Perubahan Wilayah Risiko Penularan Penyakit Malaria dan Kasus Malaria di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

Perbandingan Wilayah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Data di seluruh dunia

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia Tenggara termasuk di Indonesia terutama pada penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber:

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun dipandang sebagai n

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

PROSPEK IKLIM DASARIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Update: 01 Februari 2016

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara epidemiologi, Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah sejenis penyakit menular pada manusia. Sekitar

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

Transkripsi:

Perubahan Wilayah Risiko Penularan Penyakit Malaria dan Kasus Malaria di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Tahun 2005-2015 Hana Zahira Syarif 1, Maria Hedwig Dewi Susilowati 2, Widyawati 3 1 Geografi,Universitas Indonesia,Depok16424 E-mail : hana.zahira@sci.ac.id 2 Geografi,Universitas Indonesia,Depok16424 E-mail : maria.hedwig@ui.ac.id 3 Geografi,Universitas Indonesia,Depok16424 E-mail : widyawati@ui.ac.id ABSTRAK Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Malaria merupakan penyakit menular yang mengancam daerah tropis dan subtropis, penyakit ini mematikan lebih dari satu juta manusiasetiap tahunnya.berdasarkan hasil riset Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 menunjukkan bahwa kasus malaria terkonsentrasi pada wilayah Indonesia bagian timur.provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu target wilayah eliminasi yang bersih dari malaria pada tahun 2020 (Depkes, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malaria di Provinsi NTB tahun 2005 2015, serta hubungan perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malaria di Provinsi NTB tahun 2005 2015. Adapun risiko penularan malaria dapat dikaji dengan melakukan perhitungan Malaria Vulnerability Index (MLI). MLI tersebut merupakansuatumetode untukmenghitungtingkatrisikopenularanmalaria berdasarkannilai bahaya dan kerentanan. MLI tersebut akan dikorelasikan dengan kasus malaria guna mengetahui hubungan perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malariadi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hasil menunjukkan adanya perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malaria sejak tahun 2005 2015. Adapun berdasarkan analisis spasial dan uji statistik dengan menggunakan perhitungan Chi-Square diketahui bahwa tidak ada hubungan antara perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malaria di Provinsi NTB. Kata Kunci Bahaya, kerentanan, malaria, Malaria Vulnerability Index, perubahan wilayah risiko. 1. PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk yang memiliki ketergantungan pada alam. Apabila terjadi cuaca ekstrim, maka akan mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya. Faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu udara akan mempengaruhi ekosistem, sehingga dengan adanya perubahan ekosistem maka akan mempengaruhi perkembang biakan vektor. Contoh penyakit menular akibat vektor ialah demam berdarah dengue (DBD) dan malaria[1] Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina. Penyakit malaria dapat menyerang semua golongan umur baik bayi, anak-anak dan orang dewasa [2].Malaria merupakan penyakit menular yang mengancam daerah tropis dan subtropis yang mematikan lebih dari satu juta manusia setiap tahunnya. Di Indonesia kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi di wilayah timur [3]. Angka kesakitan malaria cukup tinggi, sekitar 70 juta atau 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria [4]. Beberapa tahun terakhir malaria merupakan salah satu penyakit yang muncul kembali (reemerging diseas) yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya jumlah kasus di beberapa daerah, baik di Jawa- Bali maupun di luar Jawa-Bali. Beberapa kejadian luar biasa (KLB) malaria diakibatkan karena perubahan lingkungan dimana tempat perindukan 477

potensial semakin luas atau semakin bertambah. Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. PropinsiNusaTenggara Barat(NTB) merupakan salah satu target wilayah eliminasi yang bersih dari malaria pada tahun 2020. Hal ini dikarenakan malaria termasuk dalam sepuluh besar penyakit yang menyerang masyarakat. Upaya-upaya pemberantasan tetap dilakukan setiap tahun namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada tahun 2005 ditemukan kasus malaria sebanyak 10.535 jiwa. Pada tahun 2010 jumlahnya menurun menjadi 7919 jiwa. Sedangkan pada tahun 2015 jumlah kasus mengalami penurunan kembali menjadi 2014 jiwa [5]. Kasus infeksi penyakit malaria menjadi salah satu konsep kunci dalam penelitian risiko penularan malaria secara spasial dan temporal di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Penggunaan analisa spasial dan temporal bertujuan untuk mengetahui perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria.hal ini dikarenakan adanya transformasi wilayah yang terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).Adapun risiko penularan malaria dapat dikaji dengan melakukan perhitungan Malaria Vulnerability Index (MLI). MLI tersebut merupakan suatu metode untuk menghitung tingkat risiko penularan malaria berdasarkan nilai bahaya dan kerentanan. Selanjutnya, MLI tersebut akan dikorelasikan dengan kasus malaria guna mengetahui pengaruh perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria terha dap kasus malariadi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Alur Pikir Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu wilayah yang menjadi endemik malaria. Penelitian ini menjadikan kabupaten/kota sebagai unit analisis agar dapat diketahui pengaruh perubahan wilayah risiko penularan malaria terhadap kasus malaria di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Disamping itu, penelitian ini berpedoman pada konsep Malaria Vulnerability Index (MLI). Berdasarkan konsep Malaria Vulnerability Index (MLI) digunakan beberapa variabel dalam menentukan bahaya dan kerentanan. Pada aspek bahaya, indikator yang digunakan adalah suhu udara dan penggunaantanah.data suhu udara digunakan guna mengetahui potensi persebaran nyamuk.hal ini dikarenakan adanya kemampuan nyamuk untuk hidup pada suhu 20-30 C. Adapun data penggunaan tanah akan dianalisa agar dapat diketahui tepat pembiakan nyamuk (breeding place). Pada aspek kerentanan akan dibedakan menjadi tiga kelompok,yaitu indikator keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif. Indikator keterpaparan meliputi kepadatan penduduk dengan asumsi bahwa kepadatan pendudukakan mengalami perubahan dalam kurun waktu sebelas tahun. Penggunaan data kepadatan penduduk digunakan karena potensi penularan penyakit malaria semakin tinggi pada wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi. Adapun indikator sensitivitas terdiri atas usia produktifdan status gizi balita. Penggunaan data usia produktif dikarenakan, semakin banyak usia produktif pada suatu wilayah, maka tingkat mobilitas semakin tinggi sehingga potensi penularan penyakit malaria akan semakin tinggi. Sedangkan dalam data status gizi buruk balita yang digunakan adalah data gizi buruk balita.hal ini dikarenakan, gizi buruk mengasumsikan asupan nutrisi balita dan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok balita. Indikator kapasitas adaptif terdiriatas PDRB, jumlah murid SMA dan SMK,danfasilitaskesehatan.Data PDRB digunakan sebagai gambaran kemampuan perekonomian wilayah.adapun data jumlah murid SMA dan SMK menggambarkan banyaknya penduduk yang dapat menerima pengetahuan tentang kesehatan dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.sedangkan data fasilitas kesehatan digunakan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam kegiatan prefentif dan kuratif dalam kasus malaria dan risiko penularan penyakit malaria.kemudian tingkat kerentanan dan bahaya digabungkan agar diketahui tingkat risiko penularan penyakit malaria pada tiap kabupaten/kota. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini ialah perubahan wilayah risiko penularan penyakitmalaria berdasarkan konsep Malaria Vulnerability Index (MLI) dikaitkan dengan kasus malaria. Interval yang digunakan dalam penelitian ini yaitus elama lima tahun. 478

2.3 Pengolahan Data Pengolahan data tabular dan statistik meliputi pengolahan data risiko dan pengolahan data kasus malaria.pengolahan data risiko dalam penelitian ini dibagi menjadi nilai bahaya dan kerentanan yang diolah menggunakan perhitungan Malaria Vulnerability Index [6]. 2.4 Analisis Data Analisis spasial dengan cara overlay peta risiko dan kasus malaria. Metode overlay digunakan guna mengetahui distribusi spasial perubahan wilayah risiko dan kasus malaria. Adapun petarisiko terdiriatas peta wilayahkerentanan dan wilayah bahaya. Dalam penelitian iniyang akan dideskripsikan adalah pengklasifikasian wilayah risiko penularan penyakit malaria. Selain dalam bentuk peta, pengklasifikasian wilayah risiko penularan penyakit malariajuga akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian akan dideskripsikan dan dibandingkan secaratemporal. Gambar 1. Alur Pikir 2.2 Pengumpulan Data Dalam mencapai tujuan penelitian ini, diperlukan beberapa data sekunder dari beberapa instansi terkait. Data sekunder yang dibutuhkan adalah suhu udara tahun 2005-2015 yang bersumber dari Badan Meteorologii Klimatologi dan Geofisika, data penggunaan tanah yang bersumber dari Balai Penelitian Tanah, data kasus malaria yang bersumber dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB, data kepadatan penduduk yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, data usia produktif yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, data gizi buruk balita yang bersumber dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB, data jumlah murid SMA dan SMK yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, data nilai PDRB yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, dan data fasilitas kesehatan yang bersumber dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Data sekunder dikumpulkan melalui cara studi instansional, selain dari instansi terkait, data diperoleh melalui survei lapang pada April 2017 guna memperkuat penelitian dengan cara pengamatan lapangan dan wawancara dengan pegawai pemerintahan dan penduduk lokal. Analisis statistik yang digunakan berupa analisis Chi-square. Pada penelitian ini penggunaan analisis Chi-Square berfungsi untuk mengetahui hubungan antara risiko penularan malaria dan kasus malaria di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2005-2015.Oleh karena itu, variabel terikat (Y) yang digunakan ialah jumlah kasus penyakit malaria pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meliputi tahun 2005, 2010, dan 2015.Kemudian variabel bebas yang digunakan ialah risiko penularan penyakit malaria pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meliputi tahun 2005, 2010, dan 2015.Adapun bentuk distribusi Chi-Square adalah menjulur positif. Berikut ialah rumus dari analisis Chi-Square : H 0 yang digunakan dalam analisis ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko penularan penyakit malaria dengan kasus malaria.sedangkan H 1 yang digunakan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara risiko penularan penyakit malaria dengan kasus malaria. Dengan demikian akan terlihat korelasi variabel bebas terhadap variabel terikat. 3.GAMBARAN UMUM PROVINSI NTB Daerah penelitian dalam penelitian ini, terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara astronomis Provinsi NTB terletak pada 8 10' - 9 5' LS dan 115 46' - 119 5' BT. Provinsi NTB terdiri 479

dari delapan kabupaten dan dua kota, yaitu Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram, dan Kota Bima. Luas wilayah Provinsi NTB mencapai 49.312,19 km 2.Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.Ketinggian pada daerah penelitian yang bervariasi.ketinggian pada Pulau Lombok yaitu berkisar antara 0 3.726 mdpl, sedangkan pada Pulau Sumbawa berkisar antara 0 2.851 mdpl (lihat Gambar 2). Selain adanya variasi ketinggian, menurut klasifikasi iklim Oldeman (1975) sebagian besar wilayah NTB tergolong beriklim kering yang terdiri atas zona C2,G3,D3,D4,E3,dan E4 [7].Adapun penggunaan tanah terluas adalah hutan dengan luas sebesar 47 persen dari keseluruhan luas penggunaan tanah. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk tahun 2010 2020 jumlah penduduk Provinsi NTB pada tahun 2015 mencapai 4.835.577 jiwa. PDRB berdasarkan harga berlaku di Provinsi NTB pada tahun 2015 sebesar 102.791.555,14 juta rupiah. Pada tahun 2015 angka melek huruf pada kelompok umur 10 tahun keatas mencapai 88,66%. Berdasarkan komposisi jenis kelamin, kemampuan baca tulis penduduk laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kemampuan baca tulis penduduk lakilaki mencapai 92,10%, sedangkan perempuan adalah 85,80%. Disamping itu diketahui bahwa jumlah rumah sakit umum di Provinsi NTB tahun 2015 sebanyak 26 buah, sedangkan berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, pada tahun 2015 terdapat sebanyak 100.862 orang yang tersuspek malaria [8]. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Bahaya di Provinsi NTB Tahun 2005 2015 Bahaya merupakan faktor lingkungan yang memiliki peranan besar dalam meningkatnya faktor langsung terjadinya malaria.tingkat bahaya dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu distribusi suhu udara dan distribusi penggunaan tanah. Berdasarkan Gambar 3. diketahui bahwa dinamika tingkat bahaya penularan penyakit malaria memiliki nilai yang berbeda, namun pada umumnya memiliki pola yang sama. Pola persebaran tingkat bahaya penularan penyakit malaria di Provinsi NTB tahun 2005-2015 umumnya adalah semakin ke timur wilayah penelitian maka tingkat bahaya semakin tinggi.hal ini dikarenakan wilayah timur seperti Kabupaten Bima memiliki suhu udara yang relatif lebih tinggi dan penggunaan tanah yang didominasi oleh hutan.berbeda dengan Kabupaten Lombok Barat yang mana suhu udaranya relatif lebih rendah dan penggunaan tanahnya didominasi oleh selain hutan. Secara temporal tingkat bahaya mengalami perubahan nilai.hal ini dapat dilihat pada peningkatan yang terjadi pada tahun 2010, mengingat adanya kontribusi yang sangat besar dari suhu udara dikarenakan adanya fenomena cuaca ektrim berupa El Nino dan La Nina.Adapaun pada tahun 2015 seluruh wilayah penelitian mengalami penurunan tingkat bahaya [9]. Gambar 2. Gambaran Umum Provinsi NTB 480

kesehatan) yang tidak mampu menopang nilai keterpaparan (kepadatan penduduk) serta sensitivitas (usia produktif dan gizi buruk balita). Ketidakmampuan kapasitas adaptif ini disebabkan karena terjadinya pemekaran wilayah pada tahun 2007, sehingga terjadi penurunan jumlah murid SMA dan SMK, serta penurunan jumlah fasilitas kesehatan.adapun pada tahun 2015 kabupaten/kota yang mengalami peningkatan nilai kerentanan adalah Kabupaten Lombok Timur. Salah satu penyebab terjadinya peningkatan nilai kerentanan di Lombok Timur adalah menurunnya jumlah murid SMA dan SMK pada tahun 2015. Gambar 3.Dinamika Bahaya Tahun 2005-2010 4.2 Tingkat Kerentanan di Provinsi NTB Tahun 2005 2015 Kerentanan sebagai tingkat keadaan lingkungan/ orang untuk bertahan dari bahaya.kerentanan terdiri atas tiga komponen yaitu keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif.dinamika kerentanan ini dianalisis secara temporal dan spasial.hal ini bertujuan agar diketahui pola persebaran dari kerentanan di Provinsi NTB tahun 2005 2015. Secara spasial dinamika kerentanan penularan penyakit malaria mengalami peningkatan daerah kerentanan sejak tahun 2005 hingga 2015 terutama pada kelas tinggi.berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa pada tahun 2005 mayoritas kelas kerentanan tinggi berada di bagian timur, baik timur Pulau Lombok maaupun Pulau Sumbawa.Adapun pada tahun 2010 nilai kerentanan tinggi berada di bagian barat Pulau Lombok dan berada pada bagian timur Pulau Sumbawa.Sedangkan pada tahun 2015 kerentanan kelas tinggi hampir melingkupi seluruh Pulau Lombok. Disamping itu, secara temporal pada umunya terjadi penurunan tingkat kerentanan, akan tetapi pada tahun 2010 Kabupaten Lombok Barat mengalami peningkatan nilai kerentanan. Hal ini dikarenakan nilai kapasitas adaptif (PDRB, pendidikan, fasilitas Gambar 4. Dinamika Kerentanan Tahun 2005-2010 481

4.3 Tingkat Risiko Penularan Penyakit Malaria di Provinsi NTB Tahun 2005-2015 Perubahan wilayah risiko ini dianalisis secara temporal dan spasial dengan melakukan overlay antara peta wilayah risiko tahun 2005 dan 2010, serta peta risiko tahun 2010 dan 2015. Hal ini bertujuan agar diketahui pola persebaran dari risiko penularan penyakit malaria di Provinsi NTB tahun 2005 2015. Berdasarkan Gambar 5. diketahui bahwa pada tahun 2010 nilai risiko pada masingmasing kabupaten/kota cenderung mengalami penurunan. Adapun pada tahun 2015 seluruh wilayah penilitian mengalami penurunan nilai risiko.berikut merupakan analisis perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria tahun 2005 2010 dan 2010 2015. Gambar 5. Dinamika Tingkat Risiko 4.4 Perubahan Wilayah Risiko Penularan Penyakit Malaria Tahun 2005 2010 Berdasarkan Gambar 6. diketahui bahwa perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria tahun 2005 2010 memiliki pola persebaran semakin ke barat masing-masing pulau maka terjadi peningkatan nilai risiko. Hal ini dikarenakan pada bagian barat masing-masing pulau merupakan daerah dengan kegiatan masyarakat yang tinggi, seperti contoh Kota Mataram yang merupakan ibukota Provinsi dan Kabupaten Sumbawa Barat yang mana merupakan pusat pertambangan provinsi. Kondisi kegiatan masyarakat yang tinggi dapat memicu tinggi nya nilai risiko penularan penyakit malaria. Adapun penurunan rendah terjadi pada bagian timur wilayah penelitian atau berada di Kabupaten Bima. Hal ini dikarenakan kondisi alam Kabupaten Bima yang memicu tinggi nya nilai risiko seperti suhu udara yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Oleh karena itu apabila terjadi perubahan maka akan sangat sedikit penurunannya. Gambar 6. Perubahan Wilayah Risiko Tahun 2005-2010 4.5 Perubahan Wilayah Risiko Penularan Penyakit Malaria Tahun 2010 2015 Berdasarkan Gambar 7. diketahui bahwa perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria tahun 2010 2015 memiliki pola semakin ke tengah wilayah penelitian dengan dominasi penggunaan tanah hutan maka penurunan tingkat risiko yang terjadi merupakan tingkat sangat rendah. Kondisi ini berada pada Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat.Hal ini dikarenakan kondisi penggunaan tanah yang didominasi hutan dapat memicu tingginya nilai risiko.apabila terjadi perubahan nilai risiko maka perubahan yang terjadi sangat rendah. Adapun perubahan nilai risiko tinggi berada pada wilayah dengan penggunaan tanah berupa permukiman atau yang memiliki vegetasi rendah.perubahan penurunan tinggi berada pada bagian barat pulau Lombok yaitu Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Barat dengan dominasi penggunaan tanah berupa pertanian. Gambar 7. Perubahan Wilayah Risiko Tahun 2010-2015 482

4.6 Kasus Malaria Provinsi NTB Perubahan wilayah kasus malaria didapatkan dengan melakukan overlay antara peta wilayah kasus malaria tahun 2005 dan 2010, serta peta kasus tahun 2010 dan 2015. Berdasarkan Gambar 8. diketahui bahwa terjadi perubahan wilayah kasus malaria sejak tahun 2005 hingga 2015. Perubahan wilayah yang terjadi menyatakan adanya penurunan pada tahun 2005 2010. Berdasarkan Gambar 8. diketahui adanya penurunan kasus malaria dari tahun 2005 hingga 2015. Penurunan yang tinggi terjadi di tahun 2010.Hal ini dikarenakan adanya program eliminasi malaria secara optimal yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kemudian angka penyakit malaria mengalami penurunan kembali hingga tahun 2015 sesuai dengan program yang dicanangkan agar pada tahun 2020 provinsi NTB bebas dari penyakit malaria. Berikut adalah penjelasan dari perubahan wilayah kasus malaria yang terjadi pada tahun 2005 2010 dan 2010 2015. dengan tingkat kasus mlarai yang sangat tinggi, sehingga setelah dilakukannya program eliminasi malaria terjadi penurunan yang sangat tinggi. Gambar 9. Perubahan Wilayah Kasus Malaria Tahun 2005-2010 4.8 Perubahan Wilayah Kasus Malaria di Provinsi NTB Tahun 2010-2015 Perubahan wilayah kasus malaria memiliki pola persebaran yang merata akan tetapi nilai perubahan kasus malaria berbeda. Penyebab meratanya perubahan wilayah kasus malaria dikarenakan pada tahun 2010 dan 2015 jumlah kasus berada pada kelas sangat rendah, sehingga penurunan yang terjadi pun sangat rendah. Kondisi ini mengindikasikan keberhasilan upaya pemerintah untuk melakukan eliminasi malaria di Provinsi NTB Gambar 8. Dinamika Kasus Malaria 4.7 Perubahan Wilayah Kasus Malaria di Provinsi NTB Tahun 2005-2010 Berdasarkan Gambar 9. diketahui bahwa perubahan wilayah kasus malaria pada tahun 2005 2010 mengalami menurunan dengan pola persebaran yang bervariasi. Pada umumnya penurunan nilai wilayah kasus yang sangat rendah berada pada bagian barat masing-masing pulau.hal ini dikarenakan bagian barat merupakan daerah dengan topografi yang rendah, sehingga untuk timbulnya kasus malaria pun cenderung lebih rendah. Oleh karena itu maka penurunan kasus malaria sangat rendah pada daerah tersebut, kabupaten/kota yang berada pada bagian barat masing-masing pulau adalah Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat. Adapun penurunan dengan tingkat sangat tinggi meliputi Kabupaten Sumbawa, Lombok Barat, dan Lombok Timur.Hal ini dikarenakan sebelumnya kabupaten-kabupaten tersebut merupakan daerah 4.9 Hubungan Perubahan Wilayah Risiko Penularan Penyakit Malaria dan Perubahan Wilayah Kasus Malaria di Provinsi NTB Tahun 2005-2010 Berdasarkan analisis spasial dengan melakukan overlay peta dan analisis statistik antara perubahan wilayah risiko dan kasus malaria tahun 2005-2015 maka didapatkan hasil hubungan sebagai berikut. Gambar 10. Perubahan Risiko dan Kasus Malaria Tahun 2005-2010 Berdasarkan Gambar 10. diketahui bahwa perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malaria tahun 2005-2010 483

memiliki pola yang berbeda. Pada perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria diketahui bahwa pola persebarannya adalah pada bagian barat masing-masing pulau mengalami peningkatan perubahan tingkat risiko. Sedangkan pada perubahan wilayah kasus malaria memiliki pola yang tidak beraturan. Setelah adanya pemaparan hasil tabulasi silang antara perubahan wilayah kasus malaria dan risiko penularan malaria diketahui adanya hasil uji Chi- Square. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa hasil Pearson Chi-Square sebesar 0,690. Hal ini menyatakan bahwa nilai p value >0,005, sehingga H 0 diterima yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kasus malaria dan risiko penularan malaria di Provinsi NTB tahun 2005. 4.10 Hubungan Perubahan Wilayah Risiko Penularan Penyakit Malaria dan Perubahan Wilayah Kasus Malaria di Provinsi NTB Tahun 2010-2015 Berdasarkan Gambar 11. diketahui bahwa terdapat pola yang berbeda antara perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria dan kasus malaria tahun 2010-2015. Pada perubahan wilayah penularan penyakit malaria memiliki pola yang tersebar secara acak, akan tetapi semakin ke tengah maka nilai perubahan wilayah semakin rendah. Adapun uji Chi- Square tidak menunjukkan adanya hasil.hal ini dikarenakan variabel perubahan wilayah kasus malaria yang konstan. Gambar 11. Perubahan Risiko dan Kasus Malaria Tahun 2010-2015 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Wilayah risiko penularan penyakit malaria di Provinsi NTB tahun 2005-2015 mengalami perubahan dan pola persebaran.pada tahun 2005 2010 perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria memiliki pola persebaran semakin menuju ke wilayah dengan pusat kegiatan yang tinggi maka perubahan risiko penularan penyakit malaria semakin meningkat.adapun pada tahun 2010 2015 seluruh wilayah penelitian mengalami penurunan risiko dan memiliki pola persebaran semakin ke tengah wilayah penelitian maka perubahan wilayah risiko penularan penyakit malaria semakin rendah. Tidak ada variabel kunci yang mempengaruhi perubahan wilayah risiko.disamping itu terdapat pula perubahan wilayah kasus penyakit malaria yang mengalami penurunan sejak tahun 2005 hingga 2015. Secara spasial dan uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara perubahan wilayah risiko dan kasus malaria. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa tidak selalu wilayah risiko diikuti dengan kasus malaria. 5.2 Saran Untuk pengembangan lebih lanjut maka disarankan agar penelitian menggunakan ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu berupa skala kabupaten/kota atau kecamatan.disamping itu, pengembangan lebih lanjut sebaiknya menggunakan variabel yang lebih mendalam seperti variabel data penduduk yang beraktivitas pada malam hari guna mengetahui potensi penularan penyakit malaria yang umumnya terjadi pada masyarakat yang beraktivitas di malam hari karena adanya gigitan nyamuk Anopheles betina. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada pembimbing penelitian, Departemen Geografi UI, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan instansi-instansi terkait (Dinas Kesehatan Prov.NTB, BPS Prov.NTB, dan BMKG) yang telah membantu dalam menyediakan data penelitian, serta pihak lainnya yang telah membantu dan memberikan banyak saran, kritik, dan pendapat untuk penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Dixon G.P. Climate Change and Human Health.ISSN 1660-4601. 2010 [2] Departemen Kesehatan RI Dirjen PPM&PLP. Modul Epidemiologi Malaria. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan. 2003 [3] Kementrian Kesehatan RI. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan. Jakarta. 2011 [4] Departemen Kesehatan RI Dirjen PPM&PLP. Pedoman Malaria. Jakarta. 2008 [5] Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Pulau Sumbawa Tahun 2014. Nusa Tenggara Barat. 2015 [6] Raharjo, M. Malaria Vulnerability Index (MLI) Untuk Manajemen Risiko Dampak Perubahan Iklim Global 484

Terhadap Ledakan Malaria di Indonesia. Yogyakarta. 2000 [7] Sandi, I.M. Iklim Regional Indonesia. Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia. 1987 [8] Badan Pusat Statistik Provinsi NTB. Provinsi NTB Dalam Angka Tahun 2015. Nusa Tenggara Barat. 2016 [9] Meyer, G. Variation of Indonesian Throughflow and The El Nino Southern Oscillation. J. Geophy.Res., 101 (C5):12.255 12.263. 1996 485