QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN PACITAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGGUNAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2001 T E N T A N G PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTNAG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN, MEMUTUSKAN :

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 13 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA PEKALONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 13 TAHUN 2004 T E N T A N G IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENGEBORAN DAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH SERTA MATA AIR

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 23 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR 9TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Pemerintah Provinsi Riau PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2008 NOMOR 11 SERI PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG PENGAMBILAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2012 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAP/1 NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Transkripsi:

1 QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa air tanah adalah anugerah Allah SWT, merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sehingga harus dikelola secara baik dan berkelanjutan guna dapat dipertanggung jawabkan keberadaan dan keseimbangan kepada generasi berikutnya; b. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air jo. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah memberikan tanggung jawab kepada Kabupaten/Kota untuk dapat mengatur masalah air tanah dalam hal pengelolaannya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Qanun Kabupaten Bireuen tentang Pengelolaan Air Tanah. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Simeulue sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3897); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

2 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); 13. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahu 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah (CAT); 14. Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2011 tentang Tata cara Pembentukan Qanun.

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN BIREUEN dan BUPATI BIREUEN MEMUTUSKAN : Menetapkan : QANUN KABUPATEN BIREUEN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Bireuen. 2. Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. 3. Pemerintahan Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten. 4. Bupati adalah Bupati Bireuen. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya disingkat DPRK adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bireuen. 6. Sekretaris Daerah yang selanjutnya disebut Sekda adalah selanjutnya Sekretaris Daerah Kabupaten Bireuen. 7. Perangkat Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Perangkat Kabupaten adalah Unsur Pembantu Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRK, Dinas-dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bireuen. 8. Qanun Kabupaten adalah Peraturan Perundang-Undangan sejenis Peraturan Daerah Kabupaten yang mengatur penyelenggaraan Pemerintahan dan kehidupan masyarakat Kabupaten. 9. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. 10. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. 11. Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konversi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah. 12. Inventariasi air tanah adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi air tanah. 13. Konservasi air tanah adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi air tanah agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahkluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. 14. Pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air tanah secara optimal agar hasil guna dan berdayaguna.

4 15. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. 16. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air. 17. Kawasan imbuh adalah suatu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi dalam meresapkan air ke lapisan pengandung air bawah tanah. 18. Kawasan lepas adalah suatu daerah atau tempat dimana air tanah muncul di atas permukaan tanah baik terjadi secara alamiah maupun oleh rekayasa manusia melalui kegiatan pengeboran. BAB II WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 2 (1) Bupati berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah dan bukan (non) cekungan air tanah yang berada dalam wilayah Kabupaten dalam rangka memberikan dukungan dan fasilitasi. (2) Pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah yang ditetapkan oleh Gubernur pada cekungan air tanah lintas Kabupaten. (3) Untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab guna memberikan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan kegiatan : a. melakukan inventarissi potensi; b. merencanakan pendayagunaan; c. melakukan upaya konservasi; d. menetapkan peruntukan pemanfaatan; dan e. melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan. (4) Untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab guna memberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pembuatan persyaratan teknis sebagai dasar penerbitan izin. BAB III KEGIATAN PENGELOLAAN Bagian Kesatu Inventarisasi Potensi Pasal 3 (1) Inventarisasi potensi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengolahan data air tanah yang meliputi; a. sebaran cekungan air tanah dan geometri akuifer; b. kawasan imbuh dan kawasan lepas; c. karakteristik akuifer, dan potensi air tanah; d. pengambilan air tanah; e. evaluasi data neraca air tanah; dan f. data lain yang berkaitan dengan air tanah.

5 (2) Kegiatan inventarisasi air tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dalam rangka penyusunan rencana atau pengelolaan terpadu, yang dituangkan dalam peta dengan skala 1: 100.000 atau lebih besar. (3) Evaluasi potensi air tanah dilakukan sebagai bahan dalam rangka perencanaan pendayagunaan air. Bagian Kedua Perencanaan Pendayagunaan Pasal 4 (1) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air tanah dilaksanakan sebagai dasar pengelolaan air tanah pada satuan wilayah cekungan air tanah. (2) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air tanah dilakukan dalam rangka pengendalian, pengambilan, dan pemanfaatan air tanah. (3) Perencanaan pendayagunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi, serta untuk wilayah dalam cekungan air tanah, mengacu pada rencana pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten. (4) Hasil perencanaan pendayagunaan air tanah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) merupakan salah satu dasar dalam penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Bagian Ketiga Peruntukan Pemanfaatan Pasal 5 (1) Peruntukan pemanfaatan air tanah untuk keperluan air minum merupakan prioritas utama di atas keperluan lainnya. (2) Urutan prioritas peruntukan tanah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Perizinan Pasal 6 (1) Kegiatan eksplorasi dan pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan pengambilan air tanah dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Bupati dan rekomendasi teknis yang berisi persetujuan dari Gubernur untuk kegiatan yang berada dalam wilayah cekungan air tanah. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Izin eksplorasi air tanah;

6 b. Izin pengeboran air tanah; c. Izin penurapan air tanah; d. Izin pengambilan; dan e. Izin pemanfaatan air tanah (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan: a. Rumah tangga dengan kebutuhan kurang dari 100 m3 perbulan; b. Sosial dengan kebutuhan kurang dari 500 m3 perhari; c. pengambilan air tanah dengan menggunakan tenaga manusia; dan d. pengambilan air bawah tanah yang menggunakan pipa berdiameter kurang 2 inci. (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. (5) Tata cara dan persyaratan memperoleh izin dan perpanjangan izin diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 7 Pemegang izin berkewajiban: a. Membayar pajak air tanah; b. Melakukan konservasi air tanah sesuai dengan fungsi kawasan; c. Memelihara kelestarian lingkungan keberadaan air tanah; d. Menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau pengaliran air tanah kepada Bupati; e. Menyampaikan laporan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap bulan kepada Bupati; f. Memasang alat pengukur air/meter air setiap sumur produksi pemakaian air sesuai ketentuan perundang-undangan; g. Membuat sumur resapan; h. Menyediakan sumur pantau air tanah; i. Melaporkan kepada Bupati apabila dalam pelaksanaan pengeboran atau pengaliran air tanah, serta pemakaian dan pengusahaan air tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan. Pasal 8 (1) Izin Pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berakhir karena: a. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang; b. Izin dikembalikan; atau c. Izin dicabut. (2) Berakhirnya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

7 Bagian Kelima Konservasi dan Rehabilitas Pasal 9 (1) Untuk mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan hidup serta untuk perlindungan dan pelestarian air tanah, dilakukan upaya konservasi dan rehabilitas air tanah. (2) konservasi dan rehabilitas air tanah bertumpu pada asas kemanfaatan, kesinambungan, ketersediaan, dan kelestarian air tanah serta lingkungan keberadaannya. (3) Pelaksanaan konservasi dan rehabilitas air tanah didasarkan pada: a. Kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air tanah; b. Kajian kawasan imbuh dan kawasan lepas; c. Perencanaan pemanfaatan; dan d. Informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air tanah. Pasal 10 (1) Konservasi dan rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut: a. Memperbesar daya serap air; b. Pengendalian dan penerbitan pengambilan air tanah; c. Pengatur alokasi ruang; d. Pemulihan interbasin; e. Substitusi pemakaian air tanah dari sumber lain (2) Tata cara melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Keenam Pengawasan dan Pengendalian Pasal 11 (1) Pengawasan dan pengendalian kegiatan pengeloaan air tanah dilaksanakan satuan kerja perangkat kabupaten secara terpadu. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Lokasi titik pengambilan air tanah; b. Teknis konstruksi sumur bor dan uji pemompaan; c. Pembatasan debit pengambilan air; d. Penataan teknis dan pemasangan alat ukur; e. Pendataan volume pengambilan air; f. Teknis penurapan mata air; dan g. Kajian hidrologi

8 Pasal 12 (1) Setiap titik pengambilan air yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus dilengkapi dengan meter air alat pengukur debit air yang sudah ditera oleh Instansi Teknis yang berwenang pada setiap titik lokasi pengambilan air; (2) Pengawasan oleh pengendalian pemasangan meter air atau alat pengukur debit air dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Kabupaten yang berwenang; (3) Pemegang izin berkewajiban memelihara dan bertanggung jawab atas kerusakan meter air. Pasal 13 (1) Pemegang izin berkewajiban menyediakan sumur pantau berikut kelengkapannya untuk memantau muka air tanah disekitarnya, yaitu: a. Setiap 5 (lima) buah sumur bor pada satu lokasi wajib memiliki 1 (satu) suer pantau; b. Pengambilan air tanah dari 5 (lima) buah sumur bor dalam kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar; c. Pengambilan air tanah sebesar 50 L/detik atau lebih yang berasal lebih dari 1 (satu) sumur dalam kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar; d. Pengambilan air tanah sebesar 50 L/detik atau lebih dari 1 (satu) sumur. (2) Pada tempat-tempat tertentu yang kondisi air tanahnya dianggap rawan, pemegang izin diwajibkan untuk membuat sumur injeksi. (3) Penetapan lokasi jaringan dan konstruksi sumur pantau, sumur resapan dan sumur injeksi ditentukan oleh satuan kerja perangkat daerah yang diberikan kewenangan untuk itu. Bagian Ketujuh Sistim Informasi Air Tanah Pasal 14 Untuk mendukung pengelolaan air tanah Bupati menyelenggarakan sistem informasi air tanah. BAB IV PELANGGARAN Pasal 15 Setiap orang dan/atau badan yang memenuhi kriteria wajib izin dilarang melakukan pengambilan dan pemanfaatan air tanah sebelum mendapatkan izin dari Bupati.

9 Pasal 16 Setiap pemegang izin dilarang: a. merusak, melepas, menghilangkan dan memindahkan meter/alat ukur debit air dan atau merusak segel tera dan segel instansi teknis terkait pada meter air atau alat ukur debit air; b. mengambil air dari pipa sebelum meter air; c. mengambil air melebihi debit yang ditentukan dalam izin; d. menyembunyikan titik air atau lokasi pengambilan air; e. memindahkan letak titik atau lokasi pengambilan air; f. memindahkan rencana letak titik pemboran dan/atau letak titik penurapan atau lokasi pengambilan air; dan g. mengubah konstruksi penurapan mata air. BAB V SANKSI ADMINISTRASI Pasal 17 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 7 dikenakan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara seluruh kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan air tanah; c. Pencabutan izin. (3) Pengenaan sanksi adminstrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada peraturan perundang-undangan BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 18 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling tinggi sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). BAB VII PENYIDIKAN Pasal 19 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima,mencari dan mengumpulkan serta meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

10 b. Meneliti,mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pengelolaan air tanah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana pengelolaan air tanah; d. Memerikasa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah; e. Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah; g. Menyuruh berhenti,melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pengelolaan air tanah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; dan k. Melakukan tindak lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang pengelolaan air tanah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulai penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik berada di bawah koordinasi penyidik POLRI. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Dengan berlakunya Qanun ini, maka izin yang telah diterbitkan sebelum ditetapkan Qanun ini masih berlaku sampai dengan berakhirnya izin yang bersangkutan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Dengan berlakunya Qanun ini, segala ketentuan yang telah dikeluarkan dan bertentangan dengan Qanun ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

11 Pasal 22 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Bireuen. Ditetapkan di Bireuen pada tanggal 11 Maret 2014 BUPATI BIREUEN, RUSLAN M. DAUD Diundangkan di Bireuen pada tanggal 12 Maret 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BIREUEN, ZULKIFLI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2014 NOMOR 45

12 PENJELASAN ATAS QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM : Bahwa air tanah merupakan karunia Allah SWT yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk memanfaatkannya secara bijaksana bagi sebesar-besanya kemakmuran rakyat sebagaimana dimanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa pemanfaatan air tanah yang terus meningkat tanpa dikelola dengan baik dan tepat akan memberikan dampak negative bagi lingkungan dan kehidupan manusia, oleh karena itu air tanah mutlak memerlukan pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab dari semua pihak. II. PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5

13 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17

14 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN NOMOR 88