BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan daerah juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINCIAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB VI PENUTUP. Pajak Bumi dan Bangunan tergolong sangat efektif dengan kontribusi sebesar 118,2%,

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adisasmita (2010) menjelaskan bahwa otonomi daerah merupakan kewenangan bagi kepala daerah untuk mengurus sendiri rumah tangganya. Kewenangan yang dimaksud dapat berupa pengelolaan keuangan yang sumbernya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan penerimaan lain-lain yang sah. Pemerintah pada hakekatnya mengemban 3 (tiga) fungsi utama dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, yaitu : (i) fungsi distribusi, (ii) fungsi stabilisasi, (iii) fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan stabilisasi umumnya lebih efisien dan lebih tepat dilaksananakan oleh pemerintah pusat karena berkaitan dengan kesiapan sumber daya, prasarana dan pertimbangan luas wilayah Indonesia. Fungsi alokasi lebih tepat dilaksanakan oleh pemerintah daerah karena pemerintah daerah lebih mengetahui segala kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat setempat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah

memberikan dampak yang begitu luas bagi pelaksanaan kebijakan otonomi daerah diseluruh daerah-daerah di indonesia. Dalam era otonomi, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya masing-masing tetapi juga menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah pusat di daerah. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah (Bratakusumah dan Solihin, 2001). Semakin tinggi peranan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pendapatan daerah itu sendiri merupakan suatu cermin keberhasilan usaha-usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan (Suhendi, 2008:56). Pajak daerah merupakan iuran wajib pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan pembangunan. Sumber-sumber penerimaan pajak menurut Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 terbagi menjadi dua, yaitu pajak Propinsi dan pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi Propinsi atau wilayah administrasi Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ditetapkan empat jenis pajak Propinsi dan juga ditetapkan tujuh jenis pajak Kabupaten/Kota. Pajak Propinsi terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, serta Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Sedangkan pajak Kabupaten/Kota yang terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C serta pajak parkir. Salah satu pajak daerah yang potensinya semakin berkembang seiring dengan semakin diperhatikannya komponen sektor jasa adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah kepada wajib pajak atas kepemilikan hak atas bumi dan bangunan yang ada di atasnya yang nilainya di atas Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) (Suprianto: 2011). Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tahapan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.07/2010 serta Permendagri Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat berpotensi untuk menunjang pendapatan daerah guna melaksanakan otonomi daerah dan pembangunan (McCluskey, William J. & Plimmer,

2011). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) seharusnya dapat memberikan penerimaan yang cukup besar dalam sektor pajak (Norregaard, 2013). Hampir sebagian besar masyarakat pastinya memiliki tanah dan bangunan, itu tentunya sebuah keuntungan besar khususnya bagi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan karena tanah dan bangunan dapat ditemukan dan diidentifikasi dari waktu ke waktu. Masih belum tergalinya potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada umumnya disebabkan berbagai faktor, antara lain masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, yang menjadikan pemerintah daerah kurang optimal dalam mengelola potensi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), kepatuhan dan kesadaran wajib pajak/retribusi yang masih relatif rendah, lemahnya sistem hukum dan administrasi pendapatan daerah, serta kelemahan aparatur dan administrasi. Untuk mananggulangi kekurangan tersebut perlu dilakukan beberapa pembenahan administrasi seperti perbaikan data base, perluasan basis, intensifikasi, dan ekstensifikasi wajib pajak/retribusi, serta perlu meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah. Untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah, pemerintah daerah harus mengetahui potensi pajak daerah yang senyatanya dan menggunakan sistem dan prosedur koleksi pajak daerah yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi daerahnya. Potensi dan realisasi penerimaan pajak dihubungkan oleh sistem dan prosedur pendapatan daerah. Sebaik apapun sistem dan prosedur pendapatan daerah, apabila potensi tidak ditentukan dengan sebenarnya, maka realisasi penerimaan juga akan rendah. Pengelolaan pajak daerah harus dilakukan secara cermat, tepat dan hati-hati. Pemerintah daerah perlu memiliki sistim pengendalian yang memadai untuk menjamin ditaatinya sistim dan prosedur kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Kota Kupang sebagai ibukota Provinsi NTT merupakan salah satu daerah yang diberi hak otonomi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri guna melaksanakan pembangunan.

Kota Kupang diharapkan mampu mengelola dan memaksimalkan potensi sumber daya yang ada dengan berkewajiban mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajaknya, sehingga mampu memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu upayanya adalah dengan meningkatkan pajak daerah. Salah satu pajak yang menjadi potensi sumber pendapatan daerah yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sejak tahun 2011 penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dilimpahkan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kota sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri nomor: 213/pmk.07/2010, nomor: 58 tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu iuran yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan (Rahman, 2011:41). Dengan pengalihan tersebut, penerimaan PBB akan sepenuhnya masuk ke pemerintah Kabupaten/Kota sehingga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah. Pemerintah Kota setiap tahunnya mempunyai target dalam penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi tidak selalu target tersebut terealisasi dengan sempurna. Terkadang juga realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) jauh dibawah target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota. Menurut undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah Bumi dan/ atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dimanfaatkaan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan Bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang

ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah, perairan, pedalaman serta laut Wilayah Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan-perairan. Disamping itu yang disebut subjek pajak bumi dan bangunan adalah badan yang secara nyata : (1) Mempunyai suatu hak atas bumi dan atau mempunyai manfaat atas bumi; (2) Memiliki, menguasai dan akan memperoleh manfaat atas bangunan. Berkaitan dengan penerimaan pajak bumi dan bangunan, sebagaimana yang terjadi di lapangan, masih banyak terlihat kekurangan-kekurangan yang ada didalamnya terutama masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan yang menjadi kewajibannya. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang efektif tergantung dari keberhasilan pencapaian penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap target penerimaan yang ditetapkan (Skidmore, L. Ballard and Hodge, 2010). Pemerintah Kota Kupang juga melakukan upaya dalam meningkatkan pajak bumi dan bangunan yakni dengan menetapkan target penerimaan pajak disesuaikan dengan realisasi penerimaan pajak tahun sebelumnya. Target dan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kota Kupang dapat dilihat pada grafik 1.1 berikut: Grafik 1.1 Target dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Kota Kupang Tahun 2010-2014

Pajak Bumi dan Bnagunan (000.000.000) Rupiah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7.85 6.50 6.16 6.16 5.64 7.70 5.93 6.12 6.58 6.59 2010 2011 2012 2013 2014 Target Realisasi Sumber Data : Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang Dari Grafik 1.1 terlihat bahwa target Pajak Bumi dan Bangunan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 ditinjau dari tren nominalnya mengalami fluktuasi, sebaliknya penerimaan realisasi Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun yang sama 2010 sampai dengan 2014 tren nominalnya mengalami kenaikan, baik sebelum pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan dan saat Pengalihan tahun 2013. Berdasarkan data tersebut dapat ditinjau bahwa ada dugaan kelemahan perencanaan dalam penentuan target penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kota Kupang, yang memungkinkan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan yang didapat lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa masih besar potensi pajak bumi dan bangunan yang belum tergali secara maksimal dalam pelaksanaannya dan tidak efektifnya pemungutan pajak bumi dan bangunan dengan masyarakat sebagai wajib pajaknya, Pemerintah daerah perlu memiliki sistim pengendalian yang memadai untuk menjamin ditaatinya sistim dan prosedur kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Selain itu perlu dilakukan penyederhanaan prosedur administrasi yang bertujuan untuk memberi kemudahan bagi masyarakat membayar pajak sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan membayar pajak, dengan harapan dimasa yang akan datang bisa memperbesar persentase penerimaan daerah. Efektifitas atau hasil guna

pajak itu, mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak itu, dengan anggapan semua wajib pajak membayar pajak masing-masing, dan membayar seluruh pajak terhutang masing-masing. Pengaruh dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah dapat diukur dari seberapa besar kontribusi yang dihasilkan Pajak Bumi dan Bangunan bagi Pendapatan Asli Daerah (Brien, 2006). Kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mengukur hubungan antara realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap realisasi peneriman pendapatan asli daerah (PAD). Untuk mengukur seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan yang pemungutannya dilaksanakan oleh dinas pendapatan, maka digunakan analisis rasio kontribusi pajak bumi dan bangunan. Dengan menggunakan rasio ini, dapat diketahui apakah pemasukan pajak bumi dan bangunan mengalami signifikan terhadap pendapatan daerah Kota Mataram. Formula untuk Rasio kontribusi. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan, realisasi penerimaan pendapatan daerah dan tingkat kontribusi Pajak bumi dan bangunan terhadap Pendapatan Daerah, dapat dilihat pada grafik 1.2 berikut : Grafik 1.2 Pendapatan Asli Daerah Kota Kupang Tahun 2010-2014

Pendapatan Asli Daerah (000.000.000) Rupiah 120 100 80 60 40 20 0 27.8% 28.2% 22.8% 18.2% 112.55 80.76 66.07 47.70 36.83 2010 2011 2012 2013 2014 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% Sumber Data : Dinas Pendapatan Daerah Kota Kupang (Data Diolah) Dapat dilihat pada Grafik 1.2 menunjukkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Kupang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan PAD terbesar terjadi pada tahun 2014 yaitu 28,2% sedangkan peningkatan tekecil terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 18,2%. PAD peningkatan PAD Sektor pajak bumi dan bangunan merupakan sektor yang sangat potensial di Kota Kupang, yang pada akhirnya dapat meningkatkan perolehan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga ini merupakan suatu tantangan bagi Pemerintah Kota Kupang untuk lebih baik lagi dalam menggali potensi pajak bumi dan bangunan yang ada di Kota Kupang. Oleh karena itu, perlu dianalisis mengenai pajak bumi dan bangunan di Kota Kupang. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAREAH DI KOTA KUPANG TAHUN 2010-2014 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Kupang? b. Bagaimana Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Kupang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Kupang. b. Mengetahui Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Kupang. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat-manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain: a. Manfaat Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dalam menambah wawasan dan Ilmu pengetahuan penulis serta masyarakat pada umumnya mengenai Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Kupang tahun 2010-2014. 2. Sebagai bahan acuan bagi penelitian sejenis lainnya dalam usaha pengembangan lebih lanjut kajian penelitian yang sama yang mungkin dapat mengembangkan variabelvariabel lain. b. Manfaat Praktis 1. Sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa/mahasiswi Fakultas Ekonomi Unwira

Kupang, khususnya mahasiswa/mahasiswi prodi Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Kupang sebagai alat bantu perencanaan dalam menentukan kebijakan tentang keuangan daerah.