Hadapi Hoax dengan Bijak, Jangan Reaktif

dokumen-dokumen yang mirip
Hati-hati terhadap Tiket Pesawat Anda!

ASLI atau PALSU..? REGISTRASI SIMCARD di INDONESIA

Badan Siber Terwujud. 06 Juni 2017

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

SINERGI KAWAL INFORMASI UNTUK MENANGKAL BERITA HOAX

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial

Chapter 12. Ocvita Ardhiani Komunikasi Multimedia

PUBLIKASI. Perusahaan bidang keamanan cyber, Norton by Symantec, baru-baru ini merilis temuannya dalam Norton

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dewasa ini penggunaan Internet secara signifikan

Pengantar. Hoax. Waspada Posting

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Muda, Hacker, dan Berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. yang kerap digunakan dalam konteks politik di Indonesia. Aksi saling serang antar

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XV/2017

FENOMENA PENYESATAN BERITA DI MEDIA SOSIAL

PENANGANAN KONTEN NEGATIF BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pemberdayaan Apoteker dalam Peningkatan Efektifitas Pengawasan Iklan Obat Tradisional

SIARAN PERS ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) TENTANG SIARAN TELEVISI DIGITAL

DRAFT KEBIJAKAN PENANGANAN KELUHAN

Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 19 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

(Disampaikan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

Refleksi Menjelang Fajar 2010: PPWI Penegak Pilar Demokrasi. Oleh : Mung Pujanarko, S.Sos Selasa, 29 Desember :37

Keamanan Sistem Informasi

Mam MAKALAH ISLAM. Gerakan ISIS, Ancaman Ideologi dan Keamanan NKRI

EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN PENELITIAN TIM POLITIK DALAM NEGERI TATA KELOLA CYBER-SECURITY PADA PEMERINTAHAN DAERAH. Oleh:

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. Surabaya, kegiatan prostitusi di lokalisasi prostitusi Dolly merupakan kegiatan

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika

Analisis Isi Media Judul: MCA No.33 Revisi UU KPK Periode: 01/01/1970 Tanggal terbit: 18/02/2016

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : kepada oknum Dokter maupun Apoteker yang memang tidak mengindahkan

I. PENDAHULUAN. berkembang dari waktu kewaktu semakin pesat. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Cyber Ethics. Ade Sarah H., M.Kom

PUSANEV_BPHN. Overview ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan kemajuan teknologi informasi

POIN PENTING DALAM UU ITE

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di

M E M U T U S K A N :

Sambutan Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna Bidang Polhukam, 31 Agustus 2010 Selasa, 31 Agustus 2010

REVISI UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) STOP SPREADING FAKE NEWS, STOP THE [1] RUMOURS, STOP HOAX

Penapisan dan pemblokiran konten internet, bolehkah? Oleh: Wahyudi Djafar Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI JARINGAN INTERNET MELALUI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

Internet Sehat dan Aman (INSAN)

BAB I PENDAHULUAN. timbul sebagai hasil kerja kreativitas daya fikir manusia yang. dipublikasikan kepada masyarakat umum baik dalam bidang ilmu

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kritis dari teori Teun A. Van Dijk terhadap tayangan program paket berita jurnal

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

BAB VI MODAL SOSIAL. terkait erat dengan sistem reputasi. Penyebab utamanya adalah karena kerahasiaan

I. PENDAHULUAN. pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa (Effendy, 2003: 407).

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga

Keempat, penyelesaian sengketa, juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternative atau arbitrase.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

Hendry Ch Bangun Wakil Pemimpin Redaksi Warta Kota 21 November 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

FKM2-POLRI Perkuat Citra Kepolisian RI

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

Balikpapan, 19 Agustus

MERUNUT MEDIA HOAX DAN UPAYA MELAWANNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SIARAN PERS Badan Perlindungan Konsumen Nasional Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Telp/Fax ,


BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menuntut masyarakat,

Etika Jurnalistik dan UU Pers

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

100% Kartu Debit Ber-Chip Pada 2021

Pengantar Presiden RI pada Rapat Terbatas tentang Kejahatan Seksual, di Jakarta, Tgl. 14 Mei 2014 Rabu, 14 Mei 2014

Pelanggaran Kode Etik Dalam Dunia Informatika Universitas Mercubuana Yogyakarta

Dampak Perkembangan Teknologi Informasi

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, tanggal 1 April 2014 Selasa, 01 April 2014

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

Syarat dan Ketentuan Layanan Loketraja.com. (Terms and Conditions)

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

CYBER ETHICS. Disusun oleh : ANGGRAINI DIAH PUSPITANINGRUM ( ) KELAS : 22 PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FDK UIN SUSKA RIAU

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

STUDI KASUS. Penipuan Identitas dan Pencenaran Nama Baik melalui Internet (Cyber Crime)

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

Transkripsi:

Hadapi Hoax dengan Bijak, Jangan Reaktif 08 Januari 2017 JAKARTA â Etika di media sosial (medsos) harus diakui berada di titik nadir. Media yang semestinya menjadi sarana silaturahmi, berbagi informasi, dan kegiatan positif lain kini telah banyak dimanfaatkan sebagai sarana menyebar informasi hoax, fitnah, dan lain-lain. Bentuknya pun beraneka ragam, sebagian besar berupa berita, foto maupun meme. Hampir semua kalangan sepakat bahwa masyarakat, terutama pengguna medsos, harus dilindungi sehingga mereka tidak terjebak informasi menyesatkan. Banyak yang setuju pemerintah menertibkan hoax. Hanya, penertiban dilakukan secara bijak, bukan reaktif. Di sisi lain pemerintah juga perlu mengoreksi diri karena sering kali pemerintahlah yang memicu

munculnya hoax. Sebelumnya pemerintah telah memutuskan memilih pendekatan represif untuk menertibkan hoax di medsos. Hal ini ditegaskan Menko Polhukam Wiranto seusai sidang kabinet paripurna yang digelar di Istana Bogor (4/1). Tindakan tegas tersebut menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah direvisi menjadi UU No 19 Tahun 2016 sebagai payung hukumnya. Mabes Polri pun akan memperkuat Subdirektorat Cyber Crime menjadi Direktorat Cyber Crime. Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mendukung agar hoax di medsos ditertibkan. Hanya dia tidak sepakat pemerintah sebagai regulator melakukan penertiban dengan cara yang terkesan reaktif. Dalam pandangannya, pemerintah lebih tepat menghadapi pengguna medsos yang dianggap kebablasan dengan cara yang bijak. Dengan demikian, kebebasan publik untuk berkomunikasi di medsos tetap terjamin. â œcoba menyikapi ini, jangan terlalu reaktif juga pemerintah karena kalau reaktif akan panik. Bahwa betul ada aturannya, tapi bukan mengatur,â ujar anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon saat menjadi pembicara diskusi Polemik Sindo Trijaya, â œmedsos, Hoax dan Kitaâ, di Warung Daun, Cikini, Jakarta kemarin. Politikus PDIP itu mengingatkan, ruang berkomunikasi di media sosial sifatnya sangat personal. Tidak tepat apabila negara justru hadir di tengah- tengahnya hingga mengatur terlalu dalam dan membatasi ruang gerak masyarakat. Negara lebih tepat hanya mengawasi dan memberikan rambu apa saja yang dapat membawa pengguna medsos dikenai sanksi apabila kebablasan. â œbahwa UU itu mengatur bukan orang harus apa, tapi ketika Anda begini ada konsekuensi apa,â kata Effendi. Effendi juga mendukung langkah pemblokiran sejumlah situs. Hanya dia menggariskan langkah tersebut dilakukan dengan pemeriksaan mendalam, apakah situs yang ditutup benar-benar memuat paham menyimpang dan membahayakan kedaulatan bangsa. â œjadi kalau sudah blokir, no excuse, forever. Kalau sudah semprit ya semprit saja, tapi Anda harus zero mistake, tidak ada lagi celah digugat,â tambah Effendi. Anggota Komisi I lainnya, Sukamta, meminta pemerintah mengoreksi diri atas munculnya fenomena medsos yang kebablasan. Menurut politisi PKS itu, banyak kasus berita simpang siur di medsos justru muncul dari opini pemerintah yang menimbulkan beragam persepsi di masyarakat. â œseperti pemerintah sekarang berbicara tentang pekerja asing, semua menteri bicara, tapi ada empat versi

angka yang berbeda. Dari semua itu pasti ada yang bohong,â kata Sukamta. Dengan fakta demikian, menurut Sukamta, bisa dikatakan potensi produsen hoax berasal dari pemerintah sendiri. Karena itu dia berharap pemerintah mengambil sikap bijak ketimbang bersikap reaktif. Caranya pemerintah memosisikan diri sebagai pengumpan balik berita-berita hoax yang beredar di masyarakat, bukan melakukan represi. â œkalau mau diberantas tentu pemerintah harus menjadi sumber tabiat baru. Sering menyampaikan informasi kepada masyarakat. Kalau pemerintah memperbaiki dirinya sendiri, bekerja benar, hoax akan hilang sendiri,â tambah Sukamta. Sekretaris Forum Jurnalis Muslim Shodiq Ramadhan meminta pemerintah berlaku objektif dalam menghadapi peredaran berita palsu alias hoax. Dia menilai selama ini pemerintah selalu menyudutkan pengguna media sosial selaku penebar kontenkonten berita palsu. â œpemerintah harus adil. Hoax bukan hanya dimonopoli media sosial. Terkadang pemerintah sendiri juga memproduksi konten hoax,â tandas dia. Shodiq juga meminta pemerintah lebih teliti dan berhati- hati dalam menertibkan situs yang dianggap sebagai penyebar berita hoax. Dalam hal ini dia meminta pemerintah jangan hanya terpaku pada legal formal, tapi lihat juga kontennya, termasuk apakah konten dakwah Islam juga harus diblokir? Mantan pengelola situs Suara Islam itu tidak menghendaki pemblokiran situs yang dianggap menyebarkan berita hoax dilakukan sembarangan sebagaimana dialami Suara Islam beberapa waktu lalu. â œpenilaian konten oleh Kemenkominfo saja tidak jalan. Apakah ini konten berbau SARA (suku agama, ras, dan antargolongan) atau ada ujaran kebencian,â imbuh Shodiq. Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Samuel A Pangerapan, tidak sepakat apabila pemerintah disebut terlalu mengatur ruang masyarakat berkomunikasi di dunia maya. Dia berdalih sudah ada undang- undang sebagai payung hukum untuk menertibkan medsos. â œmenurut saya bukan mengatur, tapi menjalankan UU yang ditetapkan,â ujar Samuel. Dalam pandangnya, pemerintah saat ini lebih mengedepankan sisi pembelajaran bagi pengguna medsos agar dapat menjalankan komunikasinya dengan benar. Menurut dia, hal yang sama berlaku bagi penyedia informasi di medsos agar menaati aturan yang berlaku. Sebab dengan ketentuan yang terdapat dalam UU ITE yang baru, pemerintah berwenang untuk mencegah penyebarluasan informasi yang tidak benar dan merugikan masyarakat.

Dia kemudian membeberkan, hingga Desember 2016, sudah ada 800.000 website yang diblokir Kemenkominfo. Beberapa di antaranya memuat informasi yang tidak benar dan berpotensi menyesatkan masyarakat. â œmemang aturannya seperti itu. Kalau kesalahannya sudah diperbaiki dibuka lagi,â tutur Samuel. Racun yang Harus Dicegah Dewan Pers memastikan tidak akan melindungi media yang kedapatan melanggar standar pemberitaan yang ditentukan UU 40/1999. Kemenkominfo sendiri dalam beberapa waktu lalu telah memblokir setidaknya 11 media yang dianggap menyebarkan paham menyimpang, radikal, dan menyesatkan masyarakat. Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi mengatakan bahwa lembaganya memilah media yang termasuk pers atau bukan berdasarkan konten yang disampaikan. â œkalau bentuknya mirip pers tapi isinya tidak mencerminkan pers ya dia bukan pers. Meskipun media tersebut berbadan hukum dan memiliki standar laiknya perusahaan pers, hal itu tidak menutup kemungkinan untuk mengesampingkan mereka dari lembaga pers. Kami lihat kontennya, kemudian baru administrasinya,â lanjut Imam. Menurut Imam, sikap Dewan Pers atas fenomena medsos yang kebablasan adalah menganggap berita simpang siur (hoax) adalah racun yang harus dicegah penyebaranluasannya sehingga tidak dikonsumsi masyarakat. â œkarena itu masyarakat harus terus-menerus diedukasi untuk membedakan mana berita hoax dan mana yang bukan,â tambahnya. Pakar teknologi informasi dan kriptografi Pratama Pershada melihat persoalan hoax hanyalah sebagian kecil dari ancaman siber yang ditujukan kepada bangsa Indonesia di masa kini. Di masa yang akan datang pemerintah diminta untuk lebih sigap mengantisipasi ancaman yang lebih besar. â œkatakan pencurian data pengguna internet, mobile banking, atau pencurian lain, itu yang harus dicegah,â ucap Pratama. Menurut Chairman CISSReC tersebut, Indonesia yang menjadi salah satu pengguna internet terbesar di dunia tentunya menjadi pangsa yang empuk bagi penjahat siber untuk meraup untung sebesarbesarnya dari ketidaksiapan Indonesia memproteksi pengguna internet. Oleh sebab itu, Pratama mendukung dibentuknya Badan Siber Nasional. dian ramdhani

(Koran Sindo, 8 Januari 2017) Communication & Information System Security Research Center Jl. Moh. Kafi 1 No. 88D Jagakarsa Jakarta Selatan Email: info@cissrec.org Telp. +6221 78890340