BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan,

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

PENGOPTIMALAN PENILAIAN AUTENTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN AKTIF RESEPTIF DALAM PEMBELAJARAN SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. deskripsi, eksposisi, argumentasi, proposal, surat resi, surat dinas, rangkuman,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) universitas juga diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam proses pembelajaran ditentukan oleh bagaimana seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. keempat keterampilan tersebut keterampilan mendengarkan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa mencakup empat aspek keterampilan berbahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. mencakup empat jenis yaitu keterampilan menyimak (listening skill),

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra mengandung pesan moral tinggi, yang dapat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan saat ini adalah lemahnya para pendidik dalam menggali

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahasa yang bersifat produktif dan keterampilan berbahasa yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yakni,

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, siswa diarahkan untuk

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

I. PENDAHULUAN. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. selalu diupayakan pemerintah dengan berbagai cara, seperti penataan guru-guru,

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, gagasan atau perasaan seseorang. Bahasa terdiri atas beberapa kata yang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatnya kemampuan siswa, kondisi lingkungan yang ada di. dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu komunikasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu negara, pendidikan memegang peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra secara sungguh-sungguh. Salah satu karya sastra adalah puisi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya.

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

2015 PENERAPAN TEKNIK MENULIS BERANTAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS ULASAN FILM ATAU DRAMA

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya. Menurut Oemarjati dalam Milawati (2011: 1) tujuan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF NARASI DENGAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KARANGDOWO KLATEN TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, khususnya para siswa. Pada saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 14 PALOPO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan dilakukannya proses pembelajaran manusia akan mampu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. ke jenjang menengah itu, pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan

I. PENDAHULUAN. pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik itu puisi maupun prosa (cerita pendek dan novel). Pemilihan sumber bacaan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung, saling mengisi, dan saling melengkapi. Ketika seseorang ingin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu menulis berarti mengorganisasikan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Berdasarkan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan

KEMAMPUAN MENULIS PUISI PADA PROSES PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE SISWA KELAS X MIPA SMA NEGERI 9 BATANGHARI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. Dengan sifat sosial yang dimilikinya tentu mereka akan saling berinteraksi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, baik untuk bertutur maupun untuk memahami atau mengapresiasi

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 diimplementasikan di sekolah secara bertahap mulai tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam bidang pendidikan di sekolah peranan seorang guru sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Betta Anugrah Setiani, 2013

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran yang baik akan terlaksana jika pembelajaran mengacu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi siswa dalam bidang-bidang tertentu. Penguasaan keterampilan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi akan lancar apabila perbendaharaan katanya cukup memadai. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Adapun alasannya, Yasir Burhan mengemukakannya sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN. lain dan meningkatkan kemampuan intelektual. Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum Nasional merupakan pengembangan dari Kurikulum 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi peserta didik. Guru harus mampu menjadi wadah dalam

BAB I PENDAHULUAN. membangun rasa percaya diri, dan sarana untuk berkreasi dan rekreasi. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peran penting pada kehidupan saat ini, apabila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia sangat penting peranannya bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuma Yudhayana, 2015 Efektivitas Teknik Examples Non-Examples Dalam Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra dapat menumbuhkan pengetahuan dan mengembangkan apresiasi sastra siswa. Kegiatan apresiasi sastra dapat diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra dapat menumbuhkan nilai-nilai keluhuran pada siswa. Menurut Stewig (dalam Nurgiyantoro, 2005: 4) sastra berperan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap kehidupan. Berbagai informasi tentang eksplorasi dari berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, karakter manusia terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra dengan mengoptimalkan kegiatan apresiasi sastra akan membentuk peserta didik yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang baik. Endraswara (2003: 183-184) menyatakan bahwa banyak gagasan tentang nilai budi pekerti dalam karya sastra. Puisi, dongeng, cerita rakyat, drama dan bentuk karya sastra lainnya mengandung banyak nilai budi pekerti. Dengan menangkap muatan budi pekerti pada karya sastra, kegiatan pendidikan tidak hanya sekadar mengirim pengetahuan tetapi juga menyampaikan nilai-nilai (transfer of values). Pembelajaran sastra di Indonesia belum berjalan dengan optimal. Berbagai permasalahan menjadi penghambat terlaksananya pembelajaran sastra yang diharapkan. Ismail (2000) memaparkan hasil penelitiannya dari 1

2 wawancara dengan 13 narasumber dari berbagai negara. Penelitian tersebut menunjukkan hasil yang mengecewakan. Di negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, siswa SMU diberikan tugas untuk menyelesaikan membaca buku sastra wajib baca. Jumlah buku sastra yang wajib dibaca selama bersekolah di SMU, dalam artian dibaca sampai tamat, diresensi, dan diujikan mengenai isi buku itu. hal tersebut berbeda dengan SMU di Indonesia yang tidak memiliki buku sastra wajib baca bagi siswanya. Paparan hasil wawancara dengan siswa, diwujudkan dalam tabel berikut. Tabel 1. Jumlah Buku Sastra yang Wajib Dibaca Siswa SMU No Nama sekolah Jumlah buku wajib dibaca 1. SMU Singapura 6 judul 2. SMU Malaysia 6 Judul 3. SMU Thailand Selatan 5 judul 4. SMU Brunei Darussalam 7 judul 5. SMU Jepang 15 judul 6. SMU Kanada 13 judul 7. SMU Amerika Serikat 32 judul 8. SMU Jerman 22 judul 9. SMU Internasional, Swiss 15 judul 10. SMU Rusia 12 judul 11. SMU Perancis 20-30 judul 12. SMU Belanda 30 judul 13. AMS Hindia Belanda 25 judul 14. SMU Indonesia 0 judul Sumber: Jurnal Widyaparwa. No 54, Maret 2000. Kehadiran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan peluang untuk terlaksananya pembelajaran sastra yang optimal. KTSP didesain dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa. Bentuk pembelajaran yang sudah ada dikembangkan sehingga kegiatan pembelajaran tidak sebatas pada teori, tetapi disesuaikan dengan karakteristik daerah keadaan nyata siswa. Misalnya untuk materi

3 menulis puisi, pembelajaran bisa diarahkan untuk menulis puisi berdasarkan realitas alam, keadaan sosial dan masyarakat dari daerah masing-masing. KTSP memberikan arahan untuk melakukan pembelajaran yang beorientasi pada pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memberi gambaran untuk melakukan pembelajaran yang menuju kekinian, berorientasi pada bekal pengalaman untuk masa depan siswa. Sufanti (2010: 43) menegaskan bahwa pembelajaran kontekstual dirancang agar siswa mampu mengaitkan apa yang dipelajari dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kegiatan menulis karangan berdasarkan pengalaman sendiri, siswa bisa diminta untuk menuliskan pengalaman yang menyenangkan atau menyedihkan yang pernah dialaminya. Pembelajaran sastra tidak terpisahkan dengan pembelajaran bahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Sufanti (2010: 12-13) walaupun mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak memunculkan secara eksplisit kata sastra, tetapi secara subtansial muatan sastra selalu menyatu dengan muatan materi bahasa. Hal tersebut dirasa wajar karena bahasa merupakan media dari karya sastra. Pengajaran bahasa dan sastra dapat saling mendukung. Menurut Rohmah (2006) pengajaran bahasa mendukung apresiasi terhadap karya sastra. Apresiasi sastra memberikan kemampuan kepada anak didik untuk mengukur kemampuan apa yang kita baca itu dengan pengalaman mereka sendiri, untuk memberikan tanggapan secara penuh dan sempurna.

4 Untuk mendukung pembelajaran yang efektif, KTSP memunculkan berbagai inovasi dalam kegiatan pembelajaran, mulai dari strategi pengajaran hingga bentuk penilaian. Telah muncul berbagai startegi pembelajaran yang inovatif, sehingga muncul istilah PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, efektif, dan Menyenangkan). Begitu pula dalam penilaian dikenal istilah penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik merupakan penilaian yang didesain untuk mengembangkan keterampilan siswa yang disesuaikan dengan perkembangan dan karakteristik siswa. Pengetahuan teori dan konseptual diaplikasikan dengan kinerja yang nyata. Penyusunan alat penilaian perlu memperhatikan beberapa hal. Khususnya kesesuaian dengan karakteristik dan perkembangan siswa. Bentuk penilaian tersebut diharapkan mampu memberikan peningkatan mutu pendidikan, karena kegiatannya diorientasikan kepada siswa. Penilaian autentik dapat dijadikan solusi atas permalahan pembelajaran sastra yang menjadi fokus penelitian ini yaitu pada ranah mendengarkan dan membaca. Kemampuan mendengarkan dan membaca merupakan kemampuan reseptif (Tarigan, 1994: 4). Kemampuan reseptif merupakan kompetensi awal, berfungsi untuk memahami pesan atau informasi. Masih banyak kendala pada pembelajaran dan penilaian kemampuan reseptif, khususnya aspek mendengarkan. Penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) di SMA 109 Jakarta menunjukkan bahwa kemampuan mendengarkan siswa masih rendah. Hasil tes mendngarkan berita dan informasi serta penilaian penulisan fakta dan

5 opini menunjukkan hasil yang belum optimal. Hasil pre-test mendengarkan diperoleh nilai rata-rata 61,6 (skala 100), sedangkan rata-rata pos-test sebesar 68 (skala 100). Hasil tulisan fakta dan opini siswa menunjukkan rata-rata sebesar 35% amat baik, 11% baik, 35% sedang, sedangkan sisanya 19% kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak bisa mendengarkan dengan baik apalagi untuk menuliskannya. Hasil dari wawancara yang dilakukan Wibowo terhadap guru dan siswa SMA 109 Jakarta menunjukkan kompetensi pembelajaran mendengarkan masih memprihatinkan. Ada beberapa hal yang menunjukkan penyebab ketidakoptimalan pembelajaran mendengarkan. Di antaranya persentase kemampuan mendengarkan tidak proporsional yakni kurang dari 10%, materi yang disiapkan guru tidak menarik dan monoton, bahan dan media pembelajaran tidak variatif. Pendapat senada disampaikan Jatmiko (2011) yang mengatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran dan penialian mendengarkan, kurang mendapat perhatian sebagaimana halnya keterampilan berbahasa yang lain. Belum tentu semua guru bahasa secara khusus mengajarkan menyimak atau melakukan khusus penilaian mendengarkan kepada siswanya dalam satu periode tertentu. Hal serupa terjadi pada pembelajaran membaca. Selain pendapat Ismail (2000) yang menyatakan bahwa pengajaran membaca sastra di sekolah di Indonesia nol buku atau tidak ada buku yang diwajibkan dibaca tamat dan dibahas tuntas, Suryaman (2010) menambahkan bahwa berdasarkan hasil

6 laporan UNESCO pada tahun 2003 melalui Program for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa keterampilan membaca anak-anak Indonesia usia 15 tahun ke atas, berada pada urutan ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Menghadapi berbagai permasalahan di atas, bentuk penilaian yang tepat dengan mewakili karakteristik materi, dan memberikan pengalaman nyata bagi siswa akan menumbuhkan semangat bersastra siswa. Dengan bentuk penilaian yang tepat kegiatan pembelajaran sastra khususnya kemampuan mendengarkan dan membaca akan berjalan dengan aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Penelitian ini mengkaji kegiatan penilaian kompetensi aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di SMA Negeri 1 Sragen. Berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah SMA Negeri 1 Sragen merupakan SMA favorit di Kabupaten Sragen yang sudah memperoleh berbagai prestasi. Hal ini dapat diihat dari berbagai penghargaan dalam bidang sastra seperti lomba membaca puisi dan pementasan drama yang dipajang lemari prestasi sekolah. Objek penelitian ini ditujukan untuk siswa kelas X karena kelas X merupakan tingkatan pertama dari pendidikan menengah atas. Ketika pada tingkat awal sudah dikenalkan dengan pembelajaran dan penilaian yang bermakna, maka pada tingkatan berikutnya siswa akan lebih antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pertimbangan lain penelitian ini dilakukan di kelas X karena kelas XI difokuskan untuk mempersiapkan siswa naik ke kelas XII, sedangkan kelas XII dipersiapkan untuk menghadapi ujian nasional. Peneliti

7 memfokuskan penelitian pada satu kelas, yaitu kelas X.5 karena menurut guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa kelas X.5 lebih aktif dan kreatif dalam menerima pelajaran. Penelitian ini juga memfokuskan pada pembelajaran yang dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013? 2. Bagaimana hasil penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013? 3. Bagaimana respons siswa terhadap penilaian kemampuan reseptif aktif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013? C. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan bentuk penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013. 2. Mendeskripsikan hasil penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013.

8 3. Mendeskripsikan respons siswa terhadap penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang bentuk penilaian pada pembelajaran sastra khususnya untuk kemampuan aktif reseptif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas X sehingga dapat dilihat hasil dan keefektifan bentuk penilaain tersebut. 2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang hasil penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra pada kelas X.5 di SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013. 3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang respons siswa terhadap bentuk penilaian yang dilakukan guru sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman dan apresiasi siswa pada bentuk penilaian tersebut. E. Daftar Istilah SK KD KKM LKS : Standar Kompetensi : Kompetensi Dasar : Kriteria Ketuntasan Minimal : Lembar Kerja Siswa