BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. periode tertentu (temporer) (Maharesi, 2002). Menurut Nurhayati (2010) Proyek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jadwal pekerjaan sebelum pelaksanaan proyek konstruksi yang dimaksudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang marak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Memiliki tujuan khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada titik awal dan titik akhir serta hasil tertentu. Dalam suatu proyek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dana tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. panjang dan di dalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dianggap sebagai akibat tidak dipenuhinya rencana jadwal yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. an dan kejadian yang saling terkait untuk mencapai tujuan uan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pekerjaan proyek konstruksi, waktu (time) adalah salah satu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan rincian pada bab IV, maka pada bab V ini dapat disimpulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PENGENDALIAN PROYEK DAN KEMAJUAN PEKERJAAN. secara menyeluruh mulai dari perencanaan, pembangunan fisik sampai dengan

BAB II LANDASAN TEORI. menjadi manpower, material, machines, money, method (Ervianto,2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu ilmu yang dinamakan MANAJEMEN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dibuat (Arditi and Patel, 1989)

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunannya. Hal ini terlihat dari banyaknya proyek-proyek konstruksi di

BAB VI KEMAJUAN PEKERJAAN DAN PENGENDALIAN PROYEK. Kontraktor memerlukan strategi agar hasil yang dicapai sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. langsung. Sumber daya merupakan faktor penentu dalam keberhasilan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata penghambat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterjemahkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang marak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KASUS HARGA SATUAN UPAH DAN BAHAN UNTUK PROYEK BANGUNAN SATU LANTAI

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tersebut anatara lain manpower, material, machines, method, money.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan untuk mengundurkan diri. Karyawan yang puas memiliki. tersebut akan dibawa ke luar dari organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Penjelasan UU No.8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Manajemen Proyek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. optimal dalam hal kinerja, mutu dan waktu, serta keslamatan kerja.

A. PENGERTIAN PROYEK KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen pada dasarnya dibutuhkan oleh semua perusahaan. atau organisasi, karena tanpa semua usaha ataupun kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi selalu memerlukan resources (sumber daya) yaitu man (manusia),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-Faktor penghambat yang terjadi pada proyek konstruksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan bagi pihak kontraktor dan owner. Keberhasilan suatu kontruksi pasti

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERLAMBATAN PADA PROYEK PEMERINTAHAN DI KOTA KUPANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengolah sumber daya proyek ( manpower, material, machines, method, money )

BAB I PENDAHULUAN. dimulai, dan kapan harus diselesaikan. Setiap pelaksanaan proyek konstruksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada pelaksanaan proyek biasanya terjadi berbagai kendala, baik kendala

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETERLAMBATAN PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI KOTA MEDAN TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI TENTANG HARGA SATUAN UPAH PADA PROYEK KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. keberhasilan dan pencapaian tujuan organisasi, dalam rangka pencapaian

Menurut Rivai dalam bukunya yang berjudul manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan (2009;2) menyatakan :

BAB 1 PENDAHULUAN. disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang professional semuanya

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai mencapai tingkat kepuasan tertentu. Keterbatasan benda-benda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya teknologi pada saat ini harus diiimbangi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali

BAB I PENDAHULUAN. Wayu Hidayat. Faktor-faktor risiko,... FT UI., 2007.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi saat proses pelaksanaan konstruksi. Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PROJECT PLANNING AND CONTROLLING GEDUNG RUSUNAWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN MS.PROJECT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan sumber daya manusia dalam organisasi atau perusahaan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu yang dapat menjadi landasan untuk penelitian yang sekarang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ideal, hal yang paling memuaskan dan dinilai sukses. dari suatu bentuk kegiatan adalah ketika kegiatan tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri. Siswanto

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Menurut Muzayamah (2008), proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan dan kejadian yang saling terkait untuk mencapai tujan tertentu dan membuahkan hasil dalam suatu jangka tertentu dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Menurut Ervianto (2002), suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, proyek konstruksi juga memiliki karakteristik yaitu bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machines, money, method), serta membutuhkan organisasi. 2.1.1 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu: 1. Proyek Konstruksi Bangunan Gedung adalah proyek konstruksi yang menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal dan pekerjaannya dilaksanakan pada lokasi yang relative sempit dengan kondisi pondasi yang umumnya sudah diketahui. Contohnya rumah, kantor, pabrik, hotel, apartement, dan lainnya. 2. Proyek Konstruksi Bangunan Sipil adalah proyek konstruksi yang dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia dan dilakukan pada lokasi yang luas atau panjang dengan 6

7 kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek. Contohnya jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Setiap proyek konstruksi memiliki karakteristik tersendiri yang bersifat heterogen, artinya antara jenis proyek yang satu berbeda dengan proyek lainnya baik dari segi perencanaan, spesifikasi dan volume pekerjaan, komponen estimasi biaya proyek dan ketidakpastian tingkat resikonya. Pada proyek bangunan gedung memiliki tingkat ketidakpastian, dan variasi yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan pada proyek bangunan gedung memiliki spesifikasi dan volue pekerjaan yang rinci dan lengkap. Hal ini berbeda dengan proyek bangunan sipil seperti contohnya infrastruktur jalan dimana pada proyek jenis ini memiliki tingkat ketidakpastian, dan variasi yang lebih besar dikarenakan spesifikasi dan volume pekerjaan yang kurang jelas terutama untuk pekerjaan subbase, base, dan subgrade. 2.2. Manajemen Proyek Konstruksi Suatu proyek konstruksi biasanya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Selain itu, suatu proyek konstruksi juga memiliki karakteristik yang tunggal dan unik. Karakteristik proyek konstruksi yang sangat kompleks menyebabkan kebutuhan akan manajemen proyek konstruksi menjadi sangat penting. Berikut disajikan beberapa definisi manajemen proyek antara lain : 1. Manajemen proyek adalah semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga

8 berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu (Ervianto, 2002). 2. Manajemen proyek adalah suatu perencanaan dan pengendalian proyek yang lebih ditekankan pada pola kepemimipinan, pembinaan kerjasama, serta mendasarkan pada faktor usaha pencapaian tujuan proyek (Soehendradjati, 1990). Manajemen pengelolaan setiap proyek rekayasa sipil meliputi delapan fungsi dasar manajemen, yaitu: a. Penetapan tujuan b. Perencanaan c. Perorganisasian d. Pengisian staf e. Pengarahan f. Pengawasan g. Pengendalian h. Koordinasi. Setiap fungsi di atas merupakan tahapan yang harus dipenuhi. Jadi, tidak mungkin dari fungsi tersebut ditinggalkan. Pengelolaan proyek akan berhasil baik jika funsi-fungsi di atas dijalankan secara efektif. Ini dicapai dengan jalan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap fungsi dari manajemen tersebut dan menyediakan kondisi yang tepat sehingga memungkinkan orang-orang melakukan tugasnya dengan masing-masing dengan maksimal.

9 2.3. Sasaran Proyek Tiap proyek memiliki tujuan khusus dimana dalam mencapainya ada batasan yang harus dipenuhi, yaitu anggaran proyek yang dialokasikan, jadwal pelaksanaan proyek, sertamutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek sebagai biaya, waktu dan mutu (Soeharto, 1995). 2.4. Keterlambatan Proyek Konstruksi Menurut Levis dan Atherley (1996), Keterlambatan proyek konstuksi adalah jika suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang sudah ditetapkan namun karena suatu alas an tertentu tidak dipenuhi maka dapat dikatakan pekerjaan tersebut mengalami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi pada suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada klien atau owner adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumberdayanya ke proyek lain, meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan lain sebagainya serta mengurangi keuntungan (dalam Suyatno, 2010).

10 2.5. Penyebab Keterlambatan Adapun penyebab keterlambatan penyelesaian proyek konstruksi menurut Praboyo (1999), penyebab keterlambatan waktu pelaksanaan proyek dapat dikatagorikan dalam 3 (tiga) kelompok besar yaitu: a. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable Delay), yakni keter-lambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan pemilik proyek. b. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (NonExcusable Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian, atau kesalahan kontraktor. c. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai penyebab keterlambatan dan kendala-kendala manajemen waktu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rai Widyawati (2009), Tjundoko (2011), dan Ardani (2009). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan dapat dilihat tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Faktor Keterlambatan no Item Pertanyaan Rai Widjayanti Tjundoko Ardani 1 faktor tenaga kerja kekurangan tenaga kerja keahlian tenaga kerja Kurang adanya kesadaran pekerja untuk mencatat setiap pekerjaan Kurangnya koordinasi atau pengawasan antara pengawas dengan kerja

11 Tabel 2.1. Lanjutan no Item Pertanyaan Rai Widjayanti Tjundoko Ardani 2 faktor perubahan perubahan desain desain yang belum selesai 3 faktor bahan kekurangan material keterlambatan pengiriman bahan 4 faktor peralatan kerusakan peralatan konstruksi keterlambatan penyediaan peralatan kekurangan peralatan konstruksi 5 faktor lingkungan pengaruh hujan terhadap proyek konstruksi akses ke lokasi proyek 6 faktor manajerial kurangnya komunikasi antara perencana dan kontrakator 7 faktor keuangan situasi perekonomian (krisis moneter) keterlambatan pembayaran leh pemilik 8 faktor kontrak dan evaluasi pekerjaan lamanya waktu proses persetujuan contoh bahan oleh pemilik keterlambatan owner dalam pembuatan keputusan 9 Perencanaan dan penjadwalan Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan 10 faktor hubungan dengan pemerintah birokrasi yang berbelit-belit dalam operasi proyek 2.6. Dampak Keterlambatan Keterlambatan penyelesaian proyek umumnya selalu menimbulkan akibat yang merugikan baik bagi pemilik maupun kontraktor, karena dampek dari keterlmabatan adalah konflik dan perdebatan tentang apa dan siapa yang menjadi penyebab, juga tuntutan waktu, dan biaya tambahan (Proboyo, 1999).

12 2.7. Tenaga Kerja Konstruksi Dalam hal ini tenaga kerja yaitu semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek, baik dari yang ahli/ profesional sampai tenaga kerja pemborong/ buruh. Penempatan tenaga kerja harus disesuaikan antara keahlian tertentu sehingga pekerjaan yang dihasilkan manjadi efisien dan efektif. Dalam pelaksanaan pekerjaan, tenaga kerja dibagi beberapa bagian sebagai berikut (ilmusipil.com): 1. Tenaga kerja ahli, adalah pegawai yang ditempatkan dalam pekerjaan proyek yang sedang berlangsung. Jenis tenaga kerja ini memegang peranan yang penting terhadap sistem koordinasi dan sistem manajemen dengan tenaga kerja lainnya untuk menghasilkan prestasi yang baik dalam melaksanakan pekerjaan. Meliputi tenaga pelaksana yang tingkat pendidikannya sarjana, sarjana muda dan memiliki pengalaman dibidang masing-masing. 2. Mandor, dituntut untuk memiliki pengetahuan teknis dalam taraf tertentu, misalnya: dapat membaca gambar konstruksi, dapat membuat perhitungan ringan, dapat membedakan kualitas bahan bangunan yang akan digunakan, menangani pekerjaan acuan, pembesian, pengecoran, dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja bawahannya. 3. Tenaga tukang, harus ahli dalam bidangnya berdasarkan pengalaman dan cara kerja yang sederhana. Tukang dalam proyek dibagi menjadi lima bagian yaitu tukang besi, tukang batu, tukang kayu, tukang las, dan tukang listrik. ukang besi mengurusi segala macam kegiatan yang

13 berhubungan degan pembesian/pemasangan tulangan, tukang batu bertugas dalam pengecoran dan pembuatan lantai kerja, tukang kayu bertugas untuk mengurusi segala macam pekerjaan yang berhubungan dengan kayu baik bekesting hingga servis lainnya. 4. Tenaga kasar, memerlukan kondisi yang kuat dan sehat untuk pengangkutan bahan, alat, dan lain lain. 5. Tenaga keamanan (security), bertugas menjaga keamanan lokasi proyek, prosedur penerimaan tamu serta membuka dan menutup pintu jika ada concrete mixer truck, concrete pump truck maupun truk bahan bangunan yang akan masuk ke lokasi proyek. Jenis dan intensitas kegiatan proyek berubah cepat sepanjang siklusnya, sehingga penyediaan jumlah tenaga kerja, jenis keterampilan dan keahlian harus mengikuti tuntutan perubahan kegiatan yang berlanagsung. Kurangnya keahlian dan keterampilan pekerja akan mempengaruhi produktivitas kerja yang dihasilkan. Akibat dari menurunnya produktivitas tenaga kerja, akan diperlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan (Tjundoko, 2011). 2.8. Disiplin Kerja Disiplin lebih banyak bersumber dari dalam diri tenaga kerja sendiri, yang diperhatikan mereka dalam bentuk mematuhi dan mentaati peraturan yang berlaku dalam melaksanakan pekerjaan. Untuk itu pembinaan disiplin sangan diperlukan. Pembinaan disiplin adalah pembinaan sikapuntuk tetap mematuhi segala ketentuan yang berlaku dalam lingkungan sebuah proyek. Karena disiplin

14 merupakan suatu yang penting dalam menciptakan keteraturan dalam suatu proyek, maka pembinaan disiplin bisa merupakan kewajiban untuk semua tenaga kerja agar dapat bekerja dalam suasana tertib dan teratur. Gejala-gejala yang terliha apabila suatu perusahaan yang bekerja tanpa ditopang oleh tegaknya disiplin tenaga kerja antara lain (Ardana dkk, 2012): 1. Tingkat kemangkiran tinggi 2. Para tenaga kerja tidak mempunyai semangat dan gairah kerja 3. Prestasi kerja menurun 4. Tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tidak akan terjadi. Pembinaan disiplin kerja yang terus menerus dilakukan oleh manajemen pada suatu saat diharapkan para tenaga kerja tersebut tidak melakukan disiplin bukan karena sanksi yang merupakan ganjaran atas tindakan tersebut. Akan tetapi, diharapakan para tenaga kerja berdisiplin karena adanya dorongan yang tulen dari diri sendiri (yang betul-betul terpancar dari diri sendiri) dan berjalan sesuai dengan irama berputarnya program dan beban kerja perusahaan (Ardana dkk, 2012). Disiplin kerja sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulin maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya (Ardana dkk, 2012).

15 2.9. Komunikasi Antara Tenaga Kerja Seperti yang teah diketahui bahwa komunikasi merupakan kunci utama terjadinya hubungan kerja sama antar manusia. Dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan keinginan-keinginannya yang terpendam dalam hatinya kepada orang lain, baik melalui suara, atau gerak isyarat anggota badan dan sebagainya. Tidak mungkin orang lain dapat mengetahui apa yang kita inginkan, kalau keinginan itu tidak kita sampaikan (komunikasikan). Semakin lancar dan cepat komunikasi yang dilakukan, akan semakin cepat pula dapat terbinanya hubungan kerja. Seseorang yang tidak dapat melakukan komunikasi, sulitlah baginya untuk membina hubungan kerja denga orang lain. Oleh sebab tiu dikatakan keberhasilan membina kerjasama akan ditentukan oleh keberhasilan dalam melakukan organisasi (Ardana dkk, 2012). Komunikasi yang berlangsung dalam pembinanaan hubungan kerja dapat dibedakan menjadi. 1. Komunikasi horizontal Dalam membina hubungan kerja antara manusia diterapkan komunikasi horizontal ini. Komunikasi ini bergerak dan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda unit kerja. Komunikasi model ini paling sering terjadi pada pekerja yang bekerja dalam satu tim, atau antara pekerja dari kelompok tugas yang berbeda tapi masi mempunyai keterkaitan tugas. 2. Komunikasi vertical atas-bawah Komunikasi vertical atas bawah berlangsung antara pimpinan dengan bawahannya dalam semua peringkat jabatan. Biasanya komunikasi jenis

16 ini agak bersifat formal, yang disampaikan dalam berbagai bentuk dan kesempatan oleh pimpinan. Penerapan komunnikasi ini dapat berupa perintan, petunjuk, pengarahan, dan sebagainya. Komunikasi yang disampaikan wajib ditelaah, dipahami dan dilaksanakan oleh bawahannya, karena bersifat formal. 3. Komunikasi vertical bawah-atas Komunikasi vertical bawah atas merupakan kegiatan komnukasi yang berlangsung antara bawahan dengan atasan yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan tugas. Komunikasi jenis ini dapat bersifat formal kedinasan dan dapat juga bersifat informal, yang mempunyai kaitan dengan pelaksanaan tugas. 2.10. Presensi Tenaga Kerja Presensi merupakan kehadiran pekerja yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Pada umumnya selalu mengharapkan kehadiran pekerja tepat waktu dalam setiap jam kerja sehingga pekerjaannya akan mempengaruhi terhadap produktivitas kerja, untuk mencapai tujuannya secara optimal. Biasanya presensi/kehadiran pekerja dapat diukur melalui (Ardana dkk, 2012): 1. Kehadiran di tempat kerja 2. Ketepatan datang/pulang kerja. Dalam melaksanakan pekerjaanya, para tenaga kerja tidak luput dari masalah absensi atau tidak masuk kerja. Hal ini merupakan suatu hal yang diwajarkan karena tenaga kerja adalah manusia biasa yang dapat merasakan rasa

17 lelah, sakit, atau hal lainnya yang dijadikan alasan dari ketidakhadirannya ditempat kerja, namun bukan berarti pihak perusahaan mengijinkan untuk menjadikan hal tersebut sebagai suatu kejadian yang wajar dan tidak ada alasan untuk membiarkan tenaga kerja tidak hadir demi kepentingan pribadinya. Menurut Proboyo (1999), tenaga kerja dikatakan absen apabia tenaga kerja tersebut tidak hadir di tempat kerja. Tingkat absensi yang tinggi akan merugikan perusahaan karena jadwal kerja proyek terpaksa ditunda, pekerjaan makin menumpuk, oleh karena itu perusahaan harus lebih memperhatikan tingkat absensi tenaga kerjanya, bahkan perusahaan harus berusaha untuk menekan tingkat absensi ini agar perusahaan dapat menjalankan kegiatan dengan lancar. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat absensi yaitu: masalah kompensasi, ketidaksenangan atau bosan dengan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan alpa, cuti, ijin dan sakit. 2.11. Motivasi Kerja Keberhasilan terlaksananya kegiatan konstruksi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia (tenaga kerja). Oleh karena itu perlu disadari bahwa sangat penting adanya teknik-teknik untuk memelihara prestasi dan kepuasan tenaga kerja. Salah satunya dengan memberikan dorongan (motivasi) kepada tenaga kerja, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya denga baik dan optimal. Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak pada hakekatnya ada secara internal dan eksternal yang

18 dapat positif atau negative untuk mengarahkannya sangat tergantung pada ketangguhan manajer. Sedangkan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau pendorong semangat kerja (Ardana dkk, 2012). 2.12. Komposisi Kelompok Kerja Pada kegiatan konstruksi, terdapat seorang pemimpin di dalam satu kelompok kerja. Kelompok kerja terdiri dari bermacam-macam pekerja lapangan. Pekerja lapangan seperti: tukang batu, tukang besi, tukang pipa, tukang kayu, pembantu dan lain-lain. Komposisi kelompok kerja berengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja secara menyeluruh (Soeharto, 1995).