BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kontribusi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Definisi pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2003: 1) adalah pembayaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PRAKTIK KERJA LAPANGAN. Dalam situasi Negara Republik Indonesia yang sedang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) memberikan pengalaman yang sesungguhnya, memberikan pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan)

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Antara lain

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainnya. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan alat (sumber) untuk memasukan uang sebanyakbanyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan. Terdapat banyak pengertian pajak yang dikemukakan para pakar. Berikut pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain, menurut P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S. H. (2008): Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Menurut Soeparman Soemahamidjaja (2009): Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hokum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Sedangkan menurut H. Mohammad Zain (2006): pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 : Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara 9

10 langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pajak merupakan suatu iuran dan penyerahannya bersifat wajib dan jika tidak dilaksanakan dengan sendirinya dapat dipaksakan. 2. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. 3. Pajak dipungut disebabkan suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang. 4. Dalam pembayarannya pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 5. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 2.1.1 Fungsi Pajak Berdasarkan pada pengertian pajak yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara guna membiayai pengeluaran-pengeluaran umum negara untuk kesejahteraan masyarakat. Selain itu, fungsi pajak menurut Suandy (2005) adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Budgetair/Finansial Fungsi Budgetair/Finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

11 2. Fungsi Regulerend/Fungsi Mengatur Fungsi regulerend/fungsi mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik masyarakat dibidang ekonomi, social maupun politik dengan tujuan tertentu. 2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Siti Resmi (2009) terdiri atas : 1. Official Assesment System Sistem ini member kewenangan kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. 2. Self Assesment System Sistem ini memeberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. With Holding Tax Sistem pemungutan pajak ini member kewenangan kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. 2.1.3 Pembagian Pajak Sebagaimana yang dipaparkan oleh Siti Resmi (2009) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelempok, yaitu : 1. Menurut Golongan, adalah sebagai berikut :

12 a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifat, adalah sebagai berikut : a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak Negara yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai. b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan. 2.1.4 Pajak Bumi dan Bangunan 2.1.4.1 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1994. Sedangkan asas Pajak bumi dan Bangunan menurut Mardiasmo (2006) adalah sebagai berikut: a. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan. b. Adanya kepastian hukum. c. Mudah dimengerti dan adil. d. Menghindari pajak berganda.

13 2.1.4.2 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Pengertian bumi menurut Mardiasmo (2006) adalah sebagai berikut: Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Pengertian bangunan menurut Mardiasmo (2006) adalah sebagai berikut: Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/ atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan. b. Jalan tol. c. Kolam renang. d. Pagar mewah. e. Tempat olahraga. f. Galangan kapal, dermaga. g. Taman mewah. h. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak. i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan

14 Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui Pajak Bumi dan Bangunan. 2.1.4.3 Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang dimaksud dengan objek pajak yang dimiliki atau dikuasai atau digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, Mardiasmo (2006) diantaranya: a. Yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. b. Klasifikasi bumi dan bangunan. c. Pengecualian objek pajak. d. Objek pajak yang digunakan oleh negara. e. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Dari kelima objek pajak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Yang menjadi objek pajak pada PBB adalah bumi dan/atau bangunan. b. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terutang. c. Pengecualian objek pajak Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang: 1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain: a) Di bidang ibadah.

15 b) Di bidang kesehatan. c) Di bidang pendidikan. d) Di bidang sosial. e) Di bidang kebudayaan nasional. 2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. 3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak. 4. Digunakan oleh perwakilan rakyat diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik. 5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional, yaitu antara lain: a) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) b) Badan-badan Internasional dari PBB c) Kerjasama teknik bilateral d) Colombo Plan e) Kerjasama kebudayaan f) Organisasi ASEAN d. Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

16 e. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp 8.000.000,- untuk setiap Wajib Pajak. Perubahan NJOPTKP: Berdasarkan KMK.201/KMK.04/2000, Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- untuk setiap Wajib Pajak, yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2001. 2.1.4.4 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Mardiasmo (2006) yang menjadi subjek pajak untuk PBB adalah: a. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran atau pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. b. Subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam abjad (a) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak. c. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagimana dimaksud dalam abjad (a) sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menentukan subjek wajib pajak, apabila suatu objek pajak belum jelas wajib pajaknya.

17 d. Subjek yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam abjad (c), dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktorat Jendral Pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak yang dimaksud. e. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan disertai alasan-alasannya. f. Apabila setelah jangka waktu atau bulan sejak diterimanya keterangan sebagaimana dalam abjad (d) Direktorat Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui. Apabila Direktorat Jendral Pajak tidak memberikan keputusan dalam waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan dari wajib pajak, maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan sendirinya dan berhak mendapatkan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak. 2.1.4.5 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Mardiasmo (2006) menjelaskan bahwa tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen). Berdasarkan tarif pajak tersebut maka dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut: a. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak. b. Besarnya nilai obyek pajak yang ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setaip tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.

18 c. Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak. d. Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Kena Pajak adalah 3 tahun sekali. Namun demikian untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar perimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment. Yang dimaksud Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani wajib pajak di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap memperhatikan penerimaan, khususnya bagi Pemerintah Daerah, maka telah ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu: 1. Sebesar 40% dari NJOP untuk: a. Objek Pajak perkebunan; b. Objek Pajak kehutanan; c. Objek Pajak lainnya, yaitu Wajib Pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

19 2. Sebesar 20% dari NJOP untuk: a. Objek Pajak pertambangan; b. Objek Pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) 2.1.4.6 Cara Menghitung PBB Agar pembayaran PBB dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan pembayarannya, maka menurut Mardiasmo (2006) cara penghitungan PBB dapat dilakukan dengan rumus berikut: PBB = Tarif Pajak x NJKP = 0,5% x [persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)] 2.1.4.7 Bagi Hasil Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebagaimana dimaksud dalam UU No. 33 tahun 2004 pasal 11 ayat (2), dibagi antara daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan pemerintah. Dan menurut Mardiasmo (2006) adalah sebagai berikut: Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan rincian sebagai berikut: a. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke rekening Kas Umum Daerah provinsi. b. 64,8% untuk daerah kabupaten; kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten kota. c. 9% untuk biaya pemungutan.

20 Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 10% dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut: a. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota. b. 3,5% dibagikan secara intensif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai atau melampaui rencana penerimaan sektor tertentu. 2.1.5 Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penyumbang pendapatan daerah yang cukup baik, maka pemerintah daerah harus terus meningkatkan pengelolaan pemungutannya agar penerimaannya terus meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pengelolaan pemungutan pajak daerah khususnya pajak bumi dan bangunan adalah dengan lebih mengefektifkan pemungutannya. Untuk mengetahui seberapa jauh pemerintah daerah mengefektifkan penerimaan pajak bumi dan bangunan ini, maka digunakan konsep efektivitas. Konsep ini lebih menggambarkan kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya. Mardiasmo (2004) mendefinisikan bahwa efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (Spending Wisely). Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif

21 proses kerja suatu unit organisasi. Efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah perbandingan antara realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan dengan target pajak bumi dan bangunan yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan potensi riil daerah. Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan potensi pajak itu sendiri, atau dengan rumus: Efektivitas Penerimaan PBB = Realisasi Penerimaan PBB Potensi PBB x 100% Sumber : (Halim, 2004) Indikator efektivitas adalah rasio antara hasil pemungutan suatu pajak dengan potensi hasil pajak. Dalam perhitungan efektivitas menurut Halim (2005), kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal satu atau 100 persen. Maka semakin tinggi rasio efektivitas, semakin baik pula kemampuan daerah. Untuk mengukur nilai efektivitas secara lebih rinci digunakan kriteria berdasarkan Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun 1994 tentang pedoman penilaian dan kinerja keuangan yang disusun dalam tabel berikut :

22 Tabel 2.1 Interpretasi Nilai Efektivitas Persentase Efektivitas Kriteria > 100% Sangat Efektif 90-100% Efektif 80-90% Cukup Efektif 60-80% Kurang Efektif < 60% Tidak Efektif Sumber : Depdagri, Kepmendagri No. 690.900.327 Potensi Pajak Bumi dan Bangunan merupakan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pajak dengan keadaan normal. Jadi, dengan mengetahui potensi pajak bumi dan bangunan, pemerintah daerah dapat memperkirakan pajak bumi dan bangunan terhutang (Prakosa, 2005). Menurut Halim (2004), untuk menghitung potensi pajak bumi dan bangunan dapat digunakan rumus sebagai berikut : Potensi PBB = (Y 1 x Tarif Pajak) Dimana : Y 1 = Jumlah pembayaran yang diterima untuk PBB

23 2.1.6 Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Depdikbud) pengertian kontribus adalah uang iuran (kepada perkumpulan dsb); sedangkan pengertian kontribusi bila berdasarkan kata asalnya dari bahasa inggris contribution memiliki pengertian dalam bahasa Indonesia adalah sumbangan, sokongan, bantuan (M. Fikri Alfian). Sedangkan menurut kamus ekonomi (T Guritno 1992) kontribusi adalah sesuatu yang diberikan bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau kerugian tertentu atau bersama. Sehingga kontribusi yang dimaksud dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pendapatan pajak bumi dan bangunan terhadap besarnya pendapatan daerah. Jika potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan semakin besar dan pemerintah daerah dapat mengoptimalkan sumber penerimaannya dengan meningkatkan target dan realisasi pajak bumi dan bangunan yang berlandaskan potensi sesungguhnya, hal ini dapat meningkatkan total hasil dana perimbangan. Sehingga akan mengurangi rasio ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar kontribusi PBB, maka untuk mengklasifikasikan kriteria kontribusi PBB terhadap Pendapatan Daerah digunakan rumus sebagai berikut: Kontribusi PBB = Realisasi Penerimaan PBB Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah (Abdul Halim, 2001) x 100%

24 Tabel 2.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi Presentase Kriteria 0,00% - 10% Sangat kurang 10,10% - 20% Kurang 20,10% - 30% Sedang 30,10% - 40% Cukup Baik 40,10% - 50% Baik Diatas 50% Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM 1991 2.1.7 Pendapatan Daerah Pendapatan daerah menurut Ketentuan Umum Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 poin 15 adalah: Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sedangkan pendapatan menurut Abdul Halim (2004) adalah: Pendapatan adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Atau dengan kata lain pendapatan daerah merupakan semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Struktur pendapatan daerah terdiri dari:

25 a. Pendapatan Asli Daerah. b. Dana Perimbangan. c. Lain-lain Pendapatan yang Sah. 2.1.7.1 Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah adalah sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah menurut Abdul Halim (2004) adalah: Pendapatan Asli Daerah adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Berdasarkan pengertian PAD tersebut menurut Abdul Halim (2004) kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: 1. Pajak Daerah. 2. Retribusi Daerah. 3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan. 4. Lain-lain PAD yang Sah. Dari keempat jenis pendapatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pajak Daerah

26 Pengertian Pajak daerah (PPD) menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 ayat 6 sebagai perubahan dari UU No. 18 Tahun 1997 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Sementara itu, dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang dimaksud pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah : Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung uang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara (pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (Kontraprestasi / balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Menurut Sunarto (2005), pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.

27 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung yang seimbang, yang dapat sifatnya dipaksakan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Setiap jenis pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Dewasa ini yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah di Indonesia adalah sebagaimana di bawah ini : 1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 1997. 2. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak dan retribusi daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku setelah diundangkan, yaitu tanggal 4 Juli 1997. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1997 tentang Pajak Daerah, yang dindangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 4 Juli 1997. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku setelah diundangkan, yaitu 13 September 2001.

28 5. Keputusan Presiden, Keputusan Mentri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota dibidang Pajak Daerah. Pajak Daerah di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 terbagi menjadi dua, yaitu pajak Provinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak Provinsi dan tujuh jenis pajak Kabupaten/Kota. 1. Pajak Provinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Kendaraan di Atas Air (KAA) b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dari Kendaraan di atas air (KAA). c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP), dan e. Pajak Rokok 2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

29 e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Jenis-jenis Pajak Provinsi ditetapkan sebanyak lima jenis pajak Kabupaten/Kota sebanyak sebelas jenis. Walaupun demikian, daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dapat tidak memungut salah satu atau beberapa jenis pajak yang telah ditetapkan, apabila potensi pajak di daerah tersebut dipandang kurang memadai. 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ketetapan tentang retribusi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Sementara pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah. Berdasarkan undang-undang retribusi dibagi atas 3 jenis, yaitu: 1) Retribusi jasa umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

30 kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2) Retribusi jasa usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jasa/pelayanan yang disediakan pemerintah daerah yang menganut prinsip komersial itu meliputi pelayanan dengan menggunakan/ memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara maksimal, dan pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta. 3) Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Daerah kabupaten/kota juga diberikan peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi lain selain yang ditetapkan, sepanjang memenuhi criteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba, dividen, dan penjualan saham milik daerah.

31 4. Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain berupa hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro. 2.1.7.2 Dana Perimbangan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri atas: 1. Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2. Dana Alokasi Umum Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3. Dana Alokasi Khusus Dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada derah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 2.1.7.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah Menurut Abdul Halim (2004) sebelum munculnya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, Pendapatan ini diklasifikasikan dalam Dana Perimbangan.

32 Dengan adanya Kepmendagri tersebut, pendapatan ini digolongkan tersendiri. Kelompok pendapatan ini meliputi jenis pendapatan berikut: a. Bantuan Dana Kontijensi/penyeimbang dari Pemerintah. b. Dana Darurat. Menurut PERMENDAGRI No. 13 Tahun 2006 mengenai kelompok lainlain pendapatan yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup: a. Hibah, berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/ atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. b. Dana darurat, dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam. c. Dana bagi hasil pajak dari pemerintah dari provinsi kepada kabupaten/kota. d. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah. e. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. 2.2 Kerangka Pemikiran Dengan ditetapkannya UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, maka pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan

33 sumber-sumber keuangan sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki keuangan daerahnya. Hal ini disebabkan pemerintah daerah harus mengelola keuangan daerahnya sendiri dengan meningkatkan penerimaan daerahnya untuk dapat membiayai pengeluaran atau belanja daerah secara efektif dan efisien. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan penerimaan daerahnya yaitu dengan menilai efektivitas penerimaan pajak daerah dengan tujuan untuk meningkatkan pengelolaan pajak daerah. Yang dimaksud efektivitas yaitu: Efektivitas menurut The liang Gie, adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendakinnya, maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya. (Abdul Halim, 2004) Berdasarkan definisi diatas yang dimaksud efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam penelitian ini yang akan diukur efektivitasnya adalah pajak bumi dan bangunan, jadi untuk mengukurnya realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan akan dibandingkan dengan potensi yang sesungguhnya dari pajak bumi dan bangunan yang ada di kota Bandung. Pelaksanaan pembangunan akan berjalan baik kalau didukung dengan keuangan (dana) yang baik pula, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Pembangunan dengan keuangan hampir tidak dapat dipisahkan karena keuangan merupakan kunci penting dalam menunjang kelancaran pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, konsekuensi dari di selenggarakannya otonomi daerah adalah daerah dituntut untuk mengurangi ketergantungan keuangan kepada pemerintahan pusat.

34 Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pemerintah Kota Bandung harus memiliki sumber keuangan yang memadai. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan pembangunan di daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil PAD lainnya memberikan kontribusi yang cukup besar dalam membiayai kegiatan pemerintah daerah. Membahas PAD suatu daerah tidak akan lepas dari masalah sumbersumber penerimaan daerah, yang salah satu di antaranya adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah, tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan daerah (UU No.34 Tahun 2000). Menurut peraturan pemerintah RI No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan usaha daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak pada dasarnya merupakan ekspresi tanggung jawab warga negara dalam pembangunan dan juga merupakan imbalan dari warga negara terhadap manfaat yang merupakan perolehan dari warga negara terhadap manfaat yang mereka peroleh dari produk yang dihasilkan oleh negara. Salah satu sumber penerimaan daerah adalah Pajak Reklame. Pajak yang mempunyai peranan yang

35 penting bahkan diharapkan dapat menempati kedudukannya sebagai sumber penerimaan yang potensial. Pajak reklame merupakan pajak daerah yang pengelolaan dan penerimaannya diserahkan kepada pemerintah daerah Kabupaten atau Kota sehingga pemerintah daerah yang bersangkutan dapat memanfaatkan hasil penerimaan pajak tersebut untuk membiayai pembangunan daerahnya masing-masing (Istianto, 2011). Dengan adanya upaya peningkatan efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan tersebut, maka sedikit banyaknya menurut penulis diharapkan dapat memberikan nilai yang berarti dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah. Kontribusi pajak bumi dan bangunan ini merupakan sumbangan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan terhadap penerimaan pajak daerah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan pribadi atau badan usaha daerah yang bersifat dapat dipaksakan dan tidak mendapatkan imbalan langsung (kontraprestasi), yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika upaya efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan semakin ditingkatkan maka realisasi pajak bumi dan bangunan akan semakin besar sehingga dapat meningkatkan kontribusinya terhadap penerimaan pajak daerah. Peningkatan pajak daerah merupakan penentu peningkatan PAD sebagai sumber pembiayaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Selain itu konsep efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan dapat dijadikan gambaran mengenai kinerja

36 pemerinta daerah khususnya Dinas Pendapatan Daerah dalam pengelolaan pemungutan pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rindi Septi Coriah Nurwulan (2008) menyimpulkan bahwa pajak bumi dan bangunan dapat memberikan kontribusi pada pemerintah daerah kabupaten Cirebon, hal ini dapat dilihat dari jumlah penerimaan PBB mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas pajak bumi dan bangunan yang menitikberatkan efektivitas dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Dalam hal ini pajak bumi dan bangunan merupakan faktor yang mempengaruhi untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintah antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi eksenjangan pendanaan pemerintah antar daerah. Berdasarkan uraian tersebut, maka berikut adalah gambar kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antar variabel:

37 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Otonomi Daerah UU No.32 tahun 2004 UU No. 33 tahun 2004 Tujuannya meningkatkan penerimaan daerah sesuai potensi yang dimiliki UU No. 12 Tahun 1994 Pajak Bumi dan Bangunan Realisasi PBB Potensi PBB Efektivitas Penerimaan PBB serta Kontribusinya Pendapatan Daerah 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono,2008).

38 Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y, dimana hipotesis nol (Ho) yaitu suatu hipotesis tentang tidak adanya hubungan, umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan hipotesis alternatif (H a ) merupakan hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini, masing-masing hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah. H a : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pajak bumi dan bangunan terhadap pendapatan daerah.