BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. kepada Bishop Mabadell Creighton menulis sebuah ungkapan yang. menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan, yakni: power tends

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

USU Law Journal, Vol.2.No.3 (Desember 2014)

I. PENDAHULUAN. Salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemilihan Umum (Pemilu)

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

II. TINJAUAN PUSTAKA

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Hukum Pidana Istilah kebijakan dalam tulisan ini diambil dari islilah policy (Inggris) atau politiek (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing ini, maka istilah kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek. 1 Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun dari politik kriminal. Menurut Sudarto, Politik Hukum adalah. 2 1 Barda Nawawi Arief. Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm.26. 2 Barda Nawawi. Ibid.Hlm.26. 37

a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. 3 b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturanperaturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. 4 Bertolak dari pengertian demikian Sudarto selanjutnya menyatakan, bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna 5. Dalam kesempatan lain beliau menyatakan, bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti, usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan 3 Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung,:Alumni, 1981.Hlm. 159. 4 Sudarto. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung: Sinar Baru.Hlm 20. 5 Sudarto, Op,cit, Hlm.161. 38

keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang. 6 Pengertian dalam definisi penal policy dari Marc Ancel yaitu suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik. 7 Dengan demikian, yang dimaksud dengan peraturan hukum positif (the positive rules) dalam definisi Marc Ancel itu jelas adalah peraturan perundang-undangan hukum pidana. Dengan demikian, istilah penal policy menurut Marc Ancel adalah sama dengan istilah kebijakan atau politik hukum pidana. Menurut A. Mulder dan dikutip juga oleh Barda Nawawi Arief dalam bukunya Kebijakan hukum Pidana Perkembangan Konsep KUHP Baru, Strafrechtspolitiek ialah garis kebijakan untuk menentukan. 8 a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbarui. 6 Sudarto, Op,cit, 1983, Hlm. 93 dan 109. 7 Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hlm.27. 8 Barda Nawawi Arief. Op. Cit. Hlm.27. 39

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan. 9 1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana; dan 2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik 9 Barda Nawawi Arief. Ibid.Hlm.30. 40

dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). 10 Di samping itu, usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu, wajar pulalah apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial (social policy). 11 Kebijakan sosial (social policy) dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup 10 Barda Nawawi Arief.ibid.Hlm.28. 11 Barda Nawawi Arief.Ibid.Hlm.28. 41

perlindungan masyarakat. Jadi di dalam pengertian social policy", sekaligus tercakup di dalamnya (l social welfare policy dan social clefence policy". 12 Dilihat dalam arti luas, kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di bidang hukum pidana materiil, di bidang hukum pidana formal dan di bidang hukum pelaksanaan pidana. Berdasarkan cakupan kebijakan hukum pidana bahwa kebijakan hukum pidana dalam pengambalian kerugian keuangan negara yaitu dalam kebijakan hukum formulasi. B. Kebijakan Hukum Pidana Korupsi 1. Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi selama ini terjadi secara sistematik dan meluas. Dengan meluasnya tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan 12 Barda Nawawi Arief.Ibid. Hlm.28. 42

ekonomi masyarakat secara meluas. 13 Dengan meluasnya tindak pidana korupsi, sehingga tindak pidana korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes). 14 Oleh karena itu perlu upaya pemberantasan secara luar biasa (extra-ordinary enforcement). Menurut Robert Klitgaard, definisi korupsi adalah suatu yang membuang-buang waktu, dan lebih membahas cara-cara untuk memberantas korupsi itu sendiri. 15 Pengertian korupsi dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Pengertian lain, korupsi dapat diartikan sebagai prilaku tidak mematuhi prinsip, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau pejabat publik. Putusan dibuat berdasarkan hubungan pribadi 13 H.Elwi Danil. Korupsi :Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012.hlm.55. 14 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta:Sinar Grafika.2010.hlm.28. 15 H.Elwi Danil. Korupsi: konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2012.Hlm.4. 43

atau keluarga, korupsi akan timbul, termasuk juga konflik kepentingan dan nepotisme. 16 Pengertian secara yuridis dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi memberikan batasan agar dapat memahami rumusan delik. Dalam memahami rumusan delik maka dapat dikelompokkan sebagai berikut : 17 1. kelompok delik yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2,3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999) ; 2. kelompok delik penyuapan, baik aktif (yang menyuap) maupun pasif (yang menerima suap) (Pasal 5, 11,12, 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001) ; 3. kelompok delik penggelapan (Pasal 8, 10 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001) ; 4. kelompok delik pemerasan dalam jabatan (Pasal 12e dan f undang-undang Nomor 20 Tahun 2001) ; 5. kelompok delik yang berkaitan dengan pemborosan, leveransir, dan rekanan (Pasal 7 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001). 16 Marwan Effendy. Korupsi & Strategi Nasional Pencegahan Serta Pemberantasannya. Jakarta Selatan: Referensi.hlm.19 17 Chaerudin, Ahmad Syaiful Dinar & Syarif Fadillah. Strategi Pencegahan & Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 4. 44

Menurut Vito tanzin bahwa korupsi merupakan perilaku yang tidak mematuhi suatu prinsip, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau pejabat publik. Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari piblic official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. 18 Menurut pandangan Patrick Glynn, Stephen J. Korbin dan Moises Naim yang dikutip dalam buku Marwan Effendy yang berjudul korupsi & strategi nasional pencegahan serta pemberantasannya, menyatakan bahwa korupsi dapat muncul akibat perubahan politik yang sistematik, sehingga memperlemah atau menggancurkan tidak saja lembaga sosial dan politik, tetapi juga hukum. 19 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto gejala korupsi muncul ditandai dengan adanya penggunaan 18 Chaerudin Ahmad Syaiful Dinar & Syarif Fadillah. Strategi Pencegahan & Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT Refika Aditama. Op.cit,. Hal 2. 19 Marwan effendy. Korupsi & Srategi Nasional Serta Pemberantasannya.Jakarta Selatan: Referensi.Hlm.25. 45

kekuasaan dan wewenang publik, untuk kepentingan pribadi atau golongan tertent, yang sifatnya melanggar hukum dan norma-norma lainnya. 20 Sehingga dari perbuatannya tersebut dapat menimbulkan kerugian negara atau perekonomian negara serta orang perorangan atau masyarakat. Berdasarkan pandangan diatas bahwa sejalan dengan pandangan Bologna et al dikutip dalam buku Marwan Effendy yang berjudul korupsi & strategi nasional pencegahan pemberantasannya yaitu dalam teori gone ada 4 (empat) faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan: 21 1. keserakahan (Greeds), berkaitan dengan adanya prilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang; 2. kesepatan (Opportunities), berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan terhadapnya; 3. kebutuhan (Needs), berkaitan dengan faktorfaktor yang dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar; 4. dipamerkan / pengungkapan (Exposures), berkaitan dengan tindakan atau konsekuwensi 20 Soerjono Soekanto, Mutafa Abdullah. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta:Rajawali. 1980.Hlm.281. 21 Marwan Effendi.ibid.Hlm.26-27. 46

yang akan dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang tidak hanya merugikan keuangan negara namun juga menimbulkan kerugian-kerugian pada perekonomian rakyat. Menurut Barda Nawawi Arief bahwa tindak pidana korupsi merupakan perbuatan tercela, terkutuk dan sangat dibenci oleh sebagian masyarakat; tidak hanya oleh masyarakat dan bangsa Indonesia tetapi juga oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia. 22 Kebijakan dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi. Menurut Barda Nawawi bahwa Stategi dalam Pemberantasan Korupsi, bukan pada pemberantasan korupsi itu sendiri melainkan pemberantasan kausa dan kondisi 22 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung:Alumni.Hlm.133. 47

yang menimbulkan terjadinya korupsi, 23 pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum pidana hanya merupakan pemberantasan simptomatik, sedangkan pemberantasan kausa dan kondisi yang menimbulkan terjadinya korupsi merupakan pemberantasan Kausatif. 24 Pemberantasan dan penangulangan tindak pidana korupsi dilakukan oleh pemerintah yaitu kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi kejaksaan mengalami berbagai kendala. Kebijakan hukum dalam tindak pidana korupsi dalam hal ini menggunakan sarana penal yaitu menggunakan tahap formulasi. Bahwa kebijakan legislatif merupakan tahap yang strategis dari penal policy. 25 Dalam hal ini bahwa kesalahan/kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menghambat upaya 23 Marwan Effendy. Korupsi & Strategi Nasional Pencegahan Serta Pemberantasannya. Jakarta Selatan: Referensi.2013.hlm.150-151. 24 Marwan Effendy. Ibid.op.cit.Hlm 151 25 Barda Namawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.Hlm.79. 48

pencegahan dan penangulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. 26 2. Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Sanksi menurut Lawrence M. Friedman (1975 diterjemahkan oleh M. Khozin (2011) dan dikutip dalam buku Hernold Ferry Makawimbang (2014): Kerugian Keuangan Negara: Dalam Tindak Pidana Korusi, Suatu Pendekatan Hukum Progresif, menjelaskan bahwa: sanksi adalah cara-cara menerapkan suatu norma atau peraturan. 27 Sedangkan sanksi hukum adalah sanksi-sanksi yang digariskan atau diotoritasi oleh hukum. 28 Tentang sanksi pidana juga ditulis oleh Suhariyono (2012), dengan mengutip pendapat Herbert L.Packer tentang sangat perlunya sanksi pidana, lebih lanjut disimpulkan sebagai berikut: Sanksi pidana sangatlah diperlukan, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, 26 Ibid.hlm.79. 27 Hernold Ferry Makawimbang. Kerugian Keuangan Negara: Dalam Tindak Pidana Korupdi, Suatu Pendekatan Hukum Progresif. Yogyakarta: Thafa Media. Hlm.180. 28 Hernold Ferry Makawimbang. Ibid.Hlm.180. 49

yang kita miliki untuk menghadapi bahaya-bahaya besar dan sanksi pidana ketika merupakan penjamin yang utama atau terbaik. 29 Berdasarkan jenis pidana yang dijatuhkan pada umumnya mengacu pada Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 30 Sedangkan dalam hukum pidana khusus ada perluasan atau penambahan jenis pidana di luar KUHP. Menurut Pasal 10 KUHP jenis pidana ada dua yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam pidana pokok antara lain pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan meliputi beberapa hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Sedangkan Sanksi pidana yang diatur dalam Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu sebagai berikut: 31 29 Suhariyono. Pembaharuan Pidana Denda. Jakarta: Papas Sinar Sianti. Op.cit.Hlm.59. 30 Teguh Prasetyo.Hukum Pidana Edisi Revisi.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.Hlm.117 31 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang {engganti Dalam Perkara Korupsi. Jakarta:Solusi Publishing. Hlm.6. 50

1. Pidana Mati Baik berdasarkan Pasal 69 KUHP, Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 maupun berdasarkan hak tinggi manusia pidana mati adalah pidana terberat karena pelaksanaannya berupa penyerangan terhadap hak hidup manusia yang merupakan hak asasi manusia yang utama. Dalam hal ini bahwa hanya perbuatan pidana yang benar-benar berat yang diancam oleh pidana mati, karena tidak dapat dikoreksi atau diperbaiki eksekusi yang telah terjadi apabila dikemudian hari ditemukan kekeliruan. 32 2. Pidana Penjara Esensi pidana penjara adalah perampasan kemerdekaan yang merupakan hak dasar diambil secara paksa. Dalam hal ini bahwa pemidaanaan 32 Efi Laila Kholis. Ibid.Hlm.7. 51

dipergunakan demi kepentingan reclassering (pemasyarakatan atau pembinaan). 33 Menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa semua tindak pidana diancam dengan pidana penjara baik penjara seumur hidup maupun sementara. Pidana penjara seumur hidup terdapat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12, Pasal 12B ayat 2. Pidana penjara sementara diancam dengan batas makssimum dan batas minimum. 34 Sedangkan batas minimum ditentukan dalam Pasal-pasal dalam Undang-undang sebagai salah satu upaya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan meberantas tindak pidana korupsi. 3. Pidana Denda Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan 33 Efi Laila Kholis. Ibid.Hlm. 7. 34 Efi Laila Kholis.ibid. Hlm. 8-9. 52

keseimbangan hukum atau menebus dosa-dosanya dengan membayar sejumlah uang tertentu. 35 Dalam undang-undang Pemberantassan Tindak Pidana meretapkan pidana denda yamg tinggi sebagai salah satu upaya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantasa tindak pidana korupsi. 4. Pidana Tambahan Pidana tambahan adalah hanya menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Pidana tambahan bersifat fakultatif, artinya dapat dijatuhkan, tetapi tidak ada keharusan. 36 3. Pengaturan Pembayaran kerugian Keuangan negara Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung a. Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 4 Tahun 1988, tentang Pelaksanaan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Surat Edaran Diatas bahwa dikularkan dikarenakan masih adanya keragu-raguan mengenai 35 Efi Laila Kholis.ibid. Hlm.9-10. 36 Efi Laila Kholis.ibid. Hlm.10. 53

eksekusi terhadap hukum pembayaran uang pengganti berdasarkan Pasal 34 sub c Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971. Berdasarkan surat edaran tersebut memberikan penegasan terhadap eksekusi hukuman pembayaran uang pengganti yaitu sebagai berikut: 1. Dalam rangka melaksanakan putusan Hakim, jika pembayaran uang pengganti belum mencukupi, Jaksa eksekutor melakukan Penyitaan terhadap harta benda lainnya dari terpidana tanpa melakukan campur tangan pihak Pengadilan dalam bentuk ijin penyitaan yaitu dituangkan dalam penetapan dan lain - lain. 2. Seandainya dengan pelaksanaan jumlah barang - barang yang dimiliki oleh terpidana juga tidak mencukupi lagi. kekurangan yang masih ada, agar ditagih melalui gugatan perdata. 54

3. Untuk perkara-perkara yang berdasarkan putusan Hakim telah memperoleh kekuatan hukum tetap,namun Hakim tidak menerapkan ketentuan dalam pasal 34 sub c Undang - Undang No. 3 Tahun 197 1, agar diusahakan adanya pemberian kuasa dari instansi yang bersangkutan kepada Jaksa sebagai yang menerima kuasa ( Penasihat Hukum ) untuk mengajukan gugatan perdata mewakili Negara / instansi yang bersangkutan pada Pengadilan yang berwenang. b. Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009, tentang tata cara penyelesaian denda dan pembayaran uang pengganti tindak pidana korupsi Berdasarkan Surat Edaran Diatas mengalami perubahan, maka dikeluarkan lagi surat Edaran oleh Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A//04/2009, tanggal 8 April 2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi. Pelaksanaan denda dan uang pengganti dalam perkara 55

tindak pidana korupsi, perlu dipedomani petunjuk sebagai berikut 37 1. Penyelesaian denda perkara tindak pidana korupsi; selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpidana menandatangani berita acara pelaksanaan putusan pengadilan (BA-8) maka JPU harus memanggil terpidana apakah bersedia membayar denda (Pasal 273 KUHAP) atau akan menjalani hukuman subsidair kurungan (formulir D1), dengan membuat surat pernyataan (formulir D2). Apabila terpidana membayar denda, JPU menyampaikan tanda terima pembayaran denda (formulir D3) kepada terpidana atau kuasa hukumnya, apabila terpidana tidak bersedia membayar denda maka JPU harus membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan (formulir BA-8) berupa pidana kurungan. 38 37 Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A.J.A/04/2009, Tanggal 08 April 2009.Hlm 67. 38 Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A.J.A/04/2009, Tanggal 08 April 2009.Ibid.Hlm 67. 56

2. Penyelesaiaan uang pengganti 39 2.1 Yang diatur dalam (Pasal 34 sub c) Undangundang Nomor 3 tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bersamaan dengan surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan (P-48) Kajari juga mengeluarkan surat perintah mencari harta benda milik terdakwa. Jika ditemukan harta benda milik terpidana segera disampaikan ke bidang DATUN untuk ditindak lanjuti, demikian juga apabila tidak ditemukan harta benda milik terpidana atau terpidana dalam keadaan yang ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa tempat tinggal terpidana. 2.2 Penyelesaiaan uang pengganti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 39 Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A.J.A/04/2009, Tanggal 08 April 2009.Ibid.Hlm 68 57

tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 40 Bersamaan dengan surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan (P-48) kajari juga mengeluarkan Surat Perintah Kepada JPU untuk mencari harta milik terpidana, apabila ditemukan harta benda milik terpidana dapat disita dan di lelang untuk menutupi uang pengganti (Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpidana menandatangani berita acara pelaksanaan putusan pengadilan (BA-8) ternyata harta benda terpidana tidak dapat ditemukan, maka JPU harus memanggil terpidana (formulir D1) untuk menanyakan 40 Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A.J.A/04/2009, Tanggal 08 April 2009.Ibid.Hlm.68. 58

apakah terpidana bersedia membayar uang atau akan menjalani pidana penjara dengan membuat surat pernyataan (D2). Apabila terpidana tidak membayar uang pengganti, maka JPU membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan pidana penjara (Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi). 41 2.2.1 Pembayaran uang pengganti tidak bisa dialihkan ke DATUN dan tidak bisa diangsur. 2.2.2 Apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya 41 Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A.J.A/04/2009, Tanggal 08 April 2009.ibid.Hlm68. 59

3. Penghapusan uang pengganti 60 berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. 1.1. Terhadap perkara yang diputus berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menghapuskan uang pengganti diusulkan kepada Menteri Keuangan RI melalui Jaksa Agung RI dengan melengkapi: 42 - surat perintah pencarian harta benda milik terpidana; - laporan pencarian harta benda milik terpidana dengan lampiran surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa bahwa terpidana tidak mempunyai harta yang dapat disita untuk membayar uang pengganti. Terhadap uang pengganti yang dibayar sebagian oleh terpidana tetap diusulkan penghapusan melalui Jaksa Agung RI dengan melengkapi: 42 Surat Edaran jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009, tanggal 8 April 2009.ibid.Hlm.69.

- tanda terima pembayaran uang pengganti (D3); - bukti penyetoran uang pengganti ke kas Negara; - surat perintah pencarian harta benda milik terpidana; - laporan pencarian harta benda milik terpidana dengan lampiran surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa bahwa terpidana tidak mempunyai harta benda yang dapat disita untuk membayar uang pengganti. 1.2. Terhadap perkara yang diputus berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penghapusan uang pengganti diusulkan kepada Menteri Keuangan RI melalui Jaksa Agung RI dengan melengkapi: - surat perintah pencarian harta benda milik terpidana; - laporan pencarian harta benda milik terpidana; - tagihan uang pengganti (formulir D1) ; - pernyataan tidak sanggup membayar uang pengganti (formulir D2); - berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair pembayaran uang pengganti (BA-8). 61

4. Denda dan uang pengganti terhadap perkara tindak pidana korupsi yang belum diselesaikan sesuai dengan ketentuan diatas harus diselesaikan dengan ditindaklunjuti sesui petunjuk ini. 5. Pelaporan penyelesaian benda dan uang pengganti harus dilampiri formulir-formulir tersebut diatas dan apabila terpidana melakukan pembayaran harus dilampirkan bukti setor ke kas Negara. 6. Apabila uang pengganti tindak dibayar, maka pihak yang dirugikan baik instansi pemerintah, BUMN, BUMND maupun Badan Hukum lain yang mengelola keuangan negara masih berhak untuk memiliki harta kekayaan dengan dasar Pasal 1365 Kitab Ubdabg-undang Hukum Perdata, yang menyebutkan: tiap perbuatan yang melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mengakibatkan orang yang menimbulkan 62

kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Dalam pelaksanaannya dapat memberi Surat Kuasa Khusus kepada Kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara. c. Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 28/A/Ft.1/05/2009, mengenai Petunjuk Kepada Jaksa Penuntut Umum Dalam Membuat Surat Tuntutan. Berdasarkan Surat edaran tersebut diatas maka dapat dicermati penentuan pidana pembayaran uang pengganti. Namun dalam hal ini bahwa Jaksa Agung mengeluarkan surat edaran Nomor B-28/A/Ft.1/05/2009 tanggal 11 Mei 2009 yaitu sebagai berikut: 43 1. kewajiban membayar uang pengganti sedapat mungkin langsung ditujukan kepada instansi yang dirrugikan sebagai akibat dari tindak pidana korupsi. Amar surat tuntutan : membayar uang pengganti kepda negara(institusi yang dirugikan) ; 2. untuk memberikan rasa keadilan kepada terpidana yang membayar uang pengganti tetapi hanya sebagian (tidak penuh) dari pidana dalam putusan, maka didalam amar tuntutan supaya ditambah klausul: apabila 43 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi. Jakarta:Solusi Publishing. Hlm.20. 63

terdakwa/ terpidana membayar uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai ganti dari kewajiban membayar uang pengganti; 3. terhadap kewajiban pembayaran uang pengganti yang terdakwa lebih dari satu orang supaya di dalam Amar Tuntutan disebutkan secara jelas dan pasti jumlah kepada masing-masing terdakwa dan tidak boleh disebutkan secara tanggung renteng karena tidak akan memberikan kepastian hukum dan menimbulkan kesulitan dalam eksekusi. Kesulitan eksekusi yang terjadi baik menyangkut jumlah uang pengganti yang harus dibayar oleh masing-masing terdakwa/ terpidana maupun terhadap terpidana yang membayar (atau membayar sebagian) uang pengganti sehingga harus menjalani hukuman badan sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti; 44 4. Apabila tidak diketahui secara pasti jumlah yang diperoleh dari tindak pidana korupsi oleh masing-masing terdakwa/terpidana, maka salah satu cara yang dapat dipedomani untuk menentukan besar uang pengganti yang akan digunakan kepada masing-masing terpidana/terdakwa adalah menggunakan kualifikasi turut serta dalam Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHAP; 5. Untuk pelaksanaan petunjuk penentuan besar uang pengganti supaya dilaksanakan secara tertib dengan administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan disertakan buktibukti yang akurat yang dapat dipergunakan 44 Efi Laila Kholis.ibid.Hlm.21. 64

sebagai bahan pelaporan hasil penyelamatan kerugian keuangan negara oleh Kejaksanaan Agung. d. Surat Edaran Jaksa agung Nomor B- 1113/F/Fd.1/05/2010, tentang Prioritas dan Pencapaiaan Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Dengan berkembangnya tindak pidana korupsi maka Jaksa Agung menyeluarkan lagi Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-1113/F/Fd.1/05/2010, tanggal 18 mei 2010. Yaitu terdapat dalam poin 1 antara lain sebagai berikut. 45 Penanganan perkara tindak pidana korupsi diprioritaskan pada pengungkapan perkara yang bersifat big fish (berskala besar, dilihat dari pelaku dan/ atau nilai kerugian keuangan negara) dan still going on (tindak pidana korupsi yang dilakukan terus menerus atau berkelanjutan), 46 agar dalam penegakan hukum 45 Kejaksaan Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI. Himpunan Tata Naskah dan Petunjuk Teknis Penyelesaiaan Perkara Tindak Pidana Khusus. 2010.Hlm.120-123. 46 sesuai penjelasan Jaksa Agung RI saat RAKER dengan Komisi III DPR RI tanggal 5 Mei 2010 dan pengarahan Presiden RI pada pembukaan Rakor MAHKUMJAPOL di Istana Negara tanggal 4 Mei 2010. 65

mengedepankan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang dengan kesadarannya telah mengembalikan kerugian keuangan negara (restoratif justice), terutama terkait perkara tindak pidana korupsi yang nilai kerugian keuangan negara relatif kecil perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti, kecuali yang bersifat still going on. Pengembalian keuangan negara yang bersifat pemiskinan melalui pembayaran uang pengganti hasil tindak pidana korupsi, sebagai bagian dari upaya pemulihan kesejahteraan sosial, merupakan ruang lingkup kebijakan hukum pidana dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. 5. Pengembalian Kerugian Keuangan Negara oleh Terpidana Korupsi Kamus besar bahasa Indonesia, mendefenisikan kata rugi, yang dikutip dalam buku Hernold Ferry Makawimbang 66

, kerugian dan merugikan sebagai berikut: 47 kata rugi (1) adalah kurang dari harga beli atau modalnya, (2) kurang dari modal, (3) rugi adalah tidak mendapatkan faedah (manfaat), tidak beroleh suatu yang berguna. Kerugian adalah menanggung atau menderita rugi. Sedangkan kata merugikan adalah mendapat rugi kepada..., sengaja menjual lebih rendah dari harga pokok. 48 Kerugian keuangan negara juga dirumuskan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 yaitu sebagai berikut. 1. Hilang atau berkurangnya hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, akibat perbuatan sengaja melawan hukum dalam bentuk: 49 1.1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 1.2. Kewajiban negara untuk menyelesaikan tugas layanan umum 47 Hernold Ferry Makawimbang. Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Suatu Pendekatan Hukum Progresif. Yogjakarta: Thafa Media..Hlm.12. 48 Hernold Ferry Makawimbang. Ibid.Hlm. 12. 49 Hernold Ferry Makawimbang. Ibid.Hlm. 13. 67

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 1.3. Penerimaan negara dan pengeluaran negara; 1.4. Penerimaan daerah dan pengeluaran daerah; 1.5. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan negara /perusahaan daerah; 2. Hilangnya berkurangnya sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban akibat perbuatan sengaja melawan hukum dalam bentuk: 50 2.1. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah dan/ atau kepentingan umum; 2.2. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Berdasarkan pendekatan interpretasi rumusan keuangan negara dan rumusan kerugian negara, dan 50 Hernold Ferry Makawimbang. Ibid.Hlm. 13. 68

berpatokan rumusan penjelasan alinea ke 3 menurut Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 adalah sebagai berikut; 51 1. kekurangan kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah, akibat perbuatan sengaja melawan hukum; 2. kekurangan kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam pengusahaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara, akibat perbuatan melawan hukum. 51 Hernold Ferry Makawimbang. Ibid.Hlm. 15. 69