BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I. Pendahuluan. Pemberlakuan undang - undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, undang - undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

WALIKOTA YOGYAKARTA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

Nama : Rizka Novri Hardiyanti NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dyah Mieta Setyawati, SE.,MMSI

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Tercapainya efisiensi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan potensi dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap jumlah penjualan, laba, lapangan pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa Barat. sekaligus menjadi ibu kota provinsi. Kota ini merupakan kota terbesar

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. merata dan berkesinambungan (Halim, 2007:229). Pada Era Otonomi saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

EVALUASI SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

JURNAL SKRIPSI EVALUASI POTENSI PENDAPATAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab memerlukan adanya kemampuan yang besar untuk menggali sumber keuangan sendiri, salah satu sumber keuangan yang bisa dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen PAD, seharusnya merupakan sumber penerimaan utama bagi daerah, sehingga ketergantungan daerah kepada Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan) semakin berkurang. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan pajaknya, termasuk dalam menggali potensi penerimaan pajaknya (Sutedi, 2009), yang kemudian Undang-undang tersebut direvisi dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009. Wewenang yang lebih besar tersebut hendaklah mendorong pemerintah daerah semakin bisa mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerahnya. Kota Yogyakarta sebagai daerah yang identik dengan kota wisata dan pendidikan, setiap tahunnya terus dipadati pendatang baik itu wisatawan maupun pelajar dan mahasiswa, hal tersebut menjadikan kota ini berkembang pesat dan semakin padat dengan luas wilayah yang hanya sebesar 32 km2 saja. Perkembangan kepariwisataan yang pesat akan mendorong berkembangnya pertumbuhan hotel dan restoran sebagai sarana penunjang wisatawan untuk tinggal, serta fasilitas lain sebagai pendukungnya, seperti semakin maraknya fasilitas hiburan dan juga perbelanjaan. Kondisi tersebut akan menyebabkan potensi pajak dan retribusi daerah yang dapat di pungut oleh Kota Yogyakarta akan berkembang semakin besar. Tentu saja akan berimbas pada pendapatan pajak dan retribusi daerah yang akan semakin meningkat. Dalam tabel berikut dapat dilihat peningkatan pendapatan pajak daerahnya: 1

Tabel 1.1 Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah Kota Yogyakarta Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah 2006 43.997.150.025 24.704.781.396 2007 54.783.202.892 29.197.466.013 2008 62.452.770.490 34.940.602.210 2009 71.852.539.011 11.330.601.054 2010 78.254.579.242 18.931.522.161 Sumber: DPDPK tahun 2012 Pajak daerah dan retribusi daerah dari tahun ke tahun selalu meningkat, penurunan retribusi daerah pada tahun 2009 disebabkan karena adanya retribusi yang tidak dipungut lagi sehubungan dengan adanya perubahan peraturan. Kemudian apabila dilihat dari besarnya kontribusi pajak daerah terhadap PAD dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.2 Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Tahun PAD Pajak Daerah Kontribusi terhadap PAD 2006 96.419.456.304 43.997.150.025 46% 2007 114.098.350.942 54.783.202.892 48% 2008 132.431.571.514 62.452.770.490 47% 2009 106.586.695.379 71.852.539.011 67% 2010 123.282.467.147 78.254.579.242 63% Sumber: DPDPK tahun 2012. Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa besarnya kontribusi pajak daerah terhadap PAD selalu meningkat, peningkatan terbesar pada tahun 2009 yaitu meningkat sebesar 20% dari tahun sebelumnya, namun ada penurunan sebesar 4% pada tahun 2010 yang dikarenakan kenaikan retribusi daerah yang signifikan, setelah mengalami penurunan karena beberapa jenis retribusi yang tidak dipungut lagi. Presentase dari kontribusi yang lebih dari 50% menunjukkan bahwa pajak daerah masih merupakan andalan dalam mendapatkan PAD. 2

Salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah kota Yogyakarta adalah pajak reklame. Pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan yang potensial untuk membiayai pembangunan kota, perkembangan sektor usaha yang pesat akan membawa dampak terhadap kebutuhan organisasi akan promosi dan publikasi melalui media iklan salah satunya dengan reklame, hal tersebut berimbas pada pertumbuhan objek pajak reklame yang akan semakin meningkat. Penerimaan PAD dari pajak reklame dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 1.3 Penerimaan pajak Reklame terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kota Yogyakarta tahun 2006-2011 Tahun Pajak Daerah Pajak Reklame Kontribusi thd Pajak Daerah 2006 43.997.150.025 2.224.859.637 5,06% 2007 54.783.202.892 3.619.969.265 6,61% 2008 62.452.770.490 4.962.578.175 7,95% 2009 71.852.539.011 5.044.559.994 7,02% 2010 78.254.579.242 4.639.213.808 5,93% Sumber: DPDPK Kota Yogyakarta 2012. Tabel di atas menunjukkan bahwa kontribusi yang disumbangkan oleh pajak reklame dalam penerimaan pajak daerah memang tidak begitu besar. Rata-rata kontribusi pajak reklame terhadap pajak daerah setiap tahunnya sebesar 6,51%. Apabila dibandingkan dengan kondisi di lapangan yang begitu padatnya pemasangan reklame terutama di jalan-jalan utama Kota Yogyakarta (lihat Gambar 1.1), serta opini yang berkembang di masyarakat umum tentang mahalnya biaya pemasangan reklame, sangat mengherankan bahwa kontribusi terhadap total pendapatan pajak begitu sedikit. Walaupun dapat dikatakan bahwa pajak reklame memberikan pengaruh yang positif terhadap penerimaan Pajak Daerah. Karena selain mendapatkan pendapatan dari pajaknya, Kota Yogyakarta juga mendapatkan kontribusi sumbangan dari pemasang reklame terhadap keindahan kota dari pemasang reklame yang diwujudkan dalam dana maupun dalam wujud fisik, misalnya tamantaman kota, besarnya sumbangan dari pemasangan pajak reklame tersebut 3

tergantung dari lokasi dan nominal yang dibayarkan wajib pajak. Namun begitu tetaplah penting untuk mengetahui apakah terhadap reklame-reklame tersebut sudah dilakukan pembayaran pajaknya. Gambar 1.1 Padatnya Reklame Intisari-online.com Optimal atau tidaknya pemungutan suatu pajak dilakukan dengan membandingkan dengan potensinya, dalam tabel berikut ditunjukkan potensi dan realisasinya untuk pajak reklame: Tabel 1.4 Potensi dan Realisasi Pajak Reklame Tahun Potensi Realisasi 2010 6.072.459.768 4.639.213.808 2011 6.831.517.239 5.439.731.728 Sumber dari P3ADK Berdasarkan perhitungan potensi yang dihasilkan oleh bagian P3ADK memperlihatkan bahwa realisasi pajak reklame pada tahun 2010 baru sebesar 79% dan pada tahu 2011 sebesar 76% dari potensi yang diperkirakan. Dengan demikian masih ada potensi yang belum bisa diraih sebesar 21% sampai dengan 24% yaitu kira-kira Rp 1,39 milyar sampai 1,43 milyar. 4

Sedangkan apabila dilihat dari realisasi berdasar target yang ditetapkan adalah sebagai berikut: Tabel 1.5 Penerimaan Pajak Reklame Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2006-2011 No Tahun Target Realisasi Pencapaian 1 2006 2.369.800.000 2.224.859.637 94% 2 2007 3.100.000.000 3.619.969.265 117% 3 2008 5.492.500.000 4.962.578.175 90% 4 2009 5.000.000.000 5.044.559.994 101% 5 2010 5.100.000.000 4.639.213.808 91% 6 2011 5.355.000.000 5.439.731.728 102% Sumber: DPDPK Kota Yogyakarta 2012. Dari tabel di atas dapat dilihat penerimaan pajak reklame menunjukkan bahwa rata-rata target selama enam tahun tersebut hanya tercapai 99,07%, namun apabila tahun 2006 dikeluarkan dari tabel karena pengaruh bencana gempa bumi yang terjadi di tahun tersebut sangat besar mempengaruhi pajak ini rata-rata pencapaian sebesar 100,11%. Pada tahun 2008 dan 2010 target tidak dapat tercapai tanpa adanya alasan khusus yang mendasari. Padahal, hal tersebut tidak terjadi pada jenis pajak yang lain, data pencapaian target selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.6 Pencapaian Target Pajak Daerah tahun 2006-2011 Jenis Pajak 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pajak Hotel 88 121 110 101 103 111 Pajak Restoran 102 104 101 114 107 103 Pajak Hiburan 105 114 123 162 108 102 Pajak Reklame 94 117 90 101 91 102 PPJ 123 105 103 107 106 107 Parkir 121 107 107 135 113 111 Sumber: DPDPK 2012. Dari tabel diatas terlihat bahwa target pajak reklame tidak tercapai dalam tahun 2006, tahun 2007 dan tahun 2010. Hal tersebut tidak terjadi 5

pada jenis pajak lain. Kemudian apabila dicermati kontribusi pajak reklame terhadap pendapatan pajak daerah pun juga terus menurun, seperti terlihat pada tabel 1.3 diatas. Dari kontribusi pada tahun 2008 yang sebesar 7,9% pada tahun berikutnya menurun menjadi 7%, pada tahun 2010 sebesar 5,9%, dan 6,2% pada tahun 2011. DPRD Kota Yogyakarta menduga selama ini terjadi kebocoran dalam pemungutan pajak reklame yang cukup besar. Hal tersebut dibuktikan bahwa hanya di Jalan Malioboro mulai ujung utara sampai pertigaan Jalan Dagen saja diketahui lebih 60 persen papan reklame yang terpasang tak berizin. Dari 52 papan reklame berjenis billboard, 32 di antaranya tak berizin. Sebanyak 32 billboard tersebut tidak memberi kontribusi pajak sama sekali ke Pemkot Jogja (Radar Jogja online, 26 Juni 2012). Ditengarai hal tersebut terjadi merata di seluruh Kota Yogyakarta. Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan pendapatan daerah di Kota Yogyakarta yaitu tentang pemungutan retribusi parkir juga menghasilkan kesimpulan bahwa pemungutan retribusi parkir di Kota Yogyakarta tidak optimal karena penerimaan daerah dari retribusi parkir hanya didasarkan pada target yang ditetapkan, sementara penentuan target pendapatannya ditentukan terlalu rendah. Didapati bahwa realisasi retribusi parkir di TKP Sriwedani hanya 8,3% dari potensi dan di TKP Malioboro II hanya sekitar 27-36% dari potensi (Novita, 2011). Diperkirakan fenomena tersebut juga terjadi pada pendapatan pajak reklame mengingat banyaknya persamaan karakteristik yang ada berkaitan dengan pemungutannya. Oleh karena itu penting kiranya untuk mengetahui penyebab kurang optimalnya upaya pengelolaan pajak reklame di Kota Yogyakarta, padahal sebagai kota yang perkembangannya pesat seharusnya potensi pajak juga akan berkembang pesat yang bermuara pada peningkatan pendapatan pajak reklame yang seharusnya juga akan meningkat dengan pesat. 1.2. Perumusan Masalah Melihat latar belakang di atas, penulis ingin meneliti lebih jauh hal tersebut dengan rumusan masalah: mengapa pengelolaan pemungutan pajak reklame yang dilakukan oleh DPDPK Kota Yogyakarta kurang optimal. 6

1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab tidak optimalnya pemungutan pajak reklame yang dilakukan oleh DPDPK Kota Yogyakarta. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai bahan kajian kebijakan publik tentang pengelolaan pajak reklame di kabupaten atau kota sebagai sumber pendapatan daerahnya, selain itu sebagai bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan pajak daerah terutama pajak reklame. 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan karena adanya kasus yang terjadi di lapangan yang menarik untuk dianalisis lebih jauh. Penelitian tentang upaya pemungutan pajak reklame di Kota Yogyakarta belum pernah dilakukan, demikian juga penelitian tentang upaya pemungutan pajak reklame di daerah lain. Adapun beberapa tulisan tentang pajak reklame yang dilakukan antara lain: 1. Tesis tentang upaya peningkatan penerimaan pajak reklame di Kabupaten Magelang oleh Indari Magister Akuntansi UGM tahun 2008 2. Tesis mengenai strategi peningkatan penerimaan pajak reklame untuk meningkatkan PAD pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru yang ditulis oleh Dewi Chandra Ningsih dari MAP UGM tahun 2009. 7