinaan 1 M. Umer Chapra.,Tariqullah Khan., Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah (alih bahasa Ikhwan Abidin Basri), PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm. v. 2 Penjelasan Bagian Umum Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
dan pengawasan itu Bank Indonesia mempunyai tugas yang didasarkan pada pasal 8 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berbunyi : Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, c) mengatur dan mengawasi bank. Dalam pasal 50 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah disebutkan bahwa Pembinaan dan pengawasan bank syariah dan UUS dilakukan oleh Bank Indonesia. Pada prinsipnya, pengaturan penyatuan sistem tata perbankan bagi sebuah negara dilakukan oleh bank sentral, di Indonesia dalam hal ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, dan aman. Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision) terhadap bank-bank syariah di Indonesia, baik bank umum syariah maupun bank konvensional yang buka cabang khusus syariah atau dikenal dengan Unit Usaha Syariah. Secara umum, peranan bank sentral sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Perlu diwujudkannya sistem perbankan yang sehat itu, karena dunia perbankan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Sedangkan secara khusus, bank sentral mempunyai peranan yang penting dalam mencegah
timbulnya risiko-risiko kerugian yang diderita oleh bank itu sendiri, masyarakat penyimpan dana, dan merugikan serta membahayakan kehidupan perekonomian. 3 Bank Indonesia yang memegang otoritas pembinaan dan pengawasan bank dibekali dengan kewenangan yang berkaitan dengan perizinan, mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang memberi landasan kerja yang sehat bagi bank serta mengawasi dan memberikan pembinaan kepada bank dalam menjalankan segala usaha bank tersebut dengan tujuan mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat. 4 Kegiatan pengawasan bank tersebut sebagai pelaksanaan monetary supervision dimaksudkan untuk memonitor dan mengetahui lembaga keuangan bank dalam hal ini mematuhi ketentuan aturan yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dan menjalankan usaha perbankannya. 5 Bank sentral sebagai pembinaan dan pengawasan bank mengarahkan lembaga keuangan bank yang ada agar dalam kegiatan usahanya selalu berhatihati sehingga bank tersebut terhindar dari praktek perbankan yang tidak sehat. 6 Pada hakikatnya pengaturan dan pengawasan bank dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, bahwa bank-bank dari finansial tergolong sehat, bahwa bank dikelola dengan baik dan profesional, serta di dalam bank tidak terkandung segi-segi yang 3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 163. 4 Jaslen Sardanto Purba, Peranan Bank Indonesia dalam Pengawasan dan Pembinaan Bank di Indonesia (Suatu Tinjauan Yuridis), Skripsi, Fakultas Hukum, USU, Medan, 1998, hlm. 1. 5 Ibid., hlm. 2. 6 Ibid.
merupakan ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Dengan perkataan lain, tujuan umum dari pengaturan dan pengawasan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem, finansial, maupun sumber daya manusia. 7 Bank perlu dibina dan diawasi mengingat fungsi bank adalah mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat di samping penyediaan pemberian jasa-jasa keuangan lainnya. Bank syariah dalam melaksanakan tugas dan kegiatannya wajib berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan syariah yang sehat dan mematuhi ketentuan yang berlaku. Dalam hubungannya dengan prinsip tersebut, bank perlu memahami fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dan karenanya bank harus menghindari praktek-praktek dan kegiatan yang diperkirakan akan atau dapat membahayakan kelangsungan hidup bank atau kepentingan masyarakat. Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana publik harus memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat dan dunia usaha. Reputasi ini merupakan keniscayaan, dan untuk mendapatkannya bukanlah perkara yang mudah. Ia harus diusahakan dengan kerja keras dan dengan disiplin yang tidak mengenal lelah. Namun, ketika kepercayaan telah diraih, maka usaha untuk 7 Hermansyah, Op.cit., hlm. 163-164.
mempertahankannya juga bukan pekerjaan mudah. Bisa saja suatu kasus kecil dapat menciderai tingkat kepercayaan itu dan pada gilirannya akan berubah menjadi malapetaka. 8 Oleh karena itu, setiap pelaku perbankan diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri diselenggarakan dan dikelola dengan prinsip kehati-hatian sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya. Karena itu, industri perbankan pada hakikatnya adalah industri yang paling banyak diatur dan diawasi (highly regulated and supervised industry). Hal ini tentu saja dapat diterima karena dana yang dihimpun dari masyarakat dan dikembangkan lewat berbagai bentuk pembiayaan dan investasi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada si empunya dalam bentuk return yang positif. Jika hal itu tidak dilakukan maka korbannya bukan hanya mereka yang dananya akan menjadi hilang, melainkan juga bencana ekonomi akan menimpa dan menghancurkan negara yang mengalami krisis perbankan ini. Malapetaka inilah yang sesungguhnya terjadi di negara kita. Pada awalnya, krisis itu berasal dari sektor perbankan dan belasan bank yang akhirnya dilikuidasi sebagai korbannya. Lama-kelamaan krisis itu membesar dan meluas ke berbagai sektor dan berubah menjadi krisis ekonomi yang bersifat multidimensional dengan skala yang jauh 8 M. Umer Chapra., Tariqullah Khan., Op.cit., hlm. x.
lebih masif. Krisis itu nyaris meluluhlantakkan negeri Indonesia bahkan mengubah petanya sekaligus. 9 Di samping pentingnya menjaga tingkat kepercayaan yang tinggi di mata masyarakat, perlu adanya transparansi akan produk-produk syariah agar bank syariah tidak mendapat predikat bank syariah yang tidak benar-benar syariah. Bank syariah harus bisa menjelaskan secara rinci produk-produk yang ditawarkannya dengan menjelaskan dasar kehalalannya dan bagaimana bank mengelola produk-produk syariahnya. Hal ini membawa kita pada satu kenyataan akan pentingnya pengaturan (regulation) dan pengawasan (supervision) bagi lembaga keuangan syariah. Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peran dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan perbankan. Sebagai pengawas dan pembina bank, Bank Indonesia bertindak sebagai seorang bapak kepada anaknya. Bila seorang anak keliru dalam melakukan suatu tindakan maka seorang bapak yang baik akan berusaha memberitahukan kepada anaknya perihal kekeliruannya itu bahkan lebih dari itu bapak tersebut akan mengusahakan supaya anaknya tidak keliru dalam mengambil suatu tindakan. Demikian juga halnya Bank Indonesia dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan syariah di Indonesia. 11 10 9 M. Umer Chapra.,Tariqullah Khan., Op.cit., hlm xi. 10 M. Umer Chapra.,Tariqullah Khan., Loc.cit. 11 Jaslen Sardanto Purba., Op.cit., hlm. 3.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dirumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut : 1. Apa objek tinjauan Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan pada bank syariah? 2. Bagaimana kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengawasan? 3. Bagaimana peranan Bank Indonesia dalam mengatur tingkat kesehatan bank syariah? 4. Apa akibat hukum yang diberikan Bank Indonesia terhadap bank syariah yang melanggar prinsip syariah? C. Tujuan dan Manfaat Tujuan dalam pembahasan skripsi ini yang berjudul Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Perbankan Syariah Menurut Undangundang No. 21 Tahun 2008 (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan) adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain : 1. Untuk mengetahui objek tinjauan Bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan pada bank syariah. 2. Untuk mengetahui kewenangan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengawasan.
3. Untuk mengetahui peranan Bank Indonesia dalam mengatur tingkat kesehatan bank syariah. 4. Untuk mengetahui akibat hukum yang diberikan Bank Indonesia terhadap bank syariah yang melanggar prinsip syariah. Selain tujuan yang diperoleh dari penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta menimbulkan pemahaman mengenai tanggung jawab Bank Indonesia dalam mengawasi perbankan syariah sesuai dengan prinsip syariah. 2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan dan pemahaman yang mendalam bagi Bank Indonesia dalam mengawasi perbankan syariah dan bagi bank-bank syariah agar dapat menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan prinsip syariah. D. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul Tanggung Jawab Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Perbankan Syariah Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 (Studi : Kantor Bank Indonesia Medan) ini adalah merupakan hasil karya yang belum pernah ditulis di Fakultas Hukum sebelumnya. Skripsi ini disusun melalui referensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun elektronik serta wawancara dengan Pengawas Bank Muda Kantor
Bank Indonesia Medan. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara ilmiah atau secara akademik. E. Tinjauan Kepustakaan Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 12 Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undangundang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. 13 Dalam Pasal 1 angka (2) Undang-undang tentang Perbankan, bank dirumuskan sebagai : Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Yang dimaksud dengan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha 12 Hermansyah, Op.cit., hlm. 7. 13 Ibid.
secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/ atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 14 Di sini terlihat, bahwa di Indonesia belaku dua sistem perbankan, yaitu sistem konvensional yang menggunakan sistem bunga dan sistem syariah yang berdasarkan pada ketentuan Islam. 15 Berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yakni undang-undang yang bersifat khusus mengatur perbankan syariah di Indonesia menyebutkan bahwa : Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Pembiayaan Rakyat Syariah. 17 Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 18 16 14 Hermansyah, Op.cit., hlm. 20-21. 15 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, Yeni Salma Barlinti., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm 155. 16 Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 17 Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 18 Pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 19 Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ atau unit syariah. 20 Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 21 Keberadaan bank sebagai lembaga keuangan berada pada kondisi yang begitu dinamis dan kompetitif. Pertimbangan demi pertimbangan yang bernuansa komersial tunduk pada hukum untung dan rugi sehingga sangat diperlukan adanya standar pembinaan dan pengawasan yang melekat, dimana prinsip kepercayaan dapat dipertahankan. Pihak yang memiliki otoritas pembinaan dan pengawasan yang tertinggi adalah Bank Indonesia. 22 Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 23 yang salah satu tugasnya adalah mengatur dan mengawasi bank. 24 19 Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 20 Pasal 1 angka 10 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 21 Pasal 1 angka 12 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 22 Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, hlm. 142. 23 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia atau pihak lainnya yang ditunjuk atas namanya meliputi pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai tata cara yang ditetapkannya. Apabila diperlukan, kegiatan penyampaian laporan ini dapat dikenakan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari bank. 25 Pengawasan tidak langsung, yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank dan pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. 26 Bank Indonesia dalam mengemban tugas untuk mengatur dan mengawasi bank, sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengaju kepada ketentuan tersebut sangat jelas bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Dalam hal pengawasan dan pengaturan bank, Bank Indonesia selain 24 Pasal 8 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 25 Didik J. Rachbini, dkk., Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hlm. 179. 26 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 122-123.
berpedoman pada Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2004, juga mengaju pada Undang-undang No. 10 Tahun 1998, 27 dan khusus untuk perbankan syariah berpedoman pada Undang-undang No. 21 Tahun 2008. F. Metode Penelitian Untuk mencari dan menemukan suatu kebenaran secara ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi ini maka penulis memberanikan diri untuk mengadakan penelitian dengan metode sebagai berikut : 1. Penelitian kepustakaan (Library Research) Pada metode penelitian kepustakaan (Library Research) ini, penulis mengumpulkan, membaca, dan mempelajari serta menganalisa secara sistematis sumber bacaan yang meliputi buku-buku, majalah, surat kabar, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan, dan sumber kepustakaan lainnya yang mempunyai relevansi dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 2. Penelitian lapangan (Field Research) Pada metode ini agar dapat memperoleh data yang lebih akurat, maka penulis melakukan penelitian lapangan dengan mengambil lokasi penelitian pada Kantor Bank Indonesia Medan, dalam hal ini penulis melakukan penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan teknik wawancara (interview), yaitu 27 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Cetakan Ketiga), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 104.
dengan mengadakan serangkaian tanya jawab secara langsung kepada Pengawas Bank Muda Kantor Bank Indonesia Medan. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai tanggung jawab pengawasan Bank Indonesia terhadap perbankan syariah menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Berdasarkan kedua teknik penelitian dan pengumpulan data ini penulis kemudian mengolah data-data dan bahan-bahan dan selanjutnya disajikan sesuai dengan pembahasan skripsi ini. G. Sistematika Penulisan Pada dasarnya sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan antara satu pembahasan dengan pembahasan yang lain (teratur menurut sistem, sistem adalah suatu cara/ metode yang disusun secara teratur) Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Berikut ini garis besar/ sistematika dari penulisan ini, yaitu : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam sebuah karya ilmiah yang berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL Dalam bab ini diuraikan tinjauan umum tentang Bank Indonesia sebagai bank sentral, yaitu sejarah Bank Indonesia menjadi bank sentral, tujuan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral. BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN SYARIAH Dalam bab ini diuraikan tinjauan umum tentang perbankan syariah, yaitu latar belakang berdirinya bank syariah, pengertian bank syariah, persyaratan pendirian bank syariah, jenis dan kegiatan usaha pada bank syariah, perbedaan dan persamaan antara bank syariah dan bank konvensional. BAB IV : TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN BANK INDONESIA TERHADAP PERBANKAN SYARIAH PADA KANTOR BANK INDONESIA MEDAN Dalam bab ini dibahas secara mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan judul karya ilmiah yang diajukan. Dalam bab ini diuraikan tentang riwayat singkat Kantor
Bank Indonesia Medan, objek tinjauan pengawasan bank syariah, kewenangan dalam pelaksanaan tugas pengawasan, pengaturan tingkat kesehatan bank syariah, akibat hukum pelanggaran prinsip syariah. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari hal-hal yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, juga mencoba memberikan saran-saran yang berguna sebagai pedoman bagi bank Indonesia dalam melaksanakan pengawasan terhadap perbankan syariah.