PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 38/Menhut-II/2007 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 63/Menhut-II/2008

TENTANG MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.80/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.6/Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN STATISTIK KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN,

2015, No Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 19)

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.1/II-KUM/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 47/Menhut-II/2009 TENTANG

: PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN Nomor : P.1/II-KUM/2007

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 13/MENHUT-II/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 49/Menhut-II/2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.70/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Contoh paraf hirarkis dalam bentuk searah jarum jam:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

BAB I KETENTUAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT NEGARA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.16/Menhut-II/2006 TENTANG

BERITA NEGARA. No.2082, 2015 KEMENRISTEK-DIKTI. Tata Naskah Dinas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 30 TAHUN 1995 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 N

NSPK TATA NASKAH. Bagian Umum Direktorat Jenderal PAUDNI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA. Tata Naskah Dinas. Pedoman. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratu

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 665/Kpts-II/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 69/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,

- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan L

PEDOMAN TATA NASKAH DINAS KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BAB I PENDAHULUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2000 TENTANG DEWAN GULA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 122 /KPTS/013/2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 613/Kpts-II/1997 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERAIRAN

ARSIP UNIVERSITAS AIRLANGGA

WALIKOTA TASIKMALAYA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 82 /KPTS/013/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN2006 TENTANG

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 52/1997, SEKRETARIAT BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK *47366 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 52 TAHUN 1997 (52/1997)

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 116 / HUK / 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN MENTERI PADA KEMENTERIAN AGAMA.

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR: KEP. 02 TAHUN 2011 SK.lll/Kp.l005/KB/BMG TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/706/KPTS/013/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Verifikasi Klaim. Konservasi. Kredit Macet. Usaha Tani. Tata Cara.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT NEGARA

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG

2 yang dilimpahkan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 4 Tahun 2009

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG WAJIB LAPOR HARTA KEKAYAAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN2006 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR : PER-01/M.EKON/02/2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

Transkripsi:

1 PERATURAN MENTERI Nomor : P. 38/Menhut-II/2007 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI NOMOR P. 74/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS DEPARTEMEN MENTERI, Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 74/Menhut-II/2006 telah ditetapkan Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Kehutanan; b. bahwa dengan adanya perkembangan organisasi dan tata kerja Departemen Kehutanan, maka Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Kehutanan perlu diadakan perubahan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu menetapkan perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 74/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Kehutanan dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kearsipan; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun 2004; 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 13/Menhut-II/2005 jis Nomor P. 17/Menhut-II/2005 jis Nomor P.35/Menhut- II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan. 5. Peraturan...

2 5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional; 6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Sumber Daya Alam; 7. Peraturan Mentneri Kehutanan Nomor : P. 31/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. MEMUTUSKAN : Menetakan : PERATURAN MENTERI TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI NOMOR P.74/Menhut- II/2006 TENTANG PEDOMAN TATA NASKAH DINAS DEPARTEMEN Pasal I Mengubah dan menambah beberapa ketentuan dalam Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 74/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Kehutanan sehingga berbunyi sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab VI A.2. dirubah dan ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut : Jenis dan peruntukan kop naskah dinas jabatan dan kop naskah dinas instansi lingkup Departemen Kehutanan sebagai berikut : No. Pejabat Penandatangan Naskah Dinas Arahan Jenis Naskah Dinas Naskah Dinas Lainnya. 5. Ditandatangani pejabat Eselon II lingkup Sekretariat Jenderal - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. I - Tidak ada alamat instansi (Eselon I) - Logo Dephut hitam putih di kiri atas.. I - Alamat lengkap instansi (Eselon I) 5.a. Pejabat Eselon II di luar Sekretariat - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. - Logo Dephut hitam putih di kiri atas.

3 Jenderal I II - Tidak ada alamat instansi (Eselon II) I II - Alamat instansi (Eselon II) Contoh kop naskah dinas pada Lampiran 1 Contoh kop naskah dinas pada Lampiran 2. 8.a. Pejabat Eselon IV UPT ( alamat kantornya terpisah dengan Kantor UPT) - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. I III (UPT) - Tidak ada alamat instansi (UPT) Contoh kop naskah dinas pada Lampiran 3. - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. I III (UPT) - Alamat lengkap instansi instansi eselon IV (UPT). Contoh kop naskah dinas pada Lampiran 4. 9. Pejabat Eselon II di Daerah ( UPT Balai Besar). - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. I II - Tidak ada alamat instansi Eselon II UPT Balai Besar. Contoh kop naskah dinas pada Lampiran 5. - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. I II - Alamat instansi Eselon II UPT Balai Besar. Contoh kop naskah dinas pada Lampiran 6. 10. Eselon III Daerah (UPT Balai Besar - Logo Dephut hitam putih di kiri atas. - Logo Dephut hitam putih di kiri atas.

4 yang kantornya terpisah dengan kantor Balai Besar) I II - Tidak ada alamat instansi Eselon III UPT Balai Besar. Contoh naskah dinas pada Lampiran 7. I II - Tidak ada alamat instansi Eselon III UPT Balai Besar. Contoh naskah dinas pada Lampiran 8. 3. Naskah dinas yang ditandatangani Kepala Unit Pelaksana Teknis Teknis Balai dalam kedudukannya sebagai Koordinator Wilayah mempergunakan kop naskah dinas Unit Pelaksana Teknis Balai yang bersangkutan. 4. Kop naskah dinas yang ditandatangani seorang pejabat dalam kedudukannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen, mempergunakan kop naskah dinas sebagaimana diatur dalam Bab VI.a.2.8 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 74/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Kehutanan. 2. Ketentuan BAB VI.D.2 ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut : 11. Pola Stempel UPT Balai Besar. a. Tulisan DEPARTEMEN b. Tulisan Instansi Eselon I c. Tulisan RI d. Angka Romawi menunjukkan kode Eselon I, e. Angka latin menunjukkan kode UPT Balai Besar. /3. Ketentuan...

5 3. Ketentuan Bab VII. C.4. (Pelaksana Harian) ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut : g. Prosedur penunjukan Pelaksana Harian adalah sebagai berikut : 1) Tingkat Pusat a) Pejabat Eselon I (1) Pejabat Eselon I yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurangkurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon I lainnya atau pejabat Eselon II di lingkup Eselon I yang bersangkutan kepada Menteri Kehutanan untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian. (2) Berdasarkan persetujuan Menteri Kehutanan atas usulan pejabat Eselon I, maka Biro Kepegawaian menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang Penunjukan Pelaksana Harian Pejabat Eselon I yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. b) Pejabat Eselon II (1) Pejabat Eselon II yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon II lainnya lingkup Eselon I atau pejabat Eselon III lingkup Eselon II yang bersangkutan kepada Pejabat Eselon I-nya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian. (2) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon I atas usulan pejabat Eselon II yang bersangkutan, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon I menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang Penunjukan Pelaksana Harian Pejabat Eselon II yang ditetapkan oleh pejabat Eselon I. c) Pejabat Eselon III (1) Pejabat Eselon III yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon III lainnya lingkup Eselon II yang bersangkutan atau pejabat Eselon IV di unit Eselon III yang bersangkutan kepada pejabat Eselon II-nya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian. (2) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon II atas usulan pejabat Eselon III yang bersangkutan, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon II menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang Penunjukan Pelaksana Harian Pejabat Eselon III yang ditetapkan oleh pejabat Eselon II. / d) Pejabat

6 d) Pejabat Eselon IV. (1) Pejabat Eselon IV yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon IV atau staf yang dianggap mampu di lingkungannya kepada pejabat Eselon III-nya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian. (2) Berdasarkan usulan pejabat eselon IV dimaksud, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian pada Eselon II menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat Pelaksana Harian dengan Surat Perintah Tugas yang ditetapkan oleh Pejabat eselon III yang bersangkutan. 2) Tingkat Daerah a) Pejabat Eselon II (Kepala Balai Besar) (1) Kepala Balai Besar yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon III di lingkup unit kerjanya kepada pejabat Eselon I-nya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian Kepala Balai Besar (2) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon I atas usulan Kepala Balai Besar yang bersangkutan, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon I menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang Penunjukan Pelaksana Harian Kepala Balai Besar yang ditetapkan oleh pejabat Eselon I. b) Pejabat Eselon III (Kepala Bidang pada Balai Besar) (1) Kepala Bidang pada Balai Besar yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon III lainnya atau pejabat eselon IV lingkup Bidang yang bersangkutan kepada Kepala Balai Besar untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian. (2) Berdasarkan persetujuan Kepala Balai Besar atas usulan Kepala Bidang yang bersangkutan, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Harian Kepala Bidang yang ditetapkan oleh Kepala Balai Besar. c) Kepala Balai (1) Kepala Balai yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurangkurangnya 7 (tujuh) hari, mengusulkan Kepala Balai lainnya lingkup Provinsi yang bersangkutan atau pejabat Eselon IV di / lingkup...

7 lingkup Balai yang bersangkutan kepada Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian. (2) Apabila yang akan ditunjuk Kepala Balai lainnya, maka perlu minta persetujuan Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat yang terkait. (3) Berdasarkan persetujuan Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Setditjen/Setbadan/Pusdiklat menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Harian Kepala Balai yang ditetapkan oleh Sekditjen/Sekbadan/Kapusdiklat. (4) Apabila yang akan ditunjuk pejabat eselon IV lingkup Balai yang bersangkutan, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Balai menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Harian Kepala Balai yang ditetapkan oleh Kepala Balai. 4) Pejabat Eselon IV (1) Pejabat Eselon IV pada Balai Besar/Balai yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari, maka yang bersangkutan mengusulkan pejabat Eselon IV atau staf yang dianggap mampu dilingkungannya kepada Kepala Balai Besar/Kepala Balai untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Harian pejabat Eselon IV. (2) Berdasarkan persetujuan Kepala Balai Besar/Kepala Balai, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian pada Balai Besar/Balai menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Harian Pejabat eselon IV yang ditetapkan oleh pejabat Eselon III yang bersangkutan. Contoh Surat Perintah Tugas pada Lampiran 9. 4. Ketentuan Bab VII. C.5. ( Mewakili) ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut : d) Prosedur penunjukan pejabat Mewakili : 1) Tingkat Pusat (a) Pejabat Eselon I (1) Pejabat Eselon I yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon II di lingkungannya kepada Menteri Kehutanan untuk ditunjuk sebagai pejabat Mewakili. / (2) Berdasarkan

8 (2) Berdasarkan persetujuan Menteri Kehutanan atas usulan pejabat Eselon I, maka Biro Kepegawaian menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat Mewakili yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. (b) Pejabat Eselon II (1) Pejabat Eselon II yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon III di lingkungannya kepada Pejabat Eselon I-nya untuk ditunjuk sebagai pejabat Mewakili. (2) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon I, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Eselon I yang bersangkutan menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat Mewakili yang ditetapkan oleh pejabat eselon I. (c) Pejabat Eselon III (1) Pejabat Eselon III yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon IV di lingkungannnya kepada pejabat Eselon II-nya untuk ditunjuk sebagai pejabat Mewakili. (2) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon II, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Eselon II yang bersangkutan menyiapkan surat penunjukan pejabat Mewakili dengan Surat Perintah Tugas pejabat Eselon I yang bersangkutan. (d) Pejabat Eselon IV (1) Pejabat Eselon IV yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat eselon IV atau staf yang dipandang mampu di lingkungannya kepada pejabat Eselon III-nya untuk ditunjuk sebagai pejabat Mewakili. (2) Berdasarkan usulan pejabat eselon IV dimaksud, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian pada Eselon II menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat mewakili dengan Surat Perintah Tugas yang ditetapkan oleh Pejabat eselon III yang bersangkutan. / 2) Tingkat

9 2) Tingkat Daerah (a) Kepala Balai Besar (1) Kepala Balai Besar yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, menunjuk pejabat Eselon III pada Balai Besar yang bersangkutan untuk mewakili Kepala Balai Besar. (2) Penunjukan mewakili Kepala Balai Besar ditetapkan dengan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat mewakili yang ditetapkan oleh Kepala Balai Besar yang bersangkutan. (b) Kepala Bidang pada Balai Besar (1) Kepala Bidang pada Balai Besar yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, mengusulkan pejabat Eselon IV lingkup Bidang yang bersangkutan kepada Kepala Balai Besar untuk ditunjuk sebagai pejabat mewakili. (2) Berdasarkan persetujuan Kepala Balai Besar atas usulan Kepala Bidang yang bersangkutan, maka penunjukan pejabat mewakili ditetapkan dengan Surat Perintah Tugas oleh Kepala Bidang yang bersangkutan. (c ) Kepala Balai/UPT (1) Kepala Balai/UPT yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari dapat menunjuk pejabat Eselon IV dilingkungannya untuk mewakili Kepala Balai/UPT. (2) Penunjukan mewakili Kepala Balai/UPT ditetapkan dengan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat mewakili yang ditetapkan oleh Kepala Balai/UPT yang bersangkutan. (d) Pejabat Eselon IV pada Balai Besar/Balai (1) Pejabat Eselon IV yang tidak dapat melaksanakan tugas kurang dari 7 (tujuh) hari, mengusulkan Eselon IV atau staf yang dipandang mampu di lingkungannya kepada pejabat Eselon III-nya untuk ditunjuk sebagai pejabat mewakili. (2) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon III-nya, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Balai Besar/Balai menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan pejabat mewakili dengan Surat Perintah Tugas yang ditetapkan oleh pejabat Eselon III yang bersangkutan. Contoh Surat Perintah Tugas pada Lampiran 10. / 5.Ketentuan...

10 5. Ketentuan Bab VII. C.6. ( Pelaksana Tugas Mewakili) ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut : Prosedur penunjukan Pelaksana Tugas sebagai berikut : a. Tingkat Pusat 1) Pejabat Eselon I a) Sekretaris Jenderal mengusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk menunjuk pejabat Eselon I atau pejabat Eselon II di lingkungan Eselon I yang bersangkutan sebagai Pelaksana Tugas. b) Berdasarkan persetujuan Menteri Kehutanan, maka Biro Kepegawaian menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang Penunjukan Pelaksana Tugas Pejabat Eselon I dimaksud yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. c) Pejabat Pelaksana Tugas dapat menunjuk pejabat Eselon II di lingkungan Eselon I yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas rutin yang ditetapkan dengan Surat Perintah Tugas dari pejabat Pelaksana Tugas yang dimaksud. 2) Pejabat Eselon II a) Kepala Biro Umum/Sekitjen/Sekditjen/Sekbadan mengusulkan kepada Eselon I-nya untuk menunjuk pejabat Eselon II atau pejabat Eselon III di lingkungan Eselon II yang bersangkutan sebagai Pelaksana Tugas. b) Berdasarkan persetujuan Eselon I, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon I menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang Penunjukan Pelaksana Harian Pejabat Eselon II yang ditetapkan oleh pejabat Eselon I. c) Pejabat Pelaksana Tugas dapat menunjuk pejabat Eselon III di lingkungan Eselon II yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas rutin yang ditetapkan dengan Surat Perintah Tugas dari Pejabat Pelaksana Tugas yang dimaksud. 3) Pejabat Eselon III a) Pejabat Eselon II mengusulkan kepada pejabat Eselon I-nya untuk menunjuk pejabat Eselon III atau pejabat Eselon IV dilingkungan Eselon III yang bersangkutan sebagai Pelaksana Tugas. b) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon I, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon I yang bersangkutan menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas pejabat Eselon III yang ditetapkan oleh pejabat Eselon II yang bersangkutan. / 4. Pejabat...

11 4) Pejabat Eselon IV a) Pejabat Eselon III mengusulkan kepada pejabat Eselon II-nya untuk menunjuk pejabat Eselon IV atau staf yang dianggap mampu di lingkungannya sebagai Pelaksana Tugas. b) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon II, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian pada Eselon II menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas pejabat Eselon IV yang ditetapkan oleh pejabat eselon II yang bersangkutan. b. Tingkat Daerah 1) Pejabat Eselon II ( Kepala Balai Besar ) a) Sekretaris Eselon I mengusulkan kepada pejabat Eselon I-nya untuk menunjuk Kepala Balai Besar di lingkup provinsi yang bersangkutan atau pejabat Eselon III di Balai Besar yang bersangkutan untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas. b) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon I, pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon I menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar yang ditetapkan oleh pejabat Eselon I. 2) Pejabat Eselon III ( Kepala Bidang pada Balai Besar) a) Kepala Balai Besar mengusulkan kepada pejabat Eselon I-nya untuk menunjuk Kepala Bidang atau pejabat Eselon IV di lingkungan unit kerjanya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas. b) Berdasarkan persetujuan pejabat Eselon I, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Unit Eselon I yang bersangkutan menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas yang ditetapkan oleh pejabat Eselon I. 3) Pejabat Eselon III ( Kepala Balai) a) Kepala Balai/UPT cq. Sub Bagian Tata Usaha, mengusulkan kepada Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat untuk menunjuk Kepala Balai di lingkup provinsi yang bersangkutan atau pejabat Eselon IV di lingkungan unit kerjanya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Kepala Balai. b) Apabila yang akan ditunjuk Kepala Balai lainnya, maka perlu minta persetujuan Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat yang terkait. / c. Berdasarkan

12 c) Berdasarkan persetujuan Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat, maka pejabat yang bertanggung jawab dibidang kepegawaian pada Setditjen/ Setbadan/ Pusdiklat menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas Kepala Balai yang ditetapkan oleh Sekditjen/ Sekbadan/ Kapusdiklat. d) Apabila yang akan ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Kepala Balai pejabat Eselon IV dari lingkup UPT yang bersangkutan, maka Sekditjen/ Sekbadan/ Kapusdiklat unit kerja yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian pada Setditjen/Setbadan/ Kapusdiklat dapat langsung menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas Kepala Balai yang ditetapkan oleh Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat. 4) Pejabat Eselon IV pada Balai Besar/Balai a) Kepala Balai Besar/Kepala Balai mengusulkan kepada Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat pejabat pejabat Eselon IV atau staf yang dianggap mampu di lingkungannya untuk ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas pejabat Eselon IV. b) Berdasarkan Sekditjen/Sekbadan/ Kapusdiklat atas usulan Kepala Balai Besar/Kepala Balai, maka pejabat yang bertanggung jawab pada Setditjen/Setbadan/ Pusdiklat menyiapkan Surat Perintah Tugas tentang penunjukan Pelaksana Tugas pejabat Eselon IV yang ditetapkan oleh Sekditjen/Sekbadan/Kapusdiklat. Contoh Surat Perintah Tugas pada Lampiran 11. 6. Ketentuan BAB VIII.A ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut : 7. Stempel Paraf Koordinasi. a. Setiap pejabat yang terlibat dalam penyusunan konsep naskah dinas dan pejabat yang menandatangani naskah dinas berkewajiban membubuhkan paraf dan tanggal pada Stempel Paraf Koordinasi. b. Ukuran dan susunan Stempel Paraf Koordinasi memperhatikan jumlah pejabat yang terkait dalam penyusunan konsep mulai dari penyusun konsep sampai dengan pejabat yang menandatangani naskah dinas. c. Pertinggal/arsip yang disimpan di Unit Tata Usaha adalah naskah dinas yang ditandatangani pejabat yang bersangkutan dan dibubuhi Stempel Paraf Koordinasi. Contoh Stempel Paraf Koordinasi pada lampiran 12. / 7. Ketentuan...

13 7. Ketentuan BAB VIII.C.3 contoh naskah dinas c) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : c) Surat dinas yang ditandatangani pejabat Eselon I atas jabatannya atau pejabat eselon II dengan sebuatan atas nama (a.n.) pejabat eselon I. S. 708/II-KUM/1/2006 S. : kode jenis naskah dinas (surat biasa) 708 : nomor urut surat keluar II : kode jabatan penandatanganan surat (Sekretaris Jenderal) KUM : kode unit pengolah ( Biro Hukum dan Organisasi) 1 : kode unit pengolah ( Bagian Peraturan Perundang-undangan) 2006 : tahun diterbitkan surat dinas. PASAL II Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 74/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Departemen Kehutanan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku. Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta. Pada tanggal : 11 September 2007 Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI MENTERI, ttd Suparno, SH. Nip. 080068472 H. M.S. KABAN Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth: 1. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan di Jakarta; 2. Pejabat Eselon II lingkup Departemen Kehutanan di seluruh Indonesia; 3. Kepala Unit Pelaksana Teknis lingkup Departemen Kehutanan di seluruh Indonesia.