BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal Aronson (Abidin, 2014,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

Standar Kompetensi : Memahami konsep segiempat dan segitiga dan menggunakannya. dalam pemecahan masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Pemahaman Matematis, Metode Pembelajaran Buzz. Group, Pembelajaran Konvensional, dan Sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

mengungkapkan kembali materi yang diperoleh.

Keywords: Model pembelajaran kooperatif, Think Pair Square, Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Pembelajaran Search, Solve, Create, And Share (SSCS)

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan memegang peranan penting dalam menunjang. kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Setiap orang berhak

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. ada rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa ada daya tarik terhadap hasil

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. memperlihatkan hubungan internal dan eksternal matematika, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika. akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika dan siswa juga akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bilangan, (b) aljabar, (c) geometri dan pengukuran, (d) statistika dan peluang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. belajar matematika, maka guru perlu tahu bagaimana sebenarnya jalan atau

BAB II STUDI LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dilaksanakan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Jurnal Penelitian Guru FKIP Universitas Subang, Volume 1 No. 1 Maret 2018 ISSN (p) (e)

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) Model SSCS adalah model yang mengajarkan suatu proses pemecahan masalah dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (dalam Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam pengembangan pembelajaran yang IPA yang di desain untuk memperluas pengetahuan konsep sains dan penerapannya dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Penggunaan model pembelajaran SSCS membuat siswa lebih aktif terlibat dalam penggunaan konsep dan terbiasa melakuukan berpikir tingkat tinggi. Model SSCS mengacu kepada empat langkah penyelesaian masalah yang urutannya dimulai pada penyelidikan masalah (Search), merencanakan pemecahan masalah (Solve), Mengkontruksi pemecahan masalah (Create), dan terakhir adalah mengkomunikasikan penyelesaian yang diperoleh (Share) (dalam Irwan, 2011:4). Pizzini (dalam Lestari, 2013:9) secara lebih rinci menjelaskan kegiatan pada setiap tahapan SSCS sebagai berikut: a. Search 1) Menggali pengetahuan awal. Menuliskan yang diketahui dan berhubngan dengan situasi yang diberikan 9

10 2) Mengamati dan menganalisa informasi yang diketahui 3) Menyimpulkan masalah dengan membuat pertanyaanpertanyaan 4) Menggeneralisasikan informasi sehingga timbul ide-ide yang mungkin digunakan untuk menyelesaikan masalah b. Solve 1) Menentukan kriteria yang digunakan dalam memiilih alternatif 2) Membuat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat digunakan 3) Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi saat menggunakan solusi tersebut 4) Membuat perencanaan penyelesaian masalah (didalamnya termasuk menentukan solusi yang akan digunakan) c. Create 1) Menyelesaikan masalah sesuai rencana yang telah dibuat sebelumnya 2) Meyakinkan diri dengan menguji kembali solusi yang telah didapat 3) Menggambarkan proses penyelesaian masalah 4) Menyiapkan apa yang akan dibuat untuk dipresentasikan d. Share 1) Menyajikan solusi kepada teman yang lain 2) Mempromosikan solusi yang dibuat 3) Mengevaluasi tanggapan dari teman yang lain 4) Merefleksi keaktifan sebagai problem solver setelah menerima umpan balik dari guru dan teman yang lain Secara umum langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran SSCS (dalam Lestari, 2013:13) diantaranya sebagai berikut: a. Pendahuluan 1) Guru menyiapkan materi pokok dan Lembar Lembar Kegiatan Siswa (LKS) 2) Guru melakukan apersepsi 3) Guru menjelaskan proses pembelajaran dengan SSCS 4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 5) Guru memberikan motivasi b. Kegiatan Inti 1) Guru memberikan permasalahan atau situasi terkait materi pembelajaran yang akan disampaikan dalam LKS 2) Siswa memperhatikan dan mendengarkan secara aktif penjelasan dan intruksi dari guru Search 3) Siswa diminta untuk mencari dan menuliskan informasi apa diketahui dari masalah atau situasi yang diberikan

11 4) Siswa menganalisa informasi yang telah ditemukan dan menyimpilkan masalah atau situasi yang dihadapi Solve 5) Siswa mencari dan memilih informasi yang berkaitan dengan pertanyaan dalam masalah atau situasi yang diberikan kemudian 6) Menyelesaikan masalah atau situasi yang diberikan Create 7) Siswa diminta untuk membuat produk yang berkaitan dengan masalah atau situasi yang diberikan dalam LKS 8) Siswa membuat laporan penyelesaian tersebut dengan sekreatif mungkin Share 9) Siswa mempresentasikan proses penyelesaian masalah secara individual atau kelompok di depan kelas 10) Individu atau kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil diskusi tersebut 11) Guru dan siswa membuat kesimpulan mengenai solusi dari sebuah permasalahan yang diberikan dan materi yang dipelajari 12) Siswa diberi kesempatan untuk memperbaiki hasil penyelesaian setelah pengambilan kesimpulan c. Kegiatan Penutup 1) Memberikan tugas individual kepada siswa 2) Guru membrikan informasi tentang pembelajaran dipertemuan yang akan datang Adapun keunggulan dalam pembelajaran model SSCS baik bagi guru maupun bagi siswa (dalam Lestari, 2013:10), akan disajikan dalam tabel berikut: a. Bagi guru 1) Mengembangkan ketertarikan siswa, 2) Menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, 3) Membuat seluruh siswa aktif dalam proses pembelajaran, dan 4) Meningkatkan pemahaman mengenai keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari. b. Bagi siswa 1) Memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan masalah, 2) Mempelajari dan menguatkan pemahaman konsep dengan pembelajaran bermakna, 3) Mengolah informasi secara mandiri, 4) Menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 5) Mengembangkan berbagai metode dengan kemampuan yang telah dimiliki,

12 6) Meningkatkan rasa ketertarikan, 7) Bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran dan hasil kerja, 8) Bekerja sama dengan siswa lain, 9) Mengintegrasikan kemampuan dan pengetahuan. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada pembelajaran SSCS, siswa dibimbing untuk mencari apa yang mereka butuhkan dalam belajar dan memperluas pengetahuan mereka sendiri sehingga mengalami proses pembelajaran bermakna. SSCS juga digunakan untuk membuat pembelajaran lebih fokus pada siswa. Guru lebih sedikit memberikan ceramah dan siswa lebih banyak diskusi dan bereksplorasi. 2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman diartikan dari kata understanding (dalam Kusumawati, 2008:2). Secara terinci, menurut Bloom (dalam Suherman, 2003:29) jenjang kognitif tahap pemahaman ini mencakup hal-hal berikut: (a) pemahaman konsep; (b) pemahaman prinsip, aturan, dan generalisasi; (c) pemahaman terhadap struktur matematika; (d) kemampuan untuk membuat transformasi; dan (e) kemampuan untuk mengikuti pola berfikir (f) Kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial atau data matematika. Menurut Depdiknas (dalam Kusumawati, 2008:2) konsep diartikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek. Depdiknas (dalam Kusumawati, 2008:3) mengungkapkan bahwa, Pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

13 Jihad dan Haris (dalam Purwanti, 2013:8) mengungkapkan bahwa indikator pemahaman matematis sebagai berikut: a. Menyatakan ulang sebuah konsep; b. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya; c. Memberi contoh dan bukan contoh dari konsep; d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu; g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah. Pemahamn konsep sangat penting, karena dengan dengan penguasaan konsep memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Matematika mempunyai sifat abstrak yang terdiri dari fakta, operasi, atau relasi, konsep dan prinsip (dalam Martunis, dkk, 2014:75). Sehingga untuk mempelajari matematika diperluka pemahaman konsep yang baik. Sebelum memahami suatu konsep dalam matematika, maka diperlukan pemahaman konsep lain yang terkait. Dengan kata lain, untuk memahami suatu konsep yang baru diperlukan pemahaman konsep sebelumnya. Oleh karena itu, betapa pentingnya untuk memahami suatu konsep yang sederhana itulah berangkatnya suatu pemahaman konsep yang rumit. Pada setiap pembelajaran diusahakan ditekankan pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar lainnya seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah. 3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan guru pada pembelajaran matematika, biasanya menggunakan metode ekspositori.

14 Menurut Ruseffendi (2006:29) metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika. Pada metode ini, setelah guru beberapa saat memberikan informasi (ceramah) guru mulai dengan menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilanya mengenai pola/aturan/dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep itu, selanjutnya meminta murid untuk menyelesaikan soal soal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerja sama dengan teman duduk sampingnya, dan sedikit ada tanya jawab. Dan kegiatan terakhir ialah siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah (dalam Ruseffendi, 2006:290). Berdasarkan uraian diatas, terlihat pembelajaran konvensional dengan metode ekspositor itu berpola seperti berikut: a. Guru menerangkan konsep; b. Guru memeberikan contoh; c. Siswa diberi kesempatan bertanya; d. Siswa diberikan latihan soal untuk mengecek apakah siswa sudah mengerti atau belum; e. Siswa mencatat materi yang telah dipelajari dan soal soal pekerjaan rumah; f. Pertemuan berikutnya, sebelum menerangkan konsep baru, dibahas kembali pekerjaan rumah yang diberikan sebelumnya, kemudian pembelajaran pun berjalan mengikuti pola kembali. Pada pola pembelajaran konvensional ini menunjukan bahwa dalam proses pembelajaran terjadi transfer pengetahuan secara informatif dari guru ke siswa sehingga siswa hanya mengetahui dan hafal konsep. Pembelajaran konvensional juga membuat siswa terampil menerapkan suatu prosedur atau hanya

15 mengembangkan procedural fluency yang biasanya tidak diiringi dengan pemahaman pada diri siswa sehingga disebut pembelajarannya cenderung bersifat prosedural. 4. Sikap Thurston (dalam Suherman, 2003:10) mendefinisikan sikap sebagai derajat perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek yang bersifat psikologis. Menurut Ruseffendi (2006:234), sikap itu paling tidak dapat dikelompokan kedalam tiga macam: sikap positif, sikap netral, dan sikap negatif. Sikap dapat kita lihat dari perilaku yang ditunjukan siswa pada saat pembelajaran baik berupa tanggapan pada saat menerima pelajaran maupun dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dan tingkah laku selama belajar dalam kelas. Menurut Russefendi (2006:571), untuk mengetahui sikap siswa terhadap matematika terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan: ada tidaknya minat, arahnya (bila ada, apa arahnya positif atau negatif), dan besarnya. Sikap berpengaruh terhadap pembelajaran dan hasil belajar. Oleh sebab itu, guru harus memberikan rasa nyaman kepada siswa untuk belajar supaya siswa bersikap positif terhadap pelajaran yang diberikan. Dengan begitu siswa merasa senang dengan pelajaran yang diberikan, siswa tidak akan terbebani dengan tugas-tugas yang diberikan. Jika seorang siswa mempunyai pikiran negatif terhadap pembelajarn matematika, maka siswa tersebut tidak akan menguasai pembelajaran matematika dengan baik, walaupun siswa tersebut mempunyai kemampuan tinggi.

16 B. Pembelajaran Materi Segitiga dan Segiempat Melalui Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) 1. Keluasan dan Kedalaman Materi Materi Segitiga dan Segiempat merupakan salah satu materi yang terdapat dikelas VII Semester 2 pada kurikulum 2006. Pembahasan dalam bab Segitiga dan Segiempat meliputi Segitiga, Persegi Panjang, Persegi, jajargenjang, Belah Ketupat, Layang-Layang, dan Trapesium. Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan Segitiga dan Segiempat sebagai materi dalam instrumen tes. Materi tersebut diaplikasikan kedalam kemampuan pemahaman konsep matematis yaitu dihubungkan dengan materi dalam matematika, mata pelajaran lain dan kehidupan sehari-hari. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian Pengaruh Pendekatan Problem Solving Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Matematika. Diteliti oleh Irwan mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) Program Studi Pendidikan Matematika. Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Padang (UNP) dengan metode penelitian eksperimen. Hasil penelitian menunjukan peningkatan kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang mendapatkan pendekatan problrm Solving model SSCS lebih tinggi dari pada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share) untuk Meningkatkan Disposisi Matematik Siswa. Diteliti oleh Pusti Lestari mahasiswa Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi

17 Pendidikan Matematika dengan metode penelitian yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilakukan di SMPN Jatisati. Hasil penelitiannya menunjukan penenrapan model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan disposisi matematik dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari rata-rata peningkatan ratarata peningkatan skor disposisi matematik matematika dari 68,69 pada siklus I menjadi 71,51 pada siklus II. Peningkatan mencakup setiap aspek disposisi yaitu keterkaitan, kepercayaan diri, kegigihan, fleksibelitas dan metakognisi siswa. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada siklus II. Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Koseptual Interaktif (Interactive Conceptual Instruction) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP. Diteliti oleh Qori Magfiroh mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Program Studi Pendidikan Matematika. Penelitian ini dilakukan di SMPN 29 Bandung dengan metode eksperimen. Hasil penelitian menunjukan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konseptual interaktif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional dan sikap siswa terhadap model konseptual interaktif menunjukan positif. Persamaan antara penelitian Irwan dengan penelitian ini adalah model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) sebagai variabel bebasnya. Sedangkan perbedaannya adalah variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman konsep matematis. Sampel yang digunakan oleh Irwan yaitu

18 mahasiswa sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII. Penelitian Irwan menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang mendapatkan pendekatan problrm Solving model SSCS lebih tinggi dari pada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian Lestari dengan penelitian ini adalah model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) sebagai variabel bebasnya. Sedangkan perbedaannya adalah variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman konsep matematis. Sampel yang digunakan Lestari dan penelitian ini sama yaitu siswa SMP kelas VII. Penelitian Lestari menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan disposisi matematis siswa dan hasil belajar matematika. Persamaan antara penelitian Qori Magfiroh dengan penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep sebagai variabel terikatnya. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebasnya yaitu model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS). Sampel yang digunakan Qori Magfiroh dan penelitian ini sama yaitu siswa SMP kelas VII. Penelitian Qori Magfiroh menyimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran konseptual interaktif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional dan sikap siswa terhadap model pembelajaran konseptual interaktif menunjukan sikap positif.

19 2. Karakteristik Materi Penjabaran materi tentunya merupakan perluasan dari SK dan KD yang sudah ditetapkan, berikut adalah SK yang telah ditetapkan oleh Permendiknas No.22 Th. 2006 untuk SMP Kelas VII tentang materi Segiempat dan Segitiga adalah: Mengidentifikasi sifat-sifat Segiempat dan Segitiga, menghitung keliling dan luas Segiempat dan Segitiga serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, dan melukis seitiga. KD pada materi Dimensi Tiga yang telah ditetapkan oleh Permendiknas No.22 Th. 2006 untuk SMP Kelas VII adalah sebagi berikut: 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat segititiga berdasarkan sisi dan sudutnya. 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat dan layang-layang. 6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. 6.4 Melukis segitiga, garis tinggi, garis bagi, garis berat dan garis sumbu. Terkait dengan penelitian ini, peneliti menggunakan KD nomor 6.1, 6.2, dan 6.3 sebagai bahan pembelajaran. Pada KD 6.1 dan 6.2 materi Segiempat dan Segitiga dihubungkan dengan gagasan-gagasan konsep dalam matematika. Pada KD 6.3 materi Segiempat dan Segitiga dikaitkan untuk menggali dan memanfaatkan hubungan-hubungan antara materi materi matematika serta untuk menerapkan materi dalam konteks-konteks di luar matematika. 3. Bahan dan Media Penelitian ini menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) secara berkelompok. Pembelajaran berlangsung secara berkelompok, dengan masing-

20 masing kelompok memegang LKS. Selama pembelajaran berlangsung guru membimbing peserta didik dalam berdiskusi. 4. Strategi Pembelajaran Penyampaian materi segiempat dan segitiga dalam penelitian ini menggunakan model pemelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk kelas eksperimen, dan model pembelajaran biasa untuk kelas kontrol. Model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) adalah model pembelajaran yang terdiri dari empat fase yaitu pertama fase Search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah, kedua fase Solve yang bertujuan untuk merencanakan dan melaksanakan penyelesaian masalah, ketiga fase Create yang bertujuan untuk menuliskan solusi masalah yang diperoleh, dan keempat adalah fase Share yang bertujuan untuk mensosialisasikan solusi masalah. 5. Sistem Evaluasi Penelitian ini menggunakan teknik tes dan non tes. Tes ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Instrumen ini berupa tes uraian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa terhadap materi segitiga dan segiempat. Evaluasi dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes awal diberikan sebelum pembelajaran, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemahaman konsep matematis awal siswa tentang materi segitiga dan segiempat dan tes akhir diberikan setelah pembelajaran, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol

21 untuk mengetahui sejauh sejauh mana peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis yang didapatkan siswa setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Lembar instrumen penilaian sikap berupa skala sikap digunakan untuk memperoleh data mengenai sikap siswa setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). C. Kerangka Pemikiran, Asumsi, dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran Pembelajaran matematika yang dilaksanakan dibeberapa sekolah belum bermakna, sehingga kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran yang diajarkan. Selain itu, sebagian besar siswa hanya menghafal rumus, sehingga mengalami kesulitan saat menyelesaikan soal merupakan faktor rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Belajar matematika mengarah kepada pemahaman terhadap konsep-konsep matematika itu sendiri. Pemahaman konsep tercapai apabila mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika. Model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) merupakan model pembelajaran yang terdiri dari empat fase, yaitu fase mendefinisikan masalah (Search), fase mendesain solusi (Solve), memformulasikan hasil (Create), dan mengkomunikasikan hasil secara utuh (Share). Berdasarkan uraian diatas, pembelajaran matematika dengan model Search, Solve, Create and Share (SSCS) diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

22 Uraian kerangka pemikiran dilengkapi dengan diagram yang menggambarkan paradigma penelitian. Untuk menggambarkan paradigma penelitian, maka kerangka pemikiran ini selanjutnya disajikan dalam bentuk diagram berikut ini: Materi Segitiga dan Segiempat Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) Model Pembelajaran Konvensional Kemampuan Pemahaman Konsep Sikap Kemampuan Pemahaman Konsep Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran SSCS dan model Konvensional? Bagan 2.1 Krangka Pemikiran 2. Asumsi Ruseffendi (2010:25) mengatakan bahwa asumsi merupakan anggapan dasar mengenai peristiwa yang semestinya terjadi dan atau hakekat sesuatu yang sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan. Dengan demikian, anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

23 a. Perhatian dan kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran matematika akan meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. b. Penyampaian materi dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai akan membangkitkan motivasi belajar. 3. Hipotesis Hipoteseis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (dalam Sugiyono, 2015:84). Berdasarkan studi litelatur yang telah diuraikan dari rumusan masalah yang dirumuskan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP yang menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran konvensional. b. Siswa bersikap positif terhadap model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS).