BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam menghadapi persaingan tersebut, terus dilakukan oleh para pengelola perusahaan. Salah satu kebijakan yang sering ditempuh oleh pihak perusahaan adalah dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan oleh pihak ketiga yang independen, dalam hal ini akuntan publik. Manajemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar pertanggungjawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan yang diambil oleh mereka (Mulyadi, 2014:3). Sehubungan dengan posisi tersebut, maka keberadaan dan fungsi profesi akuntan publik akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan seiring dengan banyaknya usaha swasta yang semakin berkembang serta kesadaran masyarakat akan pentingnya jasa akuntan. Perusahaan tidak bisa bersaing hanya dengan memperlihatkan laba yang tinggi, tetapi kewajaran dari laporan keuangan tersebut jauh lebih penting. Akuntan adalah profesi yang salah satu tugasnya melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan 1
opini atau pendapat terhadap laporan keuangan apakah telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) atau prinsip akuntansi yang berlaku umum dan standar atau prinsip tersebut diterapkan secara konsisten (Zulaikha, 2006). Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-36/PM/2003 dan peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/07-2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK dan telah diaudit oleh akuntan publik. Pentingnya peran akuntan dalam masyarakat bisnis, maka sewajarnya profesi akuntan menuntut adanya kemampuan dalam memproses informasi untuk menentukan audit judgment (Jamilah,dkk. 2007). Auditor mengumpulkan bukti dalam waktu yang berbeda dan mengintegrasikan informasi dari bukti tersebut untuk membuat suatu audit judgment. Audit judgment merupakan suatu pertimbangan pribadi atau cara pandang auditor dalam menanggapi informasi yang memengaruhi dokumentasi bukti serta pembuatan keputusan pendapat auditor atas laporan keuangan suatu entitas (Praditaningrum, 2012). Paragraf 16 SA200 menyebutkan bahwa auditor harus menggunakan pertimbangan profesional dalam merencanakan dan melaksanakan audit atas laporan keuangan. Audit judgment akan melekat pada setiap tahap dalam proses audit laporan keuangan, yaitu penerimaan perikatan audit, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit dan pelaporan audit (Nugraha, 2014). Setiap tahapannya auditor perlu mempertimbangkan materialitas, risiko dan judgment (Febrianti,dkk. 2014). 2
Pembuatan judgment ini auditor mempunyai kesadaran bahwa suatu pertanggungjawaban merupakan faktor yang cukup penting karena penilaiannya akan ditinjau dan dimintai keterangan (Ariyantini,dkk. 2014). Kualitas dari judgment akan menunjukkan seberapa baik kinerja seorang auditor dalam melakukan tugasnya (Nadhiroh, 2010). Jika seorang auditor melakukan judgment yang kurang tepat akan berpengaruh terhadap ketepatan opini akhir mengenai kewajaran laporan keuangan (Puspitasari, 2011). Penelitian oleh Wijayatri (2010) mengungkapkan terdapat pengaruh yang signifikan antara ketepatan judgment yang dikeluarkan seorang auditor dengan kesimpulan akhir yang dihasilkannya. Sehingga secara tidak langsung hal tersebut dapat memengaruhi tepat atau tidaknya suatu keputusan yang nantinya diambil oleh pihak luar perusahaan yang berkepentingan. Praditaningrum (2012) menyatakan banyak faktor yang memengaruhi auditor dalam melakukan audit judgment. Terdapat faktor teknis dan nonteknis yang memengaruhi auditor dalam membuat audit judgment. Aspek perilaku individu merupakan faktor teknis yang memengaruhi persepsi auditor dalam menerima dan mengelola informasi yang meliputi faktor pengetahuan, pengalaman, tekanan ketaatan, serta kompleksitas tugas (Irwanti, 2011) sedangkan gender merupakan faktor nonteknis yang memengaruhi judgment auditor (Chung dan Monroe, 2001). Beberapa hasil penelitian dalam bidang audit menunjukkan bahwa perilaku individual adalah salah satu faktor yang memengaruhi pembuatan judgment dalam melaksanakan review selama proses 3
audit. Aspek perilaku individual auditor yang akan menjadi variabel dalam penelitian ini meliputi orientasi tujuan dan self-efficacy. Orientasi tujuan merupakan kerangka mental yang seseorang gunakan untuk menafsirkan dan menanggapi pencapaian dan kegagalan situasi (Dweck dan Leggett, 1988) dan perbedaan individu yang berguna untuk membangun pemahaman terhadap pembelajaran, pelatihan dan hasil kinerja (Zweig dan Webster, 2004). Penelitian yang dilakukan Porath dan Bateman (2006) telah memfokuskan orientasi tujuan pada tiga dimensi dispositional yaitu pembelajaran (learning), pendekatan kinerja (performance-approach) dan penghindaran-kinerja (performance- avoidance). Orientasi tujuan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi audit judgment. Audit judgment yang baik akan lebih baik dihasilkan oleh auditor yang memilih pekerjaan dengan tugas yang menantang sehingga dapat belajar banyak dan mendapat pengalaman lebih (Pertiwi,dkk. 2014). Sehingga auditor dapat mengakuisisi pengalaman baru tersebut dengan pengalamannya yang sudah ada untuk bekerja dengan baik dalam pengambilan audit judgment yang disesuaikan dengan opini dan fakta yang ada dan standar akuntansi yang berlaku umum (Trianevant, 2014). Penelitian yang dilakukan Trianevant (2014) menunjukkan orientasi tujuan berpengaruh positif terhadap audit judgment auditor independen, hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Pertiwi,dkk. (2015) meneliti pengaruh orientasi tujuan terhadap audit judgment. Hasil penelitiannya adalah orientasi tujuan berpengaruh positif terhadap audit judgment. Orientasi tujuan yang tinggi 4
berfokus pada pengembangan kompetensi mereka dengan mengakuisisi keterampilan baru dan belajar dari pengalaman yang digunakan dalam menentukan suatu judgment (Pertiwi,dkk. 2015) sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Nadhiroh (2010) menunjukkan orientasi tujuan pembelajaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgment, hal tersebut disebabkan kinerja auditor dalam pembuatan audit judgment lebih dipengaruhi oleh penguasaan pada tugas yang diberikan, sehingga orientasi tujuan yang dimiliki auditor tidak berpengaruh terhadap kinerja mereka (Nadhiroh, 2010). Auditor juga harus memiliki kemampuan diri dalam pengambilan audit judgment dalam hal ini ialah self-efficacy. Self-efficacy diturunkan dari teori kognitif sosial, hal tersebut dikemukakan oleh Bandura (1993) yang menyatakan kinerja individu dipengaruhi tidak hanya oleh faktor lingkungan tetapi juga oleh faktor motivasi (yaitu, personal self-efficacy). Self-efficacy merupakan kepercayaan ataupun keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu (Trianevant, 2014). Self-efficacy diduga turut memengaruhi audit judgment, dikarenakan dengan self-efficacy yang tinggi, auditor dapat mengerjakan tugas yang sederhana maupun yang rumit tanpa ada rasa ragu untuk mengeluarkan judgment. Selain itu auditor yang memiliki self-efficacy yang tinggi dengan yakin dan percaya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dan menjalankan tugas audit dengan sebaikbaiknya (Trianevant, 2014). Pada penelitian Wijayantini,dkk (2014) menyatakan semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki seorang auditor maka akan semakin baik pula judgment yang dikeluarkan nantinya oleh auditor itu sendiri. 5
Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2012) menunjukkan self-efficacy berpengaruh positif terhadap audit judgment. Hasil Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Pertiwi,dkk. (2015) menunjukkan hasil bahwa selfefficacy berpengaruh positif dan signifikan terhadap audit judgment, hal ini karena seorang individu dengan memiliki self-efficacy yang tinggi akan senantiasa lebih cenderung untuk mempertimbangkan, mengevaluasi dan menggabungkan kemampuan yang diketahuinya sebelum pada akhirnya dia menentukan suatu pilihan (Wijayantini,dkk. 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Nadhiroh (2010) menunjukkan hasil yang berbeda bahwa self-efficacy tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor dalam pembuatan audit judgment, fenomena tersebut disebabkan karena antara self-efficacy dengan kinerja ini mungkin lebih dipengaruhi imbalan yang diberikan atas kemampuannya, walaupun seseorang mempunyai self-efficacy yang tinggi, namun jika imbalan yang diberikan rendah maka self-efficacy yang dimiliki tidak akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, masih terdapat ketidakkonsistenan dari hasil penelitian terdahulu. Hasil yang berlawanan ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti kembali hubungan orientasi tujuan dan self-efficacy pada audit judgment dengan menggunakan variabel pemoderasi yang mungkin dapat memengaruhi audit judgment, yaitu variabel kompleksitas tugas. Kompleksnya suatu pekerjaan juga dinilai dapat memengaruhi seseorang dalam menjalankan tugasnya dan memengaruhi kualitas pekerjaannya (Tan dan Alison, 1999). Kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, sulit untuk dipahami dan ambigu (Puspitasari, 2011). Kompleksitas tugas dapat 6
membuat seorang auditor menjadi tidak konsisten dan tidak akuntabel. Adanya kompleksitas tugas yang tinggi dapat merusak judgment yang dibuat oleh auditor. Bonner (1994) mengemukakan ada tiga alasan yang cukup mendasar mengapa pengujian terhadap kompleksitas tugas untuk sebuah situasi audit perlu dilakukan. Pertama, kompleksitas tugas ini diduga berpengaruh signifikan terhadap kinerja seorang auditor. Kedua, sarana dan teknik pembuatan keputusan dan latihan tertentu diduga telah dikondisikan sedemikian rupa ketika para peneliti memahami keganjilan pada kompleksitas tugas audit. Ketiga, pemahaman terhadap kompleksitas dari sebuah tugas dapat membantu tim manajemen audit perusahaan menemukan solusi terbaik bagi staf audit dan tugas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyantini (2014) dan Yustrianthe (2012) membuktikan secara empiris bahwa kompleksitas tugas berpengaruh terhadap judgment yang diambil oleh auditor. Namun kedua penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2012) dan Fitriani (2012) yang membuktikan secara empiris kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap judgment auditor. Sanusi (2007) menyatakan tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa kompleksitas tugas akan memoderasi hubungan antara pendekatan kinerja orientasi tujuan dan kinerja audit judgment namun studi tentang penentuan tujuan telah menemukan kompleksitas tugas untuk secara konsisten memoderasi pengaruh motivasi tujuan kinerja, dengan pengaruh yang terkuat untuk tugastugas sederhana dan paling lemah untuk tugas-tugas kompleks. Dengan kata lain, 7
auditor sangat termotivasi hanya menunjukkan kinerja penilaian audit yang lebih baik ketika tugas-tugas audit yang sederhana. Penelitian yang dilakukan Sanusi (2007) juga menyatakan variabel interaksi antara kompleksitas tugas dan orientasi tujuan berpengaruh terhadap kinerja audit judgment dan Iskandar (2011) menyatakan self-efficacy dalam kinerja penilaian audit judgment dimoderasi oleh pengaruh kompleksitas tugas sedangkan Nadhiroh (2010) menyimpulkan variabel interaksi antara kompleksitas tugas dan orientasi tujuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor dalam pembuatan audit judgment. Dengan demikian orientasi tujuan dan self-efficacy yang dimiliki oleh seorang auditor jika berinteraksi dengan kompleksitas tugas diduga akan berpengaruh terhadap kinerja auditnya dalam ketepatan pemberian pertimbangan atau judgment. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil topik penelitian auditing dengan judul Kompleksitas Tugas sebagai Pemoderasi Pengaruh Orientasi Tujuan dan Self-efficacy pada Audit judgment di Kantor Akuntan Publik Wilayah Bali. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kompleksitas tugas dapat memoderasi pengaruh orientasi tujuan dan self-efficacy pada audit judgment? 8
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris kemampuan kompleksitas tugas dalam memoderasi pengaruh orientasi tujuan dan self-efficacy pada audit judgment. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis sebagai berikut : 1) Kegunaan Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pembuatan audit judgment pada Kantor Akuntan Publik di Bali bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2) Kegunaan Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan atau pertimbangan bagi pihak auditor untuk membuat judgment yang tepat sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap ketepatan opini akhir mengenai kewajaran laporan keuangan. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini tersusun menjadi lima (5) bab yang mana antara bab satu dengan bab lainnya memiliki keterkaitan. Gambaran dari masing-masing bab adalah sebagai berikut. 9
Bab I Pendahuluan Bab ini menjabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menjabarkan teori-teori penunjang atau pendukung terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi ini, pembahasan mengenai hasil sebelumnya serta hipotesis penelitian Bab III Metode Penelitian Bab ini menjabarkan desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, pengujian instrumen penelitian serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Data dan Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menjabarkan data penelitian, karakteristik penelitian, hasil pengujian instrumen penelitian dan pembahasan hasil dalam penelitian. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini menjabarkan simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan penelitian ini beserta saran-saran yang dianggap perlu bagi para peneliti selanjutnya dan organisasi Kantor Akuntan Publik pada khususnya. 10