BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ke arah yang lebih baik yaitu arah yang menunjukkan kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 1 Undang- perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional negara Indonesia dilaksanakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Fungsi kepolisian adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia yang terlihat dari

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak ditentukan bahwa :

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi pedoman yang telah berlaku bagi masyarakat. 1 Sesuai prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia maka perkawinan itu mutlak harus diatur dalam undangundang perkawinan nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat Indonesia. Perkawinan begitu penting dan bertujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil. Perkawinan dapat dinyatakan sah apabila dalam pelaksanaannya di lakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan serta perkawinan itu harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksud dari pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, seperti kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan. Hal-hal tersebut dituangkan dalam akte resmi yang juga di muat dalam pencatatan, hal ini juga berlaku bagi perkawinan sebagai salah satu syarat sahnya perkawinan. Perkawinan begitu pentingnya sehingga dalam pelaksanaannya harus diatur dalam norma hukum sehingga prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai

2 perkawinan dari segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan jaman harus di muat dalam suatu undang-undang perkawinan yang sah dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perkawinan merupakan hal penting, sehingga dalam pengaturannya diatur dalam norma hukum. Hal ini dapat di lihat dalam Pasal 28B Ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dalam pelaksanaan perkawinan diatur secara jelas dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Dalam pengertiannya menyebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa perkawinan itu sah bila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Batas usia yang diatur dalam dalam undang-undang ini menegaskan bahwa calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Bagi umat Kristen tujuan perkawinan bukan semata-mata untuk memperoleh keturunan atau anak, tetapi lebih pada persekutuan hidup. Menurut Iman Kristen perkawinan sudah ada sejak manusia diciptakan dan merupakan

3 persekutuan yang telah ditentukan oleh Allah sehingga terhadap pelaksanaan perkawinan harus sesuai dengan apa yang telah ditentukan Allah. Alkitab menyatakan dalam InjilNya bahwa dengan pernikahan mereka yang dahulunya dua menjadi satu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan adalah persekutuan hidup dan persekutuan seumur hidup antara seorang pria dan seorang wanita, yang diatur dan ditetapkan oleh Tuhan Allah dengan tujuan agar pria dan wanita dapat bekerjasama dan saling tolong menolong untuk melaksanakan perintah Tuhan. 1 Perkawinan menurut agama Kristen dapat dinyatakan sah jika dilangsungkan pemberkatan dan peneguhan di Gereja atas perkawinan tersebut. Perkawinan baru dapat diteguhkan dan diberkati di Gereja apabila calon mempelai memenuhi syarat-syarat yang disarankan oleh pihak Gereja untuk dapat di penuhi oleh calon mempelai. Adapun syarat-syarat yang disarankan tersebut yaitu : 1. Orang Kristen Dewasa yang tidak terkena siasat Gereja; 2. Telah berumur 21 tahun; 3. Mengajukan permohonan; 4. Memenuhi persyaratan administrasi; 5. Membayar biaya pernikahan; 2 Mengenai batasan usia dalam perkawinan Kristen dalam Alkitab tidak diatur secara jelas, sehingga mengenai ketentuan tentang persyaratan umur setelah berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka batasan usia mengikuti ketentuan dalam dalam Pasal 7 Undang Undang Nomor 1 1 Purwanta Rahmad, Katekisasi Pra Nikah, Yogyakarta, 2003, hlm. 58. 2 Ibid, hlm. 67-77.

4 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Pengaturan mengenai perkawinan yang merupakan hak asasi setiap orang di kenal dalam hukum tidak tertulis atau hukum adat yang menentukan bahwa perkawinan adalah kaedah-kaedah hukum yang menentukan prosedur yang harus di lalui, beserta dengan ketentuan-ketentuan hukum yang menentukan akibatakibat hukum dari perkawinan itu. Dalam hukum adat perkawinan tidak saja menimbulkan ikatan perdata sebagaimana perkawinan dalam Undang-undang, tetapi juga menimbulkan perikatan adat. Perkawinan tidak saja menjadi urusan laki-laki dan perempuan yang menikah, tetapi menjadi urusan berbagai pihak yaitu urusan masyarakat, urusan kerabat, urusan keluarga, urusan persekutuan, dan urusan martabat. 3 Jika perkawinan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam undangundang perkawinan, maka anak yang dihasilkan dalam perkawinan tersebut adalah anak yang sah karena anak tersebut dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan bagian dari generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional sehingga hak anak senantiasa harus di jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia yang harus di junjung tinggi. 3 Iman Sudiyat, Hukum Adat, Yogyakarta : Liberty, 1981, hlm. 107.

5 Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang di muat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B Ayat (2) yang menentukan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak asasi anak juga diatur dalam Konvensi Hak Hak Anak Tanggal 20 November 1989 atau lebih di kenal dengan Convention On The Rights Of The Child. Dalam konvensi ini disebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Hakhak anak yang diatur dalam konvensi ini ditujukan bagi negara-negara peserta agar menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan terhadap setiap anak dalam wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan lain, asal-usul bangsa, suku bangsa atau sosial, harta kekayaan, cacat kelahiran atau status lain dari anak atau dari orang tua anak atau walinya yang sah menurut hukum. 4 4 Endang Sumiarni, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Hukum Keluarga, Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2000, hlm. 261-302.

6 Hak-hak anak dalam konvensi tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Dalam undang-undang ini menekankan hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Dalam undang-undang ini juga menekankan kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anakanak. Apabila dilihat dari berbagai peraturan yang mengatur mengenai perkawinan dan hak-hak anak, maka pembentukan peraturan-peraturan tersebut bertujuan agar tercipta masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang Undang Dasar 1945. Perkawinan yang terjadi dalam suatu masyarakat adat suku Baudi yang mendiami wilayah pedalaman Papua, tepatnya di kampung/desa-desa yang berada pinggiran atau tepi sungai Mamberamo yang berada pada Kecamatan Waropen Atas, Kabupaten Waropen Di Propinsi Papua, yang dilaksanakan berdasarkan adat setempat dan mengenal poligami. Proses perkawinan tersebut di mulai sejak calon suami yang merupakan ketua adat/kepala suku, panglima perang, dan orang-orang kuat/mambri ataupun para pria yang tinggal di kampung/desa tersebut ataupun para pria dari desa tetangga dalam lingkungan masyarakat suku Baudi. Apabila mereka mulai tertarik pada anak perempuan yang pada umumnya masih berusia sekitar 4 sampai 8

7 tahun, maka calon suami yang pada umumnya sudah mempunyai lebih dari satu isteri tersebut akan langsung melamar kepada orang tua dari anak tersebut di sertai dengan memberi mahar atau tanda ikatan yang berupa piring, manik-manik, kapak ataupun parang sebagai tanda sahnya perkawinan (walaupun calon isterinya masih berusia 4 sampai 8 tahun) dan tidak ada pihak yang menentang perkawinan tersebut. Jika perkawinan yang telah dinyatakan sah, maka anak tersebut akan mengikuti suaminya dan tinggal bersama dengan suami dan keluargnya (suku Baudi mengenal poligami). Pada umumnya selama anak tersebut tinggal bersama dengan suami dan keluarganya selama 4 sampai 6 tahun pertama, suaminya belum melakukan hubungan seksual dengan isterinya. Dalam melakukan hubungan seksual, suaminya terlebih dahulu mengukur alat kelamin isterinya menggunakan jari untuk memastikan kesanggupan atau kesiapan isterinya sebelum melakukan hubungan seksual yang sebenarnya. Oleh karena itu perkawinan tersebut oleh masyarakat setempat di sebut dengan kawin ukur atau dalam bahasa masyarakat adat suku Baudi menyebutnya Basilolo. Berdasarkan perkawinan yang terjadi pada usia muda ini mengakibatkan anak-anak perempuan yang telah menikah tersebut memiliki anak di saat mereka masih berusia sekitar 10 sampai 14 tahun, ataupun mengikuti masa puber yang umumnya terjadi pada anak perempuan yaitu pada saat mereka pertama kali mendapatkan menstruasi. Hal ini mengakibatkan tingkat kematian pada bayi di wilayah tersebut cukup tinggi karena proses melahirkan yang mengancam keselamatan ibu dan bayi, sehingga populasi jumlah penduduk pada kampung atau desa tersebut rendah. Dalam sebuah kampung atau desa tersebut jumlah

8 penduduknya sekitar 14 sampai dengan 85 kepala keluarga, dengan kondisi desa yang sangat tertinggal. Daerah pemukiman suku Baudi pada umumnya tidak tersedia infrastrukur dari pemerintah, bahkan sarana pelayanan bagi masyarakat setempat hanya beberapa Gereja yang di bangun oleh pihak swasta dan beberapa sekolah dasar yang sudah tidak lagi berfungsi. B. Rumusan Masalah Bagaimana peran aparat pemerintah menyikapi Hak Anak dalam Perkawinan Adat Kawin Ukur yang terjadi di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran aparat pemerintah dalam menyikapi Perkawinan Adat Kawin Ukur yang terjadi di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum perkawinan dan hukum adat mengenai hak anak dalam Perkawinan Adat Kawin Ukur di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua. 2. Secara praktis bermanfaat bagi pihak-pihak terkait seperti :

9 a. Aparat Pemerintah, dalam hal ini : 1) Pemerintah Daerah (Kepala Daerah beserta jajarannya); 2) Kepala Kantor Kecamatan Waropen Atas; 3) Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan; b. Masyarakat Adat, Di harapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberi pengetahuan kepada masyarakat adat suku Baudi dalam melaksanakan suatu perkawinan harus berdasarkan pada undangundang Perkawinan serta lebih memperhatikan hak-hak anak berdasarkan pada undang-undang perlindungan anak. E. Keaslian Penelitian Penulisan Hukum / Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Dalam penulisan Hukum / Skripsi ini penulis mengangkat kasus di bidang hukum perkawinan dan hukum adat mengenai Peran Aparat Pemerintah Menyikapi Hak Anak dalam Perkawinan Adat Kawin Ukur yang terjadi di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua. F. Batasan Konsep Dalam Usulan Penelitian Penelitian Hukum ini penulis memilih judul Peran Aparat Pemerintah Menyikapi Hak Anak Dalam Perkawinan Adat kawin

10 ukur Di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua, sehingga dalam mengemukakan batasan konsep ini terdiri dari : 1. Peran Aparat Pemerintah merupakan suatu perangkat badan pemerintahan, pegawai pemerintahan atau lembaga pemerintah sebagai alat perlengkapan negara yang berfungsi untuk mencapai tujuan nasional. 2. Hak asasi anak diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, dalam Pasal 1 ayat (12) menyatakan bahwa : Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. 3. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12. Dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4. Adat merupakan kebiasaan dalam masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat yang lambat-laun menjadikan kebiasaan itu menjadi

11 kebiasaan yang berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga di sebut adat. 5 5. Kawin Ukur merupakan suatu bentuk perkawinan adat, yang calon isterinya masih berusia di bawah umur 16 tahun (rata-rata berusia sekitar 4 tahun sampai 8 tahun), sehingga sebelum melakukan hubungan suami isteri, suaminya terlebih dahulu mengukur alat kelamin isterinya dengan jari tangan untuk memastikan kesanggupan isterinya sebelum melakukan hubungan seksual. Hak Anak Dalam Perkawinan Adat Kawin Ukur di kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen di Propinsi Papua ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Dalam kenyataannya suatu bentuk perkawinan yang merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, terjadi perbedaan menurut adat kebiasaan pada masyarakat adat suku Baudi di pedalaman Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen di Propinsi Papua yang mengabaikan dan merampas hak-hak anak. Dalam bentuk perkawinan adat tersebut membolehkan calon suami untuk mencari calon isteri yang masih berusia di bawah umur 16 tahun (rata-rata berusia sekitar 4 sampai 8 tahun) sehingga sebelum melakukan hubungan suami isteri, suaminya terlebih dahulu mengukur alat kelamin isterinya dengan jari tangan untuk mengetahui kesanggupan isterinya 5 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1992, hlm.1.

12 sebelum melakukan hubungan seksual yang oleh masyarakat setempat di kenal dengan istilah Kawin Ukur atau dalam bahasa masyarakat adat suku Baudi menyebutnya Basilolo. G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma hukum yang berlaku di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan mengenai hukum perkawinan yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12 yang terkait dengan hak anak yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. 2. Sumber Data Dalam melakukan penelitian hukum normatif, maka sumber data yang di peroleh melalui peraturan perundang-undangan sebagai sumber data utama. Data yang yang digunakan di bedakan menjadi : a. Bahan Hukum Primer

13 Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang kekuatan berlakunya mengikat seperti peraturan perundang-undangan, dalam hal ini berupa : 1) Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28B. 2) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, dan 3) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, hasil penelitian, pendapat hukum, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan hukum yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif di lakukan melalui Penelitian Kepustakaan dan wawancara secara langsung dengan nara sumber. Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian yang kegiatannya di lakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur, bahan-bahan ilmiah, peraturan perundang-undangan baik dari perpustakaan ataupun dari tempat lain yang berhubungan dengan permasalahan hukum yang diteliti.

14 Metode pengumpulan data melalui wawancara secara langsung kepada narasumber merupakan suatu cara pengumpulan data yang di lakukan secara langsung dalam bentuk tanya-jawab secara tatap muka dengan subjek yang berkaitan dengan objek penelitian. Wawancara di lakukan secara bebas terpimpin (controlled interview) untuk mendukung data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan hukum yang diteliti. 4. Analisis Data Analisis penelitian normatif di lakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum tersier yang berupa : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan (hukum positif) sebagai berikut : 1. Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B; 2. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12; 3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109; Dalam deskripsi secara vertikal terhadap bahan hukum primer tersebut tidak ditemukan antinomi atau konflik antara norma hukum, sehingga di lakukan penalaran secara subsumsi yaitu penalaran karena adanya

15 hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan aturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah dan dilakukan interprestasi secara gramatikal, sistematisasi dan teleologis tujuan yang terkait dengan hak-hak anak dalam perkawinan yang di tinjau dari Perkawinan Adat Kawin Ukur di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua. Dalam deskripsi secara horisontal terhadap bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1. Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12; 2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109; Pada deskripsi secara horisontal terhadap bahan hukum primer ditemukan antinomi atau konflik antara norma hukum yang terkait dengan batasan usia, sehingga dilakukan penalaran secara non-kontradiksi yaitu suatu penalaran karena adanya konflik antara norma hukum sehingga tidak boleh dinyatakan ada tidaknya suatu kewajiban dikaitkan dengan situasi yang sama. Dalam penerapannya menggunakan asas lex spesialis derogat legi generali dan dilakukan interprestasi secara gramatikal, sistematisasi dan telelogis tujuan yang terkait dengan hak-hak anak dalam perkawinan yang ditinjau dari Perkawinan Adat Kawin Ukur di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua.

16 b. Bahan Hukum Tersier Berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, makalah ataupun tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan hak-hak anak, halhal yang terkait dalam hukum perkawinan dan hukum adat. Pendapat hukum tersebut di deskripsikan, sehingga di peroleh pengertian atau pemahaman serta pandangan tentang hak-hak anak dalam perkawinan yang di tinjau dari Perkawinan Adat Kawin Ukur di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua. Setelah dilakukan analisis maka dapat dibandingkan apa yang terdapat dalam bahan hukum primer dan apa yang terdapat dalam bahan hukum sekunder. Kesimpulan dilakukan dengan sistem penalaran secara deduktif yaitu penalaran hukum yang bertolak dari proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam hal ini proposisi yang bersifat umum terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan anak dan yang khususnya berupa perkawinan yang terkait dengan Perkawinan Adat Kawin Ukur di Kecamatan Waropen Atas Kabupaten Waropen Propinsi Papua yang bersifat khusus.