BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pasar modal menurut Husnan (2003:3) dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Sedangkan menurut Riyanto (2001:219) pasar modal adalah suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu pihak, emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang di lain pihak, atau dengan kata lain adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya penawaran dan permintaan dana jangka menengah atau jangka panjang. Riyanto (2001:219) juga menyatakan bahwa fungsi dari pasar modal adalah mengalokasikan secara efisien arus dana dari unit ekonomi yang mempunyai surplus tabungan kepada unit ekonomi yang mempunyai defisit tabungan. Dalam pasar modal dibedakan antara pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah pasar bagi efek yang pertama kali diterbitkan dan ditawarkan dalam pasar modal, sedangkan pasar sekunder adalah pasar bagi efek yang sudah ada dan diperdagangkan dalam bursa efek. Bursa Efek didefinisikan sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan 9
efek diantara mereka. Perusahaan yang go public harus memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam). Perusahaan memiliki kewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang perusahaan. 2.1.2 Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses aktivitas yang dapat digunakan sebagai alat berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu perusahaan meliputi pemilik perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, bankers, investor dan pemerintah dimana perusahaan tidak berdomisili, buruh serta pihak lainnya. Menurut Harahap (2004:105), laporan keuangan dapat menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat atau jangka waktu tertentu. Dalam PSAK No.1 (2007) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka mengambil keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, unsur-unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah: 1. Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dengan harapan manfaat ekonomi dimasa depan akan diperoleh perusahaan. 10
2. Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. 3. Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari beberapa komponen yaitu: 1. Neraca / Balance sheet; 2. Laporan L/R / Income statement; 3. Laporan perubahan ekuitas / Owner s equity statement; 4. Laporan arus kas / Cash flow statement; 5. Catatan atas laporan keuangan / Notes to financial statement. 2.1.3 Return on Assets Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, assets maupun laba bagi modal sendiri (Sartono, 2001:114). Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan. Return on assets merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas suatu perusahaan. Return on assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar laba bersih yang dapat dipoles dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, maka dari itu dipergunakan laba setelah pajak yang dibandingkan dengan total aktiva (Husnan dan Pudjiastuti, 2006:74). Semakin 11
tinggi ROA menunjukkan bahwa perusahaan telah menggunakan assetnya dengan efektif dan efisien dalam rangka menghasilkan laba. Hal tersebut akan mendorong para investor untuk membeli saham pada perusahaan tersebut, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan return saham. ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba. 2.1.4 Kebijakan Dividen Dividen merupakan pembagian sisa laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham, atas persetujuan RUPS (Darmadji dan Fakhruddin, 2001:127). Maka dari itu, salah satu kebijakan yang harus diambil oleh manajemen adalah memutuskan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode akan dibagi semua atau dibagi sebagian untuk dividen dan sebagian lagi tidak dibagi yaitu dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya, laba tersebut dapat dibagikan sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan dan Pudjiastuti, 2006:297). Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba yang diperoleh sebagai dividen berarti akan mengurangi jumlah laba yang ditahan yang akhirnya juga mengurangi sumber dana intern yang akan digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Sedangkan apabila perusahaan tidak membagikan labanya sebagai dividen akan dapat memperbesar sumber dana intern perusahaan dan akan meningkatkan 12
kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan sehingga perusahaan dapat menghasilkan keuntungan. 2.1.5 Dividend Payout Ratio Besarnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dihitung dengan menggunakan dividend payout ratio. Menurut Riyanto (2001:266), dividend payout ratio merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend (dividen tunai). Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividend per share dengan earning per share, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share terhadap pertumbuhan earning per share. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin tinggi dividend payout rationya, makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. 2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham atau investor (Sutrisno, 2001:304) adalah: 1. Posisi Solvabilitas Perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki 13
posisi struktur modal perusahaan. 2. Posisi likuiditas Perusahaan Cash dividend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih besar. 3. Kebutuhan untuk Melunasi Utang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa utang, yaitu utang jangka pendek maupun jangka panjang. Utang-utang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar utang-utang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak utang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Disamping itu dengan jatuh temponya utang, berarti dana utang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti utang bisa dengan mencari utang baru atau meroll-over utang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio. 4. Rencana Perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh 14
perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari utang, menambah modal sendiri, yang berasal dari pemilik, dan juga bisa diperoleh dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. 5. Kesempatan Investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. 6. Stabilitas Pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup. 7. Pengawasan Terhadap Perusahaan Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividen. 15
2.1.7 Teori Dividen Sartono, (2001:282) mengemukakan beberapa teori mengenai kebijakan dividen antara lain: 1. Dividen Model Modigliani dan Miller (Modigliani and Miller s Model) Modigliani dan Miller bahwa pada dasarnya pada kondisi keputusan investasi yang given pembayaran dividen tidak relevan untuk diperhitungkan, karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Menurut Modigliani dan Miller kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari aset perusahaan. Oleh karena itu nilai perusahan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk cash dividend atau ditahan sebagai laba ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Pendapat ini didukung oleh beberapa asumsi antara lain: a. Pasar modal sempurna dimana para investor berpikir rasional. b. Tidak ada pajak baik perorangan maupun pajak penghasilan perusahaan c. Tidak ada biaya emisi dan tidak ada biaya transaksi. d. Kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap biaya modal perusahaan. e. Informasi tentang investasi tersedia untuk setiap individu. Pendapat Modigliani dan Miller ini ditekankan bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan sumber dana yang lain, artinya bila perusahaan membayar dividen maka perusahaan harus mengganti dengan mengeluarkan 16
saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan demikian adanya kenaikan pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat dari penjualan saham baru. 2. Bird in the Hand Theory Teori ini dikemukakan oleh Gordon-Lintner, yang menganggap bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Gordon-Lintner berpendapat bahwa kemungkinan capital gains yang diharapkan adalah lebih besar risikonya dibandingkan dengan dividend yield yang pasti, sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk setiap pengurangan dividend yield. 3. Tax Differential Theory Harus disadari bahwa bagi investor yang dikenai pajak pendapatan perseorangan, pendapatan yang relevan baginya adalah pendapatan setelah pajak. Dengan demikian tingkat keuntungan yang disyaratkan juga setelah pajak. Jika capital gains dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi menjadi lebih menarik. Tetapi sebaliknya, jika capital gain dikenakan pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gains menjadi berkurang. 2.1.8 Kebijakan Pemberian Dividen Ada beberapa bentuk pemberian dividen tunai atau cash dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Bentuk kebijakan dividen tersebut adalah: 17
1. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil Kebijakan ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan karena beberapa alasan (1) dapat meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko yang kecil.(2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. 2. Kebijakan Dividen Meningkat Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. Misalnya perusahaan akan membayarkan dividen sebesar Rp600,- per lembar dengan pertumbuahn 5%, sehingga tahun depan dapat diprediksikan besarnya dividen akan naik menjadi Rp 630,- per lembarnya. 3. Kebijakan Dividen dengan Ratio Konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen 18
yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio. Misalnya ditentukan dividen payout rationya sebesar 60%, maka bila tahun ini perusahaan memperoleh laba per lembar sahamnya Rp 1.500,- maka yang dibayarkan sebagai dividen adalah 60% x Rp 1.500,- = Rp 900,- per lembar. 4. Kebijakan Pemberian Dividen yang Rendah Ditambah Ekstra Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen perlembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu. 2.1.9 Free Cash Flow (Aliran Kas Bebas) Aliran kas bebas (free cash flow) merupakan kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang menghasilkan nilai sekarang bersih (net present value) positif dilakukan. Kieso dan Weygant (2002:244) mendefinisikan aliran kas bebas sebagai jumlah aliran kas diskresioner suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahan investasi, melunasi utang, membeli kembali saham perusahaan sendiri atau menambah kembali saham perusahaan sendiri atau menambah likuiditas perusahaan. Sartono (2001:101) mendefinisikan free cash flow sebagai cash flow yang tersedia untuk dibagikan kepada para investor setelah perusahaan melakukan investasi pada fixed asset dan working capital yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perbedaan definisi tersebut mengindikasikan bahwa free cash flow dapat memberikan suatu peluang atau harapan bagi perusahaan ataupun bagi pemegang saham. 19
Sesuai teori keagenan, apabila perusahaan mempunyai aliran kas bebas, manajer perusahaan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk membagikannya dalam bentuk dividen. Hal ini dilakukan untuk mencegah pihak manajemen menggunakan free cash flow untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan dan cenderung merugikan para pemegang saham. Oleh karena itu, pihak manajemen harus membagikan free cash flow agar dapat menekan biaya agensi atau agency cost. Aliran kas bebas juga dapat memberikan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, aliran kas bebas akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan dimasa depan dan perusahaan manakah yang tidak mempunyai kemampuan tersebut. Di Indonesia free cash flow lebih banyak dipakai untuk membiayai pengeluaran modal. Hal ini disebabkan masih kurangnya instrumen yang tersedia sehingga perusahaan harus mengeluarkan sejumlah dana untuk menutupi kekurangan tersebut, padahal dana tersebut seharusnya dibagikan sebagai dividen. Adanya free cash flow sebagai sumber dana internal banyak dimanfaatkan untuk merealisasikan pada proyek-proyek perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang tinggi. Apabila dalam laporan keuangan tidak tercermin kecukupan laba dan aliran kas bebas, maka pasar akan menanggapi laporan tersebut dengan pasif karena tidak terlihat sinyal yang dapat mencerminkan adanya peluang bagi pemegang saham untuk memperoleh dividen dimasa depan. 20
Sebaliknya pasar akan bereaksi positif bila tercermin adanya aliran kas bebas yang dapat memberikan harapan bagi pemegang saham. 2.1.10 Return Saham Menurut Hartono (2000:107), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang dilakukan dengan membeli saham suatu perusahaan. Return saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham sebagai hasil dari investasinya. Hartono (2000:107) membedakan return saham menjadi dua jenis yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi, investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high return, low risk low return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang berisiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional. Komposisi perhitungan return saham terdiri dari capital gain (loss) dan dividen. Capital gain (loss) merupakan selisih laba / rugi yang dialami 21
oleh pemegang saham karena harga saham relatif lebih tinggi atau rendah dibandingkan harga saham periode sebelumnya. Sedangkan dividen merupakan bagian dari laba perusahaan yang dibagikan pada periode tertentu sesuai dengan keputusan manajemen. Jadi return saham merupakan selisih antara harga saham sekarang dikurangi harga saham sebelumnya. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1. Yuliastuti (2004) meneliti pengaruh dividend payout ratio terhadap hubungan antara kinerja keuangan dengan return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2003. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan yang diukur dengan menggunakan return on assets (ROA) dan earning per share (EPS) terhadap return saham dan pengaruh dividend payout ratio terhadap hubungan antara ROA dan EPS dengan return saham. Penelitian ini menggunakan teknik analisis linear berganda dengan tingkat keyakinan 95%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan secara simultan berpengaruh terhadap return saham. ROA secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham dan EPS secara parsial berpengaruh positif terhadap return saham. Dividend payout ratio tidak mampu memoderasi hubungan antara ROA dan EPS dengan return saham. Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan return on assets sebagai variabel bebas, return saham sebagai variabel terikat, serta jenis perusahaan yang digunakan, yaitu perusahaan manufaktur. Sedangkan, perbedaannya terletak pada variabel moderasi yang digunakan, yaitu free cash flow dengan 22
menambahkan dividend payout ratio sebagai variabel bebas pada penelitian sekarang serta berbeda pada periode penelitian yang digunakan. 2. Sari (2005) meneliti pemoderasian free cash flow terhadap hubungan antara set peluang investasi dengan return saham. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah set peluang investasi (SPI) memiliki pengaruh terhadap return saham dan untuk memperoleh bukti empiris apakah free cash flow mampu mempengaruhi hubungan antara set peluang investasi dengan return saham. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah set peluang investasi dengan proksi yang digunakan adalah investment to earning ratio (IOE) yang mengacu pada penelitian Kumalahadi (2003) yang dapat dihitung dengan total pendapatan bersih dibagi laba bersih, variabel terikatnya adalah return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan menggunakan free cash flow sebagai variabel pemoderasi. Teknik analisis yang digunakan adalah model regresi linear berganda. Penelitian ini menemukan bahwa set peluang investasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ dan variabel free cash flow tidak mampu memoderasi hubungan antara set peluang investasi dengan return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ. Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan free cash flow sebagai variabel pemoderasi dan return saham sebagai variabel terikat dengan jenis perusahaan yang sama, yaitu perusahaan manufaktur. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel bebas yang digunakan dimana pada penelitian sekarang menggunakan return 23
on assets dan dividend payout ratio serta berbeda pada periode penelitian yang digunakan. 3. Candra (2006) meneliti pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara leverage dan kebijakan dividen dengan return saham pada perusahaan manufaktur di BEJ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh leverage dan kebijakan dividen dengan return saham dan untuk menguji apakah free cash flow dapat mempengaruhi hubungan antara leverage dan kebijakan dividen dengan return saham. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage dan kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap return saham sedangkan free cash flow tidak berpengaruh terhadap hubungan positif antara leverage dengan return saham dan free cash flow berpengaruh terhadap hubungan positif antara kebijakan dividen dengan return saham. Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan free cash flow sebagai variabel pemoderasi, kebijakan dividen yang diukur dengan menggunakan dividend payout ratio sebagai variabel bebas dan return saham sebagai variabel terikat dengan jenis perusahaan yang sama, yaitu perusahaan manufaktur. Sedangkan perbedaannya terletak pada return on assets sebagai variabel bebas pada penelitian sekarang serta berbeda pada periode penelitian yang digunakan. 4. Asri (2007) meneliti pengaruh free cash flow terhadap hubungan profitabilitas dengan return saham. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh free cash flow terhadap hubungan profitabilitas dengan return saham, dimana 24
profitabilitas ini diproksikan dengan return on asset (ROA). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa uji parsial yang dilakukan dengan taraf signifikansi 5 % menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham dan ROA dapat memberikan sinyal positif bagi investor sebagai tambahan informasi investasi. Hasil pengujian variabel free cash flow dengan ROA pada taraf signifikansi 5 % menunjukkan bahwa free cash flow tidak mampu memoderasi hubungan positif antara profitabilitas dengan return saham. Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan free cash flow sebagai variabel pemoderasi, return on assets sebagai variabel bebas dan return saham sebagai variabel terikat dengan jenis perusahaan yang sama, yaitu perusahaan manufaktur. Sedangkan perbedaannya terletak pada dividend payout ratio sebagai variabel bebas pada penelitian sekarang serta berbeda pada periode penelitian yang digunakan. 2.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis didasarkan pada rumusan masalah, tujuan, landasan teori, dan penelitian sebelumnya. 2.3.1 Pengaruh Free Cash Flow terhadap Hubungan antara Return on Assets dan Dividend Payout Ratio dengan Return Saham Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah free cash flow memperkuat atau memperlemah hubungan antara return on assets dan dividend payout ratio 25
dengan return saham, dan diharapkan free cash flow ini dapat memperkuat hubungan antara variabel-variabel tersebut. Dasar pemikirannya adalah free cash flow merupakan suatu konsep yang sering digunakan oleh analis sebagai model dasar untuk perkiraan investasi suatu perusahaan. Apabila suatu perusahaan memiliki free cash flow, maka perusahaan tersebut memiliki pertumbuhan perolehan kas yang bersumber dari investasi modal pada proyek-proyek perusahaan. Penelitian mengenai pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara return on assets dengan return saham telah dilakukan oleh Asri (2007) yang menyatakan bahwa free cash flow tidak mampu memoderasi hubungan return on assets dengan return saham. Sedangkan penelitian mengenai pengaruh free cash flow terhadap hubungan antara dividend payout ratio dengan return saham telah dilakukan oleh Suryaningsih (2005), Candra (2006) serta Yaniartha dan Widanaputra (2007) yang menyatakan bahwa free cash flow mampu memoderasi hubungan antara kebijakan dividen yang diukur dengan menggunakan dividend payout ratio dengan return saham. Hipotesis yang dapat diajukan dari penjelasan dan teori diatas adalah: H1 : Free cash flow mampu memoderasi hubungan antara return on assets terhadap return saham. H2 : Free cash flow mampu memoderasi hubungan antara dividend payout ratio terhadap return saham. 26