BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report 2012 yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang Dasar RI Tahun 1945, sedangkan perbedaannya terletak pada penekanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam membina kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan. Nasional Nomor 20 Tahun 2003 akan tercapai bila didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. Yoppi Andrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

RASIONAL KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosda Karya, 2013) hlm. 16. aplikasinya (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hlm, 13

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. guru-guru pada semua jenjang pendidikan, yang setiap harinya bersama-sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. keluarga serta lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU SD DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

Pembelajaran Matematika SD

BAB I PENDAHULUAN. saling terkait sehingga dapat membuahkan hasil belajar yang optimal. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. taraf pemikiran yang tinggi dan telah melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan matematika yang kuat sejak dini (BNSP, 2007).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Pendidikan berfungsi untuk mendorong suatu perubahan agar

ANALISIS KURIKULUM 2013 DAN KTSP Landasan Pendidikan SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran Bahasa Indonesia memegang peranan yang sangat penting di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah dengan melakukan perubahan kurikulum. UU No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT(TEAMS GAMES TOURNAMENT) DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret 2) Dosen Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan upaya untuk. kehidupan Bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dan terampil untuk melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dengan laju pembangunannya masih menghadapi masalah pendidikan yang berat,

I. PENDAHULUAN. proses tersebut diperlukan guru yang memberikaan keteladanan, membangun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mana yang benar dan salah, dengan pikiran manusia dapat berpikir bahwa dia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan, tantangan masa depan, kemajuan teknologi dan seni maka diperlukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman mengenai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara, dimana

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pemebelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang wajib diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

I. PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baik (Hamalik, 2009, h. 60). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Guru yang secara langsung bertanggung jawab terhadap bagaimana cara

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. aktif yaitu ditandai adanya rangkaian kegiatan terencana yang melibatkan

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini masih kurang efektif, dimana proses

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN. yang diajarkan di sekolah dasar. Dalam mengajarkan mata pelajaran Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelajaran kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan Pasal 35: kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Sejumlah hal yang menjadi alasan pengembangan Kurikulum 2013 adalah (a) Perubahan proses pembelajaran dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu dan proses penilaian dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output memerlukan penambahan jam pelajaran; (b) Kecenderungan akhir-akhir ini banyak negara menambah jam pelajaran; (c) Perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat, dan (d) Walaupun pembelajaran di Finlandia relatif singkat, tetapi didukung dengan pembelajaran tutorial. Sementara itu, Kurikulum 2006 memuat sejumlah permasalahan diantaranya: (1) Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (2) Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; (3) Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (4) Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (5) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang 1

2 berpusat pada guru; (6) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (7) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. Tiga faktor lainnya juga menjadi alasan Pengembangan Kurikulum 2013 adalah, pertama, tantangan masa depan diantaranya meliputi arus globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis pengetahuan. Kedua, kompetensi masa depan yang antaranya meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang efektif, dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda. Ketiga, fenomena sosial yang mengemuka seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagai jenis ujian, dan gejolak sosial (social unrest). Yang keempat adalah persepsi publik yang menilai pendidikan selama ini terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat, dan kurang bermuatan karakter (helda, 2012). Pengajaran yang disajikan dalam kegiatan pembelajaran kurang menarik dan terkesan sangat sulit. Hal serupa penulis temukan ketika melaksanakan Program Pelatihan Lapangan Terpadu (PPLT) karena tidak semua peserta didik mampu menguasai mata pelajaran kimia yang diajarkan karena keterbatasan fasilitas yang digunakan serta proses belajar yang tidak berorientasi pada kompetensi sehingga siswa merasa bosan dan jenuh. Siswa diarahkan kedalam suasana iklim pembelajaran yang kondusif sesuai dengan amanah Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP). Pengembangan KTSP perlu didukung oleh iklim yang kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman, dan tertib yang akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan bermakna (Mulyasa, 2010). Pemberlakuan KTSP mengamanahkan bahwa pembelajaran harus berbasis siswa sehingga terjadi perubahan dari pembelajaran absolut dimana guru adalah segala-galanya menjadi pembelajaran konstruktivisme

3 yang menganggap siswa telah memiliki pengetahuan awal sehingga tugas guru hanya sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator (Mulyasa, 2007). Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang guru kimia SMA Negeri 1 Babalan ternyata hasil belajar kimia masih sangat rendah. Hal ini di tunjukkan oleh rata-rata nilai UH mata pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Babalan yaitu 6,5 dengan rentang nilai 40-72. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang masih belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Siswa yang dikatakan tuntas belajar kimia harus memenuhi kriteria ketuntasan minimal 75. Beberapa kelemahan pembelajaran kimia menurut Rumansyah (2003) antara lain karena (1) Dalam pembelajaran masih didominasi oleh guru (teacher center). (2) Guru masih banyak menerapkan metode ceramah sebagai sarana untuk mentransfer pengetahuan sehingga siswa cepat bosan dan tidak tertarik dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. (3) Para guru memberikan penjelasan yang kurang cukup akan tujuan dan kegunaan suatu konsep pembelajaran kimia dalam kehidupan sehari-hari sehingga diperlukan upaya untuk memperbaiki pembelajaran kimia menjadi lebih menarik dan menghasilkan hasil belajar siswa yang maksimal. Salah satu diantaranya adalah keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran. Siswa harus terlibat aktif dalam pengoperasian alat atau berlatih menggunakan objek konkrit dalam proses pembelajaran sehingga siswa didorong untuk menyelesaikan masalah konsep nyata melalui penerapan konsep-konsep dan fakta-fakta yang mereka pelajari. Hasil penelitian Laialan Afrina (2010) menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan koloid berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa bahwa nilai rata-rata pre-test terhadap post-test sebesar 30,63%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwitasari (2008) menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan ikatan kimia memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa sebesar 50,5%. Dipertegas dengan peneliti yang dilakukan Lubis (2009) menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan struktur atom memiliki peningkatan hasil belajar sebesar 60,8% dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar 50,3%. Pembelajaran kooperatif

4 memiliki beberapa variasi pembelajaran dan salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4-6 siswa. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, kerjasama dan bekerja dalam kelompok akan memberikan hasil lebih baik dan diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran (Slavin, 2005). Pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan dapat dilaksanakan dengan mengadopsi beberapa media. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media sudoku. Sudoku merupakan permainan atau teka-teki yang tersusun atas 9 x 9 kotak kecil dan terbagi menjadi 3 x 3 kotak yang disebut subgrid. Secara tradisional tujuan dari permainan ini adalah mengisi kotak-kotak kecil dalam kolom dan baris serta subgrid dengan angka satu sampai sembilan sedemikian sehingga dalam satu kolom, baris dan subgrid tidak ada angka yang muncul lebih dari satu kali (purtadi, 2007). Manfaat dari permainan ini dapat mempertajam daya tangkap dalam belajar, meningkatkan logika berfikir, meningkatkan ketelitian, mempertajam imajinasi, kreatif, dan inovatif, menambah kemampuan problem solving dengan cepat, merangsang sel otak untuk selalu aktif sehingga daya kerjanya maksimal. Putriasih (2012) dalam penelitiannya, Pengaruh modifikasi permainan sudoku terhadap kemampuan pengenalan konsep bilangan dalam pembelajaran matematika pada anak autis kelas II di SDN Inklusi Wonorejo V/316 Surabaya telah menunjukkan hasil yang optimal sebagai berikut: Dv mengalami peningkatan 13%, Zn mengalami peningkatan 13%, Bg mengalami peningkatan 20%, Ad mengalami peningkatan 30%, Rn mengalami peningkatan 10%, In mengalami peningkatan 63%. Hidrokarbon merupakan materi pokok yang dipelajari dikelas X SMA semester II. Materi Hidrokarbon adalah materi yang cukup penting dalam mempelajari pelajaran kimia dan berkelanjutan dikelas XII. Dalam materi Hidrokarbon banyak mengandung konsep yang kompleks dan teori-teori yang

5 bersifat abstrak apalagi bila menyangkut istilah-istilah atau simbol-simbol yang hampir mirip sehingga sukar dipahami oleh siswa. Untuk itu diperlukan media dan metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan agar siswa dapat lebih memahami pelajaran Hidrokarbon. Dengan menggabungkan media sudoku kedalam pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi pokok Hidrokarbon diharapkan akan memberikan variasi terhadap penggunaan metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan serta tidak membosankan sehingga siswa lebih termotivasi belajar kimia. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games and Tournament) Menggunakan Media Sudoku Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Pokok Bahasan Hidrokarbon. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Siswa mengganggap kimia merupakan pelajaran yang sulit dan menjenuhkan. 2. Hasil belajar siswa untuk pelajaran kimia masih rendah. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe TGT menggunakan media sudoku lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional menggunakan media peta konsep pada pokok bahasan hidrokarbon?

6 2. Apakah ada hubungan antara keaktifan dengan peningkatan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran koperatif tipe TGT menggunakan media sudoku? 1.4 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi masalah pada peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa mengenai pembelajaran kimia dengan model pembelajaran koperatif tipe TGT menggunakan media sudoku pada pokok bahasan Hidrokarbon dikelas X SMA Negeri 1 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2012/2013. 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe TGT menggunakan media sudoku lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional menggunakan media peta konsep pada pokok bahasan hidrokarbon. 2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keaktifan dengan peningkatan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran koperatif tipe TGT menggunakan media sudoku. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat : 1. Sebagai masukan dan dasar pemikiran guru dan calon guru untuk dapat memilih media dan model pembelajaran alternative yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan pokok bahasan Hidrokarbon. 2. Bagi peneliti sebagai calon pendidik, dapat menjadi bahan acuan dan bekal untuk terjun kedunia pendidikan. 3. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar dengan adanya model dan media yang menarik.

7 1.7 Defenisi Operasional 1. Teams Games Tournament (TGT) adalah pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat tournament atau pertandingan pada akhir pelajaran. Dimana dalam kelompok tersebut siswa digolongkan dari tingkat kognitifnya yaitu yang berkemampuan rendah, sedang, pintar (slavin, 2005). 2. Sudoku merupakan permainan atau teka-teki yang tersusun atas 9 x 9 kotak kecil dan terbagi menjadi 3 x 3 kotak yang disebut subgrid. Secara tradisional tujuan dari permainan ini adalah mengisi kotak-kotak kecil dalam kolom dan baris serta subgrid dengan angka satu sampai sembilan sedemikian sehingga dalam satu kolom, baris dan subgrid tidak ada angka yang muncul lebih dari satu kali (purtadi, 2007). 3. Hasil belajar Adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran (Sudjana, 2009).