BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 1. Manajemen Resiko Manajemen risiko dapat artikan sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegitan usaha atau bisnis Vaughan (1978) memberikan definisi tentang risiko, yaitu: 1. Risk is the chance of the loss Chance of the loss adalah menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau kemungkinan terjadinya kerugian Sebaliknya chance dalam statistic merupakan suatu keadaan yang tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. 2. Risk is the possibility of loss Istilah possibility adalah kemungkinan suatu keadaan berada antara nol dan satu. Pengertian risiko di sini adalah hamper sama dengan pengertian risiko dalam sehari-hari. 3. Risk is uncertainty Risiko menurut definisi ini merupakan adanya ketidakpastian. Adanya ketidakpastian yang diambil dalam pembuat keputusan yang menimbulkan kerugian. 4. Risk is dispension of actual from expected result Definisi sebagai penyimpangan hasil actual dari hasil yang diharapkan merupakan versi lain dari risk uncertainty dimana penyimpangan relative merupakan suatu pernyataan ketidak pastian secara statistik. 5
6 5.Risk is the probability of any outcome Risiko merupakan probabilitas objektif bahwa outcome dari suatu kejadian berbeda dengan outcome yang diharapkan Probability yang objektif dimaksudkan sebagai frekuensi relative yang didasarkan atas kepentingan yang ilmiah. Inti dari definisi ini adalah bahwa risiko bukan probability dari suatu kejadian. Berdasarkan teori - teori risiko di atas, dapat dikatakan bahwa risiko mempunyai pengaruh pada kinerja perusahaan.. Salah satu tujuan manajemen risiko adalah untuk meningkatkan kinerja (performance) suatu organisasi/perusahaan (ADPI, 2003). Dalam sector perbankan manajemen resiko diartikan sebagai tindakan untuk mencegah bank mengalami kebangkrutan dengan mengidentifikasi factor factor yang ada dalam dunia perbankan. Klasifikasi risiko yang sering dihadapi oleh bank diantaranya adalah risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kredit, dan risiko operasional. Hingga saat ini, tidak ada konsensus yang menyatakan secara pasti tentang pengukuran risiko perbankan. Dalam rangka menjaga dan mengurangi risiko kerugian, bank wajib melaksanakan transaksi yang berpedoman pada kebijakan dan penerapan manajemen risiko yang telah ditetapkan pemerintah yang berlandaskan prinsip kehati-hatian. (Setiawan, 2007) Penelitian yang dilakukan oleh Jafari M, et al. (2011) meneliti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara manajemen risiko dan kinerja perusahaan. Dapat dikatakan bahwa manajemen risiko dilakukan dengan baik maka kinerja perusahaan pun diharapkan dapat meningkat. Kinerja perusahaan di sini dapat diukur berdasarkan kinerja keuangan dan kinerja non keuangan. Selanjutnya peneliti lain juga mengemukakan mengemukakan bahwa keunggulan bersaing perusahaan dinyatakan
7 sebagai mediator dalam efektivitas manajemen risiko untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Nachailit, I et al., 2011). 2. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan pada periode mendatang. Menurut James C. Van Horne (2002), evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba di tahan. Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan dibagikan. Penentuan besarnya dividen payout ratio akan menentukan besar kecilnya laba yang ditahan. Setiap ada penambahan laba yang ditahan berarti ada penambahan modal sendiri dalam perusahaan yang diperoleh dengan biaya murah. Easterbook (1984) menyatakan bahwa pembayaran dividen kepada pemegang saham akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan oleh manajemen. Semakin tinggi dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham maka free cash flow dalam perusahaan makin kecil. Hal ini mengakibatkan manajemen harus memikirkan untuk memperoleh sumber dana dari luar yang bias saja berupa hutang. Dengan demikian,
8 semakin tinggi dividen yang dibayarkan maka kemungkinan perusahaan melakukan kebijakan hutang akan semakin tinggi. Jenis Kebijakan Dividen 1) Kebijakan Dividen yang fleksibel Kebijakan dividen yang fleksibel merupakan kebijakan dengan penyesuaian kondisi finansial dan kebutuhan finansial dari perusahaan yang bersangkutan tersebut. 2) Kebijakan Dividen yang stabil Kebijakan dividen yang stabil merupakan kebijakan dengan jumlah dividen per lembar dibayarkan setiap tahun tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni: (1) Dapat meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko yang kecil, (2) Dapat memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang, (3) Akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. 3) Kebijakan Dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal ditambah jumlah ekstra tertentu.
9 Kebijakan ini merupakan kebijakan yang menentukan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya apabila keuntungan perusahaan lebih baik akan membayar dividen ekstra. 4) Kebijakan Dividen dengan penetapan dividen payout ratio yang konstan. Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividen payout ratio (DPR). Faktor yang memengaruhi kebijakan dividen Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998), faktor-faktor yang memengaruhi dalam kebijakan dividen adalah: 1. Undang-Undang (UU) Undang-Undang menentukan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu yang ada dalam pos laba ditahan dalam neraca. 2. Posisi likuiditas Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan, persediaan, dan aktiva lainnya. Laba tersebut tidak disimpan dalam bentuk kas. 3. Kebutuhan untuk melunasi hutang Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang lain,perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar hutang itu pada soal jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat berharga yang lain.
10 4. Tingkat laba Tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk dividen pada pemegang saham atau menggunakannya di perusahaan tersebut. Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali didalam perusahaan. Model dasar harga saham memperlihatkan bahwa jika perusahaan bersangkutan menjalankan kebijaksanaan untuk membagikan tambahan dividen tunai, hal ini akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dalam peningkatan harga saham. Namun jika dividen tunai meningkat, maka akan semakin sedikit dana yang tersedia untuk melakukan investasi kembali, sehingga tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan menekan harga saham. Pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham menyebabkan posisi kas suatu perusahaan semakin berkurang. Teori Kebijakan Dividen Berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen antara lain : 1. Dividend Irrelevant Theory dari Modigliani dan Miller (1958) : Modigliani dan Miller (1958) berpendapat, nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan untuk diperhitungkan karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Menurut MM kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earnings power dari aset perusahaan. Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti : a. Pasar modal sempurna dimana para investor rasional.
11 b. Tida ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru. c. Tidak ada pajak baik perorangan maupun pajak penghasilan perusahaan. d. Informasi tentang investasi tersedia untuk setiap individu. 2. Teori The Bird in The Hand Gordon dan Lintner (1956) menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika Dividend Payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. 3. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1980). Menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa. 4. Teori Signaling Hypothesis Terdapat bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan
12 suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik diveden masa mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit pada waktu mendatang. Seperti teori dividen yang lain,teori Signaling Hypotesis ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau disebabkan karena efek sinyal dan preferensi terhadap dividen. 3. Kinerja Perusahaan Kinerja merupakan hal yang sangat penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan, karena kinerja merupakan suatu gambaran yang memperlihatkan kondisi dari suatu perusahaan, sehingga dapat diketahui baik buruknya serta kuat lemahnya kondisi suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja pada periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan dapat secara optimal, efektif, dan efisien dalam menghadapi perubahan kondisi perekonomian yang fluktuatif. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya supaya dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor, informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kreditibilitas dan reputasi yang baik (Munawir, 1995).
13 Dalam penelitian ini pengukuran kinerja perbankan diukur melalui financial accounting information dengan menggunakan proxy ROE (Return On Equity). Return On Equity dapat menjadi indicator dari kebijakan dividen terhadap kinerja perusahaan. 2.2 Hipotesis Menurut Akindele (2012) melakukan penelitian pengaruh manajemen risiko dan corporate governance terhadap kinerja bank di Nigeria. Penelitian ini menemukan adanya hubungan yang positif antara manajemen risiko dengan kinerja bank. Manajemen risiko dan corporate governance yang efektif juga ditemukan akan memperkuat profitabilitas dan kinerja bank. Lebih jauh lagi, kinerja perbankan bergantung sebagian besar pada manajemen risiko dan corporate governance Selain itu, corporate governance yang baik juga akan menghasilkan manajemen risiko yang baik pula. Poudel (2012) melakukan penelitian guna mengeksplor beberapa parameter yang berhubungan dengan manajemen risiko dan efeknya pada kinerja keuangan bank. Dengan menggunakan analisis regresi sederhana, penelitian ini menemukan bahwa manajemen resiko berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja. Berdasarkan beragam penelitian diatas menghasilkan hasil yang beragam mengenai hubungan antara manajemen resiko terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan, temuan melakukan konfirmasi manajemen resiko dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Manajemen Resiko berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Semakin tinggi pengelolaan manajemen resiko maka kinerja perusahaan akan semakin meningkat
14 Menurut (Kale dan Noe,1990) dividen dapat bertindak sebagai sinyal untuk stabilitas arus kas di masa depan perusahaan. Dengan begitu,hal ini akan menarik investor untuk tetap menanam modal atau menambah jumlah modal yang telah diinvestasikan. Brigham (1995) menyampaikan bahwa dividen memberikan sinyal terbaik yang paling dapat diandalkan. Menurutnya,dividen bisa menjadi sinyal bagi manajemen bahwa laba pada masa depan akan cukup kuat untuk mendukung dividen baru dan lebih tinggi. Pandangan ini diperkuat oleh Foong, et al (2007) ketika mereka mencatat bahwa ada bukti yang mendukung pandangan bahwa investor menanggapi adanya perubahan tingkat dividen Misalnya, Fama dan Babiak (1968) menemukan hubungan time series berkunjung bahwa perusahaan meningkatkan pembayaran dividen hanya pada saat mereka yakin hal tersebut dapat dipertahankan. Secara keseluruhan, beragam bukti penelitian diatas menghasilkan hasil yang beragam mengenai pengaruh antara kebijakan dividen terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut: H2: Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan. Semakin tinggi dividen yang dibagi maka kinerja perusahaan akan semakin meningkat. 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini digunakan variabel Kinerja Perusahaan sebagai variabel dependen. Kemudian digunakan variabel Manajemen Resiko dan Kebijakan Dividen sebagai variabel independen. Selain itu juga digunakan variabel kontrol berupa umur bank,ukuran bank, pertumbuhan deposit, dan non linear of Age
15 Manajemen Resiko Kinerja Perbankan Kebijakan Dividen (Besarnya dividen yang dibayarkan) 1. Bank Size 2. GrowthDPK 3. Bank Age 4. Non Linearity of Age Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian