BAB II KAJIAN TEORITIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Segitiga. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), Elly Susanti. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika,

Tugas Matakuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Dosen Pengampu Mohammad Faizal Amir, M.Pd S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MI AL HIDAYAH SUMBERSUKO PANDAAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis

I. PENDAHULUAN. suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan adalah pendidikan. Pendidikan

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saat ini matematika dianggap sebagai program pendidikan yang berperan dalam

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai tambah dan membuka peluang pekerjaan. memiliki kekuatan pada struktur dan penalarannya. Salah satu karakteristik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENGAJUAN DAN PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X-IPA 3 MAN 2 JEMBER BERDASARKAN GENDER

Ir. Henrikus, S.Psi, CHT

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Endah Muliana*, Saminan, Agus Wahyuni Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Unsyiah

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, salah satu tujuan dari pendidikan agama Islam yaitu untuk menanamkan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan semakin berkembang sejalan dengan berkembangnya

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

Doni Dwi Palupi 1, Titik Sugiarti 2, Dian kurniati 3

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ALAT PERAGA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. membedakan manusia dari hewan.

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TINGGI DAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT (FI)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk multidimensional yang dapat ditelaah dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Deporter dan Hernacki (2015) berpikir kritis yaitu berlatih atau memasukan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk. Ketika terdapat permasalahan sebaiknya dapat mengevaluasi dan menilainya secara cermat. Hal tersebut dilakukan agar mempermudah dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Santrock (2010) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir reflektif dan produktif, dan melibatkan evaluasi bukti. Dalam berpikir kritis dianjurkan untuk meninjau kembali sesuatu yang telah terjadi. Menghasilkan pemikiran baru yang tidak hanya merupakan produksi dari pengalaman yang lampau, dan adanya proses pengukuran akan efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan dengan disertai bukti. Duron (2006) critical thinking focused upon valuing and making judgments based upon information. Mengambil keputusan sesorang harus melihat bagaimana keadaan yang terjadi dan dapat menilainya dengan bijak. Slavin (2009) pemikiran kritis yaitu kemampuan mengambil 8

9 keputusan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang harus diyakini. Dalam mengambil keputusan tidak hanya beralasan, tetapi yakin untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah. Peter (2012) students who are able to think critically are able to solve problems effectively, knowledge or information is not enough students must be able to solve problems to make effective decisions, they must be able to think critically. Seseorang yang mampu berpikir kritis mampu memecahkan masalah secara efektif. Dalam pemecahan masalah hanya memiliki pengetahuan atau informasi saja tidak cukup. Agar dapat dilakukan secara efektif mereka juga harus mampu berpikir kritis untuk dapat memecahkannya. Ennis (2015) mengungkapkan berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Terdapat tiga tingkatan tinggi dalam berpikir kritis yaitu analisis, sintesis dan evaluasi. Berpikir kritis yang Ennis kemukakan lebih menyoroti dalam pembuatan keputusan oleh siswa, sehingga siswa akan memiliki kemampuan menganalisis, menyintesis dan mengevaluasi. Ennis (2015) berpendapat ada dua belas kemampuan berpikir kritis. Kemampuan tersebut sudah mewakili siswa untuk fokus pada pertanyaan, termasuk ide merumuskan pertanyaan, mengidentifikasi atau merumuskan kemungkinan jawaban, dan mempertanggungkan argumennya. Kemampuan yang Ennis kemukakan yaitu: (1) Kemampuan untuk mengidentifikasi dan

10 menganalisis pendapat; (2) kemampuan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan; (3) Kemampuan untuk menilai keakuratan data sumber; (4) Kemampuan untuk melakukan pengamatan; (5) kemampuan untuk menyimpulkan dan menilai kebenaran dari suatu argumen; (6) Kemampuan untuk menyimpulkan dan menilai secara umum ke khusus, apakah pernyataan bersifat benar; (7) Kemampuan untuk menyimpulkan dan menilai secara khusus ke umum, apakah pernyataan bersifat benar; (8) kemampuan untuk membuat keputusan; (9) Kemampuan untuk menegaskan dan mempertimbangkan ketentuan; (10) kemampuan untuk menghubungkan anggapan yang tidak benar; (11) Kemampuan untuk menggunakan pemikiran dugaan; (12) Kemampuan untuk menyusun, menyatukan, membuat dan mempertahankan argumen yang baru. Karakteristik berpikir kritis menurut Ferrett (1997) sesuai dengan yang dikutip oleh Klimoviene (2006) berpendapat sebagai berikut; (1) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan; (2) Menilai pertanyaan dan argumen; (3) Dapat memperbaiki kekeliruan pemahaman atau informasi; (4) Memiliki rasa ingin tahu; (5) Tertarik untuk mencari informasi baru; (6) Dapat menjelaskan sebuah karakteristik untuk menganalisis pendapat; (7) Ingin menguji kepercayaan, asumsi dan pendapat serta membandingkan dangan bukti yang ada; (8) Mendengarkan orang lain dengan baik dan dapat memberikan umpan balik; (9) Mengetahui bahwa berpikir kritis adalah proses sepanjang hayat dari introspeksi diri; (10) Mencari bukti ilmiah untuk mendukung asumsi dan keyakinan; (11)

11 Mengambil kesimpulan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan dipertimbangkan; (12) Mencari bukti; (13) Menguji masalah secara terbuka; (14) Dapat menolak informasi bila tidak benar atau tidak relevan. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik. Seseorang yang berpikir kritis memiliki karakter khusus yang dapat di identifikasi dengan melihat bagaimana seseorang dalam menyikapi suatu masalah. Karakter-karakter tersebut tampak pada kebiasaan dalam bertindak, berargumen dan memanfaatkan kemampuan intelektualnya. Indikator untuk kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Kemampuan untuk menolak informasi bila tidak benar atau tidak relevan Siswa dapat menyeleksi pernyataan-pernyataan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah matematika. Kemampuan ini dapat dilihat dari pekerjaan siswa yang diberi soal matematika dengan informasi yang relevan dan tidak relevan. Siswa yang berpikir kritis tidak menggunakan informasi yang tidak relevan tersebut, karena tidak sesuai dengan permintaan soal yang diberikan. b. Kemampuan untuk mendeteksi kekeliruan dan memperbaiki kekeliruan konsep Kemampuan ini dapat dilihat dengan menganalisis hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Untuk kemampuan ini dapat digunakan tes yang sengaja dibuat menyalahi konsep dan aturan

12 dalam matematika, siswa yang berpikir kritis mampu mendeteksi kesalahan dan dapat memperbaikinya dengan benar. c. Kemampuan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan dipertimbangkan. Setelah siswa dihadapkan pada satu masalah atau soal, kemudian memecahkan masalah dengan bekal pengetahuan yang sebelumnya, serta siswa mampu membuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari permintaan soal. d. Kemampuan untuk menguji asumsi serta membandingkan dengan bukti. Karakter ini juga merupakan karakter seseorang yang berpikir kritis. Dimana peserta didik menguji asumsi pada soal serta siswa membandingkan asumsi tersebut dengan bukti yang ada. Jika siswa dapat membandingkan dan memberikan kesimpulannya, maka siswa dapat dikatakan memenuhi karakter berpikir kritis. 2. Gaya Berpikir Wang (2012) thinking style was the preference for representation and processing of information in the mind, bound to the constituent structure of personality, the consistent way of interacting with the environment, and adapting new information. Mengolah informasi dalam pikiran yang berhubungan dengan kepribadian dan cara berinteraksi dengan lingkungan serta beradaptasi untuk mendapatkan informasi baru. Dalam hal ini memungkinkan siswa dapat memperoleh strategi untuk berpikir terkait

13 dengan penyelidikan, pengolahan informasi, penalaran, pemecahan masalah, evaluasi dan refleksi. Menurut Anthony Gregorc gaya berpikir adalah suatu proses berpikir yang memadukan antara bagaimana pikiran menerima informasi dan mengatur informasi tersebut dalam otak (Deporter dan Hernacki, 2015). Menurutnya dalam berpikir seseorang dipengaruhi oleh dua konsep yaitu: a. Konsepsi tentang objek/wujud yang dibedakan menjadi persepsi konkret dan abstrak. 1) Konkret Sifat ini memungkinkan anda untuk memahami dan secara mental menunjukkan data melalui pengamatan langsung dan menggunakan indra fisik. Anda dapat melihat secara nyata melalui indra fisik anda seperti penglihatan, penciuman, sentuhan, rasa, dan pendengaran. 2) Abstrak Sifat ini memungkinkan anda untuk memahami, menyusun, dan memvisualisasikan melalui kemampuan berpikir. Anda juga dapat melihat dan memahami mengenai yang tidak terlihat dan tidak berbentuk secara indra fisik anda. b. Kemampuan pengaturan secara sekuensial (linier) dan acak (non linier) 1) Sekuensial Sifat ini mengarahkan pikiran anda untuk memahami dan mengatur informasi secara linier langkah demi langkah. Sekuensial

14 cenderung memiliki dominasi otak kiri. Hal ini dikarenakan berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial linier dan rasional. 2) Acak Sifat ini memungkinkan pikiran anda untuk memahami dan mengatur informasi secara nonlinier dan banyak cara. Sifat ini biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan yang cara berpikirnya bersifat acak atau tidak teratur. Jika kedua konsep tersebut dikombinasikan, maka didapat 4 kelompok gaya berpikir, yaitu Sekuensial Konkret, Acak Konkret, Sekuensial Abstrak, dan Acak Abstrak. Gaya berpikir merupakan cara yang dimiliki oleh setiap siswa dalam menggunakan dominansi otaknya untuk menerima dan mengatur informasi. Menurut Depoter dan Hernacki (2015) ada 4 jenis gaya berpikir yaitu: 1) Sekuensial Konkret Siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial konkret biasanya mengalami kesulitan apabila diminta untuk menangkap sesuatu pelajaran yang bersifat abstrak dan yang memerlukan daya imajinasi yang kuat. Selain itu, catatan dan makalah adalah cara terbaik bagi pemikir sekuensial konkret untuk belajar. Karakteristik yang dimiliki siswa sekuensial konkret yaitu: a) Menerapkan gagasan dengan cara yang praktis b) Menghasilkan sesuatu yang konkret dari gagasan yang abstrak

15 c) Bekerja dengan baik sesuai batas waktu d) Bekerja dengan sistematis, selangkah demi selangkah e) Mencermati sesuatu sampai hal yang sekecil-kecilnya f) Menginterpretasikan sesuatu secara harfiah atau logika 2) Acak Konkret Siswa yang memiliki gaya berpikir acak konkret biasanya mereka berpikir berdasarkan kenyataan tetapi ingin melakukan pendekatan coba-coba. Siswa dengan tipe ini cenderung mengalami masalah dalam sistem pengajaran di sekolah karena ia bukan tipe penurut. Karakteristik yang dimiliki siswa Acak Konkret yaitu: a) Memilki sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku kurang struktur b) Berani mengambil resiko c) Memiliki dorongan yang kuat untuk menemukan alternatif d) Mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri e) Lebih berorientasi pada proses daripada hasil. 3) Sekuensial Abstrak Siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak adalah ia yang suka dengan teori dan pemikiran abstrak. Siswa ini cenderung kritis dan analitis karena memiliki daya imajinasi yang kuat. Pada umumnya ia menangkap peragaan yang konkret. Biasanya ia bersifat

16 pendiam dan menyukai pelajaran atau informasi yang disajikan secara sistematis. Karakteristik yang dimiliki siswa sekuensial abstrak yaitu: a) Mengumpulkan data sebelum membuat kesimpulan b) Menganalisis dan meneliti gagasan c) Menggambarkan urutan peristiwa secara logis d) Menggunakan fakta untuk membuktikan suatu teori e) Mudah memahami sesuatu apabila mempelajarinya dengan mengamati, bukan mengerjakannya f) Hidup dalam dunia gagasan yang abstrak g) Menyelesaikan suatu persoalan sampai tuntas. 4) Acak Abstrak Siswa yang memiliki gaya berpikir acak abstrak biasanya mengedepankan perasaan dan emosi, mereka tertarik pada nuansa, dan sebagian cenderung pada mistisme. Pikiran acak abstrak menyerap ide-ide, informasi, dan kesan mereka mengaturnya dengan refleksi. Karakteristik yang dimiliki siswa acak abstrak yaitu: a) Mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh b) Menciptakan situasi damai dengan orang lain c) Menyadari kebutuhan emosional orang lain d) Melakukan suatu sesuai dengan caranya sendiri e) Memiliki banyak prinsip umum dengan siapa saja f) Berperan serta dengan antusias dalam pekerjaan yang mereka sukai

17 g) Mengambil keputusan dengan perasaan, bukan dengan pikiran. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya berpikir terdapat empat kelompok. Maka, orang yang dapat menggunakan gaya berpikir dan dapat mengetahui tipe dari gaya berpikirnya, mudah sekali bagi mereka untuk mengatur dan menjalani kegiatan secara terkontrol. Ketika anda mengetahui cara berpikir anda, anda akan menjadi pemikir yang lebih seimbang dan sesekali memaksa diri anda untuk mengagunkan cara berpikir dan menyerap informasi yang kurang sesuai bagi anda (Depoter dan Hernacki, 2015). B. Penelitian Relevan 1. Ramalisa (2013) dengan judul Proses Berpikir Kritis Siswa SMA Tipe Kepribadian Thinking dalam Memecahkan Masalah Matematika. Hasil penelitian menujukkan bahwa siswa tipe kepribadian thinking dapat melewati tahapan memahami masalah dan memperoleh informasi yang relevan tentang masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah dan mengecek kembali hasil penyelesaian masalah. Dari hasil penelitian tersebut siswa tipe kepribadian thinking mampu menunjukkan hal tersebut hal ini dapat dilihat pada hasil pekerjaan siswa tersebut yaitu pada tahap proses berpikir kritis yang pertama ini terlihat siswa dapat mengidentifikasi apa saja yang diketahui dari masalah, apa-apa saja yang ditanyakan pada soal tersebut dan siswa

18 juga mengetahui kecukupan syarat untuk memecahkan masalah yang diberikan pada tahap memahami masalah. 2. Fatmawati (2014) dengan judul Analisis Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Polya pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat. Hasil pada penelitian ini yaitu siswa cenderung berada dalam tingkat berpikir kritis 1 atau TBK (Tingkatan Berpikir Kritis) 1. Siswa dengan TBK 0 memenuhi kriteria yaitu tidak memenuhi semua indikator berpikir kritis menurut Ennis. Siswa dengan TBK 0 sebanyak 7 siswa dengan persentase sebesar 19.4%. Siswa dengan TBK 1 memenuhi kriteria dua atau tiga indikator berpikir kritis menurut Ennis yaitu merumuskan pokok-pokok permasalahan, mengungkap fakta yang ada, atau mendeteksi bias. Siswa dengan TBK 1terdiri atas 26 siswa dengan persentase 72.2%. Siswa dengan TBK 2 memenuhi kriteria empat indikator berpikir kritis menurut Ennis yaitu merumuskan pokok-pokok permasalahan, mengungkap fakta yang ada, memilih argumen yang logis, dan mendeteksi bias. Siswa dengan TBK 2 terdiri atas 2 siswa dengan persentase 5.6%. Siswa dengan TBK 3 memenuhi kriteria semua indikator berpikir kritis menurut Ennis yaitu merumuskan pokok-pokok permasalahan, mengungkap fakta yang ada, memilih argumen yang logis, mendeteksi bias, dan menarik kesimpulan. Siswa dengan TBK 3 terdiri atas 1 siswa dengan persentase 2.8%. Siswa kelas X AP 1 SMK Muhammadiyah 1 Sragen paling banyak berada pada TBK 1.

19 3. Fitriani (2016) dengan judul Deskripsi Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto Ditinjau dari Gaya Berpikir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) kemampuan generalisasi matematis siswa dengan gaya berpikir tipe sekuensial konkret, acak abstrak, dan acak konkret mampu dalam mengenal suatu aturan atau pola dan mampu mengidentifikasinya. Siswa juga sudah mampu dalam menggunakan hasil identifikasi pola untuk menentukan struktur data berikutnya; 2) kemampuan generalisasi matematis siswa dengan gaya berpikir tipe sekuensial abstrak belum mampu dalam mengenal suatu aturan atau pola dan mampu mengidentifikasinya. Siswa juga belum mampu dalam menggunakan hasil identifikasi pola untuk menentukan struktur/ data berikutnya; 3) kemampuan generalisasi matematis siswa dengan gaya berpikir tipe sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak abstrak, dan acak konkret belum mampu dalam menemukan pola umum serta memformulasikannya dan belum mampu dalam menggunakan pola umum untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan beberapa penelitian yang relevan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal matematika ditinjau dari gaya berpikir.

20 C. Kerangka Pikir Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan salah satu dari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pengembangan kemampuan berpikir kritis dan cara mengukurnya menjadi salah satu fokus pembelajaran matematika. Dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, setiap guru dihadapkan pada siswa yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara individu satu dengan yang lainnya. Salah satu dimensi karakteristik siswa yang secara khusus perlu dipertimbangkan, khususnya di pendidikan matematika adalah gaya berpikir. Gaya berpikir dibagi menjadi empat yaitu sekuensial konkret, acak konkret, acak abstrak dan sekuensial abstrak. Pemikir sekuensial konkret bisanya mengalami kesulitan apabila diminta untuk menangkap pelajaran yang bersifat abstrak. Pemikir acak konkret seperti sekuensial konkret berpikir berdasarkan kenyataan tetapi ingin melakukan pendekatan coba-coba. Pemikir acak abstrak biasanya menyerap ide-ide, informasi dan kesan mengaturnya dengan cara refleksi. Pemikir sekuensial abstrak cenderung kritis dan analitis karena memiliki daya imajinasi yang kuat. Gaya berpikir yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik dapat mempengaruhi kemampuan dalam berpikir kritis. Dengan mengetahui bagaimana gaya berpikir yang dimiliki akan mempermudah dalam memecahkan masalah yaitu dengan memilih solusi yang paling efektif dalam pemecahannya. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti melakukan deskripsi terhadap kemampuan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya berpikir.