BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

LAPORAN KEUANGAN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Dinamika perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Keagenan (Agency Theory) dalam Pemerintahan. disebut agent. Agency problem muncul ketika principal mendelegasikan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat umum (Ritonga, 2012:173). Aset tetap dapat diklasifikasikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan sektor publik merupakan posisi keuangan penting

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN ANGGOTA V BPK RI

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

PEMPROV SULTRA KEMBALI RAIH PENILAIAN KEUANGAN WTP

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

2. Kerangka Teoritis 2.1. Laporan Keuangan Pemerintah Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Good Governance Government adalah pemerintahan yang paling. diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, dimana pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. mendelegasikan sebagian wewenang untuk pengelolaan keuangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel secara publik. Untuk pelaporan keuangan kepada masyarakat, hanya dilakukan secara sukarela. Akan tetapi, dengan keluarnya Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur bahwa pejabat publik harus lebih transparan, bertanggung jawab dan lebih berorientasi kepada pelayanan masyarakat, sudah sepatutnya pemerintah daerah melaporkan hasil kinerja keuangannya kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan transparansi informasi. Menurut FASB dalam Statement Offinancial Accounting Concepts mengartikan pelaporan keuangan sebagai sistem dan sarana penyampaian informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui statement keuangan. Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit laporan operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. 1

Informasi yang bermanfaat bagi para pemakai adalah informasi yang mempunyai nilai. Informasi akan bermanfaat apabila informasi tersebut dapat mendukung pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh para pemakai. Pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Informasi akuntansi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus mempunyai beberapa karakteristik kualitatif yang disyaratkan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, maka Tahun 2011 merupakan tahun pertama Pemerintah Daerah menerapkan akuntansi berbasis akrual, baik penerapan sistem akuntansinya maupun penyajian laporan keuangannya. Dengan LKPD berbasis akrual, Pemerintah Daerah dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD secara lebih transparan, akuntabel dan juga memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan atas LKPD bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2013, BPK RI memberikan: opini 2

wajar tanpa pengecualian, dengan paragraf penjelasan. Hal-hal yang menjadi penekanan dalam paragraf penjelasan adalah (1) Aset tanah jalan dan tanah irigasi yang bukti kepemilikannya atas nama Pemerintah Pusat masih perlu divalidasi untuk meyakini keberadaan dan hak penguasaannya; (2) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum menetapkan kebijakan akuntansi penyusutan atas peralatan dan mesin selain alat angkutan, jalan, irigasi, dan jaringan serta aset lain-lain. Pada kesempatan ini, BPK RI kembali mengingatkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar mempersiapkan diri untuk menyampaikan laporan keuangan berbasis akrual, yang tidak saja menyajikan aspek informasi keuangan yang lebih komprehensif namun juga lebih kompleks sehingga membutuhkan kompetensi dan konsentrasi yang lebih tinggi dalam pengerjaannya. Hal ini berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Tahun 2014, BPK memberikan: Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan. BPK mengingatkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah beserta seluruh pemerintah daerah di wilayah Provinsi Jawa Tengah agar menerapkan akuntansi berbasis akrual, baik penerapan sistem akuntansinya maupun penyajian laporan keuangannya sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Diharapkan dengan LKPD berbasis akrual ini Pemerintah Daerah dapat lebih komprehensif dalam menyajikan seluruh hak dan kewajiban serta kekayaannya. opini yang diberikan untuk laporan keuangan tahun anggaran 2014 berupa 6 opini WTP, 6 opini WTP-DPP serta 24 opini WDP. 3

Tahun 2015 BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2015. Meski memperoleh opini WTP, BPK masih menyoroti adanya kelemahan sistem pengendalian internal dalam penyusunan laporan keuangan, antara lain: (1) pengendalian Belanja Insentif Pemungutan Pajak Daerah pada DPPAD kurang memadai sehingga realisasi belanja insentif pemungutan pajak PBBKB dan BBNKB tidak tertib; dan (2) penyajian Piutang PKB belum sepenuhnya didukung dengan database yang memadai sehingga potensi pendapatan belum bisa disajikan secara akurat. Selain itu, BPK juga menemukan adanya ketidak patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan daerah, antara lain: (1) realisasi belanja sewa pada Dinas Pemuda dan Olahraga belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan mengakibatkan ketidak hematan dan kelebihan pembayaran; dan (2) pertanggungjawaban hibah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah oleh KONI tidak memadai sehingga realisasi belanja hibah tidak transparan serta tidak dapat diyakini efisiensi dan efektivitas penggunaannya Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik diharapkan akan terbebas dari KKN yang tentunya akan terlihat dari hasil audit dari BPK. Berbagai pemerintahan daerah banyak yang mengupayakan untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), dan untuk itupun terbukti di daerah kabupaten dan kota banyak yang secara konsistem pendapatkan opini WTP. Namun demikian pernyataan dari ketua KPK Abraham Samad tahun 2013, menyatakan bahwa opini WTP bukan indikasi 4

pemerintahan bebas korupsi, tentunya hal ini sangat memprihatinkan karena seharusnya kalau pemerintahan mendapatkan dengan opini WTP setidaknya pelaporan keuangannya sudah bebas dari salah saji material. Opini BPK tentunya akan didukung dengan banyaknya informasi yang diungkapkan laporan keuangan pemerintah daerah. Namun demikian tidak semua pemerintah daerah mengungkapkan semua informasi yang harus di ungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Rata-rata indeks tingkat pengungkapan informasi keuangan pemerintah daerah terbukti lebih rendah dari pada rata-rata indeks pengungkapan informasi non keuangan. Dengan kata lain, setiap pemerintah daerah memiliki alasan dan pertimbangan tersendiri untuk melakukan pelaporan atau tidak melakukan pelaporan laporan keuangan melalui website yang dimiliki. dalam prosentase % 50 40 30 20 10 33,34 33,59 33,08 40,57 35,99 32,26 33,48 30,53 27,17 0 Penduduk kekayaan Daerah Belanja Daerah tahun 2013 tahun 2014 tahun 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.1 persentase penduduk, kekayaan daerah, belanja daerah Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan pemerintah daerah, salah satunya di antaranya adalah jumlah penduduk. Menurut UUD 1945 pasal 26 ayat (2) Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang 5

asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Berdasarkan grafik di atas angka sementara proyeksi sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2013 tercatat sebesar 33.264.339 juta jiwa atau sekitar 33,08%. Pada tahun 2014 tercatat sebesar 33.522.663 juta jiwa atau sekitar 33,34%. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah tahun 2013, penduduk Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 0,26% dari tahun 2014. Tahun 2015 sebanyak 33.774.141 juta jiwa atau sekitar 33,59%. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2014, penduduk Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 0,25 % dari tahun 2014. Sementara itu kepadatan penduduk di 35 kabupaten/kota cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kabupaten Brebes tahun 2014 dengan kepadatan sebesar 1.770.480 juta jiwa dan tahun 2015 sebesar 1.773.379 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah di Kabupaten Magelang sebesar 119.935 ribu jiwa (http://bps.go.id). Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih dalam melayani kebutuhan masyarakat. Semakin banyak jumlah penduduk disuatu daerah, semakin besar pula tanggung jawab pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat (Pramata, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Hilmi dan Martani (2012) menyebutkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang peraturan daerah provinsi jawa tengah. Kekayaan daerah adalah kekayaan yang memiliki dan atau di kuasai oleh pemerintah daerah, baik berupa barang bergerak maupun 6

barang tidak bergerak serta fasilitas-fasilitas penujang lainnya. Kekayaan pada tahun anggaran 2013 terhimpun sekitar Rp 544.499.388.357.314,00 triliun rupiah atau sekitar 27,17%. Pada tahun anggaran 2014 terhimpun sekitar Rp 646.479.222.316.955,00 triliun rupiah atau sekitar 32,26%. Dibandingkan dengan jumlah kekayaan tahun 2013, kekayaan Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 5,09% dari tahun 2014. Pada tahun anggaran 2015 terhimpun sebesar Rp 812.855.720.953.848,00 triliun rupiah atau sekitar 40,57%. Dibandingkan dengan jumlah kekayaan tahun 2015, kekayaan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 8,30% dari tahun 2014. UU No. 23 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Semakin tinggi belanja, pemerintah daerah akan memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakatnya. Sementara itu realisasi belanja daerah untuk tahun anggaran 2013 sebesar Rp 44.262.241.015.385,30 triliun rupiah atau sekitar 30,53%. Tahun anggaran 2014 sebesar Rp 48.540.292.705.516,60 atau sekitar 33,48%. Dibandingkan dengan jumlah belanja tahun 2013, belanja Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 2,95% dari tahun 2014. Tahun anggaran 2015 sebesar Rp 52.179.074.255.415,00. Dibandingkan dengan jumlah belanja tahun 2015, belanja Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 2,51% dari tahun 2014. 7

Penelitian oleh Pratama, dkk (2015) bahwa Belanja daerah berpengaruh terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini mengacu pada penelitian jurnal Pratama, dkk (2015) yang menganalisis tentang pengaruh kompleksitas pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah, kekayaan daerah, dan belanja daerah terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. Perbedaan terlihat pada variabel independen yaitu jumlah penduduk, kekayaan daerah dan belanja daerah, sedangkan yang di teliti oleh pratama, dkk yaitu: kompleksitas pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah, kekayaan daerah, dan belanja daerah. Perbedaan juga terlihat pada studi kasus yang digunakan oleh peneliti juga berbeda, yaitu pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sedangkan yang diteliti oleh pratama, dkk (2015) yaitu pemerintah kabupaten/kota di Bali. Periode yang digunakan penelitian juga berbeda. Pada penelitian yang di lakukan oleh Pratama,dkk (2015) periode tahun 2010-2013 sedangkan penelitian ini periode 2013-2015. Penelitian ini memberikan gambaran kepada pengguna laporan keuangan pemerintah daerah, khususnya masyarakat, sehingga dapat menilai akuntabilitas, transparansi, dan kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu, hasil penelitian ini bermanfaat bagi inverstor, kreditor, dan donatur terkait pertimbangan untuk melalukan kerjasama di bidang keuangan dengan suatu pemerintahan. 8

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah? 2. Apakah kekayaan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah? 3. Apakah belanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah di paparkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah berikut: a. Memberikan bukti empiris bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. b. Memberikan bukti empiris bahwa kekayaan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. c. Memberikan bukti empiris bahwa belanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah. 2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang peneliti lakukan antara lain: a. Bagi Akademis Penelitian ini bisa menjadi bahan literatur untuk pengembangan penelitian berikutnya tentang sektor publik, khususnya menganalisis 9

lebih dalam pentingnya pengungkapan pelaporan keuangan pemerintah daerah. b. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini dapat diharapkan pemerintah daerah dapat lebih termotivasi untuk mengembangkan situs resminya dalam penyampaian informasi serta mengambil kebijakan mengenai transparansi pelaporan keuangan di pemerintah daerah sendiri. c. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu, menambah pengetahuan tentang penerapan teori akuntansi sektor publik, pentingnya pengungkapan pelaporan keuangan pemerintah daerah. 10