BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan bakar bensin merupakan produk komersial dengan volume terbesar di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. melindungi manusia dari lingkungan yang berbahaya seperti kebakaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sangat besar, realisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut adalah ruangan yang di dalamnya terdapat berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

BAB I PENDAHULUAN. sektor kehidupan seperti gangguan sosioekonomi, dampak politik dan

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan pun muncul seiring semakin padatnya jumlah penduduk. Salah. satunya permasalahan di bidang transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008),

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang pesat dalam dunia industri migas tidak lepas keterkaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan, udara sebagai komponen

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak sekitar tahun 1980 istilah dry cleaning mulai dikenal meluas oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB 1 PENDAHULUAN. ironisnya kadang tidak disadari oleh manusia sebagai suatu penyebab pencemaran

BAB I PENDAHULUAN 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. The United Nation Environment Programme memperkirakan 1.1 juta orang per

1 Universitas Kristen Maranatha

BAHAN KIMIA DI RUMAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Udara merupakan komponen penting dalam bernapas. Udara yang bersih

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang telah banyak

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkat di kota-kota besar terutama pada negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran serta polusi. Pada tahun 2013 industri tekstil di Indonesia menduduki

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. udara di dalam ruangan (indoor air pollution) dan pencemaran udara di luar. ruangan daripada di jalanan (Efendi & Makhfudli, 2009).

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

Material Safety Data Sheet

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Hidayatullah dkk., 2013). Kompetisi renang mulai diadakan di Olympics pada

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan bakar bensin merupakan produk komersial dengan volume terbesar di dunia. Bahan bakar bensin adalah substansi kompleks dengan komposisi yang bervariasi tergantung dari sumber bahan dasarnya (minyak mentah), proses penyaringan, spesifikasi formula, musim dan faktor lainnya (Grebic et al., 2007). Formulasi bahan bakar bensin mengandung komponen folatil dan non folatil dengan derajat daya penguapan yang lebar. Dalam kondisi normal pada pengguna bahan bakar bensin dan fasilitas produksi bahan bakar bensin, paparan terutama terjadi melalui inhalasi atau zat yang menguap (Benson et al., 2001). Emisi uap bensin maupun asap kendaraan bermotor telah dikenali sebagai sumber paparan baik pada kelompok pekerja maupun non-pekerja terhadap komponen organik zat folatil. Dari beberapa jenis komponen organik zat folatil, BTEX ( benzene, toluene, ethylbenzene dan xylene) merupakan empat jenis zat yang banyak diteliti karena banyak terkandung di dalam bahan bakar bensin dan asap mesin kendaraan (Lee et al., 2002). Risiko terjadinya kanker akibat terpapar bahan bakar bensin yang mengandung benzena telah menjadi pembicaraan sejak dahulu. Tetapi sekitar tahun 1990 benzena digunakan sebagai indikator terhadap paparan bahan bakar bensin terutama pada pekerja di SPBU. Kadar volume benzena dalam bahan bakar bensin berkisar antara 2-

2 6% di Negara Nordic. Waktu kerja yang diperbolehkan adalah 8 jam sehari, para petugas SPBU di Nordic terpapar benzena sekitar 0.5-1 mg/m 3 (Lee et al., 2002). Paparan terhadap uap bensin di SPBU terutama saat pengisian bahan bakar bensin ke tangki mobil. Pengisian 30 liter yang mengandung 5% volume benzena ke dalam mobil, terdapat sekitar 700 mg benzena yang terhirup. Konsentrasi total hidrokarbon di udara saat proses pengisian bahan bakar bensin adalah 10 sampai 100 kali lipat benzena. Petugas SPBU juga dapat terpapar gas emisi kendaraan, termasuk polisiklik aromatik hidrokarbon, aldehid, dan 1,3-butadiene (Lee et al., 2002). Penelitian yang dilakukan di Negara Nordic mengenai insidensi kanker pada 19.000 petugas SPBU dari Denmark, Norway, Sweden, dan Finland. Mereka diidentifikasi sejak tahun 1970 dan diikuti sampai 20 tahun kedepan, terdapat 1.300 petugas menderita kanker (Lynge et al., 1997). Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1992 hasil pemeriksaan kualitas udara disekitar stasiun kereta api dan terminal di kota Yogyakarta sudah menurun, yaitu kadar debu rata-rata 699 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,03-0,086 ppm, kadar NOx sebesar 0,05 ppm dan kadar hidrokarbon sebesar 0,35-0,68 ppm. Hidrokarbon di udara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker (Soemarno, 2007).

3 Menurut The International Agency for research on Cancer (IARC, 1987, 1999, 2000), dan The United States Environmental Protection Agency (USEPA, 2004) telah mengevaluasi bahan dalam BTEX yang berpotensi karsinogenik seperti terdapat pada tabel 1 di bawah ini (McCauley, 2004). Tabel 1. Klasifikasi karsinogenik bahan BTEX menurut Christchurch, 2004/2005 Keterangan Klasifikasi IARC Klasifikasi USEPA IRIS Benzene Grup 1 Kategori A Toluene Grup 3 Kategori D Ethylbenzene Grup 2B Kategori D Xylene Grup 3 ND ND : tidak ada penilaian karsinogen yang tersedia. Grup 3 : terklasifikasi sebagai karsinogen. Grup 2B : kemungkinan karsinogen terhadap manusia. Grup 1 : bahan tersebut (campuran) sebagai karsinogen pada manusia. Kategori D : tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen. Kategori A : karsinogen pada manusia. Paparan asap rokok dapat menyebabkan hilangnya silia, hyperplasia kelenjar, peningkatan sel goblet, perubahan epitel torak bertingkat bersilia ke metaplasia skuamosa sampai karsinoma in situ (Gluck et al., 1996). Gluck (2003), meneliti kemungkinan efek samping akibat terpapar buangan gas disel dalam jangka waktu lama pada mukosa hidung, dengan menggunakan cara penyikatan dan kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi ditemukan tidak terbukti adanya perubahan sitopatologi yang progresif. Hasil temuan tersebut dapat dideskripsikan sebagai inflamasi kronik pada mukosa membran hidung akibat terpapar buangan gas disel dalam jangka waktu lama (chemical-induced rhinitis). Sebagai tambahan ditemukannya epitel hidung yang mengalami displasia dan metaplasia pada kelompok

4 kasus dapat diindikasikan sebagai efek genotoxic akibat terpapar buangan gas disel dalam jangka waktu yang lama pada manusia (Gluck et al., 2003). Hidung sangat penting untuk membersihkan udara yang dihirup dan untuk memodifikasi respirasi dan merupakan sumber yang dapat diakses untuk penelitian paparan kontaminan airborne. Lapisan mukus sangat penting dalam mengkondisikan udara yang dihirup dan menyediakan permukaan yang lengket untuk perangkap partikel dan gas yang dihirup. Karena manusia merupakan penghirup udara melalui hidung, rongga hidung merupakan tempat awal yang berisiko terjadi kerusakan akibat induksi oleh iritan hirup, tempat partikel terdeposisi, dan tempat absorbsi gas dan uap yang potensial berbahaya (Gluck et al., 2003). Penelitian di Taiwan terhadap para petugas karcis di jalan tol yang terpapar komponen zat folatil (benzene, toluene, ethylbenzene, xylene, dan MTBE) baik pada dayshift (08:00-16:00), nightshift (16:00-24:00) dan late-nightshift (24:00-08:00), ternyata didapatkan pada petugas dengan jam kerja dayshift dan nightshift lebih banyak terpapar zat folatil dibanding yang jam kerjanya late-nightshift dikarenakan jumlah kendaraan yang lewat pada ke-2 jam kerja tersebut lebih banyak dibanding jam kerja late-nightshift. Dengan koefisien regresi ditemukan nilai positif yang mengindikasikan peningkatan laju jumlah kendaraan akan meningkatkan terpaparnya kadar VOC (Lee et al., 2002). B. Perumusan Masalah Para pekerja di SPBU yang bekerja dekat dengan zat folatil bahan bakar bensin dan gas buang pada kendaraan bermotor mempunyai kadar VOC (volatile Organic

5 Compounds) yang lebih tinggi dibanding petugas yang bekerja di dalam ruangan yang tidak secara langsung terpapar. Didapatkan 9 petugas yang terpapar langsung memiliki risiko terkena kanker 1 per 1 juta karena tingginya kadar benzena dan 1-3 butadiene (Lee et al., 2002). Efek akibat terpapar buangan gas disel dalam jangka waktu lama pada mukosa hidung didapatkan inflamasi kronik, displasia dan metaplasia (Gluck et al., 2003). Uap bensin dapat menyebabkan perubahan histologi, yang meningkat sesuai dengan durasi paparan. Didapatkan infiltrasi sel radang pada mukosa dan submukosa trakea, hilangnya silia pada epitel trakea, dan bertambahnya ukuran kelenjar submukosa trakea, terdapat kerusakan dan deskuamasi pada epitel trakea, dan infiltrasi dan menurunnya jumlah sel goblet (Al- Saggaf et al., 2009). Penelitian ini baru dilakukan pada binatang marmot, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat apakah terjadi perubahan sitologi yang sama pada mukosa hidung manusia. C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan gambaran sitologi mukosa hidung pada pekerja SPBU dibandingkan bukan pekerja SPBU di kodya D.I Yogyakarta? D. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan perubahan histologi mukosa hidung pada petugas bea cukai pernah dilakukan di Swiss oleh Gluck et al., 2003 dengan judul sitopatologi mukosa hidung akibat paparan kronis emisi mesin disel: survey 5 tahun petugas bea cukai Swiss. Penelitian tersebut menemukan tidak terbukti adanya perubahan sitopatologi yang progresif. Hasil temuan tersebut dapat dideskripsikan

6 sebagai inflamasi kronik pada mukosa membran hidung akibat terpapar buangan gas disel dalam jangka waktu lama (chemical-induced rhinitis). Sebagai tambahan ditemukannya epitel hidung yang mengalami displasia dan metaplasia pada kelompok kasus dapat diindikasikan sebagai efek genotoxic akibat terpapar buangan gas disel dalam jangka waktu yang lama pada manusia. Penelitian efek inhalasi dari bahan bakar bensin kendaraan terhadap trakea marmot oleh Al-Saggaf et al., 2009 dari 30 marmot laki-laki dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kontrol dan kasus. Dan tiap kelompok ini juga dibagi menjadi 3 subkelompok berdasarkan lamanya paparan (30, 60, dan 90 hari) didapatkan semakin lama terpapar semakin meningkat perubahan pada epitel trakea marmot. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian mengenai perubahan sitologi mukosa hidung akibat terpapar bahan bakar bensin pada petugas SPBU di kota Yogyakarta belum pernah diteliti. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bukti medis perbedaan gambaran sitologi mukosa hidung pada pekerja SPBU dibandingkan bukan pekerja SPBU di Kodya D.I Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk kesehatan kerja para pekerja SPBU yang ada di Indonesia.