KESANTUNAN BERBAHASA MAMPU MENJAGA HARKAT DAN MARTABAT DIRI SERTA MAMPU MENGHORMATI ORANG LAIN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 menempatkan bahasa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena tanpa pendidikan manusia akan mengalami banyak kesulitan dan

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai segi kehidupan. Kenyataan menunjukkan bahwa pemakaian bahasa. dalam suatu pembelajaran di lembaga pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang

KESANTUNAN BERBAHASA PADA TUTURAN SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dengan pendidikan yang berjalan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa tersebut. Pendidikan bersifat umum atau universal. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan. Untuk dapat mengikuti dan meningkatkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada terhambatnya kemajuan negara. Menurut Nata (2012: 51) pendidikan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan sebagaimana yang telah tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka perlu dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut harus ada perhatian dari. pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diadakan di Negara tersebut. Pendidikan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan,

BAB I PENDAHULUAN. mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sejatinya adalah untuk membangun dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai ujung tombak berdirinya nilai-nilai atau norma. mengembangkan akal manusia, mengingat fungsi pendidikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. penting sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya efisiensinya berarti rendah.

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penurunan moral dalam diri masyarakat terlihat semakin nyata akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Arah Pendidikan Nasional sesuai dengan Undang Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman. Pengaruh globalisasi dapat mempengaruhi gaya hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

BAB I PENDAHUL PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. suatu Sistem Pendidikan Nasional. Dan sebagai pedoman yuridisnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa tersebut. UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berdasarkan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. peradapan bangsa yang bermartabat. untuk terus-menerus belajar. Seorang mahasiswa dalam meraih tujuan

Guru mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan belajar mengajar, dimana tugas guru tidak hanya merencanakan, melaksanakan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pendidikan di Sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Maelani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dan perkembangan suatu negara. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pendidikan khususnya, pelajaran akuntansi sangat

Transkripsi:

258 Kesantunan Berbahasa Mampu Menjaga Harkat dan Martabat Diri Serta Mampu Menghormati Orang Lain KESANTUNAN BERBAHASA MAMPU MENJAGA HARKAT DAN MARTABAT DIRI SERTA MAMPU MENGHORMATI ORANG LAIN Aswinarko Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI Jl. Nangka No. 58 C, Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Indonesia Abstrak Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia. Berbahasa yang baik dan benar saja belum cukup dalam berkomunikasi, tetapi berbahasa santun adalah merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, agar dalam berkomunikasi dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Pada hakikatnya setiap manusia ingin dihormati oleh orang lain, maka dengan menggunakan bahasa yang santun mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan sekaligus mampu menghormati orang lain. Kata Kunci : Santun, Bahasa, Hormat Civility Language to Keeping Yourself Dignity Able And Respect For Others Abstract Language is an instrument of communication for human. Speak which good and great is not enough in communicated, but speak with good manners is a needed for everyone, so in communicated can be directed at appropriate which expectation. In the essence, human would be respected by another persons, so if we use good manners for communication in language, we can guard of value and grade for themself and all at once for respected the other one. Keywords : Good Manners, Languange, Respect A. PENDAHULUAN Mampu bertutur kata secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang jelas dapat menyejukkan orang lain. Hal demikian merupakan dambaan setiap orang. Seandainya pelaku berbahasa setiap orang seperti itu, maka rasa kebencian, rasa curiga sikap berprasangka buruk terhadap orang lain tidak perlu ada. Dengan demikian, hubungan antarmanusia akan terjalin dengan rasa aman, nyaman dan penuh dengan keharmonisan.

Vol. 03 No.03 Juli-September 2011 259 Namun, harapan seperti itu tampaknya masih jauh panggang dari api. Hal ini tercermin dalam kesediaan menerima orang lain seperti adanya (empati), menghargai keberhasilan orang lain dengan ikhlas, menaruh rasa (simpati) terhadap penderitaan orang lain masih merupakan perang besar dalam kalbu untuk melawan sifat buruk dalam diri setiap orang. Seseorang dapat bertutur santun, bersikap halus dan berwajah ceria penuh senyum. Namun apakah suara hatinya mengatakan seperti itu, hanya dirinyalah yang mengetahui. Namun, kita harus optimis dan menyadari bahwa kebanyakan orang memiliki keinginan untuk berusaha bersikap dan berpeliaku yang baik, utnuk menjaga harkat dan martabat dirinya dan menghargai orang lain, Semua itu akan terlihat melalui aktualisasi diri dan melalui tindak bahasa. B. PEMBAHASAN Kesantunan berbahasa sebenarnya merupakan cara yang ditempuh oleh penutur di dalam berkomunikasi agar penutur tidak merasa tertekan, tersudut atau tersinggung. Menurut Brown dan Levinson (1987), kesantunan berbahasa ini dimaknai sebagai usaha penutur untuk menjaga harga diri, atau wajah pembicara maupun pendengar. Kesantunan berbahasa bersifat universal, Geoffrey Leech (2005) berdasarkan hasil penelitiannya tentang kesantunan dalam budaya timur dan barat, menyimpulkan bahwa kesantunan tidak mengenal barat ataupun timur, meskipun terdapat perbedaan di antara keduanya. Bahasa juga bersifat netral. Bahasa menjadi baik atau tidak baik dalam penggunaannya oleh pihak tertentu. 1. Bentuk Bahasa yang Santun Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Bahkan, bahasa merupakan cermin kepribadian bangsa. Artinya melalui bahasa yang

260 Kesantunan Berbahasa Mampu Menjaga Harkat dan Martabat Diri Serta Mampu Menghormati Orang Lain digunakan seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui kepribadiannya. Namun kita akan menemui kesulitan mengukur apakah seseorang memiliki kepribadian yang baik atau buruk jika mereka tidak mengungkapkan pikiran atau perasaannya melalui tindak bahasa (baik verbal maupun nonverbal). Bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan, sedangkan bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak-gerik tubuh, sikap atau perilaku (Pranowo 2009:3). Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapan kepribadian yang baik, benar dan santun sehingga mencerminkan budi halus dan pekerti luhur seseorang. Budi halus dan pekerti luhur merupakan tolok ukur kepribadian baik seseorang. Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Oleh karena itu sangat wajar jika kita sering menemukan pemakaian bahasa yang baik dan benar, tetapi nilia rasa yang terkandung di dalamnya justru menyakitkan hati pembaca atau pendengarnya. Hal ini karena pemakai bahasa belum memahami struktur bahasa yang santun. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa bahasa yang santun adalah bahasa yang baik dan benar dan disertai sikap-sikap hormat juga menghargai orang lain. Di Indonesia hal ini dapat diwujudkan dengan bahasa nonverbal misalnya dengan sedikit membungkukkan badan, pandangan mata yang wajar dan volume suara tidak terlalu keras serta dukungan dari bahasa tubuh yang lain. Agar pemakai bahasa semakin santun, penutur dapat menggunakan bentuk-bentuk tertentu seperti : a. Ungkapan memakai gaya bahasa yang halus (eufemisme), terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa, misalnya: 1) a) Badanmu sekarang kok kurus, apakah baru sakit? (kurang santun karena menggunakan kata kurus )

Vol. 03 No.03 Juli-September 2011 261 b) Badanmu sekarang kok lebih langsing, apakah baru sakit? (lebih santun karena menggunakan gaya bahasa eufimisme) 2) a) Jangan dekat-dekat, badanmu bau! (kurang santun) b) Sebaiknya kamu mandi dulu supaya badan kamu segar dan segeralah bergabung di sini (lebih santun dan menghargai orang lain) b. Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan atau bersifat implikatur (PJW Nababan 198:25). 1) a) Guru, Anak-anak buka jendela, ruangan ini panas sekali! (kurang santun, terlalu lugas) b) Guru, Anak-anak kok ruangan terasa panas ya (santun karena anak-anak terkesan tidak diperintah) 2) a) Ayah, Rudi cepat belajar, minggu depan kan sudah UAS! (kurang santun) b) Ayah, Rudi minggu depan UAS (santun karena Rudi terkesan tidak dipaksa belajar) c. Menggunakan tutur tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan secara langsung, misalnya : a) Bawa kesini, tas yang ada di meja Anda itu! (kurang santun) b) Tas di meja Anda itu milik saya, tolong ambilkan dan bawa kesini. (pemaiakan kata tolong terasa lebih santun). Dari contoh-contoh di atas jelaslah dapat disimpulkan bahwa dengan berbahasa yang santun komunikasi akan lebih lancar (tidak menimbulkan sakit hati). 2. Alasan Berbahasa yang Santun Sejak reformasi bergulir tahun 1997, kebebasan masyarakat Indonesia untuk berpendapat semakin terbuka terutama keterbukaan pers yang

262 Kesantunan Berbahasa Mampu Menjaga Harkat dan Martabat Diri Serta Mampu Menghormati Orang Lain kohesif. Kritik, saran, masukan dan pernyataan puas atau tidak puas dapat dikemukakan secara transparan tanpa harus merasa takut. Siapapun boleh berpendapat secara terbuka. Jika ada yang melanggar hukum, yang bertindak adalah hukum bukan kekuasaan. Jika ada yang melanggar pranata norma, ganjarannya adalah sanksi sosial bukan kebencian terhadap seseorang. Itulah realita yang terjadi. Begitupun dalam dunia pendidikan. Buah dari reformasi yang digulirkan tahun 1997 juga berdampak dalam interaksi keseharian antara guru dan murid atau antara dosen dan mahasiswa. Murid atau mahasiswa lebih merasakan kebebesan dalam mengemukakan pendapat atau penilaian terhadap guru atau dosen. Cara penyampaian pendapat atau interaksi juga sedikit banyak mengalami pergeseran dibandingkan dengan era sebelum reformasi. Namun, harus disadari bahwa negara kita adalah negara hukum. Di dalam masyarakatnya terdapat tata krama, sopan santun dan tata susila yang harus diikuti. Mampu berbahasa yang baik dan benar juga santun merupakan cermin bangsa yang berbudaya dan berkarakter (Keraf, 2000:64). Hal ini selaras dengan amanat yang disampaikan oleh UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003: Pasal 4;7). Dalam hal ini, peran berahasa yang santun tidak dipungkiri turut berperan dalam mewujudkan tujuan yang tertuang dalam Undang-undang tersebut. Oleh karena itu, siapapun kita, berbahasa santun adalah kebutuhan. Lebih-

Vol. 03 No.03 Juli-September 2011 263 lebih profesi sebagai guru sebagai ujung tombak untuk mencerdaskan dan membentuk karakter bangsa. Berbahasa dan berperilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan sekedar kewajiban. Seseorang berbahasa dan bereprilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Jika ternyata aktualisasi diri dengan berbahasa dan berperilaku santun dapat berkenan bagi mitra tutur, sebenarnya hanyalah efek dan bukan tujuan. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat berbahasa secara santun. 3. Cara Berbahasa Santun Santun tidaknya seseorang dapat diukur melalui bahasa verbal maupun nonverbal yang digunakan. Demikian pula, santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) yang berarti ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu yang menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur, dan gaya bahasa yang berarti kesanggupan menggunakan gaya bahasa seseorang penutur yang mencerminkan tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Setiap kata di samping memiliki makna tertentu juga memiliki (daya) kekuatan tertentu. Jika daya bahasa yang ditimbulkan menjadikan mitra tutur tidak berkenan, maka penutur akan dipersepsi sebagai orang yang tidak santun. Sebaliknya, jika daya bahasa tersebut menjadikan mitra tutur berkenan, penutur akan dipersepsi sebagai orang santun. C. PENUTUP Berkomunikasi secara santun bukan hal yang mudah. Banyak orang yang babak belur dalam pertarungan melawan sifat buruknya sehingga gagal

264 Kesantunan Berbahasa Mampu Menjaga Harkat dan Martabat Diri Serta Mampu Menghormati Orang Lain dalam berbahasa secara santun. Namun jika seseorang memiliki kesungguhan untuk menjaga harkat dan martabat dirinya dan ada niat untuk menghormati orang lain seperti adanya, bukan hal yang mustahil bahwa setiap orang mampu berbahasa secara santun. Prinsip utama agar mulai dapat berbahasa secara santun adalah berprasangka baik kepada setiap orang. Artinya, setiap orang pasti ingin dihormati dan dihargai, maka hargailah mereka. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar mampu berbahasa secara santun dan komunikatif adalah : 1. Berbahasa santun dapat menggunakan bahasa verbal (untuk bahasa tulis) dan dapat pula dibantu dengan bahasa nonverbal (untuk bahasa lisan). 2. Berbahasa santun tidak harus menggunakan bahasa baku, tetapi menggunakan bahasa sesuai dengan ragamnya (bahasa yang baik). 3. Gunakanlah diksi yang memang sudah berbentuk santun atau memiliki aura kesantunan (seperti mohon, berkenan, mohon maaf). 4. Bertuturlah mengenai topik yang juga dimengerti dan diminati oleh mitra tutur. 5. Buatlah mitra tutur tertarik dengna tuturan penutur sehingga mereka mudah memahami maksud tuturan. 6. Kenalilah diri mitra tutur dengan benar, terutama yang berkaitan dengan identitas pribadai dan kesenangannya. 7. Ciptakan konteks situasi yang kondusif bagi mitra tutur agar atensi mitra tutur terfokus pada penutur. 8. Gunakan gaya bahasa tertentu sesuai dengan konteks dan situasinya sehingga maksud yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah oleh mitra tutur. DAFTAR PUSTAKA Gorys, Keraf.. 1982. Eksposisi dan Deskripsi. Ende : Nusa Indah. Markhamah. 2009. Analisis Kesalahan & Kesantunan Berbahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Vol. 03 No.03 Juli-September 2011 265 Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana. Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4:7.