PERBANDINGAN PERUBAHAN DERAJAT PENGAPIAN TERHADAP EMISI GAS BUANG MOTOR BENSIN BE50 Hendry Y. Nanlohy Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri dan Kebumian Universitas Sains dan Teknologi Jayapura ABSTRAK JIka dilihat dari karakterisitk fisika dan kimia, maka campuran bahan bakar bioethanol dan bensin memiliki peluang yang besar untuk digunakan sebagai bahan bakar. Campuran bahan bakar ini diharapkan dapat mereduksi terjadinya polusi udara yang dihasilkan oleh bensin. Penelitian ini membahas tentang pengaruh dari variasi derajat pengapian terhadap efisiensi thermal, konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang ( CO dan HC ) motor bensin. Penelitian menggunakan mesin 125 cc Honda Kharisma SI dan dilakukan pada kondisi setengan bukaan katup dengan variasi derajat pengapian dari 9 o, 12 o, 15 o BTDC. Penelitian menunjukkan bahwa waktu pengapian optimal bensin adalah pada 9 o BTDC dan BE50 pada 12 o BTDC. Kinerja mesin berbahan bakar BE50 pada waktu pengapian optimal dibandingkan dengan bahan bakar bensin pada kondisi optimalnya menghasilkan SFC 4,06%, η th 5,61%, EC turun 22,84%, CO turun 60,65%, HC turun 36,29%. Kata kunci : Bioethanol, derajat pengapian, efisiensi termal, konsumsi bahan bakar, emisi. 1. PENDAHULUAN Untuk mendapatkan tenaga yang maksimal dari engine maka campuran udara-bahan bakar terkompresi harus memberikan tekanan yang maksimal pada awal langkah ekspansi, sehingga pembakaran harus dimulai sebelum piston mencapai TDC (top death centre). Hal ini dilakukan karena terjadi jeda (time lag) antara pencetusan bunga api (spark) dengan awal terjadinya pembakaran bahan bakar dan juga tergantung sifat pembakarannya (combustion properties) masingmasing bahan bakar mempunyai waktu tertentu untuk mengakhiri proses pembakaran. Akibatnya adalah tekanan maksimum tidak dapat dihasilkan pada saat volume ruang bakar minimum (TDC) sehingga muncul time losses. Pengaturan waktu pengapian yang tepat merupakan hal yang penting karena masing-masing engine memiliki waktu pengapian optimal pada kondisi standarnya. Jika pencetusan bunga api terlalu cepat (soon) maka akhir pembakaran akan terjadi sebelum langkah kompresi selesai sehingga tekanan yang dihasilkan akan melawan arah gerakan piston yang berakibat pada penurunan tenaga yang dihasilkan, hal ini disebut direct losses. Dan sebaliknya jika pencetusan bunga api terlalu lambat (late) maka piston sudah melakukan langkah ekspansi sebelum terbentuk tekanan yang tinggi akibatnya tenaga yang dihasilkan tidak maksimal. Berikut ini adalah beberapa hal yang mempengaruhi waktu pengapian (ignition timing): Corresponding Author : Hendry Nanlohy Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Jln. Raya Sentani Padang Bulan Abepura Jayapura Papua, Email : henly_ustj@yahoo.com
12 Kecepatan engine, dengan naiknya kecepatan engine maka laju pembakaran akan naik sehingga waktu penyalaan harus lebih lambat. Campuran bahan bakar-udara, semakin kaya campuran bahan bakar udara maka pembakaran akan lebih cepat. Sehingga waktu penyalaan harus dilambatkan mendekati TDC. Bagian beban operasi, persentase beban operasi diatur dengan bukaan katup (throttle). Pada beban-beban sebagian waktu penyalaan harus dimajukan. Tipe bahan bakar, Ignition delay akan bergantung jenis bahan bakar yang digunakan. Untuk mendapatkan tenaga yang maksimal maka pada bahan bakar dengan laju pembakaran yang lambat waktu pengapian harus dimajukan. (Lihat gambar 1) Gambar 1. Distribusi volume pada waktu pembakaran dan oktan yang dibutuhkan Emisi gas buang ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inherent di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara bahan bakar di dalam silinder. Semakin sempurna pembakaran, maka emisi UHCnya akan semakin rendah. Ditambah dengan rentang kemudahan terbakar (flammability) yang lebar yakni 4,3-19 vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang kemudahan terbakar 1,4 7,6 vol, maka pembakaran campuran udara ethanol menjadi lebih baik. Hal inilah yang dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-gasoline. Karena temperatur puncak di dalam silinder lebih rendah dibandingkan dengan pembakaran bensin, maka emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO 2 yang bersifat racun, juga akan turun. Selain itu pendeknya rantai karbon pada ethanol menyebabkan emisi UHC pada pembakaran ethanol relatif lebih rendah dibandingkan dengan bensin yakni berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004). Syamsul Hadi tahun 1989 melakukan penelitian dengan menggunakan komposisi volume ethanol 5%,10%,15% dan 20%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ethanol yang dicampur dengan bensin akan meningkatkan angka oktan dan mengurangi emisi CO dan UHC. Penelitian yang dilakukan oleh Mark Deluchi (2000) dari Institut of Transportation Studies, University of California, yaitu tentang perbandingan antara motor yang berbahan bakar premium dengan E10 dan E80, ditinjau dari green house gasnya. Hasilnya dengan E10 dapat menurunkan green house gas (GHG) sebesar 3,9 % dan dengan E85 dapat menurunkan GHG sebesar 37,1 %
13 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Achmad Wahyudi (2003) dengan menggunakan bahan bakar bensin dan campuran bensin dengan E30, pada mesin Mahator 107 cc dengan kompresi rasio 8,8 : 1 ( kondisi standar ), dan waktu pengapian 12 0 sebelum TMA, dan menghasilkan penurunan emisi gas buang CO turun menjadi 32,34 % dan HC turun menjadi 20,08 %, sedangkan daya mesin mengalami penurunan sebesar 2,52 % Penelitian yang dilakukan oleh Danar Wijayanto (2004) menggunakan motor bensin empat langkah dengan memvariasikan diameter main jet 0,74 mm menjadi 0,85 mm, 0,90 mm dan 0,98 mm. Komposisi campuran yang digunakan adalah E30. Perbandingan unjuk kerja dan kadar emisi gas buang dilakukan terhadap kondisi main jet standar 0,74 mm. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan bahan bakar E30 yaitu kondisi optimal dicapai pada diameter main jet 0,90 mm. Bila dibandingkan dengan premium standar terjadi kenaikan daya 0,78%, effisiensi termal naik sebesar 2,65%. Sedangkan sfc naik sebesar 13,24%, kadar emisi CO turun sebesar 12,09 % dan kadar HC turun sebesar 52,13 %. Penelitian yang dilakukan oleh Ivan Budiarto Johan (2004) tentang pengaruh pemanasan bahan bakar premium E30, menghasilkan kenaikan effisiensi engine sebesar 28,12 % atau menurunkan sfc sebesar 28,12 %. Sedangakan kadar CO turun sebesar 92,14 %, kadar HC turun sebesar 59,06 % dan daya menurun sebesar 16,34 %. Penelitian yang dilakukan oleh Keith Warnock dkk (2005) dari University of Arkansas tentang perbandingan daya dan effisiensi pada engine satu silinder berbahan bakar E85 dan Unleaded gasoline. Dengan memvariasikan diameter main jet 0,60 mm menjadi 0,70 mm, 0,75 mm, 0,80 mm, 0,85 mm Hasilnya adalah engine berbahan bakar E85 memberikan performance yang lebih baik. Tabel 1. Hasil Penelitian Keith Warnock dkk Fuel Type Fuel Efficiency Horsepower Modifikasi Standar Modifikasi Standar E85 1,11 0,09 2,14 0,07 Unleaded Gasoline 0,50 0,10 1,90 0,18 2. Metode Penelitian 2.1. Peralatan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Surabaya, dan alat uji serta alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Motor bensin empat-langkah (Honda Kharisma 125 cc).
14 Gambar 2. Mesin uji Honda Karisma 125 cc b. Water Brake Dynamometer. o Merk : DYNOmite. o Ukuran : 7 single rotor absorber. o Kebutuhan air : Minimum 1 G.P.M o Tekanan air : Minimum 8 Psi dynamic pressure o Kemampuan : Pengukuran sampai kira kira 20 hp c. Exhaust gas analyzer d. Gambar 3. Water brake dynamometer
15 a j b c d i e f g h Gambar 4. Exhaust Gas Analyzer Keterangan gambar : a. Display penunjuk besarnya kadar polutan CO. b. Display penunjuk besarnya putaran engine. c. Display penunjuk besarnya kadar polutant HC. d. Tombol tempat mengaktifkan/menonaktifkan Exhaust Gas Analyzer. e. Tombol tempat mengaktifkan hasil (print out) pengujian gas buang. f. Display penunjuk besarnya temperatur gas buang, o C. g. Display penunjuk besarnya kadar O 2. h. Display penunjuk besarnya kadar polutan NOx dan lambda. i. Tempat melihat hasil (print out) pengujian gas buang. j. Display penunjuk besarnya kadar polutan CO 2. e. Tabung ukur konsumsi bahan bakar. Gambar 5. Tabung ukur konsumsi bahan bakar. f. Strobotester Digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan RPM mesin pada saat dilakukan pembebanan dengan mengunakan water brake dynamometer. o Merk : CZ SINCRO o Tipe : DG-85 o Range : 0 99999 RPM
16 o Akurasi : 1 digit o Sistem Pengukuran : Digital o a b c d e f g h j i Gambar 6. Strobotester Keterangan gambar : a. Display. b. Display. c. Tombol pengubah untuk motor 2 langkah atau 4 langkah d. Lampu indikator penunjuk translation speed dari engine. e. Lampu indikator untuk engine 4 langkah. f. Lampu indikator untuk engine 2 langkah. g. Lampu indikator penunjuk voltage engine. h. Lampu indikator penunjuk resistance engine. i. Tombol untuk mengembalikan nilai ke keadaan awal atau pada posisi angka nol. g. Tachometer Digunakan untuk mengetahui besarnya putaran poros dari mesin. o Merk : COMPACT Instrument Limited o Tipe : CT6 o Buatan : England o Range : 0 99999 RPM o Akurasi : 1 digit Gambar 7. Tachometer
17 h. Alat ukur konsumsi udara Digunakan untuk mengukur banyaknya jumlah konsumsi udara yang masuk ke karburator untuk dicampur dengan bahan bakar, dan yang akan digunakan untuk melakukan proses pembakaran. o Jenis : Orifice o D 1 : 3,6 cm o D 2 : 2,6 cm A A Gambar 8a. Alat ukur konsumsi udara D 1 D 2 Gambar 8b. Potongan A-A i. Manometer Manometer adalah alat yang menggunakan kolom cairan untuk menentukan perbedaan tekanan udara yang mengalir melalui orifice. o Tipe : U o Fluida : Kerosine o Akurasi : 1 mm
18 Gambar 9. Tabung ukur konsumsi bahan bakar dan manometer j. Stop watch Digunakan untuk mengetahui lamanya waktu yang diperlukan oleh mesin ketika mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 25 ml. o Merk : Casio o Tipe : HS-3 o Akurasi : 0,01 detik k. Blower Digunakan sebagai alat untuk mempercepat turunnya suhu mesin. Posisi Blower diletakkan di depan engine untuk memudahkan proses pendinginan. o Buatan : China o Ukuran : 4 in o Frequensi : 50 Hz o Volts/Ampere : 220/380V / 4,2/2,4A o Phase : 3 Gambar 10. Blower 2.2 Bahan Uji Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioetanol yang berasal dari air nira bunga kelapa.
19 2.2. Skema Pengujian Gambar 11. Skema pengujian pada mesin 2.4. Prosedur Penelitian Pengecekan terhadap kondisi kerja mesin pada waktu pengapian 9 o, 12 o, 15 o BTDC. Mengkopel engine dengan water brake dynamometer beserta timbangan torsi yang dibutuhkan. ± 5 menit engine dijalankan pada kondisi standar dengan bahan bakar, pada putaran 4000 rpm s/d 7500 rpm dan blower dihidupkan untuk pendinginan engine agar menghindari terjadinya over heat. Menaikkan putaran engine sampai kondisi half open throtlle tercapai. Pembebanan dilakukan dengan mengatur bukaan katup air secara perlahan-lahan hingga 7500 rpm dan mencatat temperatur gas buang ( o C), emisi CO (%) dan HC (ppm) serta waktu (detik) untuk pemakain 10 ml bahan bakar. Ulangi langkah ke enam dengan terlebih dahulu menurunkan putaran mesin sebesar 500 rpm. Langkah ini dilakukan sampai putaran mesin mencapai 4000 rpm. Setelah itu pengujian dilakukan dengan melakukan perubahan variasi igniton timing yang berbahan bakar bensin bioethanol dengan langkah 1 s/d 7 dan waktu pembakarannya dimajukan tiap 3 derajat. Akhir pengujian dari tiap variasi, maka engine dimatikan dengan cara katup air ditutup secara perlahan-lahan, setelah itu bukaan katup karburator dikembalikan pada kondisi idle kemudian engine dan blower dimatikan. 3. Analisa Dan Pembahasan 3.1. Effisiensi Thermal Pada Mesin Berbahan Bakar Bensin.
20 BENSIN 27 EFISIENSI % 26 25 24 23 22 09 BTDC 12 BTDC 15 BTDC 21 20 19 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 PUTARAN RPM Gambar 12. Efisiensi thermal pada variasi waktu pengapian terhadap putaran bahan bakar bensin bensin Effisiensi thermal merupakan ukuran besarnya pemanfaatan energi yang terkandung di dalam bahan bakar untuk dirubah menjadi daya efektif. Tingginya nilai effisiensi thermal dihasilkan oleh pembakaran di dalam ruang bakar yang semakin sempurna. Hasil percobaan dengan bahan bakar bensin untuk semua waktu pengapian ditunjukkan pada gambar 12. Terlihat secara umum bahwa dengan bahan bakar bensin effisiensi thermal maksimum didapat pada waktu pengapian 9 o BTDC dan minimum pada 15 o BTDC. Artinya pada waktu pengapian 9 o BTDC bahan bakar yang disemprotkan ke ruang bakar akan efektif digunakan untuk membangkitkan daya. 3.2. Sfc Pada Mesin Berbahan Bakar Bensin. Dengan waktu pengapian yang mendekati TDC berarti mengurangi jumlah gas yang terbakar selama langkah kompresi, sehingga heat loss rendah. Hal ini ditunjukkan dengan spesific fuel consumption (sfc) dengan waktu pengapian 9 o BTDC yang rendah, seperti ditunjukan gambar 13 effisiensi thermal dan spesific fuel consumption dihubungkan dengan persamaan berikut : 632,5 η = 100%.(1) th sfc Q Dari grafik terlihat bahwa harga sfc dengan waktu pengapian 9 o BTDC lebih rendah dari sfc dengan waktu pengapian 12 o dan 15 o BTDC. Berarti dengan waktu pengapian 9 o BTDC, bahan bakar yang dikonsumsi engine untuk menghasilkan daya sebesar 1 hp dalam waktu 1 jam akan lebih sedikit dari pada dengan waktu pengapian 12 o dan 15 o BTDC sehingga effisiensi thermal lebih besar.
21 Gambar 13. Sfc pada variasi waktu pengapian terhadap putaran bahan bakar bensin 3.3. Effisiensi Thermal Pada Mesin Berbahan Bakar BE50. Grafik pengaruh variasi waktu pengapian terhadap effisiensi thermal untuk bahan bakar BE50 ditunjukkan pada gambar 14. Effisiensi thermal maksimum dicapai antara waktu pengapian 12 o BTDC dimana pada saat itu daya yang dihasilkan maksimum. Sedangkan Effisiensi thermal minimum berada pada waktu pengapian 9 o BTDC. Walapun pada waktu pengapian 9 o BTDC daya yang dihasilkan lebih kecil jika dibandingkan dengan bensin pada kondisi standar. Namun BE50 mempunyai effisiensi thermal yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh lower heating value BE50 yang rendah, yaitu 8427,86 kcal/kg sehingga EC dengan bahan bakar BE50 rendah. 30 BE50 28 26 EFISIENSI % 24 22 20 18 09 BTDC 12 BTDC 15 BTDC 09 BTDC BENSIN 16 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 PUTARAN RPM Gambar 14. Efisiensi pada variasi waktu pengapian terhadap putaran mesin bahan bakar BE50 dibanding Bensin bensin
22 3.4. Konsumsi Energi Pada Mesin Berbahan Bakar BE50 Pada gambar 15 menunjukkan grafik hubungan antara EC (Energy Consumption) dengan putaran untuk masing-masing variasi waktu pengapian. Untuk kondisi optimal bensin harga EC pada putaran 7000 rpm adalah 15705,78 kcal/jam sedangkan BE50 hanya 12582,03 kcal/jam atau turun 25,44%. Sedangkan rata-rata penurunan EC dengan bahan bakar BE50 adalah 18,02 %. Hasilnya adalah peningkatan effisiensi thermal pada penggunaan bahan bakar BE50. EC Kcal/Jam 17500 16500 15500 14500 13500 12500 11500 10500 9500 8500 09 BTDC 12 BTDC 15 BTDC 09 BTDC BENSIN BE50 7500 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8 Gambar 15. Konsumsi energi pada variasi waktu pengapian terhadap putaran mesin bahan bakar BE50 dibanding 3.5. Emisi Gas Buang, (BE50 Terhadap Bensin). 3.5.1. Emisi Karbon Monoksida CO Pengaruh waktu pengapian pada bahan bakar BE50 terhadap emisi CO seperti yang ditunjukkan pada gambar 16, mempunyai tren yang sama dengan bahan bakar sebelumnya. Untuk Bahan bakar BE50 ini mempunyai rata-rata penurunan sebesar 58,97% pada pengapian 12 o BTDC dibandingkan dengan bahan bakar bensin.
23 0.8 0.7 09 BTDC 12 BTDC 0.6 0.5 CO % 0.4 0.3 0.2 0.1 0 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 PUTARAN RPM Gambar 16. Konsentrasi CO pada variasi waktu pengapian terhadap putaran untuk bahan bakar BE50 dibandingkan dengan bensin 3.5.2. Emisi Hidrokarbon HC Gambar 17 menunjukkan perbandingan pengaruh waktu pengapian terhadap konsentrasi emisi gas buang HC berbahan bakar BE50 dengan bensin. Hasil pengujian menunjukkan HC tertinggi untuk bahan bakar BE50 ini pada waktu pengapian 15 o derajat BTDC. Sedangkan HC terendah pada waktu pengapian 12 o derajat BTDC. Pada kondisi pengapian 12 o BTDC, konsentrasi HC untuk bahan bakar BE50 jika dibandingkan dengan bahan bakar bensin, maka terjadi penurunan sebesar 36,29%. 45 PENGARUH WAKTU PENGAPIAN TERHADAP HC HC ppm 40 35 30 25 20 15 10 5 09 BTDC 12 BTDC 15 BTDC 09 BTDC BENSIN 0 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 PUTARAN RPM Gambar 17. Konsentrasi emisi HC pada variasi waktu pengapian terhadap putaran mesin pada bahan bakar BE50 dibandingkan bensin
24 4. Kesimpulan 1. Waktu pengapian optimal bensin adalah pada 9 o BTDC dan BE50 waktu pengapian optimalnya adalah 12 o BTDC. 2. Kinerja mesin berbahan bakar BE50 pada waktu pengapian optimal dibandingkan dengan bahan bakar bensin pada kondisi optimalnya adalah sebagai berikut : o SFC 4,06%. o η th 5,61%. o EC turun 22,84%. o CO turun 60,65%. o HC turun 36,29%. 3. Hasil di atas menandakan bahwa penambahan Bioethanol 50% pada bahan bakar bensin dapat digunakan dengan merubah waktu pengapian dan posisi jarum skep pada karburator. 4. Jika menggunakan bahan bakar BE50, maka waktu pengapian dirubah menjadi 12 o BTDC dan jarum skep di karburator pada posisi satu dari bawah. 5. Daftar Pustaka AFDC ( Alternative Fuels Data Center ) 2005, Facts On Alternative Fuels U.S Department of Energy. Arismunandar W., 1994, Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Penerbit ITB, Bandung Bechtold, Richard L., 1952, Alternative Fuels Guide Book, Properties, Storage, Dispensing and Vehicle Facility Modification. Danar Wijayanto, 2004, Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Diameter Main Jet Terhadap Unjuk Kerja Dan Emisi Gas Buang Dengan Bahan Bakar Premium-Etahnol 30% (E30), Teknik Mesin ITS Delucchi Mark, 2000 Ethanol Reduces Greenhouse Gas Emissions, Institut of Transportation Studies, University of California, California.. Dody Surawijaya, 2002, Pengaruh Waktu Pengapian Terhadap Unjuk Kerja Dan Emisi Gas Buang Pada Motor Empat Langkah Honda Cb 125 Cc Berbahan Bakar Bensin Ethanol, Teknik Mesin ITS Heywood, J. B., 1989, Internal Combustion Engine Fundamental, Mc Graw-Hill Book Company, Singapore Ivan Budiarto Johan, 2004, Studi Eksperimental Tentang Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar Campuran Premium-Ethanol 30% (E30) Ditinjau Dari Aspek Unjuk Kerja Dan Emisi Gas Buangnya Pada Motor Bensin Empat Langkah, Teknik Mesin ITS Keith Warnock et al, 2005, E85 vs Unleaded Gasoline : Comparison of Power and Efficiency in Single Cylinder, Air Cooled engines National AAAE Research Conference. Schafer, F. & Basshuysen, R. V., 1995, Reduced Emission and Fuel Consumption in Automobile Engines, Springer-Verlag Wien, New York