BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Lembaga pendidikan salah satu sistem organisasi yang bertujuan membuat

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dampak bagi gaya hidup manusia baik positif maupun negatif. Di sisi lain kita

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. didik kurang inovatif dan kreatif. (Kunandar, 2007: 1)

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan pekerjaan yang baik. Sekolah harus mampu mendidik peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional kabupaten hingga diimplementasikan langsung disekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. didik. Tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. akademik (Intelligence Quotient atau sering disebut IQ ) mulai dari bangku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berkembangnya zaman memberikan dampak yang besar bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan kurikulum yang dikembangkan pemerintah saat ini, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. bahwa dalam proses pendidikan, peserta didik/siswa menjadi sentral

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang cerdas dan berkarakter. Demikian pula dengan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Era globalisasi ini, melihat realitas masyarakat baik kaum muda maupun tua banyak melakukan perilaku menyimpang dan keluar dari koridor yang ada, baik negara, adat maupun agama. Gejala ini muncul disebabkan oleh rapuhnya atau lemahnya karakter bangsa. Dapat kita amati maraknya terjadi tawuran antar warga, tawuran antar pelajar hingga perguruan tinggi menimbulkan sebuah tanda tanya besar akan realisasi fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam pasal 3 UU No.20 tahun 2003 yang menegaskan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, ternyata hasilnya berbanding terbalik dengan realita yang ada. Contoh banyak dimuat di media-media dan di layar kaca, berita tentang guru yang tega mencabuli anak didiknya dengan motif untuk mencari kekayaan, kekuatan dan agar awet muda. Guru yang tega memukuli anak didiknya dengan alasan kesal karena anaknya susah diatur, bandel, tidak memperhatikan. Seorang siswa gantung diri karena takut tidak lulus ujian, seorang siswa mengkonsumsi obat-obatan terlarang 1

karena kurang perhatian dari orang tuanya, masih banyak lagi kejadian-kejadian lain yang setiap hari termuat di media dan di pertontonkan dalam layar kaca. Ketidak-sehatan lingkungan pendidikan inilah yang akhirnya mendorong munculnya tren homeschooling. Model pendidikan baru ini kian membuat sistem pendidikan formal tersisihkan. Tidak sedikit keluarga peserta didik yang lantas mengalihkan anaknya untuk mengikuti program homeschooling karena khawatir akan terpengaruh dengan lingkungan sekolah yang tidak lagi steril. Namun, pendidikan homescholing ini tidak memberikan solusi malah membuat peserta didik tidak bisa melakukan interaksi dengan orang banyak. Kejadian-kejadian di atas adalah bukti bahwa antara kecerdasan emosional dan spiritualnya tidak menyatu. Sehingga mereka akhirnya mengambil keputusan sepintas dan pikiran itu muncul dalam pikiran yang negatif. Berbagai fenomena diatas menuntut agar sistem pendidikan dikaji ulang. Pendidikan berbasis ESQ berupaya menjawab berbagai problematika pendidikan. Pendidikan berbasis ESQ adalah sebuah konsep pendidikan integratif yang tidak hanya bertumpu pada pengembangan kompetisi kognitif peserta didik semata tetapi juga pada penanaman nilai etika, moral, dan spritual. Sedangkan menurut Muhyidin (2007: 232) bahwa ESQ pada proses mendidik siswa adalah suatu perwujudan akan kekuatan dan kecerdasan emosional dan spiritual selama orang tua melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab kepada anak-anaknya berupa pemberian perawatan, pengasuhan, pendidikan dan pembelajaran. Banyak orang tua atau pendidik yang menganggap penting pembentukan karakter siswa dengan cara menanamkan nilai-nilai kejujuran, kebaikan, keadilan dan sebagainya. Pendidikan 2

berbasis ESQ diharapkan menjadi inovasi untuk mengembalikan pendidikan yang selama ini mengalami penurunan dan menciptakan insan akademis yang cerdas intelektual, emosional dan spritual. Bagaimana pun juga karakter SDM yang kuat adalah modal untuk peradaban yang unggul. Namun dibutuhkan kesadaran kolektif dan gerakan nasional serempak agar semangat pendidikan yang selama ini terserabut bisa diutuhkan kembali. Rekontruksi kurikulum nasional, mengoptimalkan nilai-nilai ESQ dalam komunitas pendidikan serta penetapan sekolah-sekolah yang berbasis ESQ sebagai contoh satuan pendidikan ideal dapat terwujud jika pemerintah ingin pendidikan akan menjadi yang terdepan. Tentunya bukan hanya pemerintah saja baik individu, pakar akademik maupun seluruh komunitas pendidikan diharapkan bersatu-padu dan berprestasi aktif mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Sekolah sebagai sistem sosial merupakan aspek yang amat stratejik oleh karena itu, faktor utama yang harus diprioritaskan oleh sekolah dalam mewujudkan kinerjanya adalah kemampuannya menghasilkan sumber daya manusia yang tidak saja cerdas intelektual, tetapi juga cerdas emosional dan spiritualnya. Hal ini sangat penting, sebab manusia (siswa) dengan berbagai keunikan dan kelebihannya dikaruniai tiga potensi besar, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Fenomena yang tampak (artifact) merupakan cermin dari tidak tampak. Keunggulan sekolah bukan semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang tampak atau yang dapat diamati (tangible) seperti kemegahan gedung, kelengkapan fasilitas, gelar akademik SDMnya, melainkan lebih ditentukan oleh faktor-faktor yang tidak tampak yaitu budaya sekolah (Masaong dan Tilome, 2011:185). Setiap sekolah pasti memiliki budaya sekolah yang menjadi identitas dari setiap sekolah. Budaya sekolah 3

merupakan kepribadian dari organisasi yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya, bagaimana semua anggota berperan dalam melaksanakan tugasnya tergantung pada keyakinan, nilai dan norma yang menjadi bagian dari kultur sekolah tersebut. Budaya sekolah diharapkan dapat menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi, seperti apakah mekanisme internal sekolah terjadi. Karena warga sekolah masuk kesekolah dengan bekal budaya yang mereka miliki. Sebagian bersifat positive, yaitu yang mendukung kualitas pembelajaran. Menurut Zazin (2011:149) budaya sekolah adalah kultur akademis, inti dari kultur akademis mengatur para pendidik agar mereka memahami cara bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya, serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan, citra akademis, dan etos kerja yang menginternalisasikan dalam kehidupan sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja, baik terbentuk oleh lingkungan tersebut maupun dikuatkan oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima. Untuk menciptakan budaya sekolah yang positif dibutuhkan adanya kesadaaran dan motivasi terutama dari diri masing-masing warga sekolah. Guru sebagai ujung tombak dilapangan harus mampu memberikan motivasi dan inspirasi bagi siswa khususnya. Kebiasaan guru yang datang tepat waktu dan melaksanakan tugas mengajar dengan baik, sikap dan cara berbicara saat berkomunikasi dengan siswa dan unsur sekolah lainnya, disiplin dalam 4

melaksanakan tugas merupakan kebiasaan, nilai dan teladan yang harus senantiasa dijaga dalam kehidupan sekolah. Sekolah akan efektif apabila budaya sekolah dapat terinternalisasi dalam anggota komunitas sekolah, mempengaruhi perilaku mereka dan menumbuhkan suasana kerja yang menyenangkan. Untuk dapat mengelola budaya sekolah dan menciptakan iklim sekolah diperlukan kepemimpinan spritual, yaitu kepemimpinan yang transformatif, memahami filosofi sekolah, mampu merumuskan visi dan misi sekolah, dan menerapkannya melalui budaya sekolah dan manajemen yang baik. Selain itu penanaman nilai-nilai secara subtansif dalam pembelajaran pada intrakurikuler, estrakurikuler dan pendekatan lingkungan pembelajaran baik fisik, non fisik yang dapat mengarahkan warga sekolah kedalam nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dan harus memperhatikan apa yang harus diprioritaskan sebagaimana dikemukakan oleh Mulyasa (2011:105) pengembangan budaya sekolah perlu memperhatikan : a) modernisasi pengelolaan sekolah, b) modernisasi guru, c) modernisasi pembelajaran, d) perencanaan perubahan iklim sekolah. Budaya sekolah berpengaruh terhadap peningkatan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi guru serta produktivitas dan kepuasan kerja guru. Budaya sekolah yang sehat tentunya memberikan peluang sekolah dan warga sekolah berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, memiliki semangat tinggi, dan akan mampu berkembang. Oleh karena itu, budaya sekolah ini perlu dikembangkan. 5

Dalam mengembangkan Budaya Sekolah Berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo sebagai salah satu sekolah yang Rintisan bertaraf Internasional (RSBI) merupakan sekolah favorit di kota gorontalo yang menyelenggarakan pendidikan sebagaimana sekolah-sekolah lainnya tidak luput dari suatu masalah yang selalu dihadapi oleh sekolah tersebut, oleh karena itu dalam mengembangkan sekolah menjadi sekolah yang berkualitas dan lebih baik dalam pengelolaan budayanya, sekolah harus secara efektif sehingga dapat menjalankan visi dan misinya dengan baik dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan. SMP Negeri 1 Gorontalo mempunyai 10 budaya sekolah tersendiri dimana dikembangkan budaya positif yang dilihat dari budaya dikembangkan disekolah tersebut adalah: budaya tanggung jawab, budaya disiplin, budaya jujur, budaya mandiri, budaya kerja sama, budaya peduli, budaya sopan, budaya hormat, budaya sabar. Dilihat dari budaya tanggung jawab di sekolah tersebut kegiatan yang dilakukan yaitu belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah yang telah diberikan oleh guru, budaya disiplin dilihat dari aturan cara berpakaian, mentaati tata tertib yang ada, budaya jujur dilihat dari jika mengerjakan tugas tidak menyontek, tidak melakukan kecurangan dalam permaina baik sepak bola maupun basket, budaya mandiri dilihat dari dilihat dari kreativitas siswa dalam belajar tanpa ada guru dalam kelas mereka mnggunakan fasilitas yang ada seperti jaringan internet, perpustakaan dan lain sebagainya, budaya kerja sama dilihat dari kegiatan guru dan osis seperti pengajian bersama setiap hari jum at guru dan osis gotong royong dalam menanamkan nilai-nilai kerja sama, budaya peduli dilihat 6

penanaman nilai bersih terhadap warga sekolah agar dapat menjaga kebersihan lingkungan sekolah hal ini juga dapat di lihat dari kebersihan lingkungan sekolah. Dari hasil observasi awal yang dilakukan penulis di SMP Negeri 1 Gorontalo menunjukkan bahwa penerapan budaya sekolah berbasis ESQ belum sepenuhnya berbasis ESQ sebab masih memiliki kendala-kendala tersendiri, bahwa dalam penerapan disiplin di antaranya siswa kurang disiplin dalam tata tertib sekolah seperti masih adanya siswa yang sering terlambat pada saat masuk ke sekolah, ada juga siswa yang kurang dalam menjaga lingkungan sekolah agar tetap bersih, dan masih ada juga siswa yang keluar sekolah sebelum jam pelajaran berakhir. Berdasarkan hasil observasi dan uraian permasalahan diatas, menjadikan dasar kepada peneliti untuk mengambil tema penelitian pendidikan dengan judul : Pengembangan Budaya sekolah Berbasis ESQ di SMP Negeri 1 Gorontalo B. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks penelitian yang dikemukakan diatas maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah : a) Pengembangan budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo melalui kegiatan intrakurikuler b) Pengembangan budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo melalui kegiatan ekstrakurikuler c) Simbol-simbol budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo d) Faktor pendukung dalam pengembangan budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo 7

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian diatas yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui Pengembangan budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo melalui kegiatan intrakurikuler. b) Untuk mengetahui pengembangan budaya sekolah bebasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo ekstrakurikuler c) Untuk mengetahui Simbol-simbol budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo. d) Untuk mengetahui Faktor pendukung dalam pengembangan budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo. D. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a) Bagi dinas pendidikan penelitian ini akan memberikan informasi tentang pengembangan budaya sekolah berbasis ESQ di SMPN 1 Gorontalo. b) Bagi kepala sekolah, penelitian ini dapat dijadikan masukan ataupun referensi dalam mengembangkan budaya sekolah berbasis ESQ serta bermanfaat untuk pengembangan penelitian lebih lanjut khususnya di bidang ESQ. c) Bagi guru, penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi guru dalam pelaksanaan tugas-tugas disekolah dalam mengawasi dan melaksanakan budaya yang diterapkan disekolah agar dapat dilaksanakan dengan kualitas yang lebih baik. 8

d) Bagi siswa, siswa dapat melakukan perubahan-perubahan dalam dirinya, yaitu perubahan positif sesuai dengan norma yang berlaku disekolah. e) Bagi masyarakat sekitar sekolah dapat menerapkan budaya positif pada lingkungan sekolah. f) Bagi peneliti, penelitian ini sangat bermanfaat untuk melatih berpikir ilmiah dalam mengaplikasikan kecerdasan emosional, spritual, quention dalam pengembangan budaya sekolah. 9