BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelanggan baru. Strategi strategi tersebut mengharuskan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam organisasi yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Individu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah experiential marketing. Konsep ini berusaha menghadirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kaitannya dengan sikap masyarakat yang semakin kritis dalam memilih makanan. Makan

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Agar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan inovatif untuk menciptakan suatu bisnis yang berkelas dan bisa bersaing dengan

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pastry yang semakin meningkat memicu pelaku bisnis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku konsumen merupakan salah satu kajian yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, serta perkembangan

BAB V PENUTUP. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil dan pembahasan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor - faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggannya. Perusahaan berlomba-lomba menerapkan strategi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dituntut untuk lebih cermat dalam menentukan strategi bisnisnya, bukan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman lebih yang melibatkan emosi, perhatian personal dan panca indera.

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dikelola sendiri yang biasa disebut sebagai guet house. Menurut AHMA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memperoleh pelanggan-pelanggan yang setia adalah cita-cita terbesar bagi

Konsep pemasaran terus berkembang dan berubah, dari konsep pemasaran. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor-faktor seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan dan minuman berkembang dengan pesat di

public service yang menyediakan kebutuhan penunjang, khususnya bagi para

BAB I PENDAHULUAN. Berusaha bangkit dari krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. awal abad 21 dan digunakan sebagai ukuran yang reliabel terhadap pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kebutuhan, dan selera konsumen. Salah satu usaha fashion yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan dunia bisnis semakin ketat. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. objek wisata menjadi kebutuhan primer sebagai penyeimbang kesibukan. mereka tersebut. Tempat hiburan maupun objek wisata mampu

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan suatu bisnis tergantung pada ide, peluang dan pelaku bisnis.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan ataupun ancaman bagi para pelaku bisnis. Pelaku bisnis

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. melihat konsumen sebagai manusia rasional dan emosional yang menginginkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jasanya dengan merangsang unsur unsur emosi konsumen yang menghasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha dihadapkan pada tantangan-tantangan yang baru agar dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak besar terhadap pemasaran perusahaan. berbagai produk dan jasa yang semakin hari semakin homogen.

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB 1 PENDAHULUAN Gambaran Umum Lazada Berikut ini adalah logo dari lazada :

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini bisnis makanan berkembang dengan semakin banyaknya. dalam industri ini demi mencapai tujuan.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk dan juga pelayanan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis kafe di Indonesia saat ini khusunya dikota-kota besar semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan penjualan (Musfar dan vivi, 2012).

PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP REVISIT INTENTION WISATAWAN SAUNG ANGKLUNG UDJO

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi kepada pelanggan atau konsumen. Di dalam perekonomian yang kreatif ini,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan atau pelaku bisnis adalah mempertahankan pelanggannya. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pertimbangan bagi calon konsumen dalam memilih sebuah brand. Sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Bangunan Wiki Koffie Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran tradisional menuju konsep pemasaran modern. Perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan domestik maupun dengan perusahaan asing. Menjalankan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi terus berkembang kearah yang lebih baik. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan teknik analisis Structural Equation

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Keterangan Jumlah kendaraan yang masuk via gerbang tol 1. Jumlah pengun jung melalui gerban.

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat persaingan dunia usaha pada era globalisasi sekarang ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisa deskriptif dan verifikatif dengan menggunakan path analysis, antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baru bagi setiap perusahaan. Terutama dalam bisnis waralaba (franchise) yang

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan kesehatan, pebisnis mulai melirik jenis olahraga lain, karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bidang usaha yang terjadi di era globalisasi adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga dari kebersihan dan kecantikan seseorang. Diera globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam bidang ritel yang saat ini tumbuh dan berkembang pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. ketatnya persaingan dalam industri jasa sehingga menuntut perusahaan penyedia

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

I. PENDAHULUAN. peran yang besar dalam mempopulerkan gaya hidup sehat. Banyaknya role model

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan yang terus berkembang dan cepat berubah, perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), mengungkapkan bahwa pertumbuhan bisnis retail di indonesia

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas kinerja produk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada pasar dan harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. konvensional menuju konsep pemasaran modern. Faktor faktor seperti

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya produk smartphone baru yang muncul, telah mendorong perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersaing untuk meningkatkan kualitas produk masing-masing. Perubahan konsep

BAB I PENDAHULUAN. kalangan masyarakat, menuntut para pemilik gym centre untuk dapat unggul dalam

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan mereknya menjadi merek yang selalu dipilih konsumen. Merek

BAB I PENDAHULUAN. konsep pemasaran tradisional yang berfokus pada keistimewaan dan manfaat dari produk

BAB I PENDAHULUAN. ramah lingkungan. Bahkan sebagian besar limbah produk tersebut yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi konsumennya, smartphone merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut setiap orang untuk selalu mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. memaksa perusahaanuntuk mencapai keunggulan kompetitif agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berada. Olahraga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan rutin yang dilakukan oleh manusia karena

BAB I PENDAHULUAN. destinasi di bidang pariwisata yang cukup beragam di Indonesia, selain pengunjung

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan ekonomi, economic value mengalami pergeseran dari commodities, goods, service, hingga sekarang ini sampai ke tahap experience yang disebut juga experience economic (Pine & Gilmore, 1999). Tahapan experience economic ini mengikuti peningkatan keadaaan ekonomi masyarakat di dalam perkembangan dunia bisnis yang dewasa ini semakin hari semakin pesat, persaingan yang semakin ketat menjadi tantangan maupun ancaman bagi pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan, mempertahankan pasar yang dimiliki dan merebut pasar yang sudah ada. Persaingan usaha dan perkembangan teknologi informasi saat ini memudahkan konsumen dalam mendapatkan informasi dan membuat mereka menjadi lebih peka terhadap nilai suatu produk. Dengan demikian, konsep pemasaranpun harus disesuaikan dengan perubahan perilaku dan pola belanja konsumen yang terjadi. Setiap pelaku bisnis saat ini mutlak dituntut untuk mempunyai kepekaan terhadap setiap perubahan yang terjadi, serta mampu memenuhi dan menanggapi setiap tuntutan pelanggan yang terus berubah. Pergeseran nilai ekonomi ke experience economic dengan sendirinya membuat konsep pemasaran tradisional tidak cukup mampu menjawab tantangantantangan yang ada (Pine & Gilmore, 1999). Experience marketinglah yang kemudian menjadi konsep utama dalam menghadapi experience economic. Konsep pemasaran tradisional masih melihat konsumen sebagai pengambil keputusan yang rasional dalam pembelian produk, sedangkan untuk saat ini pengambilan keputusan pembelian produk tidak lagi hanya secara rasional tetapi juga melibatkan emosional. Konsumen membeli produk tidak hanya melihat fungsi dan manfaat produk yang ditawarkan, tetapi juga untuk hiburan ataupun kesenangan. Dengan kata lain, konsumen meminta adanya pengalaman yang bisa mereka dapatkan dari suatu produk. Schmitt (1999) mengatakan bahwa konsep experiential marketing dengan kelima Strategic Experience Modules (SEMs) yang meliputi sense, feel, think, act, 1

2 dan relate merupakan pendekatan pemasaran yang berkonsentrasi lebih pada bagaimana cara memberikan pengalaman positif yang tidak terlupakan kepada konsumen. Melalui pendekatan ini para pemasar menawarkan produk mereka dengan memberikan stimulus-stimulus yang dapat merangsang unsur-unsur emosi konsumen atau pelanggan sehingga menghasilkan pengalaman bagi konsumen maupun pelanggan itu sendiri. Experiential marketing dapat mempunyai keuntungan pada beberapa situasi termasuk mencegah penurunan merek, untuk membedakan produk dengan produk pesaing, untuk menciptakan image dan merupakan identitas dari perusahaan, untuk mempromosikan inovasi dan menyebabkan percobaan pembelian, dan hal yang paling penting adalah loyalitas (Schmitt, 1999). Menurut Ming-Shing Lee (2012), adanya pengaruh positif antara experiential marketing dan kepuasan pelanggan serta loyalitas melalui aspek-aspek experiential marketing diantaranya Sense, Feel, Think, Act dan Relate. Schmitt (1999), Khaled Alkilani (2012), Hannam (2004), mengatakan bahwa experiential marketing sangat efektif bagi pemasar untuk mendapatkan kepuasan pelanggan dan membangun loyalitas melalui aspek-aspek Sense, Feel, Think, Act dan Relate. Dari waktu ke waktu konsep pemasaran yang memberikan perhatian khusus terhadap pengalaman yang dirasakan konsumen ketika menggunakan produk maupun jasa terus berkembang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan mereka masing-masing. Perusahaan yang ingin menyesuaikan antara harapan yang diinginkan oleh konsumen dengan kenyataan yang diperoleh harus menganalisis dan mengevaluasi pengalaman yang didapat konsumen saat menggunakan atau mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. Semakin ketatnya persaingan usaha yang menjadi salah satu faktor terbentuknya experience economic terjadi di berbagai industri, termasuk industri pusat kebugaran (fitness centre) yang kian makin kompetitif di Indonesia. Pusat kebugaran bukanlah bisnis baru di Indonesia, bisnis ini telah lama ada tetapi belum memiliki perkembangan signifikan sebelum pertengahan tahun 2000-2010. Sebelumnya, pusat kebugaran dalam masyarakat Indonesia diidentikan dengan kebutuhan pria berotot atau sebagai fasilitas para atlit dan binaragawan. Pusat

3 kebugaran juga hanya terjangkau bagi masyarakat menengah atas dengan kehadirannya di hotel berbintang. Perkembangan pusat kebugaran terjadi seiring dengan pertumbuhan dan pergeseran gaya hidup masyarakat Indonesia yang secara positif diartikan dengan kemunculan tren gaya hidup sehat, serta semakin pedulinya masyarakat atas pentingnya penampilan fisik. Pergeseran ini juga didukung oleh peningkatan kemampuan konsumsi masyarakat Indonesia khususnya kelas menengah. Menurut Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, Pengembangan Ekonomi (LP3E), Didik J Rachbini mengatakan pertumbuhan kelas menengah Indonesia dinilai sangat cepat bila dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, saat ini sudah ada sekitar 50 juta orang yang berada di kelas menengah dan akan meningkat dua kali lipat 5 tahun mendatang. Kondisi tersebut membawa pengaruh besar pada industri pusat kebugaran. Lembaga International Health, Racquet & Spotclub Association (IHRSA) menyebutkan jika ditahun 2005 penetrasi industri ini di Indonesia hanya sebesar 0,5%, angka ini tumbuh menjadi 2.6% di tahun 2008, dan menjadi 5,7% di tahun 2013. Angka ini memperlihatkan besarnya animo masyarakat terhadap kehadiran industri kebugaran di tanah air. IHRSA mencatat pada tahun 2005 terdapat 600 klub di sub industri kebugaran dan rekreasional, angka ini mencapai 3225 pada tahun 2013. Di kurun waktu tersebut, pusat kebugaran mulai hadir di pusat-pusat perbelanjaan dimana pola ini pertama kali diusung oleh Celebrity Fitness yang berdiri di Indonesia pada tahun 2004. Pusat kebugaran tidak hanya mempengaruhi perubahan pola pemasaran dan pemilihan tempat distribusi pelayanan tetapi juga fasilitas relaksasi dan sosial melalui berbagai program dan fasilitas ruang santai (lounge) juga disediakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berbeda-beda. Kebutuhan terhadap pusat kebugaran saat ini bukan sekedar untuk berolahraga saja tetapi lebih dari itu, yakni mencari kesehatan dan kesenangan (Fit & Fun). Hal ini telah menjadi bagian dari gaya hidup yang dapat mencerminkan identitas masing masing individu. Mereka biasanya tidak hanya melakukan latihan fisik, namun juga menyegarkan mata dan perasaannya. Contohnya melalui hiburan musik, kafe, dan shopping dengan teman. Tak mengherankan, belakangan di sejumlah pusat

4 belanja kelas atas di Jakarta bermunculan pusat kebugaran berjaringan Internasional yang mencoba memadukan aktivitas kebugaran dengan hiburan. Hal ini menjadikan klub kebugaran mulai bergeser dari asosiasi lamanya. Tabel 1.1. Perbandingan brand index pelaku utama industri kebugaran 2014 Celebrity Gold s Mayura Fitness Fit & My Body Fitness Gym First Chic Gym Top Brand Index 29,7 11,3 8,8 5,6 4,0 3,4 (Sumber:Top Brand) Brand Equity Index 3,1 1,8 1,0 1,2 0,7 0,2 (Sumber: Nielsen) Sumber: (Majalah Marketing, 2014) Salah satu pusat kebugaran yang tengah berkembang saat ini diantaranya adalah Fitness First. Fitness First Indonesia merupakan bagian dari Fitness Group International, pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2005. Saat ini Fitness First Indonesia telah membuka 11 cabang yang semuanya berada di Jakarta termasuk cabang Oakwood Mega Kuningan. Ditengah persaingan yang semakin ketat, Fitness First mengumumkan identitas baru dengan tema kampanye Together, We Can Go Further, sebagai rangkaian global rebranding Fitness First (SWA, 2014). Dengan tema tersebut, Fitness First bertujuan untuk menginspirasi masyarakat Indonesia meningkatkan kebugaran mereka agar bisa melangkah lebih jauh dalam hidup, baik di rumah, dalam pekerjaan, atau saat menikmati waktu luang. Menurut Simon Flint, Chief Executive Officer Fitness First Asia, mengatakan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan lebih fokus pada sektor premium, upper dan middle class (SWA, 2014). Oleh karena itu Fitness First menyediakan peralatan yang bagus, memiliki suasana yang nyaman, ruang ganti pakaian yang memadai, juga ruang santai yang nyaman. Para anggota dapat bebas memilih lamanya keanggotaan tergantung kebutuhan masing-masing. Semua program yang diadakan semata-mata untuk mendukung persepsi masyarakat bahwa olahraga merupakan gaya hidup dan bagian dari rutinitas sehari-hari. Ditengah persaingan bisnis pusat kebugaran, Fitness First juga mengalami berbagai kendala yang dapat dilihat pada table 1.1: Perbandingan Brand Index Pelaku Utama Industri Kebugaran, dimana posisi brand index Fitness First masih berada dibawah beberapa brand sejenis lainnya. Berikut dapat kita lihat jumlah

5 anggota Fitness First aktif di cabang Oakwood Mega Kuningan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Tabel 1.2. Jumlah anggota aktif Fitness First cabang Oakwood 2014 Bulan Jumlah anggota Bulan Jumlah anggota Januari-2014 2625 Juli-2014 2190 Februari-2014 2590 Agustus-2014 2100 Maret-2014 2458 September-2014 2198 April-2014 2246 Oktober-2014 2232 Mei-2014 2154 November-2014 2130 Juni-2014 2148 Desember-2014 2250 Sumber: (Fitness First Oakwood Mega Kuningan, 2015) Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan manajer Fitness First cabang Oakwood yang mengatakan bahwa pihak Fitness First cabang Oakwood pernah melakukan survei internal yang berkaitan dengan experiential marketing pada pengunjung yang menggunakan jasa pusat kebugaran dan hasilnya ternyata masih terjadi beberapa kekurangan-kekurangan pada setiap aspek dari experiential marketing itu sendiri yaitu, pertama ialah aspek Sense (panca indera) bahwa desain ruangan yang kurang baik dan tata letak perlengkapan fitness yang kurang nyaman serta kebersihan alat kebugaran dan kamar mandi yang masih kurang sehingga pengunjung yang menggunakan jasa kebugaran merasa kurang nyaman ketika melakukan aktifitas kebugaran. Aspek kedua ialah Feel, bahwa tingkat pelayanan yang diberikan kurang berkesan di hati pelanggan, hal ini dapat dilihat masih banyaknya personal trainer atau karyawan yang kurang ramah terhadap pengunjung yang menggunakan jasa pusat kebugaran sehingga pengunjung merasa kurang berkesan. Aspek yang ketiga ialah aspek Think yaitu tingkat kejelasan dan kemenarikan informasi mengenai Fitness First cabang Oakwood yang masih kurang menarik minat konsumen untuk menggunakan jasa pusat kebugaran di Fitness First cabang Oakwood. Yang keempat ialah aspek Act yaitu karena masih kurangnya kesan positif dan kejelasan informasi yang diberikan oleh Fitness First cabang Oakwood maka aksi atau tindakan konsumen untuk menggunakan jasa kebugaran kembali sangat kurang. Yang terakhir ialah aspek Relate yaitu masih kurang gencarnya promosi-promosi yang dilakukan meskipun

6 Fitness First telah berkolaborasi dengan Imagine Group yaitu produser berbagai reality show sukses, telah menayangkan reality show berjudul Fit for Fashion yang tayang di saluran Star World Asia. Kepuasan konsumen memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh terhadap loyalitas. Oleh karena itu kepuasan konsumen harus tercapai agar tercipta loyalitas konsumen. Dari beberapa kelemahan faktor experiential marketing inilah kemungkinan kepuasan pengunjung yang menggunakan jasa pusat kebugaran masih kurang sehingga loyalitas pengunjung yang menggunakan jasa pusat kebugaran pada Fitness First cabang Oakwood masih rendah, hal ini terbukti dengan menurunnya jumlah anggota aktif selama tahun 2014. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hal-hal tersebut yang akan dituangkan dalam tesis dengan judul Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Konsumen Yang Dimediasi oleh Variabel Kepuasan Konsumen, (Studi Kasus pada Fitness First Cabang Oakwood) 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang diatas maka penulis mengidentifikasi permasalahan permasalahan terkait sebagai berikut: 1) Terjadinya pergeseran nilai ekonomi ke experience economic dengan sendirinya membuat konsep pemasaran tradisional tidak cukup mampu menjawab tantangan yang ada, experience marketinglah yang kemudian menjadi konsep utama dalam menghadapi experience economic. 2) Berdasarkan tabel 1.1 diatas posisi brand index Fitness First masih berada dibawah pesaing-pesaingnya di industri pusat kebugaran. 3) Berdasarkan tabel 1.2 diatas jumlah anggota aktif pada Fitness First cabang Oakwood selama tahun 2014 menunjukkan penurunan. Menurunnya jumlah anggota aktif ini diduga disebabkan oleh tingkat customer satisfaction yang rendah yang berakibat pada menurunnya customer loyalty. 4) Berdasarkan wawancara dengan manajer Fitness First cabang Oakwood, belum efektifnya pelaksanaan strategi experiential marketing dengan hasil desain dan tata letak ruangan yang masih kurang menarik serta tingkat

7 kebersihan baik interior maupun exterior yang masih kurang serta kurangnya kesan positif yang diterima pengunjung selama menggunakan jasa kebugaran di Fitness First cabang Oakwood, turut pula menyebabkan menurunnya kepuasan dan loyalitas pengunjung maupun anggota. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini terbatas hanya pada faktor-faktor pendekatan experiential marketing dengan kelima Strategic Experience Modules (SEMs) yang meliputi sense, feel, think, act, dan relate sebagai pembentuk kepuasan konsumen yang berdampak pada loyalitas konsumen. Lebih jauh lagi, ruang lingkup penelitian ini difokuskan populasinya kepada anggota pusat kebugaran Fitness First cabang Oakwood. 1.4 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini didasarkan pada uraian di atas adalah sebagai berikut: 1) Apakah experiential marketing yang elemennya terdiri dari sense, feel, think, act dan relate berpengaruh terhadap kepuasan konsumen? 2) Apakah kepuasan konsumen berpengaruh terhadap loyalitas konsumen? 3) Apakah experiential marketing berpengaruh terhadap loyalitas konsumen? 4) Apakah kepuasan konsumen memediasi experiential marketing dan loyalitas konsumen? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menguji pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen. 2) Menguji pengaruh kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen. 3) Menguji pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas konsumen. 4) Menguji kepuasan konsumen sebagai variabel mediasi terhadap experiential marketing dan kepuasan konsumen.

8 1.6 Manfaat Penelitian Peneliti berharap bahwa dengan adanya penelitian ini dapat membawa manfaat kepada beberapa pihak sebagai berikut: 1) Bagi akademisi. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, dan memberikan gagasan kepada pihak akademisi untuk dapat lebih lanjut menelaah tentang perkembangan pemasaran khususnya mengenai experiential marketing. 2) Bagi perusahaan Dapat menjadi tambahan informasi pihak manajemen khususnya bidang pemasaran, dan menjadi bahan pertimbangan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam penerapan experiential marketing serta dampaknya terhadap kepuasan serta loyalitas pelanggan. 3) Bagi peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dibidang pemasaran, melatih cara berpikir yang kritis dan sistematis dalam menyelesaikan masalah, dan mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat untuk penelitian yang akan datang.