Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

19 Oktober Ema Umilia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN HUTAN LINDUNG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM


NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

2016, No Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

IV APLIKASI PERMASALAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PEDOMAN PENYUSUNAN NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL (NSDH)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam dan Suaka Margasatwa Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sebagai kawasan untuk pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya Hutan konservasi berdasarkan fungsi pokok dibagi kedalam KSA, KPA dan Taman Buru. KSA lebih jauh diuraikan sebagai Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM) NKT 1 Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi NKT 1.1 NKT 1.1 NKT 1.2 NKT 1.3 Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting Kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung atau konservasi Spesies hampir punah yang harus dilindungi Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup (Viable Population) NKT 1 kawasan yang mempunyai keanekaragaman penting sejalan dengan UU No. 5,1990; PP No. 68; UU No. 41; PP No. 7; dan PP No. 28, 2011 yang juga melindungi kawasan mengandung atau mendukung keanekaragamanhayati. Lebih spesifik lagi Sub-NKT 1.1 berfungsi pendukung kawasan dengan keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung. Berdasarkan pengertian tersebut semua area yang dilindungi oleh peraturan perundangan karena keanekaragaman hayati dan ekosistemnya (CA, SM, TN, TWA, TB, dan Taman Hutan Rakyat), dan bila terdapat di dalam atau disekitar perkebunan dan terkena dampak pengelolaan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS), maka disimpulkan terdapat Sub-NKT 1.1.Secara umum semua kawasan lindung bila berinteraksi 1

PP No. 7, 1999 PP No. 28, 2011 Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Pada lampiran terdapat jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya. KPA terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. NKT 1.1 NKT 1.2 NKT 1.3 NKT 1.1 NKT 1.2 NKT 1.3 dengan perkebunan kelapa sawit diidentifikasi sebagai Sub-NKT 1.1. PP No. 7, 1999 melindungi tumbuhan dan satwa mempunyai populasi kecil atau terjadi penerunan populasi yang cepat di alam. Hal ini sejalan dengan Sub-NKT 1.2 dan Sub-NKT 1.3. Keputusan Presiden No. 32, 1990, Pasal 22 dan 23(2c) melindungi satwa dari kepunahan karena bencana dengan menyiapkan areal pengungsian, dan melindungi area persinggahan sementara untuk satwa migran. Sub-NKT 1.4 sejalan dengan keputusan presiden tersebut. Keputusan Presiden No. 32, 1990, Pasal 22 KSA terdiri dari CA, SM, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa NKT 1.4 Kawasan yang merupakan habitat yang digunakan secara temporer oleh spesies atau sekumpulan spesies 2

Peraturan Pemerintah No. 7, 1999, Pasal 5 (1) Keputusan Presiden No. 32, 1990, Pasal 22 Suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria: a. mempunyai populasi yang kecil; b. adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam; c. daerah penyebaran yang terbatas (endemik). KSA terdiri dari CA, SM, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa NKT 1 NKT 1.4 Pasal 23(2c) Kawasan SM tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu NKT 1.4 3

II. Jasa lingkungan Keputusan Presiden No. 32/1990 Pasal 4 Pasal 5 Pengelolaan kawasan lindung. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air Kawasan perlindungan setempat termasuk sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk dan kawasan sekitar mata air NKT 4 NKT 4.1 NKT 4.1 NKT 4 adalah kawasan yang menyediakan jasa lingkungan alami Kawasan atau ekosistem yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat di bagian hilir Peraturan perundangan Indonesia melindungi jasa lingkungan dan keanekaragaman hayati melalui penetapan area area kawasan lindung. Keputusan Presiden No. 32, 1990 mengatur kawasan kawasan lindung yang melindungi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan. Keputusan Presiden No. 32, 1990, Pasal 4, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan 19 perlindungan kawasan untuk pengamanan jasa lingkungan terkait ketersediaan sumber air, kualitas air, erosi, hidrologi, sedimentasi, dan banjir. Pasal pasal ini sejalan dengan Sub-NKT 4.1 dan 4.2. Pasal 7 Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya diperlukan untuk pencegahan terjadinya banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologis tanah NKT 4.2 NKT 4.3 Kawasan yang penting bagi pencegahan erosi dan sedimentasi Kawasan yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan Sub-NKT 4.3 adalah kawasan berfungsi sebagai sekat bakar. Kawasan gambut utuh, hutan rawa, sempadan sungai dan waduk serta fragmen berhutan dapat berfungsi sebagai sekat bakar. Keputusan Presiden No. 32, 1990 tidak membicarakan sekat bakar, tapi mempertahankan kawasan gambut, kawasan sempadan sungai dan waduk 4

Pasal 9 Perlindungan terhadap kawasan bergambut dimaksudkan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan. NKT 4.2 NKT 4.3 yang merupakan sekat bakar menurut Sub-NKT 4.3. Pasal 11 Pasal 13 Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah NKT 4.1 NKT 4 5

pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai Pasal 15 Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai NKT 4 Pasal 19 Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. NKT 4 III. Sosial budaya Undang Undang No. 41, 1999, Pasal 8(2c) Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan religi dan budaya. Kawasan alam yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal Suatu kawasan dikatakan penting menurut jika kawasan tersebut diperlukan oleh komunitas lokal untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang tidak dapat 6

Pasal 67 (1a) Pasal 68 (2a) Peraturan Pemerintah No. 28, 2011 Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan Masyarakat dapat memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Pemanfaatan hutan untuk pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat digantikan oleh barang-barang substitusi lain, dan tidak terdapat sumber lain disekitar mereka. Kebutuhan dasar komunitas dimaksud adalah makanan, air, bahan untuk pakaian, bahan bangunan, kayu bakar, bahan obat obatan, dan satwa sebagai sumber protein. Peraturan dan perundangan pada kolom 2 memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan non-kayu dan mengatur pelaksanaannya. Peraturan Pemerintah No. 34, 2002, Pasal 26 dan 29(5) memberikan contoh kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi untuk keperluan sehari hari masyarakat yang sesuai dengan NKT 5. Pasal 36 Masyarakat setempat dapat melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional serta perburuan tradisonal terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi 7

Peraturan Pemerintah No. 34, 2002, Pasal 26 Pemanfaatan Kawasan pada Hutan Produksi Pemanfaatan kawasan antara lain berupa: a. usaha budidaya tanaman obat; b. usaha budidaya tanaman hias; c. usaha budidaya tanaman pangan dibawah tegakan; d. usaha budidaya jamur; e. usaha budidaya perlebahan; f. usaha budidaya atau penangkaran satwa; atau g. usaha budidaya sarang burung wallet Pasal 29(5) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan alam antara lain dapat berupa usaha pemanfaatan: a. rotan, sagu, nipah, bambu meliputi kegiatan penebangan, permudaan, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil. 8

b. Getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, meliputi kegiatan pemanenan, pemeliharaan, pengolahan, pemasaran hasil. Keputusan Presiden No. 32, 1990, Pasal 30 Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan sejarah, bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia NKT 6 Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional komunitas lokal NKT 6 adalah nilai nilai yang diperlukan untuk keberlanjutan budaya masyarakat setempat. Nilai dapat berupa hasil non-kayu dari kawasan yang merupakan nilai keberaaan atau produk dari kawasan yang berguna dalam pelaksanaan suatu kegiatan budaya. Peraturan perundangan yang terdapat pada kolom 2 mendukung dan memungkinkan dan NKT 6 dilaksanakan. Pasal 31 Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi NKT 6 9

untuk pengembangan ilmu pengetahuan Undang Undang No. 41, 1999, Pasal 4 Pasal 8 Pasal 24 Penguasaan hutan oleh negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus seperti untuk kepentingan religi dan budaya Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional NKT 6 NKT 6 NKT 1-6 10