BAB 1 PENDAHULUAN. Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI

Realisasi Belanja Negara pada TA 2014 adalah senilai Rp ,00 atau mencapai 90,41% dari alokasi anggaran senilai Rp ,00.

LAPORAN KEUANGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2014 (AUDITED)

BAB I PENDAHULUAN. Penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi dan

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2013 dan 2012 dapat disajikan sebagai berikut:

Halaman Kata Pengantar Pernyataan Tanggung Jawab. Daftar Tabel Daftar Grafik. viii Daftar Lampiran. ix Daftar Singkatan

Laporan Keuangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun Anggaran 2016 Audited

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

I. UMUM. Saldo...

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

No Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis ak

Laporan Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian per 31 Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 265/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA LAIN-LAIN

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

-2- Operasional, (v) Laporan Arus Kas, (vi) Laporan Perubahan Ekuitas, dan (vii) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Realisasi APBN menggambarkan p

Laporan Keuangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun Anggaran 2015 (Audited)

V. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

I. RINGKASAN. Tabel 1 Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2012 dan Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % Realisasi terhadap Anggaran

Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Abstrak

KATA PENGANTAR REVIU LAPORAN KEUANGAN OLEH INSPEKTORAT

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

Kata Sambutan Kepala Badan

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

Petunjuk Teknis Reviu Laporan Keuangan

SISTEMATIKA DAN CONTOH FORMAT PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN TINGKAT KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BELANJA SUBSIDI

BAGIAN ANGGARAN 087 LAPORAN KEUANGAN ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (AUDITED)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Manajemen perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

SIARAN PERS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2017, No Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Ne

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN.

STRATEGI PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan

PP NOMOR 23 TAHUN 2006 PASAL 26 dan Perdirjen 67/PB/2007Pasal 2

2016, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indo

BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (AUDITED) A. PENJELASAN UMUM A.1. DASAR HUKUM A.2. KEBIJAKAN TEKNIS BPK RI. Laporan Keuangan BPK RI Tahun 2008 (Audited)

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuang

BAGIAN ANGGARAN 015 LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2011 AUDITED. Jalan Wahidin Raya No 1 Jakarta Pusat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 263/PMK.05/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 76/PMK.05/2008 TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat agar keuangan

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

I. RINGKASAN. Tabel 1. Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2012 dan 2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1619, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Akuntansi. Pemerintah Pusat. Jurnal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Laporan. Standar Akuntansi. Penyajian.

2017, No pengelola penerimaan negara bukan pajak panas bumi diatur secara terpisah di dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri; c. bahwa un

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BERITA NEGARA. No.677, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Akuntansi. Pelaporan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

LAPORAN KEUANGAN PENGADILAN NEGERI SIBOLGA. Untuk Periode yang Berakhir 30 Juni Tahun Jl. Padangsidimpuan No. 6 Sibolga

2. NERACA Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana sampai dengan 31 Desember 2016.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 259/PMK.05/2014 TENTANG

1. Sampul Luar Merupakan sampul luar dari laporan keuangan, memuat informasi mengenai Eselon I dan periode penyampaian laporan keuangan.

III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

Lampiran I. Pokok-pokok Perbedaan Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Kas Menuju Akrual dengan Akuntansi Berbasis Akrual

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

DIREKTORAT EVALUASI, AKUNTANSI DAN SETELMEN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO KEMENTERIAN KEUANGAN

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 /PRT/M/2013 TENTANG

LAPORAN KEUANGAN PENGADILAN NEGERI SIBOLGA. Untuk Periode yang Berakhir 30 Juni Tahun Jl. Padangsidimpuan No. 6 Sibolga

3. Ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM) dan sistem aplikasi untuk mendukung penerapan pelaporan keuangan berbasis akrual. 1) Sumber daya manusia 6

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sist

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Definisi Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Akuntansi Investasi Pe

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 266/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN TRANSAKSI KHUSUS

2 c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

2 Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

RANCANGAN AKUNTANSI BLUD

I. MODUL PETUNJUK TEKNIS AKUNTANSI UMUM BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Dasar Hukum. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah diperlukan informasi-informasi yang menunjang bagi kemajuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2015 pemerintah pusat dan pemerintah daerah diwajibkan untuk menerapkan standar akuntansi pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan mereka. Hal tersebut sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010. PP Nomor 71 Tahun 2010 merupakan penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual murni meskipun di dalam peraturan tersebut juga masih diakomodir pilihan menerapkan basis kas menuju akrual sebagaimana diatur didalam PP Nomor 24 tahun 2005. Penerapan SAP berbasis akrual dapat dilaksanakan secara bertahap, hingga implementasi seluruhnya paling lambat 5 (lima) tahun setelah terbitnya PP Nomor 71 tahun 2010. Penerapan akuntansi berbasis akrual bertujuan untuk memperbaiki kualitas penyajian laporan keuangan pemerintah dan menyajikan data yang lebih akurat dalam mengukur kinerja pemerintah. Dalam akuntansi berbasis akrual dapat menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas dan memenuhi kebutuhan dananya. Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini untuk membiayai aktivitas dan memenuhi kewajibannya, serta lebih riil menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya. 1

Selain itu, dapat lebih memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumberdaya yang dikelolanya, dan berguna untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektifivitas penggunaan sumberdaya. Secara konseptual akuntansi berbasis akrual dipercaya dapat menghasilkan informasi yang lebih akuntabel dan transparan dibandingkan akuntansi berbasis kas. Apabila dilihat dalam rangka pengukuran kinerja, informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi penggunaan sumberdaya ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang saat ini diperlukan oleh pemerintah dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Penyusunan dan penyajian laporan keuangan TA. 2015 mengacu pada SAP yang ditetapkan dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 177/PMK.05/2015 tentang pedoman penyusunan dan penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga TA.2015 diharapkan sesuai peraturan berlaku. Penyajian aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam neraca adalah berdasarkan basis akrual, yaitu pada saat diperolehnya hak atas aset dan/atau timbulnya kewajiban tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan dari Kas Umum Negara. Dengan SAP berbasis akrual ini, laporan keuangan yang harus disiapkan pemerintah bertambah menjadi 7 jenis dari basis sebelumnya yang 2

hanya 4 (empat) jenis. Ke-7 (tujuh) jenis laporan itu meliputi Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), serta Catatan atas Laporan Keuangan. Piutang merupakan salah satu akun neraca penting dalam laporan keuangan karena merupakan bagian dari aset lancar yang paling likuid setelah kas. Piutang menggambarkan hak Pemerintah untuk menerima penerimaan berupa kas di Kas Umum Negara/Pemerintah dari Pemerintah Pusat, daerah lain, mitra kerja dan pihak ketiga lainnya. Pada tanggal cut off, jika terdapat hak pemerintah untuk menagih, maka nilai nominal tagihan tersebut harus dicatat sebagai penambahan aset berupa piutang dalam neraca. Dalam konsep akrual, piutang muncul akibat terdapatnya transaksi yang akan menghasilkan penerimaan atau pendapatan bagi entitas namun belum menerima kasnya. Oleh karena itu, piutang dicatat beriringan dengan pencatatan pendapatan dan akan dihapus ketika pendapatan tersebut sudah benar-benar diterima. Dalam laporan keuangan Unaudited Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) TA.2015, akun piutang bukan pajak menjadi penyumbang terbesar jumlah aset lancar pada neraca. Selain itu piutang bukan pajak juga menjadi salah satu perhatian BPK saat melakukan pemeriksaan laporan keuangan Kementerian ESDM TA. 2014. 3

Pada tahun 2014, Kementerian ESDM mengalami penurunan opini menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Penurunan Opini tersebut disebabkan antara lain: 1. Kas: Kas dikelola Bendahara Pengeluaran RI tidak dipertanggungjawabkan secara memadai dan terdapat selisih kas yang tidak dapat dijelaskan; 2. Pitang Bukan Pajak: Pencatatan tidak dapat diyakini kewajarannya; 3. Persediaan: Pencatatan, inventarisasi fisik, dan rekonsiliasi belum dilakukan; 4. Aset Tetap lainnya: Pencatatan dan inventarisasi fisik belum dilakukan; 5. Pencatatan dan inventarisasi fisik belum dilakukan. Penurunan opini tersebut juga dialami beberapa Kementerian/Lembaga lain, seperti tercantum dalam tabel dibawah: Tabel 1.1. Daftar Entitas yang mengalami perubahan Opini WTP menjadi WDP No Kementerian/Lembaga 1 Kementerian ESDM 2 Kementerian Sosial 3 Lembaga Sandi Negara 4 Lembaga Ketahanan Nasional 5 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 6 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 7 Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika 8 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 9 Arsip Nasional RI (Sumber: BPK, IHPS I Tahun 2015) 4

Adapun saldo piutang bukan pajak Kementerian ESDM dapat di lihat dalam tabel Neraca Kementerian ESDM TA.2015 di bawah ini. Tabel 1.2. Neraca per 31 Desember 2015 dan 31 Desember 2014 URAIAN CATATAN 31 Desember 2015 31 Desember 2014 ASET ASET LANCAR Kas di Bendahara Pengeluaran C.1 2,510,000 144,518,382 Kas di Bendahara Penerimaan C.2 108,000,000 2,424,613,648 Kas Lainnya dan Setara Kas C.3 1,348,352,820 2,867,784 Kas pada BLU C.4 74,658,863,365 73,997,469,621 Belanja Dibayar di Muka (prepaid) C.5-52,743,717,600 Uang Muka Belanja (Prepayment) C.6 68,144,730,914 76,784,002,759 Piutang Bukan Pajak C.7 26,465,584,068,086 23,127,439,438,762 Penyisihan Piutang Tak Tertagih - Piutang Bukan Pajak C.8 (2,390,307,807,440) (1,949,944,998,355) Piutang Bukan Pajak (Netto) C.9 24,075,276,260,646 21,177,494,440,407 Bagian Lancar Tagihan TP/TGR C.10 73,712,500 24,225,000 Penyisihan Piutang Tak Tertagih-Bagian Lancar Tagihan TP/TGR C.11 (368,563) (121,125) Bagian Lancar Tagihan TP/TGR (Netto) C.12 73,343,937 24,103,875 Piutang dari Kegiatan Operasional BLU C.13 17,927,392,885 24,219,995,710 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Kegiatan Operasional BLU C.14 (14,257,130,105) (9,246,465,773) Piutang dari Kegiatan Operasional BLU (netto) C.15 3,670,262,780 14,973,529,937 Persediaan C.16 620,377,380,147 289,379,986,206 Jumlah Aset Lancar 24,843,659,704,609 21,687,969,250,219 (Sumber: Laporan keuangan Unaudited Kementerian ESDM TA. 2015) Sebagaimana yang terlihat pada tabel neraca di atas, saldo piutang bukan pajak (bruto) mempunyai nilai yang sangat material yaitu sebesar Rp 26.465.584.068.086 per 31 Desember 2015 dan Rp23.127.439.438.762 per 31 Desember 2014. Rincian piutang bukan pajak disajikan sebagai berikut: 5

Tabel 1.3. Rincian Piutang Bukan Pajak Kementerian ESDM TA. 2015 No Nama 31 Desember 2015 31 Desember 2014 1 Sekretariat Jenderal 11,321,758,917.00 11,397,688,738.00 2 3 4 Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara 1,097,040,397,282.00 798,506,437,570.00 468,851,829,350.00 643,537,422,186.00 24,706,198,705,989.00 21,551,938,780,084.00 5 Badan Penelitian dan Pengembangan 292,945,000.00 2,157,387,332.00 6 Badan Pendidikan dan Pelatihan 50,669,273.00 1,906,326,000.00 7 Badan Geologi 131,502,988.00 0.00 8 Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi 96,357,254,893.00 68,876,201,832.00 9 Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi 85,339,004,394.00 49,119,195,020.00 (Sumber: Laporan keuangan Unaudited Kementerian ESDM TA.2015) Berdasarkan tabel di atas, piutang bukan pajak Kementerian ESDM terdiri dari piutang bukan pajak di 9 Unit Eselon I Kementerian ESDM sebesar Rp24.706.198.705.989,00 yaitu 93,35% dari total piutang PNBP KESDM berasal dari piutang PNBP Direktorat Jenderal Mineral dan batubara (Ditjen Minerba). Nilai saldo Piutang Negara Bukan Pajak (Ditjen Minerba) berasal dari piutang penerimaan negara bukan pajak atas tagihan Royalti/DHPB dan Iuran Tetap yang dapat dijadikan kas dan belum diselesaikan/dibayar oleh perusahaan tambang sampai dengan tanggal neraca dan diharapkan dapat diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Rincian saldo piutang bukan pajak per jenis kontrak per 31 Desember 2015 pada Pajak Dirjen Minerba adalah sebagai berikut: 6

Tabel 1.4. Rincian Saldo Piutang Bukan Pajak per Jenis Kontrak JENIS Iuran Tetap KONTRAK Rp. USD IUP 44,260,183,884.97 54,088,167.60 PKP2B 118,280,276.67 763,456.94 KK 18,445.00 61,954.34 JUMLAH 44,378,482,606.64 54,913,578.88 Royalti/ DPHB (PKP2B) Rp. USD IUP 934,712,498,404.28 129,320,992.53 PKP2B 1,540,961,430,514.57 1,180,557,187.52 KK - 20,258,893.46 JUMLAH 2,475,673,928,918.85 1,330,137,073.51 PHT Rp USD IUP 1,446,669,092.63 150,352.47 PKP2B 678,110,182,494.37 173,754,365.42 KK - 58,000.00 JUMLAH 679,556,851,587.00 173,962,717.89 TOTAL 3,199,609,263,112.49 1,559,013,370.27 Ekuivalen IDR TOTAL PIUTANG 21,506,589,442,876.50 24,706,198,705,989.00 (Sumber: Laporan keuangan Unaudited Kementerian ESDM TA.2015) Saldo Piutang Bukan Pajak Ditjen Minerba per 31 Desember 2015 naik sebesar Rp3.154.259.925.905 atau 12,77% menjadi Rp24.706.198.705.989 dibanding Saldo Piutang Bukan Pajak TA 2014 sebesar Rp21.551.938.780.084. Penambahan/Kenaikan ini akibat mutasi tambah yang berupa surat tagih baru untuk pendapatan iuran tetap, penjualan hasil tambang dan mutasi kurang yang berupa pembayaran royalti. Komposisi jenis piutang bukan pajak per 31 Desember 2015 terdiri dari Piutang Iuran Tetap, Piutang Royalti serta Piutang Penjualan Hasil Tambang. Piutang Bukan Pajak pada neraca Ditjen Minerba merupakan hasil dari proses evaluasi dan pemeriksaan yang di lakukan oleh Tim evaluator Subdit Penerimaan Negara Ditjen Minerba, Tim Pemeriksa BPK RI dan Tim OPN BPKP. Perusahaan yang terdapat piutang di Ditjen Minerba ini terdiri dari perusahaan PKP2B, KK dan IUP. 7

Posisi kedua yang mempunyai saldo piutang bukan pajak material adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Nilai saldo Piutang Bukan Pajak per 31 Desember 2015 sebesar Rp1.097.040.397.282,00 yaitu 4,15% dari total saldo PNBP Kementerian ESDM. Jumlah Piutang Negara Bukan Pajak tersebut merupakan: 1. Piutang PNBP berupa Signature Bonus sebesar US$ 5.450.000, dengan kurs tengah BI pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp13.795, maka piutang menjadi Rp.75.182.750.000. 2. Piutang PNBP berupa Firm Commitment sebesar US$ 44.200.000, dengan kurs tengah BI pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp13.795, maka piutang menjadi Rp.609.739.000.000. 3. Piutang PNBP berupa Jaminan Pelaksanaan dan Jaminan Penawaran sebesar US$ 5.800.000, dengan kurs tengah BI pada tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp13.795, maka piutang menjadi Rp.80.011.000.000. 4. Piutang dari Pekerjaan yang menggunakan mekanisme PMK No.194/PMK.05/2014 dan PMK No.243/PMK.05/2015 sebesar Rp.332.107.647.282. Yang ketiga, nilai saldo Piutang Bukan Pajak Kementerian per 31 Desember 2015 sebesar Rp468.851.829.350,00 yaitu 1,77% dari total piutang PNBP Kementerian ESDM berasal dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Ketenagalistrikan) yang merupakan PNBP dengan komposisi berupa denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, realisasi belanja pekerjaan yang putus kontrak dan uang muka proyek yang dialihkan dari proyek APBN ke anggaran PT PLN (Persero). 8

Sejalan dengan semangat reformasi penerapan SAP berbasis akrual, Kementerian ESDM merupakan salah satu instansi yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada tahun 2015, Kementerian ESDM telah menerapkan basis akrual pada penyusunan dan penyajian laporan keuangan TA. 2015. Namun pada praktiknya, penerapan basis akrual tersebut belum sesuai dengan SAP berbasis akrual. Hal tersebut dapat di lihat dari fakta bahwa setelah menerapkan basis akrual pada penyusunan laporan keuangan, piutang bukan pajak Kementerian ESDM khususnya pada Ditjen Minerba jumlahnya masih sangat material dan bahkan meningkat dari tahun 2014 yang pada tahun tersebut belum diterapkan basis akrual pada penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 1.2. Rumusan Permasalahan Dari latar belakang di atas, penerapan SAP berbasis akrual pada laporan keuangan Kementerian ESDM TA. 2015 sudah sejalan dengan PP Nomor 71 tahun 2010 yang mewajibkan Kementerian Negara/Lembaga menerapkan basis akrual paling lambat tahun 2015, namun dalam pelaksanaannya ditengarai penerapannya belum sesuai dengan SAP berbasis akrual yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan fakta di lapangan bahwa setelah menerapkan basis akrual pada penyusunan dan penyajian laporan keuangan, total saldo piutang negara bukan pajak Kementerian ESDM per 31 Desember 2015 masih sangat material dan meningkat dari tahun sebelumnnya sebesar Rp23.127.439.438.762 menjadi sebesar 9

Rp26.465.584.068.086. Salah satu penyumbang terbesar saldo piutang bukan pajak Kementerian ESDM adalah Ditjen Minerba. Berdasarkan hal tersebut, penerapan SAP berbasis akrual pada akun Piutang di Kementerian ESDM dan masalah-masalah terkait akun piutang bukan pajak Ditjen Minerba perlu dievaluasi. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Penerapan SAP Berbasis Akrual pada Akun Piutang di Kementerian ESDM TA.2015, khususnya pada Ditjen Minerba? 2. Masalah-masalah apa saja terkait akun Piutang Bukan Pajak Ditjen Minerba? 1.4. Tujuan Penelitian 1. Mengevaluasi Penerapan SAP Berbasis Akrual pada Akun Piutang di Kementerian ESDM TA.2015, khususnya pada Ditjen Minerba; 2. Mengetahui dan menganalisis masalah-masalah terkait akun Piutang Bukan Pajak Ditjen Minerba. 1.5. Batasan Masalah Piutang bukan pajak Kementerian ESDM terdiri dari piutang bukan pajak yang ada pada 9 Unit Eselon I. 93,35% dari total saldo piutang bukan pajak Kementerian ESDM per 31 Desember 2015 sebesar Rp 24.706.198.705.989 merupakan piutang bukan pajak yang berasal dari Ditjen Minerba. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan difokuskan pada evaluasi 10

penerapan SAP berbasis akrual pada akun piutang bukan pajak Ditjen Minerba. 1.6. Motivasi Penelitian Motivasi dalam melakukan penelitian ini adalah adanya hasrat yang kuat atas penerapan SAP berbasis akrual pada akun piutang di Kementerian ESDM TA.2015 yang sesuai dengan PP 71 Tahun 2010. 1.7. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kotribusi sebagai berikut: a. Kontribusi Praktis Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi Ditjen Minerba Kementerian ESDM dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan piutang bukan pajak sehingga bermanfaat dalam mewujudkan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan. b. Kontribusi Keilmuan Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik melakukan evaluasi penerapan SAP berbasis akrual pada akun piutang bukan pajak. 1.8. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi kumpulan uraian teori yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini. Teori-teori ini diperoleh dari kumpulan buku teks, jurnal, dan literatur lainnya. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi pengambilan data dan analisis data penelitian, yang meliputi subjek dan objek penelitian, jenis penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data serta teknik pengujian data. BAB IV ANALISIS DAN DISKUSI Bab ini berisi temuan-temuan dalam investigasi yang menggambarkan faktafakta untuk dapat menjawab tujuan penelitian. BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan kesimpulan dari seluruh bahasan, keterbatasan, dan rekomendasi penelitian. 12